Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 84705 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arizal
"Seperti diketahui, banyak perusahaan besar yang kolep bahkan bangkrut akibat krisis ekonomi yang melanda Indonesia beberapa waktu lalu. Namun, krisis tersebut tidak begitu berpengaruh bagi pengusaha yang bergerak di sektor usaha kecil menengah (UKM). Walau tidak terkena dampak krisis ekonomi tersebut, sumbangan sektor UKM terhadap PDB secara nasional tetap saja tidak memadai. Akan tetapi, bagi UKM yang berada di wilayah DKI Jakarta mampu memberikan sumbangan dalam bentuk lain yaitu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang relatif besar yaitu lebih kurang 2 juta orang.
Didasarkan pada perimbangan di atas, baik pihak Pemda DKI Jakarta maupun DPRD memberikan apresiasi atau "komitmen" yang tinggi terhadap sektor UKM agar lebih ditingkatkan lagi peranannya. Prasyarat untuk itu, adalah perlunya diciptakan iklim sektor UKM yang kondusif sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat (UKM) pada khususnya dan masyarakat Jakarta pada umumnya. Perhatian dari kedua institusi itu, tercermin dalam Perda Nomor 9, 10 Tahun 2002, dan Nomor 1 Tahun 2003. Dengan demikian dapat dikatakan, baik Pemda maupun DPRD telah berhasil memperlihatkan kinerja yang baik dalam upaya membuat peraturan perundangan yang berpihak kepada kepentingan masyarakat (UKM).
Lebih dari itu, Pemerintah Daerah-pun telah optimal pula menterjemahkan Perda-perda tersebut ke dalam berbagai program/kegiatan yang diperkirakan dapat memenuhi keinginan masyarakat (UKM). Hal ini tercermin dari diresponnya program/kegiatan tersebut oleh pengusaha/pengelola UKM. Namun, sangat disayangkan, program / kegiatan yang telah ditetapkan itu tidak dapat dilaksanakan secara optimal. Ketidak-optimalan ini, antara lain disebabkan oleh masih adanya perilaku oknum "birokrasi" yang melakukan praktek-praktek KKN, seperti adanya pungutan liar dalam hal pengurusan surat izin usaha. Disinyalir, praktek-praktek tersebut tidak hanya dilakukan oleh individu-individu tertentu saja, melainkan dilakukan secara sistematis dan "terorganisir" oleh instansi tertentu. Disamping itu, terkendala pula oleh persoalan yang bersifat administratif, dan ketidak-sesuaian antara program/kegiatan yang ditetapkan dengan kebutuhan mendasar dari para pengusaha/pengelola UKM itu sendiri.
Adanya praktek KKN tersebut ternyata tidak begitu serius ditangani dan diselesaikan oleh Pemerintah Daerah. Demikian pula halnya dengan DPRD DKI. Sehingga berakibat timbulnya "beban sosial" yang tinggi yang harus ditanggung oleh para pengusaha / pengelola UKM. Keadaan ini, pada akhirnya berakibat terdapat UKM yang menghentikan/menutup kegiatan usahanya. Dampak lebih jauh dari itu, tentu saja terjadi pemutusan hubungan kerja dengan para pekerja yang ada. Hal ini tentu saja menambah daftar pencari kerja di wilayah DKI Jakarta yang sebelumnya telah berjumlah relatif besar.
Di masa yang akan datang, agar supaya kebijakan sektor UKM yang dilaksanakan oleh Pemda DKI Jakarta dapat lebih mencapai sasaran, "tidak bisa tidak" dituntut peran yang lebih optimal dari DPRD DKI Jakarta, khususnya dalam melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap implementasi dari kebijakan dimaksud. Disamping itu, pihak Pemda pun seharusnya lebih meningkatkan lagi pengawasan internal melalui penerapan "law enforcement" yang berlaku bagi siapa saja yang melakukan pelanggaran. Penting pula dilakukan oleh Pemda bahwa program/kegiatan yang akan dipilih/ditetapkan memperhatikan betul kebutuhan mendasar dari pengusaha/pengelola UKM.

As we know, many big companies have been collapse and even bankrupt as result from the Economic Crisis happened in Indonesia several years ago. However, that crisis has been not much influenced by The Small and Medium Enterprises. Even though it such that The Small and Medium Enterprises contribution to Indonesia's Gross National Product has still been low. Nevertheless, The Small and Medium Enterprises are able to giving any contribution in DKI Jakarta which is relatively large to hold in reserve of employees.
Based on the above consideration, both The Local Government of DKI Jakarta and the Regional Parliament have been highly Commitment in order to improvement of The Small and Medium Enterprises. The Pre-requirement was needed to create the conducive of The Small and Medium Enterprises that can able to rise of prosperity of The Small and Medium Enterprises society particularly and the Jakarta's society generally. Both of the instances were reflected on the Regional Regulation Number 8 and 9 in 2002 year, and The Regional Regulation Number 1 in 2003 year, which concerned to The Small and Medium Enterprises society interest.
Such as, we can say both The Local Government and The Regional Parliament have showed the highest performance in realizing regulations which concerned to The Small and Medium Enterprises society interest.
The Local Government has translated the best of the Local Regulation itself of any programs to fulfill The Small and Medium Enterprises society needed. This can be seen from the society responses towards the programs. However, unfortunately, they can do maximize the determined programs. This caused by the number of bureaucrats misbehavior which done any bad practices or Corruption, Collusion and Nepotism (CCN) to get a business permit Not only some individuals persons, but systematically performed of certain institutions in a well-organized way have done. Besides that, some either obstacle emerges, such as administrative or activity and the basic needed The Small and Medium Enterprises themselves.
