Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 138767 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Harahap, Agus Supriadi
"Penelitian ini difokuskan kepada faktor-faktor apa yang menyebabkan di laksanakannya kebijakan pemekaran kabupaten Tapanuli Selatan, dan melihat pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan masyarakat kabupaten Tapanuli Selatan sebelum di laksanakannya pemekaran kabupaten dan setelah dilaksanakannya pemekaran kabupaten. Untuk mencoba menjawab pertanyaan tentang penyebab di laksanakannya pemekaran kabupaten, serta membandingkan pertumbuhan ekonomi daerah dan pemerataan pendapatan masyarakat kabupaten Tapanuli Selatan sebelum pemekaran dan setelah pemekaran dan kabupaten Mandailing Natal serta kaitannya dengan ketahanan wilayah di kedua daerah kabupaten.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan jenis penelitian analisa data sekunder. Data sekunder yang di peroleh merupakan jenis data time series, data yang dikumpulkan dari beberapa kantor atau pelaku ekonomi di daerah lokasi penelitian ini, terutama data-data kegiatan ekonomi yang telah dilakukan di Tapanuli selatan sebelum dimekarkan dan data-data ekonomi setelah dimekarkan sebagai pembanding dari waktu sebelum dimekarkan setelah dimekarkan menjadi dua kabupaten.
Hasil penelitian ini adalah bahwa pemekaran kabupaten Tapanuli Selatan di sebabkan oleh faktor-faktor seperti pertama faktor latar belakang sejarah, dalam hal ini sejarah di kabupaten Tapanuli Selatan mencatat bahwa perbedaan pandangan yang tajam dari beberapa kuria yaitu : Kuria Angkola-sipirok, Kuria Padanglawas, Kuria Mandailing dan Kuria Natal tentang terminologi suku Batak. Faktor Politik etnis, dengan perbedaan pandangan terminologi batak,dengan demikian keempat kuria menganggap sudah berbeda dari segi etnik. Faktor luas wilayah, dalam hal ini kabupaten Tapanuli Selatan sebelum di mekarkan merupakan kabupaten terluas di Propinsi Sumatera Utara (seperempat dari luas wilayah Propinsi Sumatera Utara). Ketiga faktor tersebut yang mendorong lahirnya kebijakan pemekaran kabupaten Tapanuli Selatan.Namun sebelum di laksanakannya pemekaran kabupaten kinerja ekonomi kabupaten Tapanuli Selatan yang di lihat dari pertumbuhan ekonomi semakin turun dan pemerataan pendapatan masyarakat kabupaten Tapanuli Selatan semakin senjang. Setelah dilaksanakannya pemekaran kabupaten pertumbuhan ekonomi kabupaten Tapanuli Selatan tidak menunjukkan hasil yang baik di mana pertumbuhan ekonomi kabupaten Tapanuli Selatan sangat lambat perkembangannya namun yang lebih parah lagi adalah pemerataan pendapatan kabupaten Tapanuli Selatan semakin buruk atau semakin senjang. Kondisi perekonomi kabupaten Tapanuli Selatan setelah pemekaran kabupaten berbeda dengan kabupaten Mandailing Natal (pecahan kabupaten Tapanuli Selatan). Pertumbuhan ekonomi kabupaten Mandailing Natal bergerak naik cukup cepat dan pemerataan pendapatan di kabupaten Mandailing Natal menunjukkan semakin baik. Dengan perbedaan ini maka hasil pembinaan wilayah dalam mewujudkan ketahanan wilayah di kedua kabupaten sangat berbeda.
Kesimpulan, bahwa kebijakan pemekaran kabupaten Tapanuli Selatan tidak di manfaatkan sunguh-sungguh oleh pimpinan pemerintahan di kabupaten Tapanuli Selatan dalam mempercepat pembangunan daerah. Namun pimpinan pemerintah kabupaten Mandaling Natal benar-benar memanfaatkan peluang pemekaran kabupaten ini untuk mempercepat pembangunan di kabupaten Mandailing Natal. Dengan demikian kedua daerah memiliki strategi pembangunan yang berbeda dan dukungan masyarakat dalam mendukung pembangunan daerah juga berbeda. Walaupun kedua kabupaten ini pemah menjadi satu wilayah dalam administrasi pemerintahan.

This study focus on factors that cause the implementation of rising policy of South Tapanuli regency, and to see the economic growth and even income distribution of the people in South Tapanuli regency before the implementation of rising regency and after the rising regency has been done. Trying to answer the question about why the rising regency is being implemented. And comparing the regional economic growth and even income distribution of the people in South Tapanuli regency before rising and after rising, to the Mandailing Natal regency and its relationship with the regional endurance within those two regencies.
This study was using descriptive method with the type of study on secondary data analysis. The obtained secondary data were data time series type; the data that has been collected from some office or economic agent in this study location region, especially about the data of economic activity that has been done in South Tapanuli before rising and after rising as a comparison at the time before being rise and after being rise into two regencies.
