Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 77616 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mutiara Hikmah
"ABSTRAK
Sejak terjadinya krisis moneter di Indonesia (yang ditandai dengan melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat) banyak pengusaha-pengusaha Indonesia yang tidak dapat melunasi hutangnya kepada kreditur-kreditur di luar negeri. Para kreditur asingpun mulai mencari-cari cara yang paling efektif untuk menjamin pelunasan piutang-piutang mereka dari debitur-debitur Indonesia. Salah satu cara yang banyak ditempuh oleh kreditur luar negeri adalah dengan mengajukan permohonan kepailitan bagi debitur. Indonesia telah mempunyai Peraturan Kepailitan sejak jaman penjajahan Belanda, namun peraturan ini berjalan tidak efektif dan tidak dikenal oleh masyarakat. Oleh karena itu IMF sebagai salah satu lembaga yang selama ini memberikan pinjaman dana kepada Indonesia mengusulkan supaya Indonesia membuat Undang-Undang tentang kepailitan yang diharapkan dapat membantu penyelesaian utang-utang debitur Indonesia terhadap kreditur asing. Hal tersebut ditanggapi oleh Pemerintah Indonesia dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 yang kemudian diubah menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan. Dari penelitian lapangan yang dilakukan, memang banyak sekali kasus kepailitan yang bernuansa internasional (yaitu salah satu pihaknya merupakan warga negara asing atau badan hukum asing). Dari penelitian ini ingin mengkaji dan meneliti lebih dalam lagi tentang proses beracara kepailitan jika salah satu pihak (baik pemohon ataupun termohon) merupakan warga negara asing atau badan hukum asing. Selain itu penelitian ini juga akan mengkaji bagaimana pengakuan serta pelaksanaan putusan pailit yang diucapkan di Indonesia, apakah mempunyai kekuatan hukum di hadapan Pengadilan negara lain, atau sebaliknya bagaimana pengakuan dan pelaksanaan putusan kepailitan negara lain, apakah diakui di hadapan forum pengadilan Indonesia? Penelitian ini juga mengkaji lebih dalam bagaimana peran Pengadilan Niaga dalam hal pelaksanaan permohonan putusan pailit di Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Kusmana
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1999
S25518
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Hikmah
Bandung: Refika Aditama, 2007
346.07 MUT a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Wenny Roza
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1991
S25807
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sinaga, Syamsudin Manan
Jakarta: Tatanusa, 2012
346.078 SIN h (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Fatimah
"Pemberian kuasa adalah suatu perjanjian dimana seseorang memberikan kuasa kepada orang lain untuk melakukan sesuatu hal guna kepentingan pemberi kuasa. Dengan pemberian kuasa tersebut timbul perikatan antara pemberi kuasa dan penerima kuasa. Dalam pemberian kuasa itu para pihak yang terikat didalamnya harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan Undang-Undang dan masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi dan ditaati karena apabila tidak maka pemberian kuasa tersebut tidak sah dan dapat dibatalkan.
Perjanjian antara pemberi kuasa dengan penerima kuasa harus dinyatakan secara tegas dan jelas untuk menghindari kerugian yang tidak diharapkan oleh kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian pemberian kuasa dan kuasa tersebut tidak boleh melampaui hak dan wewenang yang diberikan oleh pemberi kuasa serta pemberi kuasa juga harus membayar semua biaya yang dikeluarkan oleh penerima kuasa dalam menjalankan kepentingan pemberi kuasa. Untuk menghindari hal tersebut diatas, maka pemberian kuasa dilakukan secara tertulis, bisa dalam bentuk akta otentik bisa juga dalam bentuk akta dibawah tangan.

Empowering is an indentured where a person gives power to other person to do utilized thing something powers giving behalf. With that empowering is evoked engagement among power giver and power receiver. In that empowering the parties what do most gird upon it has to qualify that specified Statute and each party has the right and obligation who shall be accomplished and is abode by since if not therefore that empowering is illegitimate and gets to be cancelled.
Agreement among giving power and power receiver shall explicit and clear to avoid disadvantages that doesn't be expected by both of clefts party that struck hands empowering and that power may not go behind rights and authority by Power giver and Power giver shall also pay all cost that spent by power receiver in carry on such power. To avoid aforesaid thing, therefore empowering should be done in writing which could be done in otentic's deed form; and or in form under-the-counter's deed.
