Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 182367 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kurniawan Suriya
"Ruang lingkup: Benzena, bahan kimia yang berdampak negatif terhadap kesehatan dalam jangka panjang, pada saat ini masih banyak digunakan di industri percetakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara umur, pendidikan, status kawin, masa kerja, kebiasaan merokok dan lokasi kerja di lingkungan terpajan benzena dengan tingginya fenol urin.
Metodologi: Penelitian ini menggunakan disain krosseksional dan melakukan perhitungan Odd Ratio ( OR ), untuk itu digunakan metode kasus-kontrol. Sebanyak 65 subjek penelitian didapat yang terdiri atas 32 dari lingkungan kerja terpajan tinggi dan 33 dari lingkungan kerja terpajan rendah. Data diperoleh dengan Cara wawancara terstruktur, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan sampel urin yang dikumpulkan setelah 8 jam kerja.
Hasil penelitian: Kadar uap benzena di lingkungan kerja terpajan tinggi lima kali lebih tinggi dari NAB yang ditetapkan, sedangkan di lingkungan kerja terpajan rendah < 1/10 NAB. Penelitian ini tidak menemukan adanya hubungan bermakna ( p = 0,485 ) antara pajanan uap benzena dengan peningkatan kadar fenol urin. Hanya dua responden dari kelompok terpajan rendah mempunyai kadar normal fenol urin.
Kesimpulan: Tidak terbukti adanya hubungan yang bermakna antara peningkatan kadar fenol urin pekerja di lokasi kerja dengan faktor-faktor umur, pendidikan, status kawin, masa kerja, dan kebiasaan merokok. Pajanan terjadi tidak hanya di lokasi kerja terpajan tinggi tapi juga di lokasi kerja terpajan rendah, Walaupun kadar uap benzena di lingkungan kerja terpajan rendah < 1 ppm , kadar fenol urin pekerja di lokasi tersebut rata-rata di atas normal.
Karena tingginya kadar uap benzena di lingkungan kerja, manajemen perusahaan perlu menerapkan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3). Hal ini perlu diperhatikan oleh Hiperkes, Dinas Kesehatan, Departemen Tenaga Kerja, Departemen Kesehatan, Departemen Perindustrian dan Perdagangan dan K3 untuk mencegah dan mengurangi dampak negatif jangka panjang pada pekerja di percetakan tersebut.

Analysis of The Relationship of Urinary Phenol With The Exposure of Benzene Volatile on The Workers at a Printing Company in JakartaScope: Benzene, a chemical substance which has long-term negative impacts on health is still widely used in printing industry. The goal of this study is to find the relationship between age, education, marital status, working period, smoking habit and workplace at the environment exposed to benzene with the increase of urinary phenol.
Methodology: This study used cross sectional design. Since Odd Ratio (OR) was also calculated, case-control method had been used. A total number of 65 respondents consisting of 32 workers worked at high-exposed workplace and of 33 workers worked at low-exposed workplace. The data were obtained from structured interview, physical examination and test of urine collected after 8 working-hours.
Results: Benzene volatile at the high-exposed workplace is fivefold higher than TLV (threshold limit value), meanwhile at the low-exposed one is less than 1110 of TLV. This study did not find a significant relationship ( p = 0,485 ) between exposure of benzene volatile with the increase of urinary phenol. Only two respondens of low-exposed workplace have normal urinary phenol
Conclusion: No relationship was found between the increase of urinary phenol with workplace and all those factors mentioned above. The exposure happened not only at high-exposed but also low-exposed workplace. Although the benzene-volatile at low-exposed workplace is less than 1 ppm, the average of workers' urinary phenol is above normal ( 28,39 mg/1)
Due to high exposure of benzene volatile at workplace, the management of this printing industry should apply the Occupational Health and Safety. This should also be noticed by the Industry Hygiene and Occupational Health, Health Service, Departement of Workers, Departement of Health, Departement of Industry and Trade and Occupational Health and Safety to prevent and decrease long-term negative impacts on workers at this company.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T12384
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Stroke sering menimbulkan gangguan fungsi eliminasi yaitu inkontinensia urin urin. Pada psien stroke kondisi inkontinensia urin urin sering menimbulkan masalah baru yang akan memperberat kondisi pasien. Latihan berkemih atau bladder training dari penelitian Fanl, 1991 menunjukkan bahwa 50% dari sampel percobaannya menjadi mampu mengontrol kencing, dan 12 % menjadi total kontinen.