The CCN practices were not seriously handled to solve by The Local Government. Such as The Regional Parliament of DKI Jakarta done. As a result, The Small and Medium Enterprises themselves must be responsibility from the highest of "Social Rate" condition. Finally this condition made some The Small and Medium Enterprises closing their business automatically on the discharge with the employees themselves. This discharge of course made to increase of unemployment which has already large relatively.
In the future, in order that policies of implementation can more achieve for The Small and medium Enterprises of DKI Jakarta objectives "Can not say no" to The Regional Parliament was demanded their effort, especially to do their rule in controlling and monitoring the implementation. The Local government itself must more improve their internal controlled to apply of "law Enforcement" for anyone who breaks. Besides the selected/sapulated program must be designed based on the basic needed of the small and Medium Enterprises groups."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T 11407
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Claudia
"Tesis ini membahas mengenai pembiayaan Murabahah yang diberikan oleh Bank Syariah Mandiri (selanjutnya disebut 'BSM') kepada usaha kecil. Istilah Syariah ada sejak UU No. 10 tahun 1998 tentang perbankan. Saat itu ada pengadaan perbankan berdasarkan prinsip syariah. Bank Syariah pertama di Indonesia adalah Bank Muamalat. Pada tahun 2007, muncullah BSM. Bank Syariah menyediakan pelayanan pembiayaan untuk pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Yang dibahas adalah pembiayaan Murabahah untuk usaha kecil. Permasalahan yang dibahas adalah implementasi pembiayaan Murabahah BSM kepada Usaha Kecil serta kendala yang dihadapi oleh BSM dalam pelaksanaan tujuan tersebut. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan menggunakan sumber primer, sekunder dan tersier serta analisis data secara kualitatif. Penelitian pun dilakukan dengan pengumpulan data melalui wawancara dengan pimpinan dari BSM, yang mengetahui langsung permasalahan yang dibahas. BSM dalam memberikan pembiayaan Murabahah haruslah memenuhi prosedur bank tersebut dan menjalankan yang sesuai undang-undang serta Fatwa DSN tentang Murabahah. Transaksi yang dilakukan harus jelas secara keseluruhan. Setelah itu bank menetapkan margin atas pembiayaan tersebut. Nasabah dalam membayar kepada bank dilakukan secara angsuran. Saat ini persentase Pembiayaan Murabahah dalam BSM mencapai 70% sedangkan 30% nya adalah pembiayaan bagi hasil. Dalam persentase 70% tersebut, segmen usaha kecil mencapai 56%. BSM tidak mengalami kendala dalam pelaksanaan pembiayaan tersebut. Pembiayaan usaha kecil tidak dipersyaratkan ijinijin usaha yang lengkap, cukup dengan surat usaha dari instansi seperti kelurahan dan lain-lain. Jika nasabah tidak mempunyai objek yang dapat dijaminkan untuk pembiayaan ini dapat digunakan objek yang menjadi objek pembiayaan murabahah itu sendiri. Untuk mengenai pajak, pajak dikenakan hanyalah satu kali yaitu dari supplier kepada bank yang merupakan harga pokok barang tersebut.

This Thesis is discusses about Murabahah financing which given by The Bank Syariah Mandiri (furthermore called 'BSM') to the small business, the term 'Syariah'
had been used since Law No. 10 of 1998 concerning Banking exist and since then the banking based on Syariah principle is exist. At the beginning the first Syariah bank in Indonesia was Muamalat Bank. In 2007, The BSM founded. Syariah Bank provides services in form of financing for the empowerment of Micro, Small and Medium Enterprises. The study of this Thesis is about Murabahah Financing for the small business. The problems which will be discussed by the writer is about the implementation of Murabahah Financing by BSM to the small business and the obstacles which facing by BSM in the implementation of such aim. The method which used in this research is normative legal research by using premier, secondary and tertiary data which supported by qualitative data analysis. The research data was also supported by collecting data through interviews with The leader of BSM who has the direct knowledge of the problems discussed. The BSM in giving Murabahah Financing services o the small business must fulfill the existing procedures within the bank itself, law and the 'Fatwa' of the National (Indonesia) Syariah Council concerning Murabahah Financing. Transaction must be done wholly and clearly and after that The Bank must define the margin of the financing. The customer payment to the bank performed on an installment basis. In present time, the percentage of Murabahah Financing within The BSM has reach 70% and the rest 40% is profit sharing financing. In 70% of Murabahah Financing, the small business segment is 56% and commonly The Bank Syariah Mandiri experiencing constraints in terms of licenses or warranties but has been figure out by The BSM. Regarding the letters permitting, financing small business permits are not required to complete business, but it is enough only by having business permit from the government institution (Kelurahan, etc). Regarding the warranty, if the customer doesn't have anything as a warranty then the financing object can be used as a warranty. Regarding to tax of financing, tax only charged once from the supplier to bank which is the basic price of such objec."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27438
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Gumilang
"UKM merupakan suatu usaha potensial yang padat karya sehingga menciptakan kesempatan kerja yang menyerap banyak tenaga kerja di Indonesia, termasuk di Kabupaten Cirebon. Keberadaan UKM menjadi semakin penting ketika krisis ekonomi melanda negeri ini dalam waktu yang cukup lama. Peneliti tertarik untuk menyusun tesis berjudul? Peran Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dalam rangka meningkatkan ketahanan daerah? (studi kasus di kabupaten Cirebon) dengan memperhatikan latar belakang seperti : implementasi otonomi daerah., kontribusi UKM terhadap daerah, trend globalisasi dan perdagangan bebas.