The result of this study is about the rising of South Tapanuli regency that are caused by several factors such as first, the factor of historical background, in this context the history in South Tapanuli regency note very different point of view from some Kuria that are : Kuria Angkola-sipirok, Kuria Padanglawas, Kuria Mandailing and Kuria Natal about the term of Batak ethnic. The factor of ethnical politic, with different point of view in batak term, hence those four kurias are regarded as different in ethnical view. The factor of territorial capacity, in this context, the South Tapanuli regency before rising was the widest regency in North Sumatera Province (a quarter of the territorial capacity in North Sumatera Province). Those three factors enhance the emerging of rising policy of South Tapanuli regency. But before it has being implemented, the economic performance of South Tapanuli regency - that being viewed from the economic growth, was declining and the even income distribution of the people in South Tapanuli regency was getting imbalance. After the regency rising has been done, the economic growth in South Tapanuli regency has not showed good result, where the economic growth of South Tapanuli regency is very slow in its development, but the worse is that the even income distribution of South Tapanuli regency is getting worse and far more imbalance.
The economic condition in South Tapanuli regency after rising was different from the Manadiling Natal regency (the split part of South Tapanuli regency). The economic growth of Mandailing Natal is rising quite fast and the even income distribution in this regency is getting better. With these differences, then the territorial establishment results in realizing the endurance at the two regencies were very different.
In conclusion, that the rising policy of South Tapanuli regency was not sincerely used by the chief government in the south Tapanuli regency in accelerating the regional development. But the chief government in Mandailing Natal regency was truly benefit the opportunity of this rising regency to accelerate the development in Mandailing Natal regency. Consequently, those two regions have a different development strategy and different society support in supporting the different regional development. Even when these two regencies have been being one territory of government administration.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11054
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edi Fakhri
"Pembangunan yang dilaksanakan selama ini terlalu berorientasi pada kepentingan ekonomi nasional, sehingga mengabaikan pengembangan potensi ekonomi lokal. Pola pembangunan tersebut cenderung melupakan aspek pembangunan institusi. Akibatnya kurang menyentuh inisiatif, partisipasi dari lapisan masyarakat bawah untuk terlibat dalam pelaksanaan pembangunan. Hal ini disebabkan karena mereka kurang merasa memiliki terhadap program yang datangnya dari pemerintah (yang bersifat top down). Walaupun bentuk program tersebut berkaitan dengan pemberdayaan ekonomi masyarakat, namun pada akhirnya program tersebut terhenti pada masa pelaksanaan berakhir, seperti program Kredit Usaha Tani, Program Pemberdayaan Kecamatan.
Permasalahan ini akan berdampak pada hubungan pemerintah sebagai pelaksanaan program dengan masyarakat sebagai penerima program. Mutlak diperlukan adanya perubahan dalam pendekatan pembangunan agar dapat berkesinambungan. Pendekatan yang popular adalah pembangunan yang berpusat pada rakyat, di mana tingkat partisipasi serta inisiatif masyarakat sangat diperlukan melalui pengembangan institusi lokal, sehingga ada kesinambungan pelaksanaan dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Untuk melihat hal tersebut, peneliti melakukan survei lapangan ke lokasi di Alahan Panjang, Kabupaten solok Sumatera Barat. Disana ditemukan adanya suatu institusi lokal yang telah ikut membac- up perekonomian masyarakat Alahan Panjang. Institusi tersebut bernama Handel yang artinya perputaran. Handel ditujukan untuk memenuhi kebutuhan modal petani dalam berusaha. Untuk itu kegiatan utamanya adalah dalam usaha simpan pinjam uang, dimana pada akhirnya uang tersebut dapat menggerakkan usaha tani dari para anggota Handel. Disini terlihat besarnya peranan Handel dalam usaha tani di Alahan Panjang, selain itu dari sumbangan handel juga diperuntukkan untuk membangun sarana ibadah, jalan dan kegiatan sosial lainnya. Tempat utama diadakannya pertemuan handel adalah di mushalla/surau atau di mesjid.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif, yang mana informan dikumpulkan dari beberapa informan. Para informan dipilih melalui teknik purposive-snow ball sesuai dengan permasalahan penelitian. Para informan penelitian ini meliputi mereka yang mengetahui handel (pengurus dan anggota handel), mereka yang terlibat dalam struktur pemerintahan nagari (pimpinan nagari dan anak-anak nagari). Sementara data yang dikumpulkan melalui studi dokumentasi dan hasil wawancara mendalam serta pengamatan lapangan kemudian diolah dan dianalisa secara deskriptif. Tujuan peneliti ini adalah melihat sejauh mans institusi Handel tetap bertahan menggerakkan roda ekonomi angggotanya agar keluar dari kondisi kekurangan secara ekonomi, terhindar dari ancaman rentenir dan tidak mau terikat dengan lembaga keuangan seperti bank.
