Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 107458 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tri Joko Sri Haryono
"ABSTRAK
Sejak beberapa dasawarsa terakhir ini di negara-negara sedang berkembang, termasuk Indonesia, telah terjadi peningkatan arus migrasi yang cukup pesat. Peningkatan arus migrasi tersebut terutama terjadi dari daerah pedesaan menuju ke daerah perkotaan. Sehubungan dengan itu berbagai studi dan penelitian yang berkenaan dengan gejala migrasi tersebut telah sering dilakukan oleh para ahli, baik menyangkut tentang daerah asal migran maupun daerah tujuan. Namun demikian, dari berbagai studi yang telah dilakukan ternyata belum banyak yang menggunakan analisis jaringan sosial untuk memahami kehidupan para migran.
Tesis ini bermaksud ingin membahas tentang bentuk-bentuk dan fungsi-fungsi jaringan sosial para pelaku migrasi sirkuler asal Desa Kepatihan, Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri yang bermigrasi ke Jakarta. Jaringan sosial yang dimaksud adalah jaringan sosial yang bersifat informal yang di lakukan para pelaku migrasi dalam rangka memperoleh sumber daya sosial ekonomi dan mengatasi berbagai kesulitan yang dihadapinya di kota tujuan.
Penelitian ini menemukan bahwa umumnya migran sirkuler asal desa Kepatihan selalu mengembangkan dan memelihara jaringan sosial dengan sesama migran se desa asal. Jaringan sosial tersebut merupakan salah satu strategi yang penting dalam upaya mereka untuk mengatasi berbagai kesulitan yang dihadapi para migran, dan dalam upaya untuk menjalankan dan mengembangkan usahanya. Pentingnya membentuk dan memelihara jaringan sosial bagi para migran terutama dirasakan pada saat seseorang pertama kali berangkat bermigrasi, saat-saat awal seorang migran mengadaptasikan diri di tempat tujuan, maupun sebagai salah satu sarana untuk meraih kesuksesan dalam mencari nafkah di kota.
Penelitian ini juga menemukan bahwa berdasarkan status sosial ekonomi pelaku migrasi sirkuler, ada dua bentuk jaringan sosial yaitu jaringan sosial yang bersifat horisontal, di mana pelaku migrasi yang terlibat jaringan sosial memiliki status sosial ekonomi yang sepadan; dan jaringan sosial vertikal, di mana pelaku migrasi yang terlibat jaringan sosial memiliki status sosial ekonomi yang tidak sepadan. Kedua bentuk jaringan sosial tersebut umumnya berbasis pada hubungan-hubungan yang bersifat kekerabatan dan campuran antara hubungan kekerabatan dan ketetanggaan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risma Umar
"Penempatan buruh migran ke Saudi Arabia merupakan program nasional yang strategis. Penempatan ini dimaksudkan untuk menciptakan lapangan kerja baru bagi tenaga kerja Indonesia ke Saudi Arabia dan mendorong pemasukan devisa negara. Meningkatnya buruh migran informal ke Saudi Arabia dipengaruhi oleh faktor penarik dan pendorong maupun peran PJTKI dalam proses penempatan buruh migran. Peningkatan ini secara kuantitas ekonomis berdampak pemasukan devisa negara dan ekonomi keluarga di desa melalui kiriman remitan bagi buruh migran berhasil. Numun tidak sedikit masalah dialami buruh migran selama proses penempatan ke Saudi Arabia, akibat masih lemahnya perlindungan, jaminan kesejahteraan sosial dan kualitas kompetensi maupun lemahnya monitoring dan pengawasan pemerintah terhadap PJTKI.
Penelitian ini, mengambil kasus buruh migran Ke Saudi Arabia desa Lemahmakmur, Karawang. Tujuannya mendeskripsikan kondisi buruh migran sejak rekrutmen, hubungan kerja di Saudi Arabia sampai kepulangan ke daerah asal, dan mendeskripsikan posisi buruh migran terhadap PJTKI dan majikan. Mendeskripsikan faktor-faktor mempengaruhi motivasi buruh mig ran memutuskan bermigrasi ke Saudi Arabia, Mengembangkan strategi kebijakan sosial penempatan buruh migran ke Saudi Arabia. Penelitian ini adalah deskriptif yang memberikan gambaran mengenai suatu fenomena sosial yang menjadi fokus penelitian, bagaimana dan mengapa terjadi hubungan fenomena tersebut. Peneepatan kualitatif berdasarkan studi lapangan untuk mendapatkan gambaran kon lisi meningkatnya buruh migran ke Saudi Arabia, dan besarnya resiko sosial yang dialami selama proses penempatan, tetapi buruh migran tetap termotivasi memutuslan bermigrasi ke Saudi Arabia.
Dari basil penelitian ini disimpulkan sebagai berikut: (a) motivasi buruh migran memutuskan bermigrasi ke Saudi Arabia dipengaruhi oleh faktor penarik (pull factors) berupa kondisi perkembangan ekonomi dan pembangunan infrastruktur negara Saudi Arabia, dan adanya kelas sosial yang membutuhkan pekerja informal dornestik sebagai bagian gays hidup sosial masyarakatnya., Saudi Arabia membutuhkan pekerja sektor informal dan Indonesia tanpa. pendidikan dan keterampilan khusus. Secara ekonomis sosiologis, bahwa dengan upah tinggi dan melakukan ,haaah haji karena kesamaan agama Islam merupakan alasan kuat memilih Saudi Arabia sebagai tujuan migrasi. (b) faktor pendorong (push factors) mempengaruhi motivasi buruh migran memutuskan bermigrasi kerja ke Saudi Arabia. Akibat kondisi struktural sosial ekonomi dalam negeri baik angkatan kerja meningkat, lapanaan kerja terbatas menyebabkan pengagguran yang sampai ke desa. Akibat perubahan lahan pertanian sebagai sumber lapangan kerja petani digunakan untuk areal industri_ Modernisasi pertanian program revolusi hijau rnerubah poly tingkah laku ekonomi dan hubungan ikatan sosial petani. Dampak lebih luas adalah hilangnya akses kesempatan kerja bagi petani miskin dan perempuan desa, pendapatan ekonomi menurun, pengguran tinggi yang proses selanjutnya mengakibatkan kemiskinan. Kondisi ini mendorong keluarga petani mencari alternatif untuk bekerja ke Saudi Arabia dengan harapan memperoleh kemandirian kerja, nilai ekonomi dan status sosial kehidupan keluarga lebih baik.