Pada penelitian ini, pengambilan data dilakukan selama tiga bulan dengan responden sebanyak 38 pasien stroke, dimana 19 sebagai kelompok intervensi, dan 19 sebagai kelompok kontrol Karakteristik responden sebagai berikut: jumlah pasien stroke Hemoragie di ruang intervensi 0,59 % dan stroke iskemi 0,41%. Di ruang Kontrol jumlah stroke Hemoragie 0,47 %, sedangkan stroke lskemia 0,53 %. Jika dibandingkan dengan usia, maka jumlah stroke Hemoragie dan lansia di ruang intervensi 0,21 %, di ruang kontrol 0,26 %.
Hasil dari penelitian menunjukan ada perbedaan yang bermakna terhadap masa pemulihan inkontinensia urin urin pada pasien yang bladder retraining-nya terprogram dengan baik dan yang tidak terprogram dengan baik. Pada ruangan intervensi jika tidak dibedakan jenis strokenya dan usisnya maka diperoleh lama Inkominensia urin rata-ratanya 13,11 hari, sedangkan di maka kontrol 22,7 hari. Setelah dianalisa dengan C 95% dengan uji T-test ternyata perbedaan ini bermakna dengan p= 0,012."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2000
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Chairul Rijal
"ABSTRAK
Tujuan: untuk mengetahui prevalensi inkontinensia urin, sebaran tipe inkontinensia urin dan faktor-faktor risiko yang berhubungan pada wanita yang berusia diatas 50 tahun.
Metode: penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain potong lintang. Sebanyak 278 wanita berusia diatas 50 tahun yang tinggal di panti werdha, telah dilakukan wawancara secara terpimpin menggunakan kuesioner Questionnaire for Urinary Incontinence Diagnosis (QUID) yang telah diterjemahkan dan divalidasi. Hasil prevalensi inkontinensia urin disajikan dalam bentuk proporsi/persentase, sedangkan hubungan antara faktor risiko dengan kejadian inkontinensia urin dianalisa dengan uji chi square atau uji Fisher bila syarat uji chi square tidak terpenuhi, dan juga dilakukan uji multivariat.
Hasil: dari 278 subyek penelitian, didapatkan sebanyak 95 orang (34,2%) menderita inkontinensia urin. Dengan sebaran tipenya adalah sebagai berikut: inkontinensia urin tipe campuran 67 orang (70,5%), inkontinensia urin tipe tekanan 17 orang (17,9%) dan inkontinensia urin tipe desakan 11 orang (11,6%). Indeks massa tubuh (IMT) berlebih dan obesitas tidak memiliki hubungan dengan kejadian inkontinensia urin (p> 0,05), mungkin pada penelitian ini jumlah subyek dengan IMT berlebih dan obesitas jumlahnya terlalu kecil. Sedangkan faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan inkontinensia urin adalah: usia diatas 60 tahun (OR 7,79, p= 0,021), menopause >10 tahun (OR 5,08, p=0,004), dan multipara (OR 1,82, p=0,019). Pada saat dilakukan uji multivariat, faktor risiko usia diatas 60 tahun didapatkan menjadi tidak berhubungan dengan kejadian inkontinensia urin (p> 0,05). Hal ini disimpulkan bahwa faktor usia diatas 60 tahun bukan merupakan faktor tunggal akan terjadinya inkontinensia urin melainkan multifaktor.
Kesimpulan: penelitian ini mendapatkan angka prevalensi inkontinensia urin pada wanita yang tinggal di panti werdha adalah sebesar 34,2%. Sedangkan sebaran tipe inkontinensia urin adalah: inkontinensia urin tipe campuran 67 orang (70,5%), inkontinensia urin tipe tekanan 17 orang (17,9%) dan inkontinensia urin tipe desakan 11 orang (11,6%). Faktor-faktor risiko inkontinensia urin adalah: menopause >10 tahun dan multipara.

ABSTRACT
Aim: to identify the prevalence of urinary incontinence, the distribution of the type of urinary incontinence and and related risk factors in women older than 50 years.
Method: this is a descriptive study with cross sectional design. Two hundred and seventy eight women older than 50 years old living in nursing house were interviewed using the Questionnaire for Urinary Incontinence Diagnosis (QUID) that has been translated and validated previously. The prevalence result will be presented in the form of percentage; while the relationship between risk factors and the incidence or urinary incontinence will be analyzed using chi square test or Fisher’s exact test if the requirement for chi square test is not met, and multivariate analysis.
Result: Of 278 research subjects, we obtain 95 subjects (34,2%) suffering from urinary incontinence. And the distribution of the type is as follow: 67 subjects (70,5%) with mixed urinary incontinence, 17 (17,9%) with stress urinary incontinence and 11 subjects (11,6%) with urge incontinence. Overweight and obesity body mass index (BMI) are not related with the prevalence of urinary incontinence (p> 0,05), probably in this research the number of subjects with overweight and obesity is too small. While factors related to urinary incontinence are age older than 60 years (OR 7,79, p = 0,021), menopause ≥10 years (OR 5,08, p=0,004) and multiparity (OR 1,82, p = 0,019). When multivariate analysis was done, the risk factor age older than 60 years becomes not related to urinary incontinence (p>0,05). Thus it can be inferred that age older than 60 years is not a singular factor of urinary incontinence but rather a multifactor.