Di Alahan Panjang ada institusi lokal yang muncul atas inisiatif masyarakat itu sendiri. Inisiatif untuk memberdayakan diri secara ekonomi dengan sasaran usaha tani sebagai basis mata pencaharian masyarakat Alahan Panjang. Selain sisi positif dari handel, ditemukan juga sisi negatifnya yaitu karena Handel hanya diikat atas dasar saling percaya dari para anggotanya dan modal amanah dari para pengurusnya. Akibatnya mungkin saja pada suatu hari nanti, dapat terjadi hilang atau tidak kembalinya uang pinjaman. Selain itu handel lemah dalam segi administrasi dan pencatatan (manajemen administrasi), sehingga sesama ini tidak ada bukti yang cukup kuat untuk melakukan klaim pada anggota. Oleh karenanya modal utama pengawasan antar sesama anggota dan pengurus handel didasarkan pada budaya malu."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10669
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Djuhro Wirakartakusumah
"ABSTRAK
Peran koperasi dalam pembangunan, sebagai salah satu dari usaha nasional mempunyai kesempatan untuk mengembangkan usahanya dan mampu bersaing sehat dengan usaha negara dan swasta. Kekuatan pada koperasi yang tidak dimiliki oleh perusahaan lain, sebenarnya merupakan alat mempersatukan kepentingan, tujuan dan aktivitas yang sama, serta mempunyai fungsi sebagai pemilik, penuntut keuntungan rnaupun sebagai customer. Inilah sebuah prinsip yang tidak dimiliki oleh perusahaan lain (Hetherington,1991).
Salah satu bagian koperasi yaitu Koperasi Unit Desa (KUD), kini sering muncul sebagai topik pembahasan; terutama dikaitkan dengan semakin meningkatnya warga desa yang menjadi anggota serta partisipasi mereka di dalam penyelenggaraan kegiatan-kegiatan KUD.
Tulisan ini secara umum ingin melihat dan menggambarkan beberapa faktor yang diduga berpengaruh terhadap partisipasi anggota di dalam penyelenggaraan kegiatan-kegiatan KUD. Dengan mengambil KUD Tani Mukti di Kecamatan Ciomas dan KUD Sumber Alam di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor sebagai unit analisis, maka deskripsi yang diuraikan dalam tulisan ini mencoba untuk melihat seberapa besar pengaruh beberapa faktor tersebut terhadap partisipasi anggota KUD Tani Mukti dan KUD Sumber Alam.
Sebab diakui pula bahwa partisipasi merupakan suatu aspek yang perlu mendapat perhatian. Maksud penulis mengambil dua KUD adalah untuk membuktikan faktor-faktor tersebut seberapa jauh berpengaruh terhadap tiap KUD.
Perolehan data untuk mendukung pembahasan adalah dilakukan dengan menggunakan studi pustaka dan metode penelitian lapangan, dengan mengambil beberapa pihak seperti anggota, anggota pengurus serta ketua kedua KUD, aparat kantor Kecamatan Ciomas dan Dramaga serta Kantor Koperasi Kabupaten Bogor sebagai informan.
Hasil penelitian ini telah memberikan kejetasan bahwa beberapa faktor yang berpengaruh seperti sosial ekonomi, pengetahuan serta penilaian, memberikan pengaruh yang berbeda-beda terhadap partisipasi anggota di dalam kegiatan kegiatan yang diselenggarakan oleh KUD Tani Mukti dan KUD Sumber Alam. Dalam arti, ketiga faktor tersebut mempunyai pengaruh yang berbeda-beda bagi kehadiran anggota dalam RAT(Rapat Anggota Tahunan), pengajuan usul dalam RAT, kegiatan simpanan sukarela maupun kegiatan usaha KUD, ada yang berpengaruh secara kuat dan ada pula yang tidak berpengaruh.
Akhirnya, partisipasi anggota diharapkan kelak dapat lebih mendukung usaha KUD dalam rangka penyelenggaraan, kegiatan-kegiatan yang lebih sempurna.

"
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Singgih Wahyudiyana
"Sebagai negara agraris, struktur masyarakat di Indonesia sangat didominasi oleh penduduk dengan mata pencaharian sebagai petani. Menyadari bahwa sumber pertanian merupakan sektor tumpuan hidup sebagian besar penduduknya, maka pemerintah melakukan upaya-upaya peningkatan kesejahteraan petani melalui pembangunan pertanian. Harus diakui bahwa upaya pembangunan pertanian telah menunjukkan keberhasilan yang luar biasa. Diantaranya adalah keberhasilan mencapai swasembada beras nasional pada dekade 1983. Keberhasilan ini tidak terlepas dari penerapan kebijakan Revolusi Hijau sebagai strategi pembangunan pertanian di Indonesia.
Namun sayangnya, keberhasilan tersebut masih menyisakan permasalahan pada tingkat mikro. Komunitas petani, terutama petani berlahan sempit, tidak memperoleh manfaat dari keberhasilan-keberhasilan tersebut. Mereka masih hidup dalam kondisi subsisten, pas-pasan dan bisa dibilang miskin. Kenyataan tersebut menyisakan sebuah pertanyaan yaitu, mengapa komunitas petani masih berada dalam kondisi ekonomi yang sulit, padahal upaya-upaya pemberdayaan terhadap petani melalui program KUT misalnya, sudah dilakukan, Sementara itu, Sekretariat Bina Desa, juga melakukan upaya yang sama dengan menggunakan model pemberdayaan yang lebih bersifat holistik integratif kedalam sebuah rangkaian kegiatan Pendampingan Sosial.