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
1. Seberapa besar UKM dalam menunjang pembangunan di kabupaten Cirebon
2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi kinerja UKM di kabupaten Cirebon.
3. Seberapa besar peran UKM dalam meningkatkan ketahanan daerah kabupaten Cirebon.
Penelitian ini rnerupakan penelitian deskriptif analitis yang menggambarkan secam objective tentang peran UKM dalam rangka meningkatkan ketahanan daerah di kabupaten Cirebon. Untuk mendapatkan data peneliti menggunakan tekhnik in depth interview (wawancara) dengan berpedoman kepada kuesioner yang telah disiapkan kepada sejumlah pengusaha UKM di kabupaten Cirebon.
Secara umum ada tiga masalah penelitian yang ingin diketahui jawabannya dalam tesis ini, yaitu : Bagaimana UKM dalam menunjang pembangunan di kabupaten Cirebon; Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi kinerja usaha kecil dan menengah (UKM) di kabupaten Cirebon; Bagaimana peran usaha kecil dan menengah (UKM) dalam meningkatkan ketahanan daerah kabupaten Cirebon.
Berdasarkan hui! peneiitian maka UKM di kabupaten Cirebon cukup dalam menunjang pembangunan dengan menciptakan lapangan kerja, memperbaiki pendapatan masyarakat dan mengurangi kemiskinan; Sedangkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja usaha kecil dan menengah (UKM) di kabupaten Cirebon adalah seperti sumber daya manusia., permodalan, bahan baku, teknologi/alat produksi dan pemasaran. Peran usaha kecil dan menengah (UKM) dalam meningkatkan ketahanan daerah kabupaten Cirebon yakni sebagai penggerak kegiatan perekonomian sehingga terwujud kesempatan kerja dan perbaikan pendapatan masyarakat melalui kegiatan usaha di daerah.

Small and medium enterprises are potential job-absorbing enterprises so that they eventually will offer many job opportunities for Indonesian people, including the people of Cirebon. The existence of small and medium enterprises is important when an economic crisis struck this country for a long time. The researcher is interested to write a thesis titled " The Role of Small and Medium Enterprises in improving the regional resilience" (A case study at Cirebon regency) by taking into consideration the following backgrounds : the implementation of regional autonomy, the contribution of small and medium enterprises to the region, the trends is globalization era, and the free trade.
The objectives of the thesis are to find out : 1. The importance of small and medium enterprises in supporting the development process in the regency of Cirebon. 2. The factors influencing the performance of small and medium enterprises in the regency of Cirebon 3. The role of small and medium enterprises in improving the regional resilience of the regency of Cirebon.
This research is an analytical descriptive research that describes objectively the role of small and medium enterprises in improving the regional resilience of the regency of Cirebon. In collecting the data, the researcher applies in depth interviews based on some questionnaires prepared for a number of entrepreneurs in the area of Cirebon regency.
In general there are three problems to find out in the thesis : How do small and medium enterprises support the development process in the regency'-of Cirebon ? What factors are influencing the performance of small and medium enterprises in the regency of Cirebon ? How do small and medium enterprises improve the regional resilience in the regency of Cirebon ?
Based on the result of the research, the researcher comes into a conclusion that the small and medium enterprises in Cirebon regency play a very important role in supporting the process of development, in providing job opportunities, in improving the income of the local people and in reducing the poverty level. The factors that influence the performance of the small and medium enterprises in Cirebon regency are the human resources, the capital, the raw material, the technology of production tools and the marketing strategy. In improving the regional resilience, the small and medium enterprises act as the motor of local economic activities so that job opportunities arise and eventually the income of the people improves through the economic activities there."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15043
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Pudji Nugraheni
"Menyadari semakin terbatasnya kemampuan pemerintah utamanya dalam hal pembiayaan, maka berkembanglah konsep kemitraan dengan swasta dalam pembangunan kesehatan di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian kasus yang dilakukan di RSUD "X" yang bermitra dengan pihak swasta. Pengumpulan data dilakukan dengan 2 cara yaitu secara kuantitatif dengan mencatat data keuangan yang ada dan kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam dengan informan terpilih. Perhitungan biaya di PKS dilakukan dengan dua cara yaitu Full Cost (menghitung biaya yang seharusnya dikeluarkan oleh PKS) dan Variabel Cost (menghitung biaya yang benar-benar dikeluarkan oleh oleh PKS).
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa kemitraan yang dijalin antara RSUD "X" dengan pihak swasta dalam membangun gedung rawat inap dengan fasilitas VIP (PKS) adalah dengan sistem B.0.T yaitu bagi hasil selama 10 tahun dari hasil sewa kamar dengan formula 60% pihak swasta dan 40% pihak RSUD "X". Pengelolaan PKS dilakukan oleh Koperasi Pegawai RSUD "X".
Dari penelusuran biaya pada tahun 2001 diperoleh bahwa biaya total di PKS pada tahun 2001 adalah sebesar Rp. 2.912.323.106,-(Full Cost) dan Rp.2.225.133.800,-(Variabel Cost). Biaya terbesar di PKS adalah biaya operasional yaitu sebesar 80,91% dari seluruh biaya yang ada(Full Cost). Sedangkan biaya operasional terbesar adalah untuk alokasi biaya personil yaitu 53,35% dari total biaya operasional yang ada. Total pendapatan PKS pada tahun 2001 adalah Rp.2.894.887.000,-. Adapun CRR PKS tahun 2001 adalah 99,40% (Full Cost) dan 130,10% (Variabel Cost). Pada tahun 2001 PKS tidak menghasilkan SHU atau PKS dalam keadaan defisit yaitu sebesar (Rp.I7.436.106,-) (Full Cost). Tetapi apabila dihitung secara Direct Cost, PKS mendapatkan SHU sebesar Rp.669.753,200,-.