Faktor fasilitasi PJTKI dalam proses penempatan berperan mempengaruhi motivasi buruh migran bermigrasi ke Saudi Arabia, sejak rekrutmen calon buruh migran di desa, bekerja di Saudi Arabia sampai kembali ke daerah asal, PJTKI urnumnya kurang mempunyai akses langsung ke desa, melalui perantara sponsor atau cal() melakukan rekrutmen di desa, mempertemukan talon buruh migran dengan PJTKI, menerima imbalan uang jasa dari PJTKI dan memungut uang tidak sedikit dari setiap calon buruh migran. Ketidaktahuan calon buruh migran mengurus persyaratan diperlukan, menimbulkan lahan pekerjaan baru bagi sponsor atau cabo. Besarnya peran PJTKI, sponsor atau cafo rnenciptakan ketergantungan talon buruh migran melalui promosi kerja dengan informasi harapan menjanjikan, pengurusan dokumen, sampai pemberian pinjaman untak biaya perjalanan ke Saudi Arabia dengan persyaratan pengembalian dua kali lipat total pinjaman. Akibat lemahnya mekanisme perlindungan proses rekrutmen di desa menyebabkan maraknya percaloan dan pemerasan, pemalsuan identitas sangat merugikan buruh migran.
Kondisi buruh migran pekerja informal dalam proses penempatan ke Saudi Arabia. Mayoritas perempuan desa, pendidikan dan keterampilan rendah (unskilled labor). Pekerjaan ini secara sosial masih dipandang rendah, tidak dijamin hukum perburuhan baik Saudi Arabia maupun Indonesia. Lemahnya- jaminan perlindungan dan kesejahteraan, nilai kompetensi dan pengelolaan penempatan baik monitoring dan pengawasan pemerintah, informasi tentang hak, fungsi KBRI, kondisi kerja dan adat istiadat Saudi Arabia merupakan titik lemah penempatan ke Saudi Arabia. Kondisi ini menyebabkan posisi tawar (bargaining position) buruh migran lemah terhadap majikan dan PJTKI. Akibatnya banyaknya masalah resiko sosial dialami buruh migran baik tindakan penipuan, pelecehan, dan penyiksaan maupun penganiayaan selama proses-rekrutmen di desa dan penampungan, saat bekerja di Saudi Arabia sampai kepulangan ke daerah asal. Namun demikian secara kuantitas ekonomis menunjukkan dampak perubahan sosial ekonomi. Tahun 2001 pemasukan devisa sebesar USD 4,2 milyar dari 1,2 juta buruh migran termasuk Saudi Arabia, dan penghasilan (remittances) terhadap kehidupan sosial ekonomi keluarga bagi buruh migran berhasil, dan kegiatan usaha di desa Lemahmakmur. (f) kebijakan sosial penempatan buruh migran ke Saudi Arabia adalah pemenuhan kebutuhan kesejahteraan sosial dan perlindungan buruh migran. Integrasi keseimbangan aspek pembangunan ekonomi dan pembangunan sosial- melalui upaya pembangunan manusia (human development) untuk peningkatan kemampuan (capability), peningkatan produktivitas dan pemberian jaminan kesejahteraan social. Perlindungan hukum dan politik untuk keseimbangan hak dan kewajibannya. melakukan kegiatan sosial dan berorganisasi di negara Saudi Arabia."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13873
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umar Wahyu Widodo
"Di Indonesia diperkirakan menjelang talmn 2000 belum dapat terhindar dari permasalahan penduduk berikut aspek-aspek yang terkait didalamnya dan sekaligus berfungsi sebagai pilar untuk mencapai kestabilan politik maupun ekonomi. Jika permasalahan ini ditempatkan dalam suatu kerangka pembangunan dari negara yang sedang berkembang ternyata masih banyak kegiatan ekonomi yang tergantiung pada keadaan penduduk seperti halnya masalah kemiskinan, rendahnya tingkat upah pekerja, penyerapan tenaga kerja di sektor .formal dan yang lebih penting semakin rendahnya kualitas sumber daya manusia dalam arti luas.
Kenyataan menunjukkan bahwa mobilitas penduduk terkonsentrasi di. kota besar terutama di DKI Jakarta yang merupakan pusat pemerintahan yang sarat dengan fasilitas umum serta fasilitas sosial sehingga menjadikan Jakarta sebagai pusat industri, pusat perdagangan dan juga merupakan pusat kebudayaan. Kondisi yang demikian akan membawa dampak berkembangnya sektor informal yang semakin luas diberbagai lingkup kegiatan ekonomi yang merupakan daya tarik bagi penduduk di kota kecil untuk melakukan migrasi yang secara bertahap semakin meningkat jumlahnya.