Untuk mengetahui implikasi penerapan program KUT dan pelaksanaan model pemberdayaan tersebut serta perubahan-perubahan yang diharapkan, maka dilakukan penelitian dengan menggunakan metoda diskriptif kualitatif yang dilakukan di desa Jambangan, kecamatan Paron, Kabupaten Ngawi. Dengan metode ini diharapkan informasi-informasi yang digunakan untuk menggambarkan kondisi yang terjadi serta implikasi pemberdayaan yang dilakukan dapat diperoleh secara akurat dan kompehensif.
Kerangka teoritik yang digunakan dalam penelitian ini mengacu kepada pemahaman kemiskinan dan subsistensi kehidupan komunitas petani sebagai fenomena yang multidimensional. Kemiskinan bukan hanya permasalahan ekonomis semata, melainkan sebuah kondisi ketidakberdayaan dan kerentaan. Unluk mengatasinya hanya dapat dilakukan melalui proses pemberdayaan secara komprehensif dimana selain memungkinkan terjadinya peningkatan kesejahteraan diharapkan juga memungkinkan terjadinya transformasi sosial.
Dari penelitian ini ditemukan sebuah realitas bahwa kondisi subsistensi yang dialami komunitas petani di desa Jambangan Kecamatan Paron Kabupaten Ngawi selain disebabkan oleh faktor-faktor internal, juga disebabkan oleh kondisi ketidakberdayaan mereka terhadap kekuatan-kekuatan besar yang berada di sekelilingnya. Sedangkan program KUT yang menyediakan pinjaman modal kerja sebagai upaya pemerintah dalam memberdayakan petani pada kenyataannya belum cukup mampu meningkatkan kesejahteraan petani secara
Melalui serangkaian kegiatan pendampingan komunitas, Sekertariat Bina Desa mencoba melakukan pemberdayaan yang lebih bersifat holistik inregrarrf. Pendekatan ini meyakini bahwa dalam memberdayakan komunitas tidak cukup dengan hanya melakukan intervensi-intervensi yang bersifat material. Akan tetapi secara mendasar perlu dilakukan pendidikan kerakyatan (pendidikan musyawarah) yang memungkinkan terjadinya transformasi sosial dan proses penyadaran (Conscientiaarion), sehinga akan muncul kesadaran kritis di kalangan komunitas bahwa mereka adalah subyek dalam menentukan pilihan-pilihan hidupnya. Melalui pengorganisasian komunitas ini, diharapkan akan terjadi penguatan komunitas petani, sehingga pada gilirannya mereka akan mampu mengartikulasikan kebutuhan-kebutuhan praktis dan strategisnya dan sekaligus mampu memperjuangkan kepentingan-kepentingannya.
Fakta dilapangan menunjukkan bahwa Pendamping memiliki peran yang strategis dalam proses pemberdayaan ini. Dengan melakukan peran-peran sebagai fasilitator, motivator, edukator, advokator serta peran-peran lainnya, telah menjadikan pendamping Sekertariat Bina Desa sebagai teman/ kawan dialog komunitas dampingannya untuk memecahkan permasalahan secara bersama-sama. Namun demikian, melakukan pendampingan komunitas bukanlah pekerjaan yang mudah. Dari penelitian ini ditemukan fakta bahwa masih diperlukan waktu yang panjang untuk menjadikan komunitas petani sebagai kekuatan sosial. Pada umumnya komunitas belum menjadikan kebutuhan-kebutuhan strategis sebagai kepentingan yang harus diperjuangkan. Namun patut dicatat bahwa upaya Pengembangan Ekonomi Rakyat (PER) yang terintegrasi kedalam kegiatan pendampingan sosial lebih banyak menjamin petani untuk mendapatkan manfaat yang lebih optimal karena hanya dilakukan berdasarakan kebutuhan dan prakarsa komunitas.
Berdasarkan temuan diatas, disarankan kepada pemerintah untuk melakukan perencanaan dan melaksanakan program secara partisipatif dan akomodatif terhadap kepentingan-kepentingan rakyat. Frekuensi Pelatihan-pelatihan pendamping sedapat mungkin dapat lebih-lebih saling dilakukan Sekretariat Bina Desa, sebagai upaya peningkatan kapasitas pendamping dan merangsang munculnya local leader untuk menjadi pendamping. Hal ini penting dilakukan sebagai upaya meningkatkan akselerasi proses penyadaran komunitas, Persiapan sosial harus dilakukan secara lebih matang dalam melakukan pendampingan sosial, sehingga kesamaan persepsi komunitas dampingan tentang tujuan-tujuan pemberdayaan dapat terbentuk secara memadai."
2001
T9877
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Supriatna Djalimun
"Program Pengembangan Kecamatan adalah suatu program yang. bertujuan untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan dan peningkatan kemampuan kelembagaan masyarakat dan aparat melalui pemberian modal usaha untuk pengembangan kegiatan usaha produktif maupun pembangunan prasarana dan sarana yang mendukung ekonomi perdesaan, dimana masyarakat perdesaan diberikan kebebasan dart keleluasaan di dalam penentuan kegiatan yang akan dilaksanakan atas dasar kesepakatan dalam musyawarah kelompok. Hal ini merupakan wujud dari pemberdayaan masyarakat, karena masyarakat sendirilah yang akan melaksanakan program kegiatan maupun pelestariannya.