"
Depok: Universitas Indonesia, [2009;2009, 2009]
S22525
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Leonarda Listiadayanti Gulo
"Kepailitan terhadap ahli waris menjadi suatu fenomena baru dalam ranah kepailitan di Indonesia. Pada tahun 2023, dua ahli waris diputus PKPU, yang kemudian dipailitkan pada tahun 2024  oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Ahli waris tersebut pun dituntut dengan dasar Akta Perjanjian Pemberian Bonus 78 untuk melakukan pembayaran sejumlah utang kepada para  Pemohon PKPU. Peneliti membahas mengenai ketentuan pembuktian tidak sederhana pada perkara kepailitan dan PKPU yang menimpa para Termohon PKPU selaku ahli waris berkewarganegaraan Singapura. Peneliti menganalisisnya dari segi UUK PKPU dan Hukum Kepailitan secara umum serta dikaitkan  berdasarkan kasus-kasus kepailitan dan PKPU baik terhadap ahli waris maupun terhadap debitur yang kedudukannya sebagai warga negara asing. Peneliti melakukan penelitian dalam bentuk yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan yang Peneliti temukan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Akta Perjanjian Pemberian Bonus Nomor 78 sebagai dasar utang dan ditujukan kepada ahli waris telah bertentangan dengan UUK PKPU serta Hukum Kepailitan secara umum. Secara jelas Akta Perjanjian Pemberian Bonus Nomor 78 tidak dapat dibuktikan secara sederhana keberadaan utang Termohon. Klausul-klausul dalam Akta tersebut termasuk dalam perjanjian sukarela yang tidak dapat dituntut pemenuhannya.Termohon PKPU yang menjadi ahli waris pun tidak dapat diputus PKPU atau bahkan Pailit. Sebab UUK PKPU tidak mengatur kepailitan terhadap ahli waris. Dalam pertimbangannya, hakim pemeriksa di PKPU dan hakim pemutus pailit, nyatanya telah saling mengecualikan keberlakuan UUK PKPU. Penulis berkesimpulan bahwa untuk melindungi hak ahli waris maka pertimbangan hakim harus selaras dan tidak boleh saling mengecualikan. Akta yang dijadikan sebagai dasar utang pun bukan menjadi akta yang dapat dituntut pelaksanaanya karena pembagian bonus dimaksud perhitungannya dilandaskan oleh laba bersih Perseroan PT Krama Yudha.

The bankruptcy of heirs is a new phenomenon in the Indonesian bankruptcy landscape. In 2023, two heirs were granted PKPU, which was then bankrupted in 2024 by the Panel of Judges of Central Jakarta Commercial Court. The heirs were also sued on the basis of Deed of Bonus Agreement 78 to pay a number of debts to the PKPU Applicants. The researcher discusses the provision of proof trash is not simple in bankruptcy and PKPU cases that befall the PKPU Respondents as heirs of Singapore citizens. The researcher anlyzed it in terms of UUK PKPU and Bankruptcy Law in general and was associated based on bankruptcy and PKPU cases both against the heirs and against debtors whose position as foreign citizens. Researchers conducted research in the form of normative juridicial which is descriptive analytical to get answers to the problems that researchers find. The results of this study indicate that the Deed of Bonus Agreement Number 78 as the basis of debt and addressed to the heirs is contrary to the UUK PKPU and Bankrupcty Law in general, It is clear that the Deed of Bonus Agreement No. 78 cannot be proven simply by the existence of the Respondents’s debt. The clauses in the Deed are included in a voluntary agreement that cannot be demanded for fulfillment. The PKPU Respondent who became the heir cannot be terminated PKPU or even Bankruptcy. This is because UUK PKPU does not regulate bankruptcy against heirs. In their considerations, the examining judge in PKPU and the bankruptcy judge, in fact, have mutually excluded the applicability of UUK PKPU. The author concludes that to protect the rights of the heirs, the judges’ considerations must be in harmony and must not exclude each other. The deed that is used as the basis of debt is not a deed that can be demanded for implementation because the bonus distribution is calculated based on the net profit of PT Krama Yudha Company."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leonarda Listiadayanti Gulo
"Kepailitan terhadap ahli waris menjadi suatu fenomena baru dalam ranah kepailitan di Indonesia. Pada tahun 2023, dua ahli waris diputus PKPU, yang kemudian dipailitkan pada tahun 2024  oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Ahli waris tersebut pun dituntut dengan dasar Akta Perjanjian Pemberian Bonus 78 untuk melakukan pembayaran sejumlah utang kepada para  Pemohon PKPU. Peneliti membahas mengenai ketentuan pembuktian tidak sederhana pada perkara kepailitan dan PKPU yang menimpa para Termohon PKPU selaku ahli waris berkewarganegaraan Singapura. Peneliti menganalisisnya dari segi UUK PKPU dan Hukum Kepailitan secara umum serta dikaitkan  berdasarkan kasus-kasus kepailitan dan PKPU baik terhadap ahli waris maupun terhadap debitur yang kedudukannya sebagai warga negara asing. Peneliti melakukan penelitian dalam bentuk yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan yang Peneliti temukan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Akta Perjanjian Pemberian Bonus Nomor 78 sebagai dasar utang dan ditujukan kepada ahli waris telah bertentangan dengan UUK PKPU serta Hukum Kepailitan secara umum. Secara jelas Akta Perjanjian Pemberian Bonus Nomor 78 tidak dapat dibuktikan secara sederhana keberadaan utang Termohon. Klausul-klausul dalam Akta tersebut termasuk dalam perjanjian sukarela yang tidak dapat dituntut pemenuhannya.Termohon PKPU yang menjadi ahli waris pun tidak dapat diputus PKPU atau bahkan Pailit. Sebab UUK PKPU tidak mengatur kepailitan terhadap ahli waris. Dalam pertimbangannya, hakim pemeriksa di PKPU dan hakim pemutus pailit, nyatanya telah saling mengecualikan keberlakuan UUK PKPU. Penulis berkesimpulan bahwa untuk melindungi hak ahli waris maka pertimbangan hakim harus selaras dan tidak boleh saling mengecualikan. Akta yang dijadikan sebagai dasar utang pun bukan menjadi akta yang dapat dituntut pelaksanaanya karena pembagian bonus dimaksud perhitungannya dilandaskan oleh laba bersih Perseroan PT Krama Yudha.

