Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 110315 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hartono
"Kondisi Desa-desa setelah berlakunya Undang-undang Nomal 5 Tahun 1979 Tentang Pemerintahan Desa yang mengatur segi pemerintahannya; pada umumnya pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di Desa masih dibawah standar karena rendahnya sumber-sumber pendapatan Desa di masing-masing Desa yang sumber-sumbernya telah ditetapkan dalam Undangundang Nomor 5 Tahun 1979 Tentang Pemerintahan Desa.
Walaupun disinyalir banyak dana-dana yang mengalir ke Desa-desa namun dana-dana tersebut tidak diperuntukkan bagi penyelenggaraan pemerintahan Desa. Tugas-tugas Pemerintah Desa yang berasal dari pemerintah atasnya kebanyakkan tidak disertai dana yang memadai; disamping itu tugas Pemerintah Desa untuk menyelenggarakan rumah tangganya sendiri masih perlu dana, akibatnya beban Pemerintah Desa sangat berat. Dalam upaya meningkatkan pendapatan Desa yang bertujuan agar dapat membiayai kebutuhan lain dan pembangunan serta dapat melaksanakan tugas-tugas yang diberikan dari Pemerintah atasnya.
Pemerintah Desa menghadapi permasalahan yaitu terbatasnya dana yang dimiliki oleh Pemerintah Desa. Keberhasilan peningkatan pendapatan Desa dapat diwujudkan apabila mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pendapatan Desa oleh karena itu dalam Tesis ini mencari Faktor-faktor yang berpengaruh dalam peningkatan pendapatan Desa. Setelah mengetahui kemudian menganalisis faktor-faktor tersebut terhadap pendapatan Desa. Mengingat keterbatasan dana, waktu dan tenaga Penelitian ini membatasi empat faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan Desa, yaitu : 1) Kepemimpinan, 2) Motivasi, 3) Struktur Organisasi dan 4) Komunikasi.
Tesis ini berhasil membuktikan bahwa : Variabel Kepemimpinan (X1) dengan Pendapatan Desa (Y). Variabel Motivasi (X2) dengan Pendapatan Desa (Y). Variabel Struktur Organisasi (X3) dengan Pendapatan Desa (Y). Variabel Komunikasi (Xa) dengan Pendapatan Desa (Y). Masing-masing Variabel (X1) (X2) (Xi) dan (XI) dengan (Y) mempunyai hubungan yang positif dan signifikan.
Secara parsial masing-masing Variabel (X) dengan Variabel (Y) mempunyai hubungan murni walaupun dikontrol secara bersama-sama oleh Variabel yang lain, Secara bersama-sama pula variabel (X1) (X2) (X3) dan Xd) mempunyai hubungan dengan Variabel Pendapatan Desa (Y). Dari analisis determinasi Variabel bebas (X) berpengaruh 83, 94 q/o terhadap variabel (Y)."
Depok: Universitas Indonesia, 1999
T2406
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Firman Sampurna
"Pengelolaan Penerimaan Daerah Sendiri (PDS) yang secara administratif terdiri dari PAD dan PBB selama ini cenderung belum dilakukan secara optimal. Padahal dengan pengelolaan yang lebih baik PDS mempunyai potensi untuk lebih berperan dalam membiayai pembangunan daerah. Dalam rangka mengetahui potensi pengembangan yang dimiliki PDS tersebut akan diteliti bagaimana kontribusi PDS terhadap APBD dan Pendapatan Regional, yang sekaligus merupakan tujuan dari penutisan tesis ini. Untuk keperluan itu kemudian dipilih PDS Kotamadya Palembang sebagai subyek penelitian ini. Selain itu, dalam rangka mengetahui potensi pengembangan PDS secara lebih komprehensif selanjutnya diteliti pula, perbandingan perkembangan PDS dengan sumber penerimaan daerah lainnya serta faktor-faktor yang mempengaruhi porsi PDS dalam total Penerimaan Daerah.
Dalam mengembangkan analisis, penelitian ini akan menggunakan beberapa teknik analisis. Teknik analisis yang digunakan pada dasarnya adalah gabungan dari teknik analisis deskriptif kuantitatif dan kuantitif Tenik analisis kuantitif yang digunakan adalah formula pertumbuhan, analisis regresi dan korelasi. Sedangkan untuk mengamati faktor-faktor yang mempengaruhi porsi PDS dalam total penerimaan daerah, akan digunakan analisis upaya fiskal (fiscal effort), kapasitas fiskal (fiscal capacity) dan indeks kinerja fiskal (fiscal performance index).
