Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 149657 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Manus, M.P.B.
"ABSTRAK
Benua Eropa merupakan benua kedua terkecil dalam jajaran benua yang ada dipermukaan planet Bumi. Benua ini membentang di semenanjung Eurasia bagian Barat, memiliki luas hampir 10.600.000 kilometer persegi atau seluas seperlima belas dari luas daratan di Bumi. benua ini dibatasi Lautan Arktik di utara, laut Tengah, laut Hitam, dan pegunungan Kaukasus di selatan mengarah ke timur, pegunungan Ural dan laut Kaspia di timur dan lautan Atlantik di Barat.
Sekalipun kecil tak ada satu benua pun yang besar pengaruhnya terhadap dunia daripada Eropa. Terkonsentrasinya penemuan penting dan budaya manusia, di bagian bumi ini, menyebabkan Eropa menjadi semacam 'kekayaan yang tiada habisnya dalam sebuah ruang kecil'. semenjak jaman Yunani Kuno, paham-paham politik, penemuan ilmiah, kesenian, filsafat, serta kepercayaan relijius menyebar dari Eropa ke seluruh bagian dunia lain.
Statistik tahun 1988 menunjukkan dua perlima belas penduduk dunia atau 696.360.000 dari 5,026 milyar penduduk dunia berdiam di benua tersebut. Tingkat kepadatannya 65 jiwa per kilometer persegi.
Dalam sejarahnya terjadi peristiwa-peristiwa besar yang mewarnai jalannya kehidupan bangsa-bangsa di Eropa. Munculnya renaissance, aufklarung dan revolusi industri telah merubah wajah Eropa dari jaman kegelapan abad pertengahan menjadi ajang konflik di antara raja-raja ? "
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1999
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Luh Bayu Purwa Eka Payani
"[Perang Dingin yang berakhir pada tahun 1990 telah mengubah konstelasi politik dan keamanan dunia. Kemunculan banyak negara baru yang dulu tidak terlalu dominan dalam politik dunia, kini menjadi pemain yang cukup diperhitungkan seperti Jepang. Setelah mengalami kekalahan pada Perang Dunia Ke-II, Jepang menjadi negara yang tidak normal karena tidak memiliki kekuatan militer.Sejak saat itu pula, Jepang menggantungkan keamanan nasionalnya di bawah perlindungan payung keamanan Amerika Serikat. Seiring berjalannya waktu, struktur keamanan global maupun regional telah berubah. Kemunculan China sebagai kekuatan regional baru, pengembangan senjata nuklir Korea Utara, modernisasi militer Korea Selatan, serta banyaknya masalah baik teritorial maupun sejarah di Asia Timur telah mempengaruhi Jepang untuk mengubah kebijakan Pertahanannya. Perubahan kebijakan ini diwujudkan dalam dua usaha yaitu usaha internal melalui peningkatan kekuatan pertahanan Jepang dan usaha eksternal melalui peningkatan diplomasi pertahanan Jepang dengan negara-negara di kawasan Asia Pasifik.

The end of Cold War in 1990 changed global political constellation and security. The emergence of new global power that were not determined in the past, now have a very significant role in global politics such as Japan. After losing to U.S allies in the World War II, Japan became abnormal state because she did not have military power. Since then, Japan has been depended her national security on U.S security umbrella. After Cold War, the situation surroundings Japan has changed. China rose as a new global power, nuclear weapon possession by North Korea, South Korea's military modernization, and territorial disputes among them give impacts on Japan?s Defense Policy. The change of Japan's Defense Policy is indicated by two attempts, which are internal efforts and external efforts. Internal efforts are executed by increasing military power and external efforts are executed by developing defense diplomacy through security arrangements with the Asia Pacific countries. The end of Cold War in 1990 changed global political constellation and security. The emergence of new global power that were not determined in the past, now have a very significant role in global politics such as Japan. After losing to U.S allies in the World War II, Japan became abnormal state because she did not have military power. Since then, Japan has been depended her national security on U.S security umbrella. After Cold War, the situation surroundings Japan has changed. China rose as a new global power, nuclear weapon possession by North Korea, South Korea’s military modernization, and territorial disputes among them give impacts on Japan’s Defense Policy. The change of Japan’s Defense Policy is indicated by two attempts, which are internal efforts and external efforts. Internal efforts are executed by increasing military power and external efforts are executed by developing defense diplomacy through security arrangements with the Asia Pacific countries., The end of Cold War in 1990 changed global political constellation and security. The emergence of new global power that were not determined in the past, now have a very significant role in global politics such as Japan. After losing to U.S allies in the World War II, Japan became abnormal state because she did not have military power. Since then, Japan has been depended her national security on U.S security umbrella. After Cold War, the situation surroundings Japan has changed. China rose as a new global power, nuclear weapon possession by North Korea, South Korea’s military modernization, and territorial disputes among them give impacts on Japan’s Defense Policy. The change of Japan’s Defense Policy is indicated by two attempts, which are internal efforts and external efforts. Internal efforts are executed by increasing military power; and external efforts are executed by developing defense diplomacy through security arrangements with the Asia Pacific countries.]"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
T43870
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amin Maulana Wicaksono
"ABSTRAK
Berakhirnya Perang Dingin dan Disintegrasi Uni Soviet menyebabkan
terjadinya perubahan mendasar di bidang politik dan ekonomi Rusia. Perubahan-perubahan yang ada ternyata membawa dampak terhadap masalah keamanan nasional Rusia, sebab bagaimanapun masalah kelanjutan Rusia sebagai bekas negara adidaya tidak semata masalah reformasi ekonomi dan demokrasi, tetapi jauh Iebih penting adalah bagaimana mengembalikan status Rusia sediakala seperti Uni Soviet, dengan kapabilitas kekuatan militer dan nuklirnya.