Dari hasil wawancara mendalam diperoleh informasi bahwa PKS tidak melakukan subsisdi silang kepada RSUD "X". Trend pendapatan dan pengeluaran PKS sejak mulai didirikan sampai tahun 2001 terlihat relatif meningkat baik yang dihitung secara current price maupun constant price. Dari hasil forecasting selama 10 tahun (1996-2005) menunjukkan bahwa dari kemitraan tersebut, pihak investor mendapatkan keuntungan sebesar Rp. 872.849.930,- sedangkan pihak RSUD "X" mengalami kerugian sebesar Rp.3.108.259.938,-.
Dengan melihat hasil forecasting dapat diketahui bahwa investor swasta merupakan pihak yang paling diuntungkan dalam kemitraan tersebut. Dan pemerintah dalam hal ini RSUD "X" merupakan pihak yang dirugikan. Salah satu harapan dalam kerjasama atau kemitraan dengan swasta di lingkungan RSUD "X" adalah terwujudnya subsidi silang dari PKS kepada RSUD "X" , namun dalam kenyataannya subsidi silang tersebut lama sekali tidak terwujud.

Government-Private Partnership in Hospital Services in Financing and Cross Subsidy Perspective (Case Study in Hospital "X")Constraints of the government to finance healthcare services had ignited the concept of government - private sector partnership in hospital services. This study is a case study in a district government hospital "Z" which had started partnering with private sector in developing a new in-patient hospital service (PKS). Data collection has been done using quantitative data collection and qualitatively explored using in-depth interviews with selected informants. Cost calculations in PKS were done using two methods: full cost (calculating the costs that should have been borne by PKS) and direct cost (calculating the costs that has actually been borne by PKS).
The partnership of this district hospital with private sector took place in the form of private sector build a new VIP in-patient building using BOT arrangement for 10 years period. Revenue from bed usage will be divided 60% to the private investor and 40% to the hospital. The cost of PKS services in 2001 was Rp. 2,912,323,106 (full cost) and Rp. 2,225,133,800 (direct cost). Operating cost has the highest share of the total cost (full cost). Within the operating cost category, staff cost ranks first with 53.35%.
Total revenue of PKS in 2001 was Rp 2,894,887,000. Cost Recovery Rate of the PKS in 2001 was 99.40% (full cost) and 130.10% (direct cost). PKS in the year 2001 was deficit (Rp. 17, 436, 106,-) (full cost). But if calculation by direct cost, PKS gain profit Rp. 669,753,200).
From the in-depth interview, it was found that cross subsidy was not take place from PKS to the hospital. Trends of the revenue and costs of PKS from its beginning to 2001 were found increasing both in current and constant price. From forecasting, for a period of 10 years (1996-2005), it was found that from this partnership private investor will gain Rp. 872,849,930,- and the hospital would loose Rp. 3,108,259,938.
From the forecasting, it was found that the private investor will gain benefit from this partnership while the hospital will not. One of the reasons from the development of government-private partnership in this hospital is to provide cross subsidy from the PKS to the hospital. However, this notion has not been realized so far.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T 5064
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yurda Jalil
"Dalam Undang-undang Otonomi Daerah No. 22 tahun 1999, Kesehatan menempati urutan kedua di bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh Kabupaten atau kota. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 84 tahun 2000 dan Keppres No. 40 tahun 2001 tentang pengaturan Organisasi Perangkat Daerah, Pemda Kota Dumai berupaya untuk merubah status RSUD Dumai, dari Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan menjadi Lembaga Teknis Daerah dengan pendelegasian kewenangan diharapkan dapat mendorong kemandirian Rumah Sakit dalam pelayanan kesehatan masyarakat.
Untuk itu dibutuhkan perubahan-perubahan yaitu perubahan Struktur Organisasi dan Tata kerja, perubahanan pengelolaan personil, pengelolaan keuangan, pengelolaan perlengkapan, serta budaya organisasi. Struktur Organisasi dan Tata kerja merupakan ujung tombak dalam pengelolaan suatu organisasi oleh karena itu diperlukan Perubahan Struktur organisasi dan tata kerja RSUD dari Unit Pelaksana Teknis Dinas menjadi Lembaga Teknis Daerah. Variabel utama yang dapat mempengaruhi perubahan SOT menjadi LTD yaitu struktur dan tata kerja, pengangkatan dalam jabatan, serta pembiayaan.
Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan gambaran perubahan Struktur Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Daerah Dumai dari Unit Pelaksana Teknis Dinas menjadi Lembaga Teknis Daerah dengan melihat variabel variable yang mempegaruhinya.
Penelitian ini merupakan analisa kualitatif dimana data diperoleh melalui wawancara mendalam dengan empat belas informan terkait dengan penelitian yang berasal dari unsur Pemda Kota Dumai/ DPRD, Dinas Kesehatan, dan pihak manajemen Rumah Sakit Umum Daerah Dumai serta data sekunder dari dokumen-dokumen yang ada di rumah sakit.