Dari hasil analisis ditunjukan bahwa kontribusi PDS terhadap APBD cukup berarti, namun kontribisi PDS terhadap Pendapatan Regional masih sangat kecil. Sedangkan, hasil analisis perbandingan PDS dengan sumber penerimaan daerah menunjukkan bahwa kontribusi PDS masih berada dibawah Sumbangan dan Bantuan. Meski demikian trend kontribusi Sumbangan dan Bantuan terus mengalami penurunan. Sebaliknya trend kontribusi PDS menunjukan peningkatan, yang berarti PDS cukup berpotensi untuk dapat dikembangkan lebih lanjut. Porsi PDS dalam total penerimaan daerah antara lain dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti pajak daerah yang sebagian besar adalah less tax atau minor tax, belum optimalnya upaya fiskal yang dilakukan oleh administrasi pembangunan daerah Kotamadya Palembang yang diperlihatkan melalui indeks kinerja fiskal yang cenderung menurun dan adanya sifat ketergantungan terhadap alokasi bantuan pusat.
Berdasarkan hasil penelitian disusun rekomendasi saran yang pada dasarnya merupakan gagasan mengenai optimasi PDS. Secara umum saran-saran tersebut, terdiri dari optimalisasi manajemen penerimaan daerah dan perluasan obyek penerimaan PDS."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rasyidin
"Pendapatan rumah sakit merupakan hasil aktifitas kegiatan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat, salah satunya adalah pelayanan rawat inap pasien peserta wajib PT. Askes. Yang menjadi nilai terhadap pelayanan tersebut adalah tarif yang berlaku, terhadap pasien Askes berdasarkan SKB tahun 2002 dalam bentuk pelayanan paket.
Belum diketahuinya selisih pendapatan antara Tarif Askes dan tarif Perda, maka tidak diketahui apakah pembayaran dari PT. Askes kepada RSUZA terhadap pelayanan perawatan paserta Askes dengan tarif SKB lebih besar atau lebih kecil dari tarif Perda. serta belum diperolehnya formulasi yang tepat dalam penetapan Tarif Tambahan terhadap pasien Askes yang pindah kelas perawatan ke kelas yang lebih tinggi dari jaminannya, sehingga memberikan peningkatan terhadap pendapatan rumah sakit.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya selisih pendapatan rumah sakit dari pelayanan paket rawat Inap pasien Askes dengan tarif Askes di bandingkan dengan Tarif Perda. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan melakukan analisa dari data primer dan skunder, untuk mendapatkan gambaran jumlah pelayanan yang termasuk dalam komponen paket rawat inap peserta Askes, serta selisih pendapatan antara tarif Askes dan Tarif Perda.
Hasil penelitian diperoleh peserta Askes yang telah selesai dirawat di RSUZA sebanyak 526 orang, yang terdiri dari jaminan Kelas III 174 orang, Kelas II 261 orang, dan Kelas 191 orang, yang dirawat di kelas perawatan Kelas III, Kelas 11, Kelas I dan Kelas Utama. Dari jumlah tersebut diperoleh hari rawat sebanyak 3.674 hari, yang terdiri dari perawatan Kelas III 20%, Kelas II 32%, Kelas I 31% dan Kelas Utama 17%.
Dari penelitian ini dapat di simpulkan bahwa : (1) Tarif Askes belum semuanya sesuai dengan tarif Perda, terutama tarif perawatan Kelas I. Dari Jumlah Pendapatan diperoleh selisih sebanyak Rp. 8.493.600,-. Dengan demikian untuk menyesuaikan dengan tarif Perda, khusus Kelas I per1u biaya dari peserta Askes sebanyak Rp. 7.412,- perhari rawat dalam bentuk paket. (2) Secara keseluruhan Tarif Askes menimbulkan dampak terhadap penadapatan RSUZA, dengan selisih Rp. 31.647.900,-lebih banyak dengan tarif Perda. (3) Dengan adanya perpindaham peserta ke kelas perawatan yang lebih tinggi dari jaminannya memberikan tambahan terhadap pendapatan RSUZA, dihitung dengan tarif Askes Rp. 69.470.000, dan dihitung dengan Tarif Perda Rp.131.496.400,- (4) Tarif Tambahan yang rasional terhadap peserta Askes yang pindah ke kelas perawatan yang lebih tinggi, dalam bentuk paket perhari sebagai berikut : Jaminan Perawatan Kelas III ; ke Kelas II Rp. 28.084,-, ke Kelas I Rp. 56.177,-ke Kelas Utama Rp. 107.685,-, dari Kelas II ; ke Kelas I Rp, 26.256,-, ke Kelas Utama Rp. 80. 055,- dan dari Kelas I ke Kelas Utama Rp. 53.272,﷓