Conclusion: This study shows that the prevalence of urinary incontinence in women living in nursing home is 34,2%; while the distribution of the urinary incontinence is: 67 subjects (70,5%) with mixed urinary incontinence, 17 subjects with stress urinary incontinence (17,9%) and 11 subjects (11,6%) with urge urinary incontinence. Risk factors for urinary incontinence are: menopause ≥10 years and multiparity."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Pada lansia, masalah inkontinensia urin di komunitas pada orang yang berumur lebih dari 60 tahun dan angka kejadian pada wanita dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan pria. Masalah inkontinensia urin pdaa lansia mempunyai dampak psikologis seperti rasa kurang percaya diri, malu menemui orang lain, takut keluar, dan tidak ingin melakukan perjalanan jauh. Peningkatan prevalensi malah inkontinensia urin dapat dicegah apabila ada pemahaman tentang inkonstinensia urin sebelum seseorang memasuki usia yang lebih lanjut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi hubungan tingkat pemahaman tentang inkontinensia urin dengan keinginan untuk sembuh."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2003
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ihya Ridlo Nizomy
"Latar Belakang: Inkontinensia urin (IU) menurut ICS didefinisikan sebagai keluarnya urin yang tidak dapat dikendalikan atau dikontrol, yang secara obyektif dapat diperlihatkan dan merupakan suatu masalah sosial dan higienis. Pada perempuan, gangguan fungsi berkemih ini sering kali didapatkan pasca-operasi koreksi kelainan Prolaps Organ Panggul (POP). Inkontinensia Urin Tekanan de novo (IUT de novo) adalah IU yang terjadi pada pasien POP pasca-operasi pervaginam yang tidak didapatkan sebelum operasi.
Tujuan: Untuk mengetahui kejadian IUT de novo dan faktor risiko yang berhubungan pada pasien POP pasca-operasi pervaginam di Divisi Uroginekologi dan Rekonstruksi Departemen Obstetri dan Ginekologi RSCM Jakarta.
Metode: Studi klinis potong lintang yang dilakukan pada 75 orang pasien POP pasca-operasi pervaginam di Divisi Uroginekologi dan Rekonstruksi Departemen Obstetri dan Ginekologi RSCM Jakarta pada bulan Januari 2016 sampai Juli 2017. Penilaian kejadian IUT de novo dan faktor risiko yang berperan dilakukan berdasarkan data Rekam Medik, lembar penilaian Kuesioner QUID (Questionnaire for Urinary Incontinence Diagnosis) versi Indonesia dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan Cough Stress Test secara kualitatif dan tes pembalut pad test secara kuantitatif.
Hasil: Dari 75 subyek penelitian didapatkan angka kejadian IUT de novo sebesar 8% (6/75). Uji analisis statistik menunjukkan hanya 2 faktor risiko yang berperan secara bermakna (p < 0,05) terhadap kejadian IUT de novo pada pasien POP pasca-operasi pervaginam di RSCM Jakarta, yaitu derajat POP yang berat dan penyakit Diabetes Mellitus dengan nilai OR 0,13 (95% CI 0,02-1,63) dan 23,75 (95%CI 2,29-590,2).
Kesimpulan: Pada penelitian ini, angka kejadian IUT de novo pada pasien POP pasca-operasi pervagnam adalah 8% dengan faktor risiko yang berperan adalah derajat POP preoperatif yang berat dan penyakit Diabetes Mellitus.

Background: Stress Urinary Incontinence remains a main women's health problem due to its devastating impacts to the quality of life. Some patients with pelvic organ prolapse (POP) may suffer from stress urinary incontinence (SUI) named de novo SUI after pelvic floor reconstruction2. The epidemiology study of de novo SUI in Indonesia is not known yet. In the world, a few studies have reported a wide range (2-43%) in incidence of de novo SUI following surgical repair of POP in previously continent patients. This study aimed to investigate the occurrence of de novo SUI and determined related risk factors after vaginal surgery on POP patients in Ciptomangunkusumo Hospital Jakarta. Methods: This is a cross-sectional study of 108 patients who underwent pelvic floor vaginal surgery due to pelvic organ prolapse (POP) at the Department of Obstetry and Gynecology, Urogynecology and Recontruction Division in Indonesian University-Ciptomangunkusumo Hospital from January 2016 to December 2017. According to the inclusion and exclusion criteria, 75 patients were enrolled in the study with consecutive sampling technique. The occurrence of de novo SUI was determined 6-12 months postoperatively by using Indonesian version of Questionnaire for Urinary Incontinence Diagnosis (QUID), and objectively by positive Cough Stress Test (CST) during gynecological examination after negative Preoperative Prolapse Reduction Stress Test (PPRST). The clinical characteristic of positively de novo SUI patients identified were age, parity, Body Mass Index, menopause periode before surgery, degree of Pelvic Organ Prolapse based on POP-Q system, type of vaginal surgery and clinical result of Diabetes Mellitus. Thes significant risk factors that contribute for the occurrence of de novo SUI determined by multivariate statistical analysis (95% CI and 𝛼 0.05).