Untuk itu, Rusia merasa perlu dan segera merumuskan atau memperkirakan apa dan bagaimana menghadapai dan mengantisipasi berbagai bentuk ancaman keamanan nasionalnya. Untuk mengimplementasikan kebijakan keamanan tersebut dengan sendirinya, strategi keamanan dan militernya juga harus dikaitan
atau disesuaikan dengan perkembangan realitas yang dihadapi oleh Rusia saat ini dan masa depan.
Kepentingan keamanan Rusia tidak lain adalah masalah konflik-konflik
regional antara negara-negara bekas Uni Soviet dan masalah ancaman perluasan NATO ke Eropa Timur dan Tengah atau negara-negara bekas anggota Pakta Warsawa. Kedua ancaman tersebut sebenarnya saling mempengaruhi, instabilitas dalam negeri dan regional akan mempengaruhi kredibilitas Rusia sebagai pewaris kekuasaan Uni Soviet di internasional.
Ketidakberdayaan Rusia dalam mencegah NATO tersebut menunjukkan
bahwa Rusia tidak memiliki kekuatan tawar menawar (bargaining power) yang kuat terhadap Amerika Serikat. Pada gilirannya Rusia mengalami dilema, di satu sisi tidak ingin AS bertindak sebagai hegemoni tunggal. Di sisi lain, Rusia masih
membutuhkan bantuan dan dukungan ekonomi dari AS dan negara-negara maju
lainnya (G-7).
Dari pandangan strategi tradisionil, Rusia secara historis memiliki
penyebaran pengaruh (sphere of infiuence) di seluruh wilayah bekas Uni Soviet. Dengan kata Iain secara geopolitik, Rusia masih merasa perlu menyatukan bekas negara-negara Uni Soviet dan Pakta Warsawa bahkan RRC untuk menggalang kerjasama kemanan dan militer regional. Di samping itu, sebagai upaya pencarian keseimbangan kekuatan (balance of power) terhadap NATO.
Konsekuensi logis dari ancaman tersebut adalah Rusia tetap
mengandalkan kekuatan nuklirnya secara terbatas (finite nuclear deterrence) untuk menghadapi perang-perang lokaI. Dalam hal ini, diarahkan kepada kekuatan NATO yang mencoba mengancam kedaulatan Rusia."
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ani Khoirunnisa
"Terjadinya perubahan besar dalam struktur keamanan dunia dalam era pasca Perang Dingin, menjadikan situasi keamanan Asia Pasifik dilanda ketidakpastian, Sedikitnya terdapat dua alasan yang menyebabkan situasi keamanan tersebut, yaitu pertama terjadinya pengurangan kehadiran kekuatan militer Amerika Serikat di kawasan tersebut yang menimbulkan kekhawatiran diantara di kawasan. Kekhawatiran tersebut mengakibatkan munculnya peningkatan pembangunan militer dan dilema keamanan. Alasan kedua adalah negara-negara Asia Pasifik pasca Perang Dingin tidak memiliki persepsi yang sama mengenai ancaman terhadap keamanan di kawasan.
Tesis ini membahas faktor-faktor penghambat dan pendukung bagi terbentuknya kerja sama keamanan di kawasan Asia Pasifik. Penulis membagi faktor-faktor tersebut ke dalam dua bagian, yaitu faktor-faktor penghambat terbentuknya kerja sama keamanan di kawasan Asia Pasifik antara lain seperti persepsi dan sikap negara-negara besar di kawasan, timbulnya dilema keamanan akibat peningkatan kemampuan militer dan perkembangan sistem internasional pasca Perang Dingin. Sedangkan pada bagian kedua membahas mengenai faktor-faktor pendukung kerja sama keamanan di kawasan Asia Pasifik seperti adanya interdependensi, peran konstruktif ASEAN dalam menangani masalah keamanan regional. Namun untuk membatasi meluasnya ruang lingkup penelitian, perrmbahasan dibatasi seputar wilayah Asia Timur dan Asia Tenggara.