Berdasarkan hasil penelitian, dapat diberikan saran-saran sebagai berikut : (1) Agar RSUZA hendaknya pengajuan penyesuaian Perda tarif (2) Hendaknya RSUZA segera melakukan analisa biaya, perhitungan unit cost dan Neraca rumah sakit. (3) Sebagai dasar daiam menetapkan tarif tambahan terhadap pasien yang pindah kelas perawatan, agar RSUZA menggunakan selisih perbedaan dalam tarif Askes. Kecuali tidak ada dalam tarif Askes, dapat menggunakan selisih berdasarkan tarif Perda. (4) Untuk meminimalkan adanya tindakan pelayanan yang tidak tercatat dan terdata oleh unit pelayanan, RSUZA segera mengoperasionalkan SIM dan Billing syrtim. (5) Untuk meningkatkan dan mempertahankan jumlah pasien, hendaknya pihak manajemen RSUZA melakukan evaluasi terhadap kebutuhan dan keinginan pasien, serta terus menerus melakukan peningkatan kualitas dan pengembangan pelayanan. (6) Kepada PT. Askes agar menyesuaikan tarif pelayanan paket rawat inap Askes, minimal sama dengan biaya komponen pelayanan yang termasuk paket tersebut. Sehingga tidak terlalu jauh dengan biaya nil rumah sakit. (7) Kepada Legislatif dan Pemda agar menetapkan rancangan tarif yang diajukan oleh RSUZA menjadi perlu, dan segera merealisasikan RSUZA menjadi rumah sakit swadana/swakelola. (8) Kepada peneliti lain hendaknya melakukan penelitin mengenai Unit Cost RSUZA dan faktor-faktor yang menyebabkan peserta Askes pindah kelas perawatan ke kelas yang lebih tinggi dari jaminan Askesnya.

Analysis on Gap of Income of Hospice Care Package Among Participant of PT Askes in Dr Zainoel Abidin General Hospital Banda Aceh Year 2003Hospital income is a result of public health care activities, among other is hospice care package of PT Askes participant. The value of the care is reflected in tariff, which for Askes patient is based on SKB year 2002 in term of care packages.
There is no information available on the gap between income from Askes tariff and from Local Government (Perda) tariff, thus it is unknown whether payment from PT Askes to Zainoel Abidin General Hospital (ZAGH) for Askes patient using SKB tariff is bigger or smaller than if suing Perda tariff. There is no proper formulation on additional tariff for Askes patient who move to higher class than its assurance, as to provide additional income for hospital.
This study aims to know the gap between Askes tariff compared to Perda tariff for hospice care package. This study is descriptive using primary and secondary data analysis to obtain information on number of care which included in Askes patient hospice care package, and the gap between Askes tariff and Perth tariff.
The study showed that there were 562 Askes patient who had completed health care in ZAGH, consisted of 174 patients in Class III assurance, 261 patients in Class II, and 91 patients in Class 1. They took hospice health care in Class H, Class II, Class I, and VIP Class. There were 3674 care days, 20% Class III, 32% Class II, 31% Class 1, and 17% VIP Class.
This study concludes that (1) Not all Askes tariff was in accordance to Perda tariff, particularly for Class I care. Based on income, there was gap as many as Rp 8 493 600,-. Therefore, to adjust with Perda tariff, for Class I there is a need to collect cost from Askes participant of Rp 7 412,- per day in package form (2) Overall, Askes tariff had impact on ZAGH income, with difference of Rp. 31 647 900 less than Perda tariff (3) Movement of patient toward higher class of care provided additional income for ZAGH of Rp. 69 470 000 based on Askes tariff and of Rp 131 496 400,- based on Perda tariff (4) Rational extra tariff for Askes participant who move to higher care class in form of package per day is as follow: From Class HI to Class II Rp 28 084,-; to Class I Rp 56 177,-; to Vip Class Rp 107 685,-; From Class H to Class 1 Rp 26 256,-; to Vip Class Rp 80 055,-; From Class I to Vip Class Rp 53 272,-.