Results: The occurrence of de novo SUI was 8% or 6 from 75 patiens 6-7 month postoperative for pelvic floor reconstruction due to POP. Average of age, parity, BMI, menopause periode before surgery, respectively were 56.17 ± 4.67, 3.17 ± 1.07, 28.58 ± 5.18, and 12,8 ± 7,0. There were 50,0% (3/6) patients with severe degree of POP and 50% (3/6) with mild degree of POP with most of them 66,7% (4/6) had underwent non colpocleisis procedure for POP reconstruction. All of the patient but one were positively Diabetes Mellitus according to clinical hystory and laboratory finding, and most of them about 83,3% (5/6) were in menopause state. There were two significant risk facors that contribute to the occurrence of de novo SUI which are severe degree of preoperative POP (p 0.038; OR 0.13 95% CI 0,02-0,63) and Diabetes Mellitus (p 0.02; OR 23.75 95% CI 2.29-590.2).
Conclusion: The occurrence of de novo SUI after vaginal surgery of Pelvic Organ Prolapse patients in Ciptomangunkusumo Hospital Jakarta was 8%. Most of them were average of age < 60 years old, parity < 4, non- obese women, in menopausal periode, and diabetic patient. The determinant significant risk factors contribute to the occurrenceof de novo SUI were evere degree of preoperative POP and Diabetes Mellitus."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Imam Ahmadi Farid
"ABSTRAK
Nama : Imam Ahmadi FaridNPM : 1406667463Program Studi/Divisi : Obstetri ndash; Ginekologi / Uroginekologi Rekonstruksi Judul: Prevalensi, karakteristik dan Faktor Risiko Terkait Pada Pasien Inkontinensia Urin Dalam Poliklinik Ginekologi Menggunakan Kuesioner Untuk Diagnosis Inkontinensia Urin QUID Versi Bahasa Indonesia Latar belakang: Inkontinensia urin tetap menjadi masalah kesehatan utama wanita karena dampaknya yang menghancurkan terhadap kualitas hidup. Namun, studi epidemiologi tentang inkontinensia urin UI di Indonesia sangat terbatas. Bisa jadi karena keluhan pasien yang kurang dilaporkan. Kami bertujuan untuk menentukan prevalensi, karakteristik dan faktor risiko UI di antara pasien ginekologi. Metode: Pasien mengunjungi klinik rawat jalan ginekologi di Cipto Mangunkusumo, Rumah Sakit Umum, Jakarta, Indonesia yang ditawarkan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Subyek yang memenuhi syarat melakukan wawancara untuk mengisi kuesioner QUID versi Bahasa Indonesia. Faktor terkait untuk stres inkontinensia urin SUI , mendesak inkontinensia urin UUI , dan kontinum urin campuran MUI diidentifikasi setelah analisis bivariat dan multivariat. Hasil: Prevalensi SUI, UUI, dan MUI masing-masing 4,3 , 3,0 , dan 2,7 di antara 400 subjek yang memenuhi syarat. Usia di atas 61 tahun, usia antara 51 hingga 60 tahun, tingkat pendidikan rendah, kelebihan berat badan, multiparitas, persalinan pervaginam dan keadaan menopause meningkatkan risiko untuk semua jenis UI. Pada analisis multivariat, usia yang lebih tua adalah faktor risiko paling signifikan untuk memiliki UI p = 0,000, OR 5,4 95 CI: 2,13-13,87 . Kesimpulan: Usia di atas 61 tahun, usia antara 51 hingga 60 tahun, tingkat pendidikan rendah, kelebihan berat badan, multiparitas, persalinan pervaginam dan menopause adalah faktor risiko untuk SUI, UUI, dan MUI. Umur adalah faktor terkait yang paling signifikan. Kata kunci: QUID Questionnaire, faktor risiko, inkontinensia urin.