Propinsi Jawa Timur merupakan propinsi pengirim terbesar kedua setelah propinsi Jawa Tengah, sedangkan DKI Jakarta masih merupakan wilayah yang relatif mempunyai prosentase migran netto tertinggi di Indonesia Menitik beratkan mengenai keadaan di kedua wilayah tersebut dipandang cukup menarik untuk ditelaah secara mendalam mengenai determinant sosial ekonomi peluang migran asal Jawa Timur untuk memperoleh pekerjaaan pada sektor formal-informal di DKI Jakarta dan untuk selanjutnya dari hasil kajian tersebut akan dapat menjelaskan pekerjaan migran secara jelas berikut latar belakang sosial ekonominya.
Secara umum dapat diungkapkan bahwa dalam kurun waktu 25 tahun sejak 1960 jumlah penduduk DKI Jakarta mengalami peningkatan 2,6 kali lipat. Dengan demikian laju pertumbuhan penduduk relatif sangat cepat yang disebabkan karena faktor daya tarik yang sangat kuat di DKI Jakarta seperti, pusat pemerintahan, perkembangan perekonomian yang cukup pesat dan peluang dalam menciptakan kesempatan kerja yang cukup besar dan kesemuanya tersebut merupakan faktor yang sangat potensial terjadinya migrasi masuk.
Kondisi migran asal Jawa Timur di DKI Jakarta dilihat dari segi pendidikan tampak sangat bervariasi antara migran yang berpedidikan rendah dengan migran yang berpendidikan tinggi. Bagi migran yang berpendidikan rendah didorong oleh kemauan untuk mendapatkan pekerjaan demi kelangsungan hidup yang layak, sedangkan bagi migran yang berpendidikan tinggi mempunyai motivasi untuk meningkatkan keadaan sosial ekonominya yang lebih tinggi dibandingkan ditempat asal.
Pola migran dilihat dari status kawin, bagi migran asal Jawa Timur menunjukkan pola yang cukup berimbang antara yang kawin dan belum kawin. Namun demikian untuk migran yang berstatus belum kawin dapat dikatakan relatif cukup besar hampir mendekati 50 % hal ini menunjukkan bahwa motivasi utama dari migran asal Jawa Timur untuk melakukan migrasi adalah untuk mendapatkan pekerjaan. Jika dilihat dari jenis kelamin maka untuk migran perempuan relatif lebih banyak dibandingkan dengan migran laki-laki meskipun perbedaan tersebut dipandang kurang berarti. Kenyataan ini diduga bahwa migran perempuan merupakan pekerja informal untuk kelompok menengah kebawah dengan suatu motivasi untuk memperoleh pekerjaan.
Pola migran asal Jawa Timur berdasarkan karakteristik sosio demografi tidak secara keseluruhan mengikuti pola migran secara umum di DKI Jakarta, sehingga banyak bertentangan dengan beberapa pendapat maupun temuan secara umum, disebutkan bahwa ciri dari migran mayoritas adalah : berusia muda, tingkat pendidikan relatif tinggi status belum kawin dan jenis kelamin adalah laki-laki.
Hasil analisa menunjukkan bahwa migran berasal dari Jawa Timur pada kelompok umur muda dan pada umumnya justru bekerja di sektor formal yang berstatus belum kawin dan tingkat pendidikan terkonsentrasi pada tamat SD kebawah. Pada kelompok umur tua hampir keseluruhan bekerja pada sektor informal baik migran yang berpendidikan rendah maupun migran yang berpendidikan tinggi SLTA keatas .Karakteristik yang sangat berbeda jika dikaitkan dengan status kawin maka bagi migran pada kelompok umur ini yang bekerja pada sektor formal pada umumnya berstatus sudah kawin dan yang bekerja pada sektor informal berstatus belum kawin.
Berdasarkan hasil analisa dengan menggunakan model regresi berganda dilakukan dengan 2 model ialah model -1 dan model -1A. Hasil analisa menunjukkan bahwa untuk model I -A tidak dapat digunakan mengingat tidak satupun variabel yang dimasukkan mempunyai nilai yang significant, sehingga model -1 merupakan model yang terpilih. Dari model terpilih terlihat variabel yang significant adalah UI kelompok umur 10-19 tahun dengan menggunakan nilai a = 0,05 maka (Pr < Chi = 0,0589 ) dan variabel selanjutnya yang terlihat signifikan adalah U2 kelompok umur 20-29 tahun dengan menggunakan nilai a = 0,05 maka (Pr < Chi = 0,0070 ) dan variabel selanjutnya adalah PD I kelompok pendidikan tamat SD kebawah dengan menggunakan nilai a yang sama maka ( Pr < Chi = 0,0043 ), sehingga variabel yang dibahas dalam analisa ini adalah variabel yang signifikan.
Migran asal Jawa Timur berdasarkan analisa yang tertuang dalam model -1 dapat diungkapkan bahwa untuk kelompok umur 10-19 tahun yang sudah kawin dan tingkat pendidikannya semakin tinggi, kecil peluangnya untuk bekerja disektor' informal dibandingkan dengan migran yang berstatus belum kawin. Sebaliknya bagi migran pada kelompok umur tersebut dengan status belum kawin dan semakin tinggi tingkat pendidikannya mempunyai peluang yang cukup besar untuk masuk ke sektor formal dibandingkan dengan migran yang berstatus kawin.
Pada kelompok umur 20- 29 tahun yang berstatus kawin semakin tinggi pendidikannya akan semakin kecil peluangnya untuk bekerja disektor informal dibandingkan dengan migran yang berstatus belum kawin. Untuk migran yang berasal Dari Jawa Timur pada kelompok umur ini terlihat peluangnya yang cukup besar adalah masuk ke sektor formal jika migran tersebut berstatus belum kawin.