Berdasarkan observasi dan temuan dilapangan didapatkan hasil penelitian bahwa Struktur Organisasi dan Tata Kerja Rumah sakit disesuaikan dengan Kept. Mendagri no.1/2002, hemat struktur, kaya fungsi dan sesuaikan dengan situasi, kebutuhan, dan kemampuan daerah.
Pengangkatan dalam jabatan didasarkan atas persyaratan, kriteria dan diutamakan pemberdayaan Putra Daerah dalam rangka perlindungan terhadap sumber daya manusia daerah sesuai dengan Komitmen Pemda kota Dumai dan alasan-alasan pribadi lainnya. Sedangkan masalah pembiayaan dengan Komitmen Pemda tanpa subsidi dimana pihak rumah sakit merasa berat melihat situasi keuangan rumah sakit dimana belum dapat membiayai operasionalnya dari pemasukan rumah sakit.
Dengan pembahasan mendalam dari hasil penelitian dan dengan membandingkan pendapat-pendapat para ahli dari berbagai referensi, hasil survei peneliti terdahulu serta studi banding ke daerah lain peneliti menyimpulkan bahwa, struktur dan tata kerja dapat disesuaikan dengan Kept. Mendagri, hemat struktur, kaya fungsi, birokrasi diperpendek, masalah akan cepat teratasi, fungsional yang banyak fungsi sehingga tujuan rumah sakit untuk memenuhi segala kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit dapat terpenuhi.
Pengangkatan dalam jabatan lebih diutamakan kompetensi "the right man on the right place" oleh karena ketenagaan adalah motor penggerak suatu organisasi.
Masalah pembiayaan yang merupakan masalah yang sangat penting, dalam pengelolaan rumah sakit harus disubsidi oleh Pemda supaya rumah sakit dapat membiayai oprasionalnya dari pemasukan rumah sakit, melihat situasi keuangan saat ini.
Perubahan Struktur Organisasi dan Tata kerja RSUD Dumai menjadi Lembaga Teknis Daerah, hanya dengan perubahan struktur dan tata kerja yang bersifat hemat struktur, kaya fungsi saja yang terpenuhi belum dapat dilaksanakan oleh karena masih ada masalah lain yang lebih mendasar yaitu pengangkatan dalarri jabatan serta pembiayaan.
Untuk mewujudkan keinginan Pemda Kota Dumai menjadikan Rumah Sakit Umum Daerah Dumai sebagai Lembaga Teknis Daerah dirasakan perlunva pengkajian lebih jauh mengingat diperlukan perubahan-perubahan yang mendasar selain perubahan Struktur Organisasi dan Tata kerja, juga perubahan pengelolaan personil, keuangan, perlengkapan serta budaya organisasi.
Daftar Pustaka : 30 (1990 - 2002).

Changes on Organizational Structure Plan and Working Management of Dumai General Hospital as Legal Entity of Local Technical Institution in Dumai City, Riau Province, Year 2003.
In the Act of Regional Autonomy No 22/1999, Health was in the second priority in government area to he implemented by District or City governments. Based on Government Rule No 84; 2000 and Presidential Decree No 40/2001 on the arrangement of Local Organization, Local Government of Dumai City has taken effort to change the status of Dumai General Hospital from Technical Implementation Unit of Health Office to Local Technical Institution taking form as Legal Entity with delegation of authority which was expected to support the self reliance of the Hospital to provide public health care. It necessitated re-arrangement of organizational structure and the working management of Dumai General Hospital guided by Home Affair Minister Decree No 1/2002 about Organizational Structure and Working Management of Local Hospital and was modified according to the local need and capacity.
The aim of this study is to obtain description on changes on Plan on Organizational Structure and Working Management of Dumai General Hospital as legal entity of local technical institution. This study is a qualitative analysis where data was gathered through in-depth interview with fourteen informants from Government of Dumai City/Local Legislative Institution, Local Health Office, and management of Dumai General Hospital as well as secondary data and documents in the hospital.
Based on observation and on-site findings, the study shows that the Organizational Structure and Working Management of Hospital was aligned in accordance to Minister of Home Affairs Decree No. 112002, adapted a "less structure but more function" style, and aligned to the local situation, need, and capacity.
Promotion was based on requirement, criteria, and prioritize local breed as to protect the local human resources in accordance to the commitment of Dumai City government and a number of personal reasons.
Regarding funding problems, hospital side viewed the government commitment to cut subsidy as a heavy burden considering the current Hospital financial status where the hospital income could not fulfill the needed operational cost. In-depth discussion of the study result and comparison with experts opinion and references, previous survey and comparison study to other area, it can be concluded that the new structure and working management would shorten the bureaucracy, speed up problem solving, diversified functions to provide health service offered by the hospital.
Promotion prioritized competency based "the right man on the right place" because personnel and human resource is a motivator of the organization. Other crucial thing is funding where local government considering the current financial situation of the hospital should subsidize the hospital. Both problems should be tackled to implement changes in organizational structure and working management of Dumai General Hospital as local technical institution. To implement the desire of Dumai City Government to change Dumai General Hospital as local technical institution further study is needed especially regarding other basic changes such as personnel management, financial management, facilities and organization culture.