Dalam hal ini penulis mencoba membahasnya dengan menggunakan pendekatan rezim internasional dan dilema keamanan yang dikemukakan oleh Oran Young, Robert O. Keohane, Bilveer Singh dan DR. Amien Rais. Adapun dalam menganalisanya, penulis melakukan studi kepustakaan yang didasarkan pada buku-buku dan referensi lainnya sebagai sumber data yang ada kaitannya dengan pokok masalah penelitian. Pembahasan yang didukung dengan data yang ada mendukung hipotesa yang diambil oleh penulis bahwa situasi keamanan di kawasan Asia Pasifik pasca Perang Dingin masih tergantung pada interaksi antar negara-negara besar dengan negara-negara lainnya di kawasan, dan semakin tingginya faktor-faktor penghambat yang ada maka semakin rendah kemungkinan atau semakin tinggi kesulitan pembentukan kerja sama keamanan di Asia Pasifik pasca Perang Dingin serta peran konstruktif ASEAN dalam merealisasikan pembentukan forum dialog multilateral di kawasan Asia Pasifik, namun untuk membatasi jangkauan pembahasan dalam masalah tersebut tidak dibahas masalah ARF dan prospeknya secara detail.
"
2000
T3606
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Auwjong, Peng Koen
Jakarta : Kompas, 2002
940.54 Ojo p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Garlan Archista Duarsa
"Penelitian ini ingin membahas perkembangan teori Democratic Peace pasca Perang Dingin. Periode tersebut dipilih karena terjadi peningkatan jumlah negara demokrasi yang signifikan, dan runtuhnya Uni Soviet yang merupakan musuh bersama negara-negara demokrasi. Penelitian ini akan menggunakan metode kajian pustaka. Hasil penelitian menunjukkan pendapat para akademisi yang beragam mengenai teori Democratic Peace pasca Perang Dingin. Para akademisi yang mendukung penerapan teori Democratic Peace pasca Perang Dingin memiliki dua argumen utama, yaitu landasan normatif dan struktural demokrasi. Sementara para akademisi yang mengkritik teori tersebut mempunyai tiga sanggahan utama: (1) operasionalisasi konsep yang bermasalah, (2) landasan normatif dan struktural yang bermasalah, dan (3) relasi demokrasi dan perdamaian yang bermasalah.

This research will analyze the development of Democratic Peace Theory post Cold War. That period has been chosen because it witnessed an increasing spike of new democracies, and the fall of Soviet Union, which were the common enemy for the democracies. This research will use literature review methods. The result of the research shows the variety of arguments presented. Those who support the notion of Democratic Peace post Cold War have two main arguments, the normative and structural foundation in democracies. While those who criticize the idea of Democratic Peace have three main rebuttals: (1) issues in concept operations, (2) issues in the normative and structural foundations, and (3) issues in the relations between democracy and peace.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sally Texania
"Tesis ini membahas diplomasi publik Amerika Serikat di Eropa pada masa perang dingin dana pengaruhnya terhadap nilai ekonomi seni Amerika Serikat. pengaruh ini dilihat dari interaksi diplomasi publik dengan agen agen seni Amerika Serikat dan bagaimana sinerginya dapat berpengaruh terhadap nilai ekonomi seni lukis asal Amerika dan film Hollywood. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Dalam melihat permasalahan ini penelitian berikut menggunakan pendekatan soft power dan keterkaitannya dengan diplomasi publik. Dalam pembahasan berikut, seni dalam konsep kenegaraan Amerika Serikat dapat berkembang karena kaitannya dengan pengolahannya sebagi sumber soft power di ranah domestik yang kemudian bersinergi dengan elemen diplomasi publik, diplomasi ekonomi dan situasi politik dunia ditengah perang dingin.