Bagi migran yang mempunyai pendidikan tamat SD kebawah semakin tua umurnya dan berstatus sudah kawin mempunyai peluang yang cukup besar untuk memasuki sektor informal, jika migran pada kelompok ini berstatus belum kawin dengan tingkat pendidikan yang relatif sama maka peluangnya untuk masuk kesektor informal relatif kecil, sehingga ada kecenderungan untuk masuk ke sektor formal."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lily Kusnowati
"Keberadaan migran Tenaga Kerja Indonesia di daerah transit, merupakan suatu kenyataan yang ada di Nunukan, karena Nunukan merupakan pintu gerbang masuknya TKI untuk menuju Malaysia. Letak Nunukan sangat strategi, berdekatan dengan negara Tawau Malaysia. Ketertarikan para migran transito tersebut karena ingin bekerja di Malaysia dan mempunyai gaji yang besar, dan keberadaan kota di Malaysia karena adanya faktor pendorong yaitu di desa asal migran kehidupannya sangat sulit, lahan sempit dan peluang pekerjaan sangat terbatas. Banyaknya migran transito di Nunukan membawa perkembangan sosial ekonomi bagi masyarakat Nunukan.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perkembangan sosial ekonomi dan dampaknya banyaknya migran transito di daerah transit. Tehnik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara/interview dan Studi Kepustakaan. Metode Analisis yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Lokasi penelitian dilaksanakan di Kecamatan Nunukan selama satu bulan . Wawancara dilakukan dengan para informan yang terdiri dari unsur pemerintah, migran transito, serta penduduk lokal yang ada di Nunukan.
Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik migran transito. Hasil penelitian menunjukkan heterogennya migran dilihat dari daerah asal, keterampilan serta kedudukan sosialnya.
Banyaknya migran transito tersebut membawa keberuntungan masyarakat Nunukan karena terjadi perkembangan sosial ekonomi dalam berbagai bidang usaha, dan pengembangan wilayah dengan terbentuknya perkampungan-perkampungan dan perkotaan. Banyaknya migran transito tidak menjadi permasalahan bagi penduduk asli, karena migran sifatnya hanya sementara di Nunukan walaupun ada juga yang sudah menetap.
Sejumlah saran diajukan bagi Pemerintah Kabupaten Nunukan yaitu untuk memenuhi peluang pasar ekspor ke Tawau Malaysia agar pemerintah dapat lebih meningkatkan pembinaan dan pelatihan kerja agar produksi pertanian dan perkebunan dapat meningkat serta kualitas yang baik, membuka lahan perkebunan baru seperti kelapa sawit, karet, kakau dan lainnya, dengan mencari investor untuk menanamkan modalnya baik didalam maupun luar negeri.
Untuk mencegah terjadinya deportasi dan hukuman bagi tenaga kerja maka perlu diperketat pengurusan ijin dengan persyaratan yang lengkap sampai kepada keberangkatan / penerimaan kepada perusahaan yang akan menerima di Malaysia."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T11426
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanihuruk, Muba
"Migrasi orang-orang Nias ke Medan secara masif baru terjadi sejak tahun 80-an ke depan. Realitas ini sejalan dengan peningkatan penduduk perkotaan secara nasional di Indonesia, yakni 5,1 persen. Penduduk negara berkembang hampir 42 persen tinggal di perkotaan. Melonjaknya jumlah penduduk di kota seiring dengan perkembangan struktur dan ruang kota yang menerima imbas kapitalisme global lewat salah satunya penanaman modal asing. Sejalan dengan pertumbuhan kota-kota besar itu pula, termasuk Medan, dampak ikutannya adalah arus masuk migran yang masif. Migran baru ini biasanya memasuki sektor informal di samping sektor formal yang sering dianggap sebagai katup penyelamat bagi migran pendatang. Fenomena yang sama juga terjadi di Medan. Gelombang masif migran Nias mulai memasuki sektor informal yang ada di Medan. Kehadiran etnis Nias ini diduga mengalami kesulitan adaptasi dengan penduduk setempat. Indikasi ini terekam jelas dari konflik etnis Nias dengan etnis Karo di Kaban Jahe pada akhir 1995. Indikasi yang lebih mikro terlihat dalam polarisasi pangkalan-pangkalan beca yang terjadi di sekitar kampus USU. Dalam perkembangan kota dimaksud, bagaimana migran tersebut beradaptasi; secara sosial (neighbourhood integration), dan budaya (peran asosiasi budaya lokal di kota). Namun paruh tahun 1997, krisis moneter (`Asian Flu') seolah telah menciptakan anomali dalam perkembangan kota-kota di Indonesia. Krisis moneter tersebut telah menimbulkan kilas balik yang ditandai antara lain penanaman modal asing yang kian minim bahkan diduga terjadi pelarian modal ke luar negeri - dan perkembangan kota yang stagnan. Dalam konteks ini, strategi adaptasi ekonomi para migran selama krisis akhirnya juga ditelusuri, yang sebelumnya tidak dijadikan variabel dalam studi ini.