References: 30 (1990-2002)."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T 3340
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdurachman Sidik Alatas
"Komisi Pengawas Persaingan Usaha berdasarkan Undang-Undang No.5 Tahun 1999 adalah lembaga yang memiliki kewenangan untuk memutuskan ada tidaknya suatu pelanggaran terhadap perkara persaingan usaha juga menjatuhkan sanksi terhadap pihak yang divonis bersalah berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh KPPU itu sendiri. Terhadap pihak yang merasa dirugikan oleh keputusan KPPU, melalui Perma No. 3 Tahun 2005 diatur mengenai pengajuan upaya keberatan atas putusan KPPU yang diajukan ke Pengadilan Negeri. Pemeriksaan yang dilakukan oleh pengadilan negeri masih dalam tahap judex factie. Namun berdasarkan pengaturan pasal 5 ayat (4) Perma No. 3 Tahun 2005, pemeriksaan dalam tahap upaya keberatan hanya didasarkan pada berkas pemeriksaan pada tahap pertama di KPPU yang diserahkan oleh KPPU ke pengadilan negeri. Atas perintah hakim pengadilan negeri melalui putusan selanya, pemeriksaan tambahan dapat dilakukan jika hakim pengadilan menganggap hal tesebut diperlukan. Pemeriksaan tambahan dilakukan oleh KPPU. Berdasarkan hal tesebut penulis akan membahas bagaimana kedudukan bukti baru yang diajukan dalam upaya keberatan untuk mendukung argumen dari pihak yang mengajukan permohonan keberatan.

KPPU pursuant to Act 5 of 1999 is an institution that has the authority to decide whether or not there is a breach of competition cases also impose sanctions against parties who were convicted based on an examination conducted by the Commission itself. Against those who feel aggrieved by the decision of the Commission, through the Perma No. 3 of 2005 regarding the filing of an effort organized against the decision of the Commission's objections filed to the District Court. Examination conducted by the district court is still in the stage judex factie. However, based on the setting of article 5 section (4) Perma No. 3 of 2005, the examination in an effort stage objections are based solely on the examination‟s files in the first stage in the Commission which was presented by the Commission to the district court. On the orders of district court judges through the temporary decisions (putusan sela), additional examination can be done if the judge considers it necessary proficiency level. Additional examination conducted by the Commission. Under the terms of proficiency level position of the author will discuss how new evidence is presented in an effort to support the objection that the argument of the parties filed an objection."
2012
S43144
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Maulida
"Usaha Mikro dan Kecil (UMK) merupakan pelaku ekonomi yang mendominasi di Provinsi DKI Jakarta. Namun, UMK masih menemukan kendala terkait permodalan. Kredit Usaha Rakyat hadir sebagai solusi atas kendala permodalan serta memberdayakan pelaku UMK. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui bagaimana implementasi kebijakan KUR dalam rangka pemberdayaan usaha mikro dan kecil (UMK) di Kecamatan Setiabudi, Kota Jakarta Selatan. Penelitian ini menggunakan teori Integrated Implementation Model yang dikemukakan oleh Winter. Teori tersebut bersifat hybrid sehingga analisis dilakukan secara top-down dan bottom-up. Penelitian ini menggunakan pendekatan post positivist. Data yang diperoleh berasal dari data primer berupa wawancara mendalam bersama beberapa narasumber dan data sekunder berupa studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi kebijakan KUR dalam rangka pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil (UMK) di Kecamatan Setiabudi, Kota Jakarta Selatan belum berjalan secara optimal. Implementasi KUR sudah mencakup koordinasi dan komitmen dalam perilaku organisasi dan antarorganisasi yang terlibat; bentuk manajemen berupa sosialisasi serta pelatihan kompetensi serta pola kerja penyalur KUR; serta birokrat level bawah sudah berkompetensi. Kelompok target kebijakan, yaitu pelaku UMK, menunjukkan respon positif dan negatif yang dilandasi oleh faktor internal pelaku UMK serta faktor eksternal yaitu kondisi pandemi COVID-19 di Indonesia. Namun, implementasi KUR masih belum bersinergi terkait data dengan bantuan permodalan lain serta penggunaan KUR yang belum sepenuhnya tepat guna

The Micro and Small Enterprises (MSEs) are the dominant economic actors in DKI Jakarta Province. However, The MSEs still encounter obstacles related to capital. Micro Business Credit (Kredit Usaha Rakyat) came as a solution to capital constraints and empowers MSEs. This study aims to fing out how is the implementation of Micro Business Credit Policy in the framework for empowering The Micro and Small Enterprises (UMK) in Setiabudi District, South Jakarta. This study uses the theory of The Integrated Implementation Model that proposed by Winter. The theory is a hybrid and make its analysis done with top-down and bottom-up perspective. This study uses post-positivist approach. The data used in this study comes from deep interview with several interviewees as primary data and library research as secondary data. The result of the study says that the implementation of The Micro Business Credit (KUR) policy in the context of empowering MSEs in Setiabudi District, South Jakarta City has not run optimally. The implementation already includes with coordination and commitment in organizational behaviour and among the organizations involved; form of management such as socialization and competency training as well as the work pattern of KUR distributors; and the lower-level bureaucrats are already competent. The target group of policy, the MSEs, showed positive and negative responses based on the internal factors of the MSEs and external factors such as the situation of COVID-19 pandemic in Indonesia. However, the implementation of The Micro Business Credit (KUR) has not been synergized related to data with another capital assistance and The Micro Business Credit (KUR) is not yet fully appropriate with its purpose."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Shanty
"Laboratorium Mikrobiologi RS. MMC memiliki Alat Kultur Darah Otomatis sejak 4 tahun, namun pemanfaatan alat tersebut sejak awal sangat rendah. Dalam upaya meningkatkannya dan memanfaatkannya serta untuk mencapai misi dan moto rumah sakit, Laboratorium Mikrobiologi RS. MMC memerlukan perencanaan strategik agar dapat meminimalkan kelemahan dan mengatasi ancaman eksternal serta merebut peluang yang ada dan memanfaatkan kekuatan internalnya.