ABSTRACT

Abstract Nama Imam Ahmadi FaridNPM 1406667463Program Studi Divisi Obstetri ndash Ginekologi Uroginekologi Rekonstruksi Title Prevalence, characteristics and Related Risk Factors In Urinary Incontinence Patients In Gynecology Polyclinics Using Questionnaire For Urinary Incontinence Diagnosis QUID Indonesian Version Background Urinary Incontinence remains a main women rsquo s health problem due to its devastating impacts to the quality of life. However, the epidemiology study of urinary incontinence UI in Indonesia is very limited. It could be due to the under reported complaints of the patients. We aim to determine the prevalence, characteristics and risk factors of UI among gynecological patients. Methods Patients visited gynecological outpatient clinic at Cipto Mangunkusumo, General Hospital, Jakarta, Indonesia were offered to be participated in this study. Eligible subjects underwent interview to fulfill Indonesian version of QUID questionnaires. The associated factors for stress urinary incontinence SUI , urge urinary incontinence UUI , and mixed urinary continence MUI were identified after bivariate and multivariate analysis. Results The prevalence of SUI, UUI, and MUI were respectively 4.3 , 3.0 , and 2.7 among 400 eligible subjects. Age over 61 years old, age between 51 to 60 years old, low education level, overweight, multiparity, vaginal delivery and menopausal state were increased the risk for any types of UI. On multivariate analysis, older age was the most significant risk factor for having UI p 0.000, OR 5.4 95 CI 2,13 13,87 . Conclusion Age over 61 years old, age between 51 to 60 years old, low education level, overweight, multiparity, vaginal delivery and menopausal state were the risk factor for SUI, UUI, and MUI. Age was the most significant associated factor. Keywords QUID Questionnaire, risk factors, urinary incontinence "
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosiana Waicang
"Inkontinensia urin setelah operasi BPH adalah hilangnya kontrol terhadap buang air kecil karena salah satu katup yang mengontrol urin diangkat bersamaan dengan prostat, apabila katub ini diangkat kemungkinan terjadi kerusakan sraf dan otot sehingga menyebabkan inkontinensia setelah operasi prostat. Inkontinensia urin dapat menyebabkan masalah fisik, psikologis, sosial dan ekonomi sehingga mempengaruhi kualitas hidup. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian inkontinensia urin setelah operasi prostat. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional, dengan pendekatan deskriptif korelatif, dan teknik consecutive sampling pada 90 responden. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat hubungan signifikan antara Usia dengan kejadian inkontinensia urin (p-value 0,063, ! = 0,05), terdapat hubungan signifikan antara obesitas dengan kejadian inkontinensia urin (p-value 0,020, ! = 0,05), terdapat hubungan signifikan anatara jenis operasi dengan kejadian inkontinensia urin (p-value 0,038, ! = 0,05), terdapat hubungan signifikan antara volume prostat dengan kejadian inkontinensia urin (p-value 0,038, ! = 0,05), terdapat hubungan signifikan antara lama operasi dengan kejadian inkontinensia urin (p-value 0,036, ! = 0,05) dan tidak terdapat hubungan signifikan antara waktu operasi dengan kejadian inkontinensia urin (p-value 0,925, ! = 0,05). Pada hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa jenis operasi berhubungan paling dominan dengan kejadian inkontinensia urin nilai OR yang terbesar yaitu (2,39) (95% CI: 0,955-5,988). Diharapkan tenaga keperawatan dapat meningkatkan pemahaman melalui pemberian informasi atau pendidikan kesehatan terkait dengan pencegahan inkontinensia urin umumnya generasi muda khususnya pada generasi tua di Kota Jayapura.