Based on the result, it is suggested to: (1) ZAGH should propose adjustment of Perda tariff. (2) ZAGH should conduct cost analysis, unit cost calculation, and balance immediately. (3) Difference in Askes tariff should be used as a basis to determine extra tariff for those who move to higher care class, except for tariff not included in Askes tariff then difference in Perda tariff is to be used. (4) ZAGH should operate Management Information System and Billing System to minimize unrecorded service. (5) ZAGH management should evaluate patient's need and demand to increase and maintain number of patient, and to improve the quality and development of care continuously. (6) PT Askes should adjust their package tariff, at least similar to component cost included in the package. (7) Legislative and government should authorize tariff proposed by ZAGH as Perda (local government rule), and should implement ZAGH as self-funded and self management hospital immediately. (8) Other researchers should conduct studies on ZAGH unit cost and factors causing Askes participants
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12740
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yagi Sofiagi
"Tesis ini membahas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi disparitas pendapatan antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat. Metode analisis yang digunakan adalah teknik kuantitatif Indeks Williamson, Tipologi Klaasen dan Regresi Data Panel.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi disparitas pendapatan yang cukup tinggi di Provinsi Jawa Barat dalam jangka waktu 2003-2008 mencapai angka 0,6 dan cenderung menurun. Hasil regresi data panel menunjukkan bahwa faktor rasio guru terhadap murid, jumlah dokter, tingkat partisipasi angkatan kerja dan alokasi investasi mempunyai pengaruh terhadap disparitas pendapatan antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat.

This thesis is discuss about disparity of income within region di Jawa Barat. The tools of analysis are Williamson Index, Klaasen Tipology, and Regression model using pooling regression.
Based on Williamson Index, we found that disparity of income within region in Jawa Barat is relatively high and reach number of index 0,6 but tended to decrease over the period of 2003-2008. Estimation using fixed effect with cross section weight method we found that the ratio between number of teachers to number of students, number of Public Health Center, TPAK and investment could significantly affected to disparity of income within region in Jawa Barat."
Depok: Fakultas Eknonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2010
T28067
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tommy Harun
"Tesis ini bertujuan mempelajari faktor-faktor sosial, ekonomi dan demografi yang mempengaruhi tingkat pendapatan atau upah pekerja migran di Indonesia. Faktor-faktor tersebut adalah status pekerjaan tingkat pendidikan, umur, jenis kelamin, jam kerja, daerah tempat tinggal dan status perkawinan.
Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan, bahwa secara statistik dan substansi masing-masing variabel tersebut diatas mempunyai pengaruh yang berarti terhadap tingkat pendapatan atau upah pekerja migran setelah memperhatikan pengaruh tambahan variabel lainnya, atau dengan kata lain terdapat pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel tak bebas pendapatan setelah mempertimbangkan pengaruh tambahan variabel bebas lainnya.
Dari analisis deskriptif maupun analisis inferensial terhadap sampel migran risen yang berstatus bekerja dan menerima upah atau pendapatan, ditemukan hasil-hasil sebagai berikut :
1. Secara umum, pendapatan atau upah pekerja migran yang bekerja di sektor formal relatif lebih tinggi dibandingkan pendapatan atau upah pekerja migran di sektor informal.
2. Pengaruh tingkat pendidikan terhadap tingkat pendapatan pekerja relatif besar dibandingkan pengaruh faktor lainnya. Hal ini menggambarkan bahwa pendapatan atau upah yang akan diterima oleh pekerja sangat tergantung dari mutu modal manusia yang dimiliki pekerja tersebut. Semakin tinggi atau baik mutu modal manusia yang dimiliki pekerja, produktivitasnya semakin tinggi, maka upah atau pendapatan atau belas jasa yang pekerja tersebut terima dari hasil pekerjaannya juga semakin besar.
3. Dilihat dari kelompok umur, proporsi pekerja migran yang berumur 30-39 tahun yang menerima pendapatan atau upah lebih besar sama dengan pendapatan rata-rata lebih besar dibandingkan kelompok umur lainnya. Sedangkan perbedaan pendapatan yang relatif besar antara pekerja sektor formal dan informal, terjadi pada kelompok umur 40 tahun keatas antara pekerja migran yang berpendidikan SLTA keatas. Hal ini menunjukkan, bagi pekerja migran di sektor formal yang berpendidikan SLTA keatas, semakin lama masa kerja yang mereka lewati, pengalaman kerja yang mereka peroleh semakin banyak dan kemampuan mereka semakin meningkat serta profesionalisme kerja mereka semakin baik. Sedangkan pekerja sektor informal kemampuan kerja mereka disamping didukung oleh pendidikan yang relatif baik, juga harus didukung oleh kondisi kesehatan fisik mereka yang sehat, sehingga puncak produktivitas pekerja sektor informal terlihat pada usia 30-39 tahun.