Jenis penelitian ini bersifat deskriptif yang bertujuan menggambarkan realitas sosial. Tidak mencari atau menjelaskan antarvariabel, tidak menguji hipotesa atau membuat prediksi. Sedangkan populasi penelitian adalah migran yang bekerja di sektor informal. Karena kerangka sampel (sample frame) tidak ada, maka penarikan sampel dilakukan secara nonrandom. Teknik penarikan sampel dilakukan dengan dua Cara. Pertama, teknik bola salju (snow ball) di permukiman para migran. Kedua, teknik kebetulan (accidental) di pangkalan-pangkalan beca di sekitar kampus USU. Jumlah sampel dalam penelitian ini 90 orang. Penetapan jumlah sampel ini dilakukan karena terjadinya kejenuhan data (pengulangan jawaban-jawaban). Selanjutnya, untuk mengumpul data disebarkan kuesioner setengah terbuka yang pengisiannya dituntun langsung asisten pengumpul data di lapangan. Wawancara mendalam dilakukan dengan lima orang migran yang kasusnya dianggap ?menarik'. Pemilihan responden ini didasarkan atas kuessioner yang telah dianalisa-Hasil wawancara mendalam ini dimuat dalam biografi singkat (lihat apendiks). Terakhir, analisis data dilakukan dengan membuat persentase lewat tabel-tabel tunggal sederhana sehingga terlihat besaran persentase yang mencerminkan kecenderungan-kecenderungan yang terjadi.
Hasil penelitian menunjukkan, integrasi ketetanggaan migran Nias ini dengan etnis lain di sekitar permukiman mereka tidak harmonis. Indikasi ini antara lain terungkap bahwa 23,3 persen responden tidak pernah berinteraksi dengan tetangga yang bukan orang Nias. lndikasi lain misalnya juga terlihat dari pengakuan migran yang menyatakan bahwa 44 persen di antara mereka tidak pernah menghadiri acara atau pesta yang dilakukan tetangga yang bukan orang Nias. Bahkan 41,1 persen mengaku tidak memiliki teman dekat yang bukan orang Nias. ini mengekspresikan bahwa stradkasi etnis terjadi antara mingran Nias sebagai pendatang dengan penduduk setempat. Dalam konteks ini, migran Nias dipandang sebagai etnis subordinate dan host ethnic dianggap superordinate. Kondisi ini pada gilirannya sering melahirkan prejudice (perkembangan akumulatif dari etnosentrisme) yang memendam konflik Eaten. Indikasi ini jelas terlihat dengan terjadinya polarisasi pangkalan-pangkalan beca yang dikuasai etnis Nias di satu sisi dan etnis Karin dan Jawa di sisi lainnya. Konflik laten ini dengan mudah bisa berubah menjadi konflik terbuka lewat pemicu sepele yang bemuatan ethnic group resources, yakni melalui mobilisasi dan solidaritas dengan menggunakan etnisitas. Temuan adaptasi budaya menunjukkan bahwa 43,3 persen responden mengaku tidak mengetahui keberadaan asosiasi budaya lokal di tempat tinggal mereka. Selebihnya, 45,6 mengakui keberadaan asosiasi dimaksud, dan 11,1 persen mengaku tidak tahu. Migran yang tidak mengetahui keberadaan asosiasi lokal umumnya adalah migran muda (belum berkeluarga) yang relatif baru (1-2 tahun) tinggal di Medan dan mengikuti orang gereja kharismatik (fundamentalis). Sedangkan migran yang tertibat dalam asosiasi lokal biasanya adalah migran yang sudah berkeluarga dan telah lama menetap di Medan serta mengikuti aliran gereja tradisional. Temuan menarik studi ini adalah bahwa migran Nias tidak terlalu mengenal asosiasi perkumpulan marga - seperti migran Batak umumnya. Menurut pengakuan mereka, ikatan marga tidaklah begitu berperan dalam kehidupan sosial mereka. Justru yang lebih mengikat adalah prinsip fabanuasa (teman sekampung). Terakhir, strategi adaptasi ekonomi para responder dalam suasana krisis adalah melibatkan istri (81.6 %) dan anak bekerja (bagi migran yang telah berkeluarga) untuk menambah pendapatan keluarga. Untuk memenuhi kebutuhan pokok, 55,3 persen responden mengurangi menu makanan di rumah dan belanja di pasar murah (31,6 %). Bahkan 23,3 % responden mengaku mengurangi jatah makan (3 x sehari)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titik Handayani
"ABSTRAK
DKI Jakarta sebagai ibukota negara yang sekaligus berfungsi sebagai pusat pembangunan nasional, pusat industri, perdagangan dan pariwisata merupakan propinsi yang banyak dituju migran. Disamping itu DKI Jakarta juga merupakan propinsi dengan persentase pekerja sektor informal non pertanian tertinggi dibanding dengan propinsi lain yaitu sebesar 35 persen.
Beberapa studi mengungkapkan bahwa membengkaknya sektor informal yang terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta disebabkan karena terbatasnya daya serap sektor modern atau formal terhadap angkatan kerja. Meningkatnya jumlah angkatan kerja di kota, diantaranya disebabkan oleh arus migrasi dari desa, dan karena mereka tidak dapat tertampung di sektor formal maka mereka menciptakan kesempatan kerja untuk dirinya atau memasuki pekerjaan di sektor informal.
Tesis ini mencoba menganalisa apakah probabilitas di dalam memasuki pekerjaan di sektor informal ditentukan oleh status migrannya atau lebih ditentukan oleh variabel sosial demografis yang lain seperti tingkat pendidikan, umur, status perkawinan dan jenis kelamin dengan menggunakan data Supas 1985. Data yang digunakan dibatasi pada mereka yang berusia 10 tahun ke atas atau lebih baik yang bekerja di sektor formal maupun informal. Klasifikasi dari sektor formal- informal menggunakan pendekatan kombinasi antara status dan jenis pekerjaan. Sedang kriteria migran yang dipakai adalah migran berdasarkan tempat tinggal lima tahun yang lalu (recent migrant) yaitu diluar DKI Jakarta.