Untuk dapat menyususun perencanaan strategik Laboratorium Mikrobiologi , dilakukan penelitian operasional dengan analisis kuantitatif dan kualitatif, dibantu dengan peramalan menggunakan model Time Series Forecasting dari program QSB+ (Quantitative System for Bussiness). Penyusunan strategi dilakukan oleh CDMG (Consensus Decision Making Group) yang terdiri dari para direksi, kepala departemen, kepala seksi terkait, konsultan laboratorium dan panitia nosokomial. Penelitian dimulai dari tahap I (Input stage), terdiri dari analisis lingkungan eksternal dan internal. Kemudian tahap II (Matching stage) yaitu melakukan analisis dengan matriks Internal-Eksternal (IE) dan matriks TOWS untuk mendapatkan alternatif strategik. Selanjutnya tahap III (Decision stage) dengan menggunakan QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix) untuk mendapatkan penentuan strategik terbaik.
Hasil penelitian pemilihan alternatif strategik berdasarkan Matriks IE, yaitu Laboratorium Mikrobiologi RS. MMC berada pada sel II yang berarti pada posisi Growth and Build dengan strategi intensif dan integratif. Strategi yang disepakati CDMG dan dianggap paling sesuai untuk mendayagunakan Alat Kultur Darah Otomatis adalah strategi intensif (Market Penetration, Market Development dan Product Development).
Penelitian ini menyimpulkan bahwa strategi product development adalah strategi yang terpilih untuk mendayagunakan Alat Kultur Darah Otomatis di Laboratorium Mikrobiologi RS. MMC.
Saran yang dianjurkan adalah dibentuknya tim pemasaran dan merealisasikan kegiatan pemasaran untuk mendayagunakan Alat Kultur Darah otomatis di Laboratorium Mikrobiologi RS. MMC.

Strategy to Improve the Efficiency of the Automatic Blood Culture Machine at Metropolitan Medical Centre Hospital Jakarta in the Year 2000 - 2004The Microbiology laboratory at MMC Hospital has had an Automatic Blood Culture Machine for 4 years, but right from the beginning it has been under productivity. To improve its productivity and achieve the hospital goal we need to develop a strategic plan using TOWS system i.e. reduces the weaknesses, be aware of external threats and develop internal strengths.
To develop a strategic plan an operational research qualitative and quantitative analysis was performed with the aid of forecasting technique such as Time Series Forecasting from QSB+. The strategic through a Consensus Decision Making Group (CDMG), consisting of directors, head of departments, middle managers (associated with the unit), laboratory consultant and representative from the Nosocomial committee.
The research was done in 3 stages.
Stages I (Input stage)
Analyzed the external and internal environment.
Stage II (Matching stage)
IE Matrix and TOWS Matrix was used for the analysis to find a possible alternative strategy.
Stage III (Decision stage)
Was to determine the best possible strategy using the QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix).
The result of the research, CDMG agree that the Microbiology laboratory at MMC Hospital according to IE Matrix is in a position of Growth and Build, and therefore improve the efficiency of the Automatic Blood Culture Machine. Various intensive strategies may be used i.e. market penetration, market development and product development.
It may be conclude that the product development strategic is the most appropriate strategy to improve the efficiency of the Automatic Blood Culture Instrument in the Microbiology laboratory of MMC hospital.
We recommend the establishment of marketing team to help realize and activate the potential market in order to improve the efficiency of the Automatic Blood Culture Machine at MMC hospital."
2000
T7767
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vanitta Wenan Subrata
"Besarnya pengaruh peraturan perundangan terhadap kehidupan rumah sakit, menjadi dasar untuk meninjau kembali kebijakan perumahsakitan tersebut. Dalam pelaksanaannya, peraturan perundangan dibagi dalam 2 sistem, yaitu : sistem sentralisasi dan otonomi daerah. Dalam sistem sentralisasi, kekuasaan atau kewenangan berada di tangan Pemerintah Pusat, sedangkan dalam otonomi daerah kekuasaan atau kewenangan berada ditangan Daerah.
Untuk melihat dan mengenali bagaimana sistem tersebut diterapkan dalam dunia perumahsakitan, khususnya dalam perizinan perumahsakitan dilakukanlah sebuah studi kasus. Studi kasus ini dianalisa secara kualitatif. Peneliti mengumpulkan dan menganalisis peraturan perundangan perizinan RS yang berlaku saat ini, kemudian peneliti melakukan klasifikasi peraturan perizinan RS berdasarkan siklus hidup rumah sakit (peraturan perundangan mengenai rencana dan bangunan, peraturan perundangan mengenai organisasi dan manajemen, peraturan perundangan mengenai hasil pelayanan, peraturan perundangan mengenai akreditasi dan sertifikasi, peraturan perundangan mengenai peran serta masyarakat, dan peraturan perundangan mengenai sanksi dan penutupan).
Setelah mengetahui dan mengelompokkan peraturan perizinan RS, kemudian kewenangan diidentifikasi dan diklasifikasikan kedalam sistem sentralisasi dan otonomi daerah sesuai yang tertulis didalam peraturan perundangan itu sendiri. Lebih lanjut, penulis memberikan saran-saran mana kewenangan yang dapat diserahkan kepada daerah mana yang masih tetap menjadi kewenangan Pusat.
Hasil penelitian, pertama ditemukan ada 27 peraturan perizinan perumahsakitan. Keseluruh peraturan tersebut tersebar dalam berbagai sumber, tidak terorganisir dan tidak sistematik.