Kecamatan Prafi merupakan 1 (satu) dad 17 (tujuh belas) kecamatan di Kabupaten Manokwari yang sejak tahun 1999/2000 menjadi sasaran kegiatan PPK. Sehubungan dengan itu yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah : bagaimarta implementasi pelaksanaan PPK di Kecamatan Prafi serta sejauh mana Program Pengembangan Kecamatan dapat menumbuhkan iklim demokratis.
Sedangkan secara umum yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah untuk menggambarkan implementasi pelaksanaan PPK di Kecamatan Prafi serta untuk mengetahui sejauh mana Program Pengembangan Kecamatan dapat menumbuhkan iklim demokratis.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Adapun teknik pengumpulan datanya melalui studi kepustakaan, wawancara dan observasi. Informan dalam penelitian ini adalah mereka yang terlibat langsung dengan PPK di Kabupaten Manokwari maupun di Kecamatan Prafi dengan jumlah informan sebanyak 11 orang yang terdiri dari Tim Koordinasi PPK Kabupaten I Kepala Kantor Pembangunan Masyarakat Desa Kabupaten Manokwari, Kansultan Manajemen Kabupaten Manokwari, Fasilitator Kecamatan, Tokoh Masyarakat, Tokoh Perempuan dan Anggota Kelompok pria dan wanita.
Dari hasil pengamatan di lapangan serta wawancara dengan informan dapat disimpulkan bahwa melalui PPK telah dapat mengubah sistem perencanaan pembangunan yang selama ini lebih bersifat "Top Down" menjadi "Bottom up", program ini sendiri memberikan peluang kepada masyarakat untuk berperan secara aktif dan memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menentukan kegiatannya secara demokratis, masyarakat lokal telah dapat menerima dan memahami dengan cukup baik tentang PPK di Kecamatan Prafi. Demikian pula halnya dengan keterlibatan masyarakat lokal pada umumnya cukup baik. Disamping itu masyarakat telah dapat mengembangkan kegiatan usaha dengan memanfaatkan bantuan dana yang diterima melalui PPK untuk kegiataan ekonomi produktif, namun keterlibatan perempuan khususnya dari masyarakat asli dalam pertemuan masih kurang karena masih kuatnya pengaruh adat dan budaya mereka, Keterlibatan masyarakat dalam PPK ini lebih banyak didominasi oleh masyarakat pendatang dari pada masyarakat asli. Selain itu dalam proses perencanaan program melalui tahapan penggalian gagasan dapat berjalan dengan baik dan mencerminkan suasana atau iklim yang demokratis dimana pada saat musyawarah untuk menentukan kegiatan yang akan dilaksanakan terjadi adu argumentasi antar masyarakat namun semuanya dapat berjalan dengan baik demi kepentingan bersama.
Saran yang disampaikan agar pelaksanaan Program Pengembangan Kecamatan ini dapat memberdayakan masyarakat lokal guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat antara lain : dalam sosialisasi PPK melibatkan Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama dan Kepala Suku, diperlukan pendekatan budaya kepada masyarakat asli khususnya kaum perempuan, pelaksanaan PPK berdasarkan PTO Nasional perlu disesuaikan dengan kondisi geografis dan budaya masyarakat, memberikan motivasi dan dorongan melalui pemberian pelatihan keterampilan, melibatkan pihak ketiga untuk turut serta membantu masyarakat pedesaan untuk memasarkan hasil usahanya keluar daerah, agar lebih mengutamakan masyarakat asli yang terlibat dalam PPK, perlu dukungan sarana jalan dan penyediaan jaringan pipa air bersih."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T1313
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syamsul Rizal
"Proses perencanaan pembangunan melalui musyawarah pembangunan kelurahan (musbangkel) di Kelurahan Terusan Kecamatan Mempawah Hilir Kabupaten Pontianak era pasca otonomi daerah masih dilaksanakan oleh Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa/Kelurahan (LKMDIK). Dalam membuat usulan rencana pembangunan ini masih belum melibatkan semua stakeholders yang ada di masyarakat. Ketua Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa/Kelurahan hanya mengundang beberapa unsur terkait sehingga aspirasi dart masyarakat tidak bisa tersampaikan oleh mereka yang hadir. Disamping itu juga usulan yang dibuat belum diambil dari aspirasi masyarakat yang paling bawah seperti RT. Faktor lain yang menyebabkan masyarakat di Kelurahan Terusan ini masih kurang berpartisipasi adalah model perencanaan yang top down dimana peranan pemerintah kabupaten lebih besar dalam penyusunan rencana pembangunan.
Tesis ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai kendala-kendala apa saja yang dihadapi dalam pelibatan masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan melalui musbangkel dengan mengacu pada teori Oakley, Abe dan Soetrisno serta upaya atau cara apa yang telah dilakukan agar kesempatan masyarakat berpartisipasi dalam perencanaan pembangunan di Kelurahan Terusan dapat lebih terwujud.
Metode penelitian ini menggunakan Jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Sumber datanya ialah informan yang didukung oleh dokumen serta pustaka. Informan-informan penting yang menjadi sampel penelitian ini adalah mereka yang tertibat dalam musbangkel, sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi dan studi kepustakaan.