Model statistik yang dipakai untuk memperkirakan probabilitas migran atau non migran dalam memasuki kegiatan di sektor informal adalah regresi logistik berganda. Variabel bebas yang diamati adalah status migran, tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan, usia, jenis kelamin serta status perkawinan. Selain variabel utama tersebut juga diperhatikan adanya pengaruh variabel interaksi baik interaksi dua faktor seperti interaksi antara status migran dan tingkat pendidikan, interaksi antara status migran dan jenis kelamin maupun interaksi tiga faktor antara status migran, tingkat pendidikan dan jenis kelamin dan sebagainya.
Dari hasil uji statistik menunjukkan adanya hubungan yang tidak signifikan antara status migran dengan probabilitasnya memasuki pekerjaan di sektor informal. Kemudian setelah memperhatikan tingkat pendidikannya, didapatkan hubungan negatif antara tingkat pendidikan dengan probabilitasnya memasuki. pekerjaan di sektor informal. semakin rendah tingkat pendidikan migran maupun non migran, maka kemungkinannya memasuki pekerjaan di sektor informal semakin besar.
Migran yang berpendidikan tamat SD ke bawab mempunyai kemungkinan sebesar 2,1 kali dibanding migran yang berpendidikan tamat SLTA ke atas. Pada kelompok non migran mereka yang berpendidikan tamat SD ke bawah mempunyai probabilitas sebesar 3,9 kali dalam memasuki pekerjaan di sektor informal dibanding yang berpendidikan tamat SLTA ke atas.
Berdasarkan perbedaan variabel jenis kelamin, migran laki-laki mempunyai probabilitas lebih besar (1,3 kali) dalam memasuki pekerjaan di sektor informal dibanding migran perempuan. Sebaliknya pada kelompok non migran laki-laki mempunyai probabilitas lebih kecil (0,6 kali) dibanding perempuan dalam memasuki pekerjaan di sektor informal.
Hasil perhitungan yang menjelaskan hubungan antara status migran dan sektor pekerjaan di sektor informal setelah memperhatikan kelompok umur, ternyata tidak terdapat hubungan yang signifikan antara faktor interaksi status migran dan kelompok umur dalam hubungannya dengan kemungkinaa memasuki pekerjaan di sektor informal. Namun variabel utama kelompok umur mempunyai hubungan yang signifikan. Pada kelompok usia muda (10-29 th) mempunyai probabilitas bekerja di sektor informal lebih besar dibanding mereka yang berumur 30-49 th, selanjutnya pada kelompok umur 50 tahun ke atas probabilitas untuk bekerja di sektor informal juga lebih besar dibanding mereka yang berumur 30-49 tahun. Jadi probabilitas bekerja di sektor informal cukup tinggi pada kelompok umur 10-29 th, dan menurun pada kelompok umur 30-49 th, kemudian meningkat lagi pada kelompok umur 50 tahun ke atas. Pola tersebut terjadi baik pada kelompok migran maupun non migran.
Apabila diperhatikan hubungan antara status migran dan sektor pekerjaan dengan memperhatikan variabel status perkawinan, ternyata tidak terdapat hubungan yang signifikan pada variabel utama yaitu status migran dan status perkawinan. Tetapi variabel interaksi antara status migran dan status perkawinan mempunyai hubungan yang signifikan dengan sektor pekerjaan di sektor informal. Baik migran maupun non migran yang berstatus belum kawin mempunyai probabilitas untuk bekerja di sektor informal lebih kecil dibanding migran atau non migran yang berstatus kawin."
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muchtar Wisnu Wardoyo
"Pendahuluan
Salah satu Propinsi di Indonesia yang paling menonjol perkembangannya adalah DKI Jakarta, baik dari segi fisik maupun penduduknya. Perkembangan DKI Jakarta dapat dilihat dari perkembangan maupun pertumbuhan penduduknya khususnya berdasarkan sensus penduduk tahun 1970, 1980 dan SUPAS 1985 penduduk DKI Jakarta telah mencapai 4,6 juta, 6,5 juta dan 7,9 juta jiwa dengan tingkat pertumbuhan masing-masing sebesar 4,5 persen, 3,4 persen, dan 4,0 persen.
Sedangkan menurut Alatas dan Tursilaningsih (1988) angka pertumbuhan untuk DKI Jakarta sebesar 3,93 persen, baik untuk tahun 1971-1980 maupun untuk tahun 1980-1985.
"
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Supriatnoko
"Fenomena migrasi dalam karya sastra multikultural merupakan sebuah tema yang menarik untuk diteliti. Dalam Penelitian ini, penulis tesis mencoba menganalisis karya Zeny Giles: Between Two Worlds dan Miracle of the Waters, untuk menemukan masalah-masalah dislokasi yang timbul akibat migrasi dan kontak budaya migran Yunani generasi pertama di Australia. Lewat kedua karya itu pun, penulis tesis ini ingin menampilkan teori Sneja Gunew tentang model budaya yang timbul akibat pertemuan budaya antara budaya migran dengan budaya Anglo-Keltik Australia. Penelitian ini dilakukan antara lain lewat unsur tokoh dan penokohan.
Dari hasil penelitian ini, penulis tesis ini menemukan bahwa masalah-masalah dislokasi yang dialami oleh tokoh-tokoh raigran Yunani generasi pertama dalam Between Two Worlds dan Miracle of the Waters, adalah tentang bentrok budaya, krisis identitas, alienasi, marginalisasi, dan sinkretisme budaya. Masalah-masalah tersebut mengakibatkan mereka merasa terasing, marginal, dan inferior.
Between Two Worlds dan Miracle of the Waters juga menunjukkan perkembangan sikap Zeny Giles sebagai pengarang sastra multikultural tentang migran Yunani generasi pertama di Australia. Between Two Worlds termasuk "karya imigran", menampilkan model budaya nostalgia. Sedangkan Miracle of the Waters termasuk "karya multikultural", yang menampilkan model budaya asimilasi.