4. Pendapatan atau upah pekerja migran laki-laki relatif lebih tinggi dibandingkan pekerja migran perempuan. Setelah dikontrol dengan tingkat pendidikan, bahwa perbedaan pendapatan antara pekerja migran laki-laki yang berpendidikan tamat SLTP kebawah yang bekerja di sektor formal dengan yang bekerja di sektor informal relatif kecil, dibandingkan dengan perbedaan antara pekerja migran yang berpendidikan SLTA keatas. Demikian pula untuk pekerja migran perempuan yang berpendidikan tamat SLTP kebawah, perbedaan pendapatan atau upah antara yang bekerja di sektor formal dengan migran yang bekerja di sektor informal juga relatif kecil. Namun yang menarik disini, bahwa pendapatan pekerja perempuan yang berpendidikan tamat SLTP kebawah yang bekerja di sektor informal relatif lebih baik dibandingkan dengan pekerja perempuan dengan pendidikan yang sama yang bekerja di sektor formal. Sedangkan perbedaan pendapatan antara pekerja perempuan yang berpendidikan SLTA keatas yang bekerja di sektor formal dan informal relatif besar.
5. Dari alokasi waktu untuk bekerja, pekerja migran yang bekerja diatas atau sama dengan 40 jam kerja per minggu relatif berpendapatan lebih baik dibandingkan dengan pekerja yang bekerja kurang dari 40 jam per minggu. Pengaruh jam kerja terhadap tingkat pendapatan atau upah pekerja, lebih besar terhadap pekerja yang berpendidikan SLTA keatas, dan perbedaan pendapatan atau upah antara yang bekerja di sektor formal dan informal relatif besar, khususnya antara pekerja yang bekerja dibawah 40 jam per minggu. Hal ini menunjukkan bahwa upah pekerja di sektor formal sebagian besar terikat dengan kontrak kerja yang telah disepakati, sedangkan pekerja sektor informal, jika mereka tidak bekerja pendapatan yang mereka terima akan berkurang. Sedangkan untuk pekerja migran yang berpendidikan tamat SLTP kebawah pendapatan mereka relatif rendah dan perbedaan pendapatan atau upah antara pekerja di sektor formal dan informal relatif kecil, baik antara pekerja yang bekerja diatas atau sama dengan 40 jam per minggu maupun antara pekerja yang bekerja dibawah 40 jam per minggu.
6. Pendapatan atau upah pekerja migran di perkotaan relatif lebih baik. Sedangkan dipedesaan proporsi yang menerima pendapatan atau upah lebih besar sama dengan pendapatan rata-rata relatif kecil, khususnya bagi pekerja yang berpendidikan tamat SLTP kebawah. Pekerja migran diperkotaan yang berpendidikan SLTA keatas menunjukkan proporsi yang menerima pendapatan lebih besar sama dengan pendapatan rata-rata relatif besar. Perbedaan pendapatan antara pekerja migran diperkotaan yang berpendidikan SLTA keatas antara yang bekerja di sektor formal dan informal relatif besar, demikian pula antara pekerja migran yang berpendidikan SLTA keatas yang tinggal di pedesaan. Sedangkan antara yang berpendidikan tamat SLTP kebawah relatif kecil. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan SLTA keatas cukup berpengaruh terhadap tingkat pendapatan pekerja migran, baik diperkotaan maupun dipedesaan.
7. Status perkawinan cukup berpengaruh terhadap tingkat pendapatan pekerja migran. Pekerja yang berstatus pernah kawin atau berkeluarga menerima pendapatan atau upah yang relatif tinggi dari pekerja yang berstatus tidak kawin. Hal ini disebabkan, pekerja yang berstatus pernah kawin atau berkeluarga biasanya usia mereka lebih tua dan pengalaman kerja mereka lebih lama dibandingkan pekerja yang berstatus tidak kawin. Dipihak lain tanggung jawab pekerja yang berkeluarga lebih besar, karena mereka harus berusaha mencukupi kebutuhan keluarga mereka. Disamping itu pekerja yang berkeluarga kadangkala menerima tunjangan keluarga dari_ instansi atau perusahaan dimana mereka bekerja. Sedangkan fasilitas tersebut tidak diperoleh pekerja yang berstatus bujangan."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luthfiya Nurpranita
"Laporan magang ini bertujuan untuk mengevaluasi pengakuan dan pencatatan pendapatan akrual bunga di PT A yang merupakan salah satu perusahaan BUMN yang bergerak dalam bidang manufaktur dan jasa serta melakukan refleksi diri atas pengalaman magang. Evaluasi pengakuan dan pencatatan pendapatan akrual bunga berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku serta perhitungan dan pengklasifikasian berdasarkan PSAK 71. Komponen aktivitas pengakuan dan pencatatan yang dievaluasi terdiri dari perhitungan pendapatan bunga yang akan di akrual dan pencatatan jurnal pendapatan bunga deposito dalam SAP. Dari evaluasi yang dilakukan, PT A telah menjalankan pengakuan pendapatan akrual dan pencatatannya dengan baik. Setelah melakukan refleksi diri atas pengalaman magang, hal yang harus ditingkatkan kembali adalah pengalaman bekerja dan kepercayaan diri. Dengan tindak lanjut untuk menjalankan perencanaan jangka panjang dan berkarir

This internship report aims to disclose the recognition and recording of interest accrued income at PT A, which is one of the state-owned companies engaged in manufacturing and services as well as conducting themselves on internship experiences. Recognition and recording of interest income based on applicable accounting and calculation and classification based on PSAK 71. The recognition and recording component consists of calculating interest to be accrued and recording interest income on deposits in SAP. From the evaluation carried out, PT A has carried out the recognition of accrued income and its recording properly. After self-reflection on the internship experience, the things that must be improved again are work experience and self-confidence. With follow-up to carry out long-term planning and career."