This thesis analyzes United States public diplomacy during cold war operated in the Europe and it?s influence on american art?s economic value. This operation is examined from United States public diplomacy interactions with artworld agents and how this cooperation impacts the economic value of Unites States Abstract Painting dan Hollywood Movies. This research is a qualitative research with descriptive approach and using soft power in public diplomacy as theoritical approach. A strong foundation in ideological factor in American Art grew into a strong competence to expand in the global scene during the cold war with multiagent support from public diplomacy, economic diplomacy and private agencies."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
T30566
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Michael Jasson
"Berakhir Perang Dingin menciptakan dinamika baru di dalam tatanan hubungan internasional di Eropa. Pembentukan Uni Eropa menyebabkan kerja sama diantara negara-negara Eropa menjadi lebih intens di dalam banyak sektor, termasuk sektor pertahanan dan keamanan. Pembuatan kebijakan Common Foreign and Security Policy (CFSP) dan Common Security and Defense Policy (CSDP) pada tahun 1999 merupakan beberapa contoh integrasi keamanan di Eropa. Selain integrasi tersebut, ketidakpastian komitmen Amerika Serikat dalam North Atlantic Treaty Organization (NATO) menyebabkan Uni Eropa perlu merasa perlu menciptakan tentaranya sendiri. Keinginan tersebut digambarkan oleh pembentukan Permanent Structured Cooperation oleh Uni Eropa pada 2017 dan pidato Presiden Perancis Emmanuel Macron dan Kanselir Jerman Angela Merkel yang menyebutkan Uni Eropa memerlukan tentaranya sendiri pada tahun 2018.
Berdasasrkan pernyataan tersebut, skripsi ini memiliki pertanyaan riset “mengapa Uni Eropa menginginkan untuk menciptakan tentaranya sendiri?” Dengan menjawab pertanyaan diatas, diharapkan penelitian ini dapat menganalisis insentif Uni Eropa yang semakin mengintegrasikan militernya pada masa kini. Selain itu, diharapkan penelitian ini akan berkontribusi pada perkembangan ilmu pengetahuan tentang topik Tentara Uni Eropa.

The end of the Cold War brought a new dynamic to the realm of international politics in Europe. Creation of European Union (EU) made cooperation between European states more intense in many sectors, including in the security and defense section. Establishment of Common Foreign and Security Policy (CFSP) and Common Security and Defense Policy (CSDP), both in 1999, are some examples of European security integration. Aside from those integration, the uncertain commitment of United States of America (USA) on the defense of Europe through North Atlantic Treaty Organization (NATO) made the EU feel the need to create their own army. The desire for EU to create its own army also showed by the creation of Permanent Structured Cooperation in 2017 and speech by both the French President Emmanuel Macron and German Chancellor Angela Merkel to call for the creation of European Army in 2018.1
Based on the statement above, this thesis would like to ask questions of “why the EU have an urge to create its own army?” By answering those question, this thesis has an aim to analyze the reasons EU is incentivized to create their own army. Hopefully, this thesis will also contribute to the development of science regarding the creation of European Army, as there are only few researches that currently focus on this topic.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dave Emmilio Zegno Fudi
"Berlin sebagai ibukota Jerman tidak hanya dikenal dengan peninggalan historis dalam bentuk budaya material (material culture) seperti monumen atau bangunan dengan gaya arsitektur tertentu, tetapi juga menyimpan kisah spionase dunia pada era Perang Dingin. Sebagai “pusat pertarungan“ ideologi Perang Dingin, Berlin sangat lekat diasosiasikan dengan spionase. Kesan ini sering diangkat sebagai tema berbagai produk media, baik yang diproduksi di dalam atau luar Jerman. Salah satu produk media populer yang mengangkat tema spionase di Berlin adalah serial manga Spy X Family (2019) karya Tetsuya Endo. Penggambaran kota Berlint dalam serial manga ini dapat dimaknai sebagai representasi Berlin pada era Perang Dingin. Dengan menganalisis serial manga ini secara semiotik, penelitian ini bertujuan untuk memperlihatkan bagaimana Berlin sebagai wilayah sentral pada era Perang Dingin direpresentasikan dalam budaya populer. Analisis semiotik terhadap penggambaran landscape dan kehidupan di kota Berlint dalam manga Spy X Family ini merepresentasikan kota Berlin sebagai pusat spionase yang tertata rapi dan menyediakan ruang tinggal yang layak bagi penduduknya.

Berlin is not only known for its historical heritage in the form of material culture, such as monuments or buildings with a particular architectural style, but also for keeping stories of world espionage during the Cold War era. As the arena of ideology contestation of the Cold War, Berlin is closely associated with espionage. This impression is often used as the theme of various media products produced inside and outside Germany. One of the popular media products with the theme of espionage in Berlin is the manga series Spy X Family (2019) by Tetsuya Endo. The depiction of the city of Berlint in this manga series can be interpreted as a representation of Berlin during the Cold War era. By analyzing this manga series semiotically, this study aims to reveal how Berlin, as a central region during the Cold War era, was represented in popular culture. This semiotic analysis of the depiction of landscape and life in the city of Berlint in the Spy X Family manga represents the city of Berlin as an espionage center that is neatly arranged and provides decent living space for its inhabitants."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>