Lewat Between Two Worlds, pengarang menampilkan, khususnya, tokoh-tokoh migran Yunani generasi pertama yang menghadapi masalah-masalah dislokasi. Kemudian, pada Miracle of the Waters, pengarang menampilkan tokoh-tokoh migran Yunani generasi pertama dan juga tokoh-tokoh migran lain khususnya yang berasal dari negara-negara di kawasan Eropa Timur dan Selatan. Di sini, jelas adanya perkembangan sikap pengarang dalam menampilkan masalah-masalah dislokasi. Lewat Miracle of the Waters, pengarang menunjukkan bahwa masalah-masalah dislokasi merupakan masalah bersama yang dialami dan dihadapi kelompok migran yang berlatar belakang budaya non-Anglo-Keltik di dalam masyarakat multikultural Australia.

Migration phenomenon is an interesting theme of multicultural literature research. In this thesis, this writer analyses Zeny Giles's works: Between Two Words and Miracle of the Waters, to depict the problems of dislocation caused by migration and culture contact of the first generation of Greek migrant in Australia. Through both works, this writer would also like to put forward Sneja Gunew's theory about the models of culture.
After analyzing those works, this writer discovers that the problems of dislocation experienced by the first generation of Greek migrant about culture conflict, crisis of identity, alienation, marginalisation, and cultural sincreticism. Those problems make them feel alienated, marginal, and inferior.
Between Two Worlds and Miracle of the Wafers are also expressing of Zeny Giles's observation as an author of multicultural literature about the first generation of Greek migrant living in Australia. Between Two World, a "migrant writing", presents the model of nostalgia, whereas Miracle of the Waters which is a "multicultural writing", presents the-model of assimilation.
Through Between Two Worlds, the author describes, in particular, the characters of first generation of Greek migrant who are facing the problems of dislocation. Then, through Miracle of the Waters, She does not only describe the characters of first generation of Greek migrant but also includes the characters of migrants of non-Anglo-Celtic culture background, especially the migrants from East and South European Countries. They face together the problems of dislocation living in Australia. Through Miracle of the Waters, the author indicates that the problems of dislocation have also been the problems of the non-Anglo-Celtic migrant communities within the multicultural Australian Society.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1999
T9022
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sugihardjo
"Dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengungkapkan bahwa motif ekonomi merupakan faktor utama yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan migrasi. Meskipun demikian tidak berarti faktor-faktor lain di luar faktor ekonomi tidak mempunyai pengaruh pada keputusan seseorang untuk melakukan migrasi. Faktor-faktor sosial, budaya, psikologi dan lingkungan sering mempunyai pengaruh yang cukup menentukan dalam keputusan seseorang untuk melakukan migrasi.
Orang melakukan migrasi pada umumnya mengharapkan memperoleh kesempatan yang lebih baik di daerah tujuan. Setelah sampel di daerah tujuan terdapat pilihan sektor pekerjaan yang dapat dimasuki oleh para migran. Pada penelitian ini sektor pekerjaan dibedakan menjadi dua yaitu sektor formal dan sektor informal. Gambaran di negara sedang berkembang, termasuk Indonesia, menunjukkan bahwa sektor formal mulai menunjukkan kejenuhan dalam menyerap tenaga kerja. Oleh karena itu sektor informal menjadi alternatif lain bagi para migran. Tesis ini mencoba menganalisa probabilitas migran dari Jawa Tengah untuk masuk kegiatan di sektor informal dengan menggunakan data hasil Supas 1985.
Data yang digunakan dibatasi hanya migran yang saat pindah berusia 10 tahun ke atas. Selain itu juga dibatasi hanya migran yang saat wawancara dilakukan, bertempat tinggal di DKI Jakarta, Jawa Barat, Yogyakarta dan Jawa Timur. Kriteria migran yang dipakai untuk analisa adalah migran berdasarkan tempat tinggal lima tahun yang lalu (recent migrant). Berdasarkan pembatasan dan kriteria terssebut dapat diketahui bahwa jumlah sampel migran yang dianalisa adalah 818 dengan perincian menuju DKI Jakarta sebanyak 439 dan 379 menuju Non DKI Jakarta.
Model statistik yang dipakai untuk memperkirakan probabilitas migran dari Jawa Tengah masuk kegiatan sektor informal adalah regresi logistik berganda. Variabel bebas yang diamati, yang diperkirakan mempunyai pengaruh terhadap probabilitas migran untuk masuk di sektor informal adalah persepsi mengenai rasio penghasilan di sektor informal dan formal, tingkat pendidikan, usia saat pindah, status perkawinan dan jenis kelamin. Selain pengaruh variabel utama tersebut, juga diperhatikan adanya pengaruh variabel interaksi antara daerah tujuan dan persepsi rasio penghasilan usia saat pindah dan tingkat pendidikan serta tingkat pendidikan dan persepsi rasio penghasilan.
Dari hasil perhitungan menunjukkan adanya hubungan negatif antara tingkat pendidikan dengan probabilitas migran untuk masuk di sektor informal. Semakin rendah tingkat pendidikan migran, semakin besar probabilitasnya untuk masuk di sektor informal dan sebaliknya, semakin tinggi tingkat pendidikan migran semakin kecil probabilitasnya untuk masuk di sektor informal. Hal ini berlaku baik untuk migran dengan daerah tujuan DKI Jakarta maupun Non DKI Jakarta. Bagi migran yang mempunyai karakteristik usia saat pindah 20 tahun, perempuan, berstatus kawin, nilai persepsi rasio penghasilan sama dengan satu dan berpendidikan hanya tamat SD ke bawah, mempunyai probabilitas masuk di sektor informal 0,49 untuk daerah tujuan DKI Jakarta dan 0,50 untuk daerah tujuan Non DKI Jakarta. Sedangkan bagi migran dengan pendidikan SMTP dan SMTA ke atas, besarnya probabilitas masuk di sektor informal adalah 0,48 dan 0,12 untuk daerah tujuan DKI Jakarta serta 0,49 dan 0,13 untuk migran dengan daerah tujuan Non DKI Jakarta.