Depok: Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ijuddin Budyana
"Pendapatan asli daerah sendiri (PADS) merupakan salah satu faktor yang esensial dan mempengaruhi kelancaran penyelenggaraan otonomi daerah, terutama dalam pelaksanaan penitikberatan otonomi daerah pada Daerah Tingkat II. Selain itu tinggi-rendahnya PADS merupakan salah satu ukuran kredibilitas kemandirian Daerah Tingkat II dalam menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri. Untuk itu diperlukan adanya langkah-langkah optimalisasi sebagai upaya meningkatkan pendapatan asli daerah sendiri tersebut agar kontribusinya terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) terns dapat ditingkatkan.
Berkenaan dengan dasar pemikiran di atas, dalam tesis ini penulis mengangkat tentang langkah-langkah optimalisasi PADS di Kabupaten Dati II Bandung sebagai pokok bahasan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah "survei" dengan tujuan untuk memperoleh data dan fakta yang aktual dan faktual tentang langkah-langkah optimalisasi PADS yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Dati II Bandung.
Berdasarkan analisis atas hasil penelitian di lapangan, diperoleh temuan, bahwa perkembangan PADS di Kabupaten Dati II Bandung terus meningkat dan kontribusinya terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APED) dalam dua tahun anggaran terakhir ini (1994/1995 dan 1995/1996 cukup besar, yaitu rata-rata 23 %). Namun kenaikan PADS tersebut belum optimal, karena ada beberapa faktor yang mempengaruhinya antara lain kemampuan personil dan sistem informasi yang belum optimal.
Atas permasalahan tersebut, penulis menyarankan bahwa dalam rangka optimalisasi PADS di Kabupaten Dati II Bandung, dipandang perlu adanya peningkatan sumber daya manusia (SDM) serta pengembangan administrasi dan manajemen PADS yang lebih berhasilguna dan berdayaguna."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pangemanan, Lyndon
"Penelitian ini bertujuan untuk mengelaborasi kemungkinan faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakmerataan pendapatan penduduk periode tahun 1980 -1996 (PelitaIII -Pelita V), atau semasa kepemimpinan orde baru. Berdasarkan studi Iiteratur dan penelitian - penelitian yang telah dilakukan, maka di putuskan untuk dianalisa dan dibahas selanjutnya adalah faktor -faktor yang mempengaruhi ketidakmerataan pendapatan di Philipina oleh Esiudilo .1.P. (1997) akan direplikasikan di Indonesia, Selanjutnya dikomhinasikan dengan faktor komponen ekonomi berdasarkan studi .literatur.
Setelah dilakukan sludi-studi awal, mengenai ketersediaan data dan kondisi wilayah Indonesia, maka dilakukan beberapa modifikasi, mengenai variabel dan model, .sehingga diduga variabel-varabel berikut ini; 1) proporsi penduduk yang berusia > 60 tahun(X2) ; 2) proporsi jumlah anggota rumah tangga yang terdidik/ tingkat keahlian (X3) ,- 3) proporsi jumlah anggota rumah tangga yang bekerja di sektor industri ( X4) ; 4) pertumbuhan ekonomi ( X5) ; dan 5) kontribusi pendapatan dari sektor industri pengolahan terhadap total pendapatan(X6). Selanjutnya dari variabel diatas maka variabel ,(1),(2) dan (3) dikelompok dalam komponen demograf/ kependudukan serta variabel (I) dan (5) dikelompokan dalam komponen ekonomi. Untuk mendapatkan informasi yang lebih banyak dari penelitian maka digunakan adanya keragaman wilayah Indonesia sebagai informasi untuk dianalisa dan dibahas."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T20640
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hartini Retnaningsih
"Penelilian ini menyoroti tentang pc-,mberdayaun masyarakat miskin melalui
Program UP2K PKK di Desa Pakualam. Permasalahannya adalah, bahwa Desa
Pakualam yang terletak di lingkungan kola industri masih memiliki warga miskin yang
perlu diberdayakan Program UP2K PKK mcrupakan program pomerimah yang
bertujuan memberdayakan masyarakat miskin tersebut, dan program itu masih bertahan
sampai sekarang. Padahal diasumsikan, akan banyak kendala dalam pelaksanaan
program lerscbul, karcna masyamkat Desa Pakualam telah mcngalami pergeseran nilai-
nilai akibal pcmbauran dcngan penduduk pendatang. Tanlangan hidup di Desa
Pakualam lclah sangat variatif, dirnana masyarakat setcmpat harus bersaing ketal dengan
ponduduk pendalang yang umumnya memjliki motivasi dan dayajuang iebih tinggi.