The increase in the life expectancy of the Indonesian population reaching the age of 66.2 years has contributed to an increase in the number of elderly people ( Aging Structured Population ). The aging process causes health problems in the elderly, one of which is urinary incontinence. Urinary incontinence is a bladder sphincter defect or neurological dysfunction that causes loss of control over urination. Urinary incontinence can cause physical, psychological, social and economic problems that affect the quality of life of the elderly. This study aims to identify factors associated with urinary incontinence in patients after prostate surgery at the Urology Polyclinic, Jayapura Hospital in 2023. This study used a cross-sectional design, correlative descriptive approach, and consecutive sampling technique in 90 post-prostate post-operative patients at the polyclinic. Jayapura Hospital Urology. The results showed that there was no significant relationship between age and the incidence of urinary incontinence ( p-value 0.063,! = 0,05) , there is a significant relationship between obesity and urinary incontinence ( p-value 0.020,! = 0,05) , there is a significant relationship between the type of operation and the incidence of urinary incontinence ( p-value 0.038,! = 0,05), there is a significant relationship between Prostate Volume and the incidence of Urinary Incontinence ( p-value 0.038,! = 0,05) , there is a significant relationship between the length of operation and the incidence of urinary incontinence ( p-value 0.036,! =0,05) and there was no significant relationship between operating time and urinary incontinence ( p-value 0.925,! = 0,05). The results of the multivariate analysis showed that the type of surgery was most dominantly related to the incidence of Urinary Incontinence with the largest OR value (2.39) (95% CI: 0.955-5.988). It is hoped that nursing staff can improve understanding through providing information or health education related to the prevention of Urinary Incontinence in general for the younger generation, especially the older generation in Jayapura City. "
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maisa Weli
"Pendahuluan: Benzo(a)pyrene merupakan salah satu golongan PAH yangdiklasifikasikan sebagai senyawa yang bersifat karsinogen (probably carcinogenic)pada manusia dan hewan. Setelah terpajanan, benzo(a)pyrene yang masuk kedalamtubuh manusia melalui jalur inhalasi, langsung terabsorpsi didalam tubuh danterdistribusi dalam paru, kulit dan hati, lalu berikatan dengan DNA, RNA dan protein. Setelah memasuki tubuh manusia dan biotransformasi, Benzo(a)pyrene diekskresikan dalam bentuk metabolit terhidroksilasi dalam urin atau feses. 1-hydroxypyrene (1-OHP) dalam urin merupakan metabolit yang paling umum digunakan sebagai biomarker pajanan dari senyawa benzo(a)pyrene. Pengukuran konsentrasi benzo(a)pyrene dilakukan pada tiga titik di setiap sekolah menggunakan sorben tube dengan filter charcoal, dan dianalisis menggunakan metode fluoresensi. Analisis 1-hydroxypyrene dalam urin dilakukan menggunakan HPLC dengan detektor fluoresensi.
Tujuan: untuk melihat hubungan paparan benzo(a)pyrene terhadap konsentrasi 1-hydroxypyrene pada urin.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional, sampel dalam penelitian ini berjumlah 76 orang, pembagian sampel di buat secara probability proportional to size (PPS), pengambilan sampel menggunakan purposive sampling.
Hasil: Rata-rata konsentrasi BaP di udara indoor sekolah dasar negeri di sekitar ruas jalan utama Jakarta Barat sebesar 0,0059 mg/m3, dan rata-rata konsentrasi BaP di udara outdoor yaitu 0,0031 mg/m3. Rata-rata konsentrasi BaP di udara indoor pada sekolah terpajan tinggi yaitu 5,6 kali lebih tinggi (0,0102 mg/m3) di bandingkan sekolah yang terpajan terpajan rendah (0,0018 mg/m3). Rata-rata konsentrasi 1-OHP pada urin siswa sekolah dasar negeri di sekitar ruas jalan utama Jakarta Barat adalah 12,146 μmol/mol kreatinin. Rata-rata konsentrasi 1-OHP pada urin siswa sekolah terpajan tinggi 1,2 kali lebih besar (13,363 μmol/mol kreatinin) di bandingkan sekolah terpajan rendah (10,929 μmol/mol kreatinin).
Kesimpulan: Hubungan pajanan BaP di udara indooor terhadap konsentrasi 1-OHP pada urin siswa berpola positif dimana terdapat korelasi positif antara pajanan BaP di udara indoor terhadap peningkatan konsentrasi 1-OHP pada urin siswa (r=0,229) artinya semakin tinggi pajanan BaP di udara indoor maka semakin tinggi konsentrasi 1-OHP pada urin siswa. Hasil uji statistik menjelaskan ada hubungan yang signifikan antara pajanan BaP di udara indoor dengan konsentrasi 1-OHP pada urin siswa (p=0,046).

Introduction: Benzo(a)pyrene is a class of PAH which is classified as a carcinogenic compound (probably carcinogenic) in humans and animals. After exposure, benzo(a)pyrene which enters the human body through inhalation pathways, is directly absorbed in the body and distributed in the lungs, skin, and liver, then binds to DNA, RNA, and protein. After entering the human body and biotransformation, benzo(a)pyrene is excreted in the form of hydroxylated metabolites in urine or feces. 1-hydroxypyrene (1-OHP) in urine is the most common metabolite used as exposure biomarkers of benzo(a)pyrene compounds. Benzo(a)pyrene concentration measurements were carried out at three points in each school using tube sorbents with charcoal filters and analyzed using the fluorescence method. Analysis of 1-hydroxypyrene in urine is carried out using HPLC with a fluorescence detector.
Objective: To see the relationship of exposure to benzo(a)pyrene to urine 1-hydroxypyrene concentration.
Method: This study is a quantitative study with a crosssectional design, the sample in this study amounted to 76 people, the sample distribution was made by probability proportional to size (PPS), the sampling used purposive sampling.