Hasil uji statistik juga menunjukkan bahwa variabel interaksi raducl dan ra2ducl mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap probabilitas migran masuk di sektor informal. Dengan demikian dapat dikatakan terdapat perbedaan pengaruh persepsi rasio penghasilan menurut tingkat pendidikan. Pengaruh variabel persepsi rasio penghasilan terhadap probabilitas migran untuk masuk di sektor informal berbentuk huruf U. Akan tetapi karena jumlah sampel pada saat probabilitas meningkat setelah mencapai nilai terendah sangat kecil maka hal ini dianggap tidak "representative" untuk dianalisa. Untuk itu pembahasan selanjutnya hanya memperhatikan pengaruh persepsi rasio penghasilan pada saat probabilitas untuk masuk di sektor informal menurun. Nilai probabilitas terrendah bagi migran dengan karakteristik usia saat pindah 20 tahun, perempuan, berstatus kawin adalah sebagai berikut : Untuk migran dengan daerah tujuan DKI Jakarta, probabilitas terendah dicapai pada saat persepsi rasio penghasilan sama dengan 2,94 bagi migran berpendidikan Tamat SD ke bawah dan 2,82 bagi migran berpendidikan SMTP dan SMTA ke atas. Sedangkan bagi migran dengan daerah tujuan Non DKI Jakarta, probabilitas terendah dicapai pada saat nilai persepsi rasio penghasilan sama dengan 4,33 untuk yang berpendidikan Tamat SD ke bawah dan 3,38 untuk migran yang berpendidikan SMTP dan SMTA ke atas.
Adanya pengaruh yang signifikan dari variabel Usducl menunjukkan adanya perbedaan pengaruh usia saat pindah antara migran berpendidikan Tamat SD ke bawah dengan migran berpendidikan SMTA ke atas. Dari nilai Odds ratio dapat diketahui bahwa setiap peningkatan usia saat pindah sebesar 10 tahun, kemungkinan (resiko) seorang migran berpendidikan tamat SD ke bawah dengan daerah tujuan DKI Jakarta maupun Non DKI Jakarta untuk masuk di sektor in-formal adalah 1,12 kali. Sedangkan untuk migran berpendidikan SMTP dan SMTA ke atas, untuk setiap peningkatan usia saat pindah sebesar 10 tahun, kemungkinan (resiko) migran untuk masuk di sektor informal adalah 0,48 kali. Ini terjadi balk untuk migran dengan daerah tujuan DKI Jakarta maupun Non DKI Jakarta. Dari nilai Odds ratio dapat diketahui bahwa bagi migran berpendidikan tamat SD ke bawah usia saat pindah mempunyai pengaruh positif terhadap probabilitasnya untuk masuk di sektor informal. Sedangkan bagi migran berpendidikan SMTP dan SMTA ke atas, usia saat pindah mempunyai pengaruh negatif terhadap probabilitasnya untuk masuk di sektor informal.
Status perkawinan juga mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap probabilitas migran untuk masuk sektor informal. Migran berstatus kawin mempunyai probabilitas untuk masuk di sektor informal lebih besar bila dibandingkan dengan migran belum kawin. Untuk migran dengan karakteristik Tamat SD ke bawah, usia saat pindah 20 tahun, nilai persepsi rasio penghasilan sama dengan satu, jenis kelamin perempuan dan belum kawin, besarnya probabilitas untuk masuk di sektor informal adalah 0,49 untuk daerah tujuan DKI Jakarta dan 0,50 untuk daerah tujuan Non DKI Jakarta. Sedangkan untuk migran belum kawin, dengan karakteristik yang sama, probabilitasnya untuk masuk di sektor informal adalah 0,26 untuk daerah tujuan DKI Jakarta dan 0,27 untuk daerah tujuan Non DKI Jakarta.
Dari semua variabel bebas yang diperhatikan, variabel jenis kelamin ternyata tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap probabilitas migran untuk masuk di sektor informal. Hal ini berarti migran dengan jenis kelamin laki-laki maupun perempuan mempunyai peluang yang sama untuk masuk di sektor informal."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1991
T6831
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Larasati Sekar Rianom
"Migrasi tenaga kerja ke luar negeri, merupakan program pemerintah Indonesia untuk mengatasi kesenjangan dalam memperoleh pekerjaan di dalam negeri, masalah pengangguran dan juga keadaan ekonomi yang diperburuk dengan krisis global yang terjadi pada tahun 1997 lalu. Peran pemerintah Indonesia sebagai pembentuk kebijakan memberikan tiga perlindungan pada TKW. Mekanisme penanganan kasus dengan pemberlakuan moratorium yang belum efektif dalam menangani kasus. Cara pemerintah dalam memberikan edukasi pada calon TKW, keluarga dan agen yang dilakukan secara gradasi.

Labor migration abroad, a government program for Indonesia to address the gap in gaining employment in the country, the problem of unemployment and the economic situation aggravated by the global crisis which occurred in 1997. The role of Government Indonesia as a shaper of policy provides three protection on TKW. The mechanism of handling cases with the enactment of the moratorium that has not been effective in dealing with the case. How Governments in providing education to the aspiring agent, family and TKW was done in gradations."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T35745
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>