Pertanyaan yang dikemukakan dalam pcnclitian ini adalah I (1) Scbcrapa jnuh
manfaat Program UPZK PKK bagi masyarakat golongan ckonomi Icmah (miskin) di
Desa Pakualam ?; (2) Faklor-faktor apa yang menyebabkan Program UPZK PKK di
Desa Pakualam Lcrap bcrtahan sampai sekarang ?
Konscp utama yang digunakan untuk memahami pcncliiian ini adalah konsep
?pcmbordayaan? menurut Malcolm Payne dan ?kemiskinan rclatif? mcnurul Solo
Socrnardjan, serla ditambah dengan referensi-refcrensi lain yang mendukung
Melode pcnelilian yang digunakan adalah deskriptif, dcngan pcndckatan
kualilatif dan spesifikasi studi kasus_ Pomahaman leoritik lerhadap informam dilakukan
secara fenomenologis, untuk memahami informan dari sisi kchidupan mcrcka sendiri
sehubungan dengan Program UPZK PKK.
Dalam penclitian ini diambil 10 orang informan yang dibagi menjadi dua
kategorl, yaitu : (1) 4 orang informan utama (diambil dari Anggota Program UPZK PKK
yang masa keanggolaannya lerlama). Penonluan infomaan tersebul didasarkan pada
pertimbangan, bahwa mcrcka akan dapal mcmberi gambaran rcnlang seberapa jauh Pemberdayaan masyarakatu., Hartini Retnaningsih, FISIP UI, 2000.
manfaat Program UPZK PKK bagi masyarakat miskin (dalam hal ini para pedagang
kccil) di Dcsa Pakualam; (2) 6 orang informan tambahan (diambil dari Pengurus
Program UP2K PKK dan orang lain yang dianggap mengerti Program UPZK PKK).
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : (I)
Wawancara; (2) 'Pengamatan Iapangan; (3) Studi kcpusrakaan. Sodangkan teknik
anaiisisnya meliputi : (I) Tclaah data; (2) Rcduksi data; (3) Penyusunan ke dalam
satuan-Satuan; (4) Kalcgorisasi; (5) Pcmcriksaan keabsahan data; (6) Analisis dan
pcnafsiran data.
I-Iasil penelitian menunjukkan, Program UPZK PKK telah dirasakan manfaalnya
oleh para pedagang kecil di Desa Pakualam, meskipun manfaat tcrsebul belum optimal.
Manfaat yang dirasakan oleh para pcdagang adalah L (1) Pcningkatan akscs, lcrutama
akses pemasaran; (2) Peningkatan pengetahuan, yaitu pcngetahuan sehubungan dengan
pengelolaan modal dan produksi kue; (3) Peningkatan ketrampilan, yailu ketrampilan
berdagang dan memproduksi makanan; (4) Peningkatan kepercayaan diri, yaitu
kepercayaan diri untuk borusaha; (5) Peningkatan motivasi usaha, yaitu untuk tetap
berjuang dan bertahan. Manfaal tcrscbut dapat dicapai herkal usaha keras Pengums
Program UPZK PKK yang meliputi : (I) Penggerakan partisipasi masyarakat, yang
bcrtujuan agar para peciagang kecil mau bergabung dalam Program UPZK PKK; (2)
Penggalian dan pengembangan potcnsi masyarakar., agar potensi yang dimiliki lidak sia-
sia; (3) Pemanfaatan faktor pendukung, dalam hal ini terutama lingkungan alam/sosial;
(4) Minimalisasi kendala, yaitu berusaha membatasi kemungkinan akan kegagalan.