Results: The average BaP concentration in the indoor air of public elementary schools around the West Jakarta's main road segment is 0.0059 mg/m3, and the average BaP concentration in outdoor air is 0.0031 mg/m3. The average BaP concentration in indoor air in high exposed schools is 5.6 times higher (0.0102 mg/m3) compared to schools exposed to a low exposure (0.0018 mg/m3). The average 1-OHP concentration in the urine of public elementary school students around the West Jakarta main road segment is 12.146 μmol/mol creatinine. The average concentration of 1-OHP in the urine of high-exposed school students was 1.2 times greater (13,363 μmol/mol creatinine) compared to low-exposed schools (10,929 μmol/mol creatinine).
Conclusion: The relationship of BaP exposure in indoor air to the concentration of 1-OHP in the urine of students was positively patterned where there was a positive correlation between BaP exposure in indoor air to an increase in 1-OHP concentration in the urine of students (r = 0.229) meaning higher exposure to indoor air the higher the concentration of 1-OHP in the urine of students. The results of the statistical test explained that there was a significant relationship between exposure to BaP in indoor air and the concentration of 1-OHP in the urine of students (p = 0.046).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Fahron
"Latar Belakang: Meningkatnva populasi usia laniut. masalah kesehatan pada kelompok usia tersebut juga meningkat. Salah satu masalah kesehatan vane sering dijumpai adalah inkontinensia urin tine sires (IUS). Beberapa nenelitian telah dilakukan untuk melihat faktor- faktor risiko terjadinva IUS, tetapi hasilnva tidak konsisten.
Tuiuan: Mengetahui hubungan antara usia, riwayat cara persalinan, jumlah persalinan lama menopause dan IMT dengan IUS pada perempuan usia laniut di RSCM Jakarta.
Metodologi: Disain penelitian potong-lintang. Subyek pada perempuan >60 tahun yang memenuhi kriteria inklusi. Inkontinensia Urin tine Sires dinilai dari anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan kontraksi vagina dengan nerineometri.
Hasil: Didapatkan hasil 35 kasus dan 47 kontrol. Subyek penelitian dengan usia >75 tahun didapatkan 8 (53.3%) IUS riwayat cara persalinan mengalami tindakan didapatkan 18 150.0%) IUS. jumlah persalinan lebih dari 2 kali didapatkan 30 (43,5%) IUS lama menopause lebih dari 7 tahun didapatkan 35 (45,5%) IUS, IMT ~ 26 didapatkan 14 (58.3%) IUS. Dilakukan analisis bivariat didapatkan hasil antara usia dan IUS dengan OR 1.69 (IK 95% 0.55 - 5.22).. antara riwavat cara persalinan dan IUS dengan OR 1,71 (TTY 95% 0.70 ? 4.14) antara iumlah persalinan dan MS dengan OR 1.23 (IK 95% 0.37 - 4.15). antara IMT > 26 dan IUS dengan OR 2.47 (IK 95% 0,93 - 6.52). Lama menopause tidak dapat dianalisis karena tidak didapatkan lama menopause < 7 tahun harus mengalami IUS. Seluruh variabel hasil analisis bivariat vane memiliki p mendekati 0.25 diikutsertakan dalam analisis multivariat. Setelah dilakukan analisis multivariat dengan regresi logistik didapatkan hanva IMT vane tampaknva berhubunsan denaan IUS (OR 2.9911K 95% 1.07-8.361)
Simpulan: Indeks massa tubuh merunakan faktor risiko teriadinva IUS.

Background: The increase of elderly nonulation leads to the increase of health problems among those who belongs to this population. Stress urinary incontinence (SUI) is one of many problems which is frequently found. Several studies have been carried out to detect risk factors for SUI. but the results were still inconsistent.
Objective: To assess the relationship between age. types of delivery. Parity, menopausal period, and BM1 with SU1 in elderly women at Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta.
Method: A cross-sectional study of elderly women > 60 years who met the inclusion criteria. SUI was evaluated from interviews. physical examinations and vaginal contractions measured with a perineometer.
Results: This study comprised 35 cases and 47 controls. SUI were detected in 8 (53.3%) of subjects who were > 75 years, in 18 (50.0%) of those who had intervention during delivery. in 30 (43,5%) of those who had parity > 2. in 35 (45.5%) of those who had had menopause > 7 years. and in 14 (58.3%) of those with BMI > 26. Bivariate analyses were performed and the results are OR 1,69 (95% CI 0.55-5.22) between age and SUL _ OR 1.71 (95% CI 0.70 - 4.14) between tunes of delivery and SUL OR L23 (95% CI 0,37 - 4.15) between parity > 2 and SU1. OR 2.47 (95% CI 0,93 - 6.521 between BM1 > 26 and Slll, Menopausal period could not be analyzed because no subjects who had less than 7 year - period of menopause was found to have SUI. Variables which had p close to 0.25 in bivariate analyses were measured in multivariate analyses with logistic regression. Those variables were types of delivery and BMI. As a result BMI was the only variable which was related to SUI (OR 2.99[95% CI 1,07-8,36 ).