Kedua, mayoritas otoritas dipegang oleh Pemerintah Pusat, hanya 2 (dua) yang menjadi kewenangan daerah.
Melalui penelitian ini, saran yang diajukan adalah pertama, mengorganisir dan mengumpulkan semua peraturan perundangan perizinan RS kedalam satu peraturan perizinan yang lengkap yang mencakup keenam langkah siklus hidup RS. Disarankan dibuat secara sistematis dan jelas (termasuk semua kualifikasi dan persyaratan, juga biaya untuk mendirikan RS).
Kedua, sebaiknya dibuat kebijakan satu pintu.
Ketiga, agar segera dipertimbangkan untuk menyerahkan beberapa kewenangan Pusat kepada Daerah menjadi kewenangan daerah.

Great impact of rules and laws on hospital life became the reason to reconsider the hospital rules and laws. On practicing rules and laws there is a system of authority. This system is divided into 2: centralization and district autonomy. In centralization system, the power is in Central Government's hand, while in district autonomy is in districts.
To see and to understand how the centralization and district autonomy works on the hospital licensing regulations a study was conducted. This case study was analyzed qualitatively. The researcher gathered and analyzed all the hospital licensing regulations which prevail now, then classified them into hospital's life cycle (regulations of planning and building, regulations of organization and management, regulations of service output, regulations of accreditation and certification, regulations of participation of society, regulations of sanction and closing). After knowing and grouping all the hospital licensing regulations, then the writer identified and classified the regulations into centralization and district autonomy as it was written in the rules and regulations. Furthermore the writer gave suggestions about which one can be handed over by the Central Government to district autonomy and which one was still in Central.
It was found, firstly that there were 27 hospital licensing regulations. All these regulations were scattered in many sources, not well-organized, and not systematic. Secondly, the majority of the authorities were hold by the Central Government, only 2 matters were district's autonomy.
By this research, the writer suggested some ideas of ways out. First, to organize or to gather all the hospital licensing regulations, and to make it into one complete regulations that covers all the six steps of hospital life cycle. It was suggested to organize it systematically and clearly (including all the qualifications and the requirements, and also the expense for building or malting a hospital).
Secondly, it was suggested to arrange or to make it into one door policy.
Thirdly, soon consider to hand over some authorities from Central Government to district autonomy to be the District's autonomy.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2000
T7781
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
H.M.U. Fatommy Asaari
"Seiring dengan tidak terselesaikannya permasalahan hutang luar negeri serta sudah tidak bisanya sektor minyak dan gas bumi diandalkan sebagai pendapatan utama negara, beban APBN menjadi semakin meningkat. Fenomena ini mengharuskan Pemerintah (baik Pusat maupun Daerah) harus mencari alternatif lain. Salah satu pilihan yang diperkirakan masih memadai untuk memenuhi perolehan sumber keuangan Pemerintah Daerah adalah dari keberhasilan menjual/memprivatisasi BUMD.
Atas kondisi itu dan dalam rangka mengantisipasi pasar bebas dan otonomi daerah maka Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dituntut untuk selalu berorientasi pada pemikiran dan perilaku bisnis kewirausahaan; dituntut untuk selalu berlaku efisien, efektif, produktif dan antisipatif; serta mampu bersaing untuk memenangkan persaingan yang semakin ketat. Permasalahan dalam penelitian ini adalah "bagaimanakah sebenarnya kondisi kinerja BUMD di DKI Jakarta, apakah sudah sesuai dengan amanat yang ditanggungnya" ? Jika memang belum, apakah pembentukan Holding Company dan penerbitan Municipal Bond dapat menyelesaikannya ?
Dengan mengikuti alur pikir dari Soft System Methodology (SSM), model dari peta permasalahan dalam studi menemukan empat kelompok aktor yang saling mempengaruhi. (1) manajemen perusahaan BUMD sendiri, (2) pemilik/pemegang saham BUMD (owner). (3) lembaga-lembaga negara yaitu lembaga eksekutif (Pemerintah Pusat dan Pemda) serta lembaga legislatif (DPR dan DPRD). (3) klien dari BUMD bersangkutan secara luas.
Temuan dari tesis: (1) Kinerja BUMD di DKl Jakarta secara umum dapat dikatakan masih lemah. (2) Disebabkan oleh : (a) Manajemen BUMD yang tidak profesional (tidak ada keterbukaan, rendahnya akuntabilitas dan tidak berkembangnya merit system), (b) Owner (komisaris) BUMD memiliki hubungan personal dengan pimpinan dari BUMD (c) Lembaga Negara (Pemda dan DPRD) yang belum profesional (d) Klien dari BUMD tidak memiliki sikap kritis terhadap kinerja BUMD. (3) Kebijakan-kebijakan Pemda selama ini dapat dijadikan dasar untuk menelurkan landasan hukum bagi privatisasi dan restrukturisasi BUMD. (4) Pemda masih ragu untuk mendirikan Holding Company. (5) Pendirian Holding Company memerlukan proses persiapan (conditioning). Selain infrastruktur, persyaratan untuk mendirikan Holding Company adalah Landasan Hukum yang kuat, perusahan struktur dan sistem pertanggungjawaban BUMD, serta penyesuaian kualifikasi SDM di tubuh BUMD agar memiliki visi, sikap dan perilaku profesionnal. (6) Upaya yang telah dilakukan oleh PEMDA agar dapat menerbitkan Municipal Bond masih belum optimal."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>