Berdasarkan hasil penelitian terdapat beberapa kendala yang dihadapi yaitu peserta yang ikut dalam musbangkel memiliki tingkat pengetahuan dan wawasan yang masih terbatas, belum adanya informasi yang lengkap dari pemerintah kabupaten seperti Poldas, Propeda dan Renstra dalam penyusunan perencanan pembangunan, peranan pemerintah kabupaten yang masih dominan dalam menentukan proyek atau program yang akan dilaksanakan serta belum adanya dana clan pemda untuk membantu pelaksanaan musbangkel di Kelurahan Terusan.
Oleh karena itu perlu dilakukan upaya atau Cara guna memberikan kesempatan kepada masyarakat dapat berpartisipasi dalam perencanaan pembangunan yaitu penjaringan aspirasi masyarakat yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten namun dalam penjaringan aspirasi masyarakat ini belum berhasil terlaksana dengan baik karena mereka yang hadir tidak mewakili masyarakat dan kebanyakan membawa kepentingan pribadi. Kemudian penyampaian aspirasi oleh masyarakat melalui Rukun Tetangga. Penyampaian aspirasi ini belum berhasil karena masyarakat yang menyampaikan usulan pembangunan yaitu mereka yang dekat dengan pejabat pemda. Dalam hal ini usulan yang disampaikan lebih mengarah pada kepentingan sekelompok masyarakat.
Untuk itu disarankan kiranya dalam rekruitment pengurus LKMD, Ketua RT dan perangkat kelurahan perlu diperhatikan lagi Latar belakang pendidiikannya, pengalaman kerja dan umur dari peserta musbangkel. Untuk pelaksanaan rnusbangkel pada masa yang akan datang kiranya sudah sampai informasi pada pars peserta rapat mengenai dokumen perencanaan pembangunan daerah. Peran pemerintah saat ini diharapkan sebagai fasilitator. Perlu dialokasikan dana oleh pemerintah kabupaten kepada pemerintah kelurahan untuk pelaksanaan musyawarah pernbangunan kelurahan (musbangkel) sehingga memperlancar mekanisme perencanaan pembangunan dari bawah. Sistem penjaringan aspirasi oleh pemerintah kabupaten dan penyampaian aspirasi oleh masyarakat kiranya perlu diperbaharui lagi mekanismenya. Untuk itu partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan saat ini masih perlu melalui mekanisme musyawarah pernbangunan kelurahan mengingat dengan forum ini melibatkan semua stakeholders yang ada di masyarakat dan mereka yang ikut serta dalam rapat lebih mengetahui apa yang menjadi kebutuhan masyarakat di lingkungannya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12434
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marbun, Jumayar
"Inpres Desa Tertinggal (IDT) adalah program untuk mengatasi masalah kemiskinan dengan cara menumbuhkan dan memperkuat kemampuan penduduk miskin dalam meningkatkan taraf hidupnya dengan membuka kesempatan berusaha.
Dalam penelitian ini, ada dua hal yang perlu diteliti. Pertama, faktor-faktor yang mendukung kelompok sebagai suatu sarana yang sangat penting dalam mencapai keberhasilan IDT. Kedua, masalah perguliran dana IDT semakin baik dan lancar apabila didasarkan pada faktor pendukung kelompok yang baik.
Penelitian ini dilakukan di salah satu desa yang paling berhasil melaksanakan IDT di Kab. Dati.II Cianjur. Di desa tersebut, ada 10 Pokmas yang melaksanakan program IDT dengan tingkat keberhasilan yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa urutan kinerja dari 10 Pokmas yang melaksanakan program IDT didasarkan pada keberhasilan mengqulirkan dana IDT dan besarnya jumlah tabungan Pokmas. Kedua aspek tersebut berusaha digambarkan berdasarkan tinjauan faktor yang mendukung kelompok, khususnya melalui perspektif ilmu kesejahteraan sosial.
Keberhasilan penelitian ini adalah kemampuan untuk menunjukkan faktor yang mendukung kelompok masyarakat miskin yang mencakup: suasana iklim kelompok yang baik, kepemimpinan yang demokratis, taraf kohesi kelompok yang kuat, sistem struktural kelompok, partisipasi anggota kelompok, proses pembuatan keputusan yang mantap, dan teknik-teknik pemecahan masalah.
Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara yang berpedoman untuk menggali data dan informasi, sedangkan pencatatan data sekunder dilakukan pada dinaslinstansi yang ada relevansinya dengan penelitian ini. Analisis yang digunakan adalah deskriptif kualitatif.
Penelitian menunjukkan bahwa kerjasama dalam Pokmas ternyata tidak bisa dihindari dalam melaksanakan program IDT. Hal itu mutlak dilakukan sesttai dengan kondisi, kebutuhan dan permasalahan masyarakat.
Gaya kepemimpinan yang paling berhasil dalam Pokmas adalah Demokratis, tercermin dalam Pokmas Anggrek 1, Sabilulunoan 1, Mekar Harapan, Melati, Setia dan Sejahtera 1.
Gaya kepemimpinan otoriter hal yang kebalikan dari demokratis terlihat di Pokmas Sabilulungan 2, Sejahtera 2, Sedangkan Mawar, dan Bahagia tidak memakai kedua gaya kepemimpinan itu.