Conclusion: BM1 is a risk factor for SUI"
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T21444
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Rinaldi
"ABSTRAK
Latar belakang:Berdasarkan International Continence Society(ICS), inkontinensia urin merupakan keluhan dari kebocoran urin sebagai hasil dari abnormalitas fungsi saluran kemih bagian bawah atau sekunder dari penyakit tertentu yang dapat mengganggu kehidupan perempuan secara fisik, psikologis, dan sosial. Pada tahun 2003, prevalensi inkontinensia urin pada perempuan di seluruh dunia sebesar 17-50% dengan jenis yang paling sering adalah jenis tekanan (50%). Hipermobilitas leher kandung kemih merupakan salah satu dasar patologi dari inkontinensia tipe tekanan. Kondisi hipermobilitas leher kandung kemih dan uretra dapat membantu lebih memahami patofisiologi dari inkontinensia urin tipe tekanan yang terjadi. Penelitian ini ditujukan untuk menilai hubungan profil pergerakan leher kandung kemih dengan prolaps kompartemen anterior vagina pada pasien dengan inkontinensia urin jenis tekanan pada pasien dengan prolaps organ panggul.
Metode:Studi ini memiliki desain potong lintang pada 112 subjek dengan riwayat POP yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Data yang diambil pada penelitian ini adalah bladder neck descent(BND), retrovesical angle(RVA), Rotational urethra(RoU), funneling, titik Aa dan Ba pada POP-Q.
Hasil:Data penelitian menunjukan inkontinensia tipe tekanan terjadi pada 50% subjek dengan POP. Pada analisis data didapatkan perbedaan yang signifikan antara funneling, sudut RVA dan sudut RoU dengan kejadian inkontinensia urin. Cutoff sudut RVA didapatkan bernilai 130.570dengan sensitivitas 64,3% dan spesifisitas 55.4%. Cutoff sudut RoU didapatkan bernilai 41.560dengan sensitivitas 76,8% dan spesifisitas 67,9%. Hasil yang didapatkan menunjukan hubungan yang bermakna pada analisis multivariat.
Kesimpulan:Terdapat perbedaan yang bermakna antara sudut RVA, sudut RoU, dan riwayat funneling terhadap inkontinensia urin tipe tekanan pada perempuan dengan POP. Tidak terdapat perbedaan nilai penurunan Titik Aa, titik Ba, dan penurunan leher kandung kemih antara perempuan kontinensia dengan inkontinensia jenis tekanan. Sudut RVA, sudut RoU, dan riwayat funneling dapat digunakan untuk memprediksi terjadinya inkontinensia tipe tekanan pada subjek dengan POP.

ABSTRACT
Background:Stress type urinary incontinence is a pressure induced urinary leakage caused by functional abnormality of lower urinary tract or other disease that cause physical, psychological, and social disturbance in female. The prevalence of urinary incontinence is 17-50% around the world with 50% of them are stress type urinary incontinence. Bladder neck mobility is one of the main pathology of stress type urinary incontinence. Observation of bladder neck mobility and urethra in stress type incontinence may increase the understanding of the urinary incontinence pathophysiology. This study is aimed to quantify the relation between bladder neck mobility profile and anterior compartment vaginal prolapse with stress-type urinary incontinence in patient with pelvic organ prolapse.
Method:The study is a cross-sectional study with 112 subjects with history of pelvic organ prolapse and suits inclusion and exclusion criteria. Data obtained in this study are bladder neck descent (BND), retrovesical angle (RVA), rotational urethra (RoU), funneling, point Aa and Ba from POP-Q.
Results:This study found stress-type urinary incontinence in 50% subjects with POP. In this study, significant difference found in funneling, RVA, and RoU between female with and without urinary incontinence. Cutoff of RVA obtained from this study are 130.570with 64.3% sensitivity and 55.4% specificity. Cutoff of RoU obtained from this study are 41.560with 76,8% sensitivity and 67,9% specificity. Cutoff result shows significant correlation with stress type urinary incontinence on multivariate analysis.
Conclusion:There are significant difference in RVA, RoU, and funneling between female with and without stress type urinary incontinence. There are no significant difference in point Aa, point Ba, and bladder neck descent between female with and without urinary incontinence. Funneling, RVA, and RoU can predict incidence of stress type urinary incontinence in female with POP. "
[, , ]: 2019
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>