Ada beberapa kendala dalam pelaksanaan Program UP2K PKK, yaitu : (1)
Scdikitnya dana rutin yang digulirkan; (2) Tanggapan masyarakat, dalam hal ini
provokator yang berusaha menghalangi kclancaran Program UPZK PKK; (3)
Profesionalisme pengelola, yang bcrkaitan dcngan sifat kcrja sukarela para kader PKK
(tanpa gaji). Sedangkan Program UPZK PKK tetap bcrtahan di Dcsa Pakualam sampai
saat ini, dikarcnakan hchcrapa faktor pcndukung, yailu : (1) Kepemimpinan Kcpala
Dcsa; (2) Aparar Dcsa; (3) Lingkungan alamlsosial; (4) Kepemimpinan Kclua PKK; (5)
Manajemen PKK; (6) Kesungguhan Pengurus PKK; (7) Kebutuhan masyarakat. Asumsi
bahwa akan banyak kcndala dalam pelaksanaan Program UP2K PKK di Desa Pakualam
(schubungan dengan kondisi wilayah) tidak scpenuhnya benar, karena ternyata
masyarakat miskin di Dcsa Pakualam adalah pcnduduk asli yang masih memiliki ikatan
tradisional dcngan dcsa clan pimpinannya.
Dalam pcnclitian juga terungkap, bahwa Program UPZK PKK sekarang ini
scdang kchabisan dana, sehingga tak dapat Iagi meminjamkan modal kepada
anggotanya. Namun demikian, keglatan koopcratif untuk mcmasarkan dagangan ke PT
Pratama Abadi Industri tetap berlangsung. Kegiatan menyisihkan keunrungan
(menabung) juga tetap dilakukan oleh para pedagang, dengan jumlah yang bervariasi
sesuai kemampuan. Jadi dapat dikatakan, Program UPZK PKK saat ini tetap bcrjalan
seperti blasa, hanya saja minus peminjaman modal. Ketua PKK dan Kepala Desa yang
sekarang mcnjabal di Desa Pakualam sc-:dang laerusaha mencari donatur telap umuk
membangkitkan kombali Program U P2K PKK.
Bcrdasarkan kesimpulan hasi] penelilian, maka saran yang dikcmukakan untuk
perbaikan Program UPZK PKK di Desa Pakualam pada masa mcndatang adalah 1 (I)
Dana rulin yang kuat, karena Lanpa dana rutin yang kual maka pembinaan usaha kecil
akan mengalami banyak kcndala; (2) Profcsionalisme pengclola, karena tanpa
profesionalisme pcngclola maka lujuan pcmbcrdayaan akan sulit dicapai."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T6480
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suryana, 1960-
"Pembangunan perumahan dan permukiman yang marak di Kabupaten Daerah Tingkat II Tangerang dipengaruhi pula oleh kondisi Kabupaten Daerah Tingkat II Tangerang yang terikat dengan Instruksi Presiden Nomor 13 Tahun 1976 tentang Pengembangan Wilayah Jabotabek. Sehingga Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Tangerang menyiapkan alokasi lahan untuk kepentingan tersebut seluas 60.404 Ha atau 54,4% dari luas wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Tangerang yaitu 111.038 Ha.
Pada tahun 1993 sampai dengan tahun 1998 telah dikeluarkan Ijin Lokasi untuk perumahan dan permukiman seluas 39.687,10 Ha tetapi lokasi yang dikuasai baru 22.001,98 Ha dan baru dimanfaatkan untuk pembangunan perumahan dan permukiman seluas 8.405,83 Ha (38 %) dari luas yang dibebaskan. Sehingga terdapat lahan tidur yang tidak produktif seluas 13.596,15 Ha.
Mengacu kepada pembangunan perumahan dan permukiman berimbang 6 : 3 : 1 luas lahan 13.201,18 Ha akan menghasilkan rumah sederhana 880.079 unit, rumah menengah 141.441 unit dan rumah mewah 13.201 unit. Sedangkan kebutuhan rumah di Kabupaten Daerah Tingkat II Tangerang sampai tahun 2002 hanya 644.466 unit sehingga terjadi over supply 390.275 unit.
Masalah yang akan timbul dalam jangka panjang dari tumbuhnya perumahan dan permukiman di Kabupaten Daerah Tingkat II Tangerang dalam luasan di atas adalah biaya pemeliharaan prasarana lingkungan, fasilitas sosial dan utilitas umum yang setiap tahun memerlukan dana sebesar Rp 89.876.000.000,00.
Berdasarkan hasil kajian teoritis dan penelitian lapangan kiranya Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Tangerang perlu mengkaji ulang kebijakan penataan ruang, terutama pengalokasian lahan untuk perumahan dan permukiman yang pada akhirnya menjadi beban. Di sisi lain dalam memelihara kondisi eksisting sekarang perlu mengambil langkah pemeliharaan prasarana lingkungan, fasilitas sosial dan utilitas umum melalui pemberdayaan masyarakat/penghuni untuk memobilisasi dana dan mengembangkan kemitraan antara swasta dan pemerintah."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>