Tingkat kohesivitas dalam Pokmas tidak menjamin keberhasilan IDT karena ada yang melaksanakan kohesivitas di luar program IDT seperti kegiatan F'KK (Pokmas Lrahagia).
Faktor-faktor yang mendukung kelompok dalam aspek struktur kelompok terutama dalam hal pengangkatan kepengurusan Pokmas mempengaruhi kinerja Pokmas melaksanakan IDT. Diantara pengurus Pokmas yang berhasil melaksanakan tugasnya sesuai dengan yang dimilikinya adalah Pokmas Anggrek 1, Sabilulungan 1. Mekar Harapan. Melati, dan Setia. kelemahan pengangkatan tersebut adalah kepala desa tidak melibatkan ketua LKMD, dan pihak yang kompeten.
Partisipasi dalam bentuk apaoun sangat diperlukan dalam membawa keberhasilan Pokmas melaksanakan IDT terutama dalam bentuk dana, tenaga, dan dalam bentuk pemikiran atau idea dan pendapat. Ukuran partisipasi ini adalah jumlah uang, kerelaan memberikan sumbangan tenaga, dan memberikan pemikiran, atau ide atau pendapat pada saat pertemuan.
Keputusan yang dimaksud adalah dalam hal penggunaan dana IDT, keputusan untuk menentukan besarnya jumlah tabungan Pokmas, dan keputusan untuk perguliran dana IDT dengan variasi dan tingkat keberhasilan yang berbeda.
Terakhir, Teknik-teknik pemecahan masalah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah memahami hakekat masalah, pengumpulan data yang relevan, dan kesadaran diri setiap anggota kelompok."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T4423
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizani Rezkita Andrawina
"ABSTRACT
Kemiskinan merupakan suatu masalah yang multidimensional dan tidak pernah berhenti sepanjang masa. Pemerintah membuat program pemberdayaan tingkat nasional (PNPM) untuk menurunkan angka kemiskinan. Penelitian ini menganalisa pengaruh program pemberdayaan masyarakat (PNPM) terhadap kesejahteraan. Program PNPM sendiri dibagi menjadi tiga bagian yaitu PNPM1 (infrastruktur), PNPM2 (Dana Bergulir / Simpan Pinjam), PNPM3 (Peningkatan Kapasitas SDM). Peneliti menggunakan metode Propensity Score Matching (PSM)  untuk melihat apakah program yang diberikan pemeritah (PNPM), dapat memberikan dampak  pada indikator kesejahteraan antara lain rasio masyarakat miskin (P0), konsumsi perkapita rumah tangga, rata-rata lama bersekolah , layanan kesehatan, rasio orang bekerja, serta infrastruktur yang tersedia. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan program pemberdayaan PNPM di Indonesia memiliki dampak baik pada enam indikator tersebut. Program PNPM3 berupa peningkatan kapasitas SDM merupakan program yang ditemukan paling berpengaruh positif pada keenam indikator tersebut. Namun pada studi lapangan Desa Tanjungkarang menunjukkan bahwa dalam pelaksanaannya program PNPM tidak sesuai dengan yang diharapkan. PNPM2 berupa dana bergulir/simpan pinjam terhenti karena ditemukan ada kecurangan dan ketidak transparansian keuangan dari pengurus desa.

ABSTRACT
Poverty is a multidimensional problem that happen all the time. The government created a national level empowerment program (PNPM) to reduce poverty. This research analyzes the impact of the community empowerment program (PNPM) on welfare. The PNPM program itself is divided into three parts, that are PNPM1 (infrastructure), PNPM2 (Revolving / Savings and Loan Funds), PNPM3 (Human resource capacity building). This research uses the Propensity Score Matching (PSM) to see whether the program provided by the government (PNPM) could have an impact on the welfare indicators those are ratio of the poor (P0), per capita consumption of the household, average length of school, health access, employment rate and availability of infrastructure. The results of this study indicates that overall, the PNPM empowerment program in Indonesia has a good impact on six welfare indicators. The PNPM3 program in the form of increasing human resource capacity is a program that found to have the most positive influence on the six indicators. However, in the Tanjungkarang Village (field study), the PNPM 2 program was not went well as it was expected. PNPM2 in the form of revolving funds/savings and loans was stopped because there was financial fraud and non-transparency from the village management."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khusaini
"Penelitian ini diniaksudkan untuk mengetahui dan mengukur kesenjangan pendapatan antar daerah kabupaten/ kota di provinsi Banten dan mengetahui pengaruh kesenjangan pendapatan antar daerah terhadap pertumbuhan ekonomi regional, serta faktor faktor lain yang dapat nrempengaruhi pertumbuhan ekonomi regional tersebut. Data dalam penelitian ini adalah gabungan dari data runtut waktu dengan keral lintang atau disebut dengan panel data periode 1993-2003. Estimasi dilakukan secara keseluruhan kabupaten/ kota dan pengelompokan data Banten Utara dan Banten Selatan.
Hasil perhitungan kesenjangan (disparitas) antar daerah dengan menggunakan formula Williamson menunjukkan terjadi kesenjangan pendapatan antar daerah kabupaten/ kota selama kurun waktu 1993-2002. Nilai indeks Wlilliamson terendah terdapat di kola Tangerang (0,0999) pada tahun 2002 dan tertinggi terdapat di kola Cilegon (0,4465) pada tahun 2003.
Sedangkan untuk mengetahui dampak kesenjangan dan variabel lain lerhadap pertumbuhan regional digunakan model regress persamaan tunggal sebagai berikut:
In Y a = 1nA +/31nP, +y1 1nK? +y2 In N? + y3 IW, + y4 DPr+ea
Hasil estimasi dari model fixed effect dengan asumsi intercept (a) berbeda setiap individu dan koefisien (4) soma unluk semua individu adalah untuk keseluruhan sampel daerah kabupatenikota menunjukkan hubungan positif, tetapi tidak signifrkan secara statistik Sedangkan variabel aglomerasi, kapital, tenaga kerja, dan variabel dummy provinsi berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi regional yang significan secara statistik dengan lingkat kepercayaan 99% alau a =1 % (menggunakan uji-F). Jadi hasil estimasi menolak Ho dan menerima 1I .
Hasil estimasi pengelompokan sampel dengan menghilangkan variabel dummy provinsi menus jukkan seluruh variabel berdampak posilif pada pertumbuhan ekonomi regional dan signifrkan secara statistik Namun variable tenaga kerja berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi regional, dan tidak signifikan secara stalistik.
Hasil penelitian tersebut memiliki implikasi kebijakan pada yang diarahkan pada peningkatan pertumbuhan ekonomi antara lain kebijakan distribusi pendapatan, kebijakan investasi, dan kebijakan tenaga kerja dan kependudukan.

This research is meant to know interregional disparity of kabupaten/ kota, to estimate the impact of interregional disparity, and to see other factors can influence the growth of regional economics of kabupaten/ kota in Banten province, The research uses panel data sample of the year 1993 - 2003. The estimation is conducted in a whole Kabuputen/ Kota exist in Banten province and it is divided Banten North and Banten South.
The result of calculation of interregional disparity using index of Williamson shows different kabupaten/ kota earning in 1993 - 2003 period. The lowest value of the index Williamson occurs in kola Tangerang (0, 0999) in 2002 and the highest occurs in kota Cilegon (0, 4465) in 2003.
Model of regression uses estimation by single equation, that is.
In Y a = 1nA +/31nP, +y1 1nK? +y2 In N? + y3 IW, + y4 DPr+ea
The result of estimation affixed effect model with assumption of intercept (a) is difference to each individual, while /3 coefficients are same for all individual. The estimation with whole samples indicated that the differences have an effect on the positive to growth of regional economics, but it does not have a significant statistic_ Whereas agglomeration variable, capital, labor, and variable of dummy have an effect on positive growth of regional economics and its significant statistic is 99% (a = I%)
The result of estimation pursuant to subdivision of panel data by eliminating a dummy variable that all of independent variables have a positive impact to the growth of regional economics, which is significant statistically. In contrary labor variable has a negative impact to the growth of regional economics. It does not have any significant statistics.
As the policy implication of the result of this research for example the policy of earnings redistribution, investment policy, labor policy of population.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T20051
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatimah
"Tesis ini mencoba melihat seberapa besar pengaruh komposisi fiskal pemerintah daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah sebelum dan sejak kebijakan otonomi daerah dilaksanakan dengan periode data dari tahun 1997-2003. Analisis dilakukan dengan mengunakan metode kuantitatif dengan Analisa GLS (Generally Least Square) yang menggabungkan data dari 30 propinsi beserta kabupaten/kota di Indonesia selama kurun waktu 1997-2003 (Panel Data). Pengolahan dilakukan dengan bantuan software Eviews 3.1.
Berdasarkan hasil pengolahan, model terbaik yang dihasilkan dan dengan melakukan pengujian kriteria a priori ekonomi, kriteria statistika dan kriteria ekonometrika mengindikasikan bahwa pengaruh komposisi fiskal pemerintah daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah sejak diterapkannya kebijakan otonomi daerah adalah positif, hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi daerah sebesar 1.16% dari pertumbuhan ekonomi sebelum otonomi daerah diterapkan.
Dari sisi penerimaan daerah, kebijakan otonomi daerah telah dapat mengurangi pengaruh negatif dari komposisi pajak daerah dan bagi hasil pajak terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, yang terutama berasal dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Sedangkan pengaruh komposisi penerimaan daerah yang berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU) adalah positif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah; meskipun pengaruhnya menurun di era otonomi daerah, yang mengindikasikan meningkatnya kemandirian daerah dan mengurangi ketergantungan pemerintah daerah terhadap transfer pemerintah pusat. Sedangkan dari sisi pengeluaran mengindikasikan bahwa kebijakan otonomi daerah telah dapat memberikan pengaruh positif yang berasal dari komposisi pengeluaran pembangunan sektor transportasi, sementara pengeluaran pembangunan sektor lainnya belum memberikan. Dengan demikian, hasil penelitian tesis ini mengindikasikan perubahan struktur fiskal yang diakibatkan diterapkannya kebijakan otonomi daerah mempunyai pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T20561
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>