The bankruptcy of heirs is a new phenomenon in the Indonesian bankruptcy landscape. In 2023, two heirs were granted PKPU, which was then bankrupted in 2024 by the Panel of Judges of Central Jakarta Commercial Court. The heirs were also sued on the basis of Deed of Bonus Agreement 78 to pay a number of debts to the PKPU Applicants. The researcher discusses the provision of proof trash is not simple in bankruptcy and PKPU cases that befall the PKPU Respondents as heirs of Singapore citizens. The researcher anlyzed it in terms of UUK PKPU and Bankruptcy Law in general and was associated based on bankruptcy and PKPU cases both against the heirs and against debtors whose position as foreign citizens. Researchers conducted research in the form of normative juridicial which is descriptive analytical to get answers to the problems that researchers find. The results of this study indicate that the Deed of Bonus Agreement Number 78 as the basis of debt and addressed to the heirs is contrary to the UUK PKPU and Bankrupcty Law in general, It is clear that the Deed of Bonus Agreement No. 78 cannot be proven simply by the existence of the Respondents’s debt. The clauses in the Deed are included in a voluntary agreement that cannot be demanded for fulfillment. The PKPU Respondent who became the heir cannot be terminated PKPU or even Bankruptcy. This is because UUK PKPU does not regulate bankruptcy against heirs. In their considerations, the examining judge in PKPU and the bankruptcy judge, in fact, have mutually excluded the applicability of UUK PKPU. The author concludes that to protect the rights of the heirs, the judges’ considerations must be in harmony and must not exclude each other. The deed that is used as the basis of debt is not a deed that can be demanded for implementation because the bonus distribution is calculated based on the net profit of PT Krama Yudha Company."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Satriana Dewandari
"Terdapat dua undang-undang yang mengatur permasalahan kepailitan setelah terjadinya krisis moneter pada tahun 1997 yakni Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan (UUK) serta Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK-PKPU). Di dalam kedua undang-undang tersebut dinyatakan bahwa Pengadilan Niaga yang berhak memeriksa dan mengadili perkara kepailitan. Namun demikian, pada saat UUK masih berlaku, penunjukkan Pengadilan Niaga tersebut masih bertentangan dengan kewenangan absolut yang dimiliki oleh lembaga arbitrase sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Pada prakteknya, masih terjadi perdebatan yang terjadi antara para pihak mengenai kewenangan dalam memeriksa dan mengadili sebuah sengketa kepailitan. Majelis Hakim Pengadilan Niaga pun belum memiliki landasan hukum yang secara khusus mengatur hal tersebut sehingga perlu untuk membuat pertimbangan sendiri dengan dibantu oleh yurisprudensi yang telah ada. Setelah berlakunya UUK-PKPU, pertanyaan mengenai kewenangan Pengadilan Niaga dan lembaga arbitrase pun diatur secara lebih jelas terutama pada Pasal 303 UUK-PKPU. Adanya pasal tersebut memberikan para pihak yang bersengketa sebuah kepastian hukum yang secara jelas menerangkan bahwa apabila permasalahan yang timbul termasuk dalam lingkup kepailitan walaupun mengandung klausula arbitrase, maka hanya Pengadilan Niaga yang berwenang untuk memeriksa dan mengadili. Dengan demikian, Majelis Hakim Pengadilan Niaga pun telah memiliki dasar hukum terhadap perkara kepailitan yang di dalamnya terdapat klausula arbitrase. Pada perkara kepailitan yang mengandung klausula arbitrase, teori Hukum Perdata Internasional yang dapat diterapkan adalah teori Status Personal, Pilihan Hukum, dan Pilihan Forum.

There are two laws that govern bankruptcy issues after the monetary crisis on 1997 Statute Number 4 Year 1998 regarding The Bankruptcy (Bankruptcy Law) and Statute Number 37 Year 2004 regarding Bankruptcy and Obligation Suspension of Debt Payment. Those statutes state that The Commercial Court is the institution that has the right to investigate and adjudicate the bankruptcy case. Nevertheless, when the Bankruptcy Law were still applicable, the appointment of The Commercial Court was contradicted with the absolute competence of arbitration institution which is regulated on Statute Number 30 Year 1999 regarding The Arbitration and Alternative Dispute Resolutions. In fact, there were controvertions about the competence in investigating and adjudicating the bankruptcy dispute. The Judges of The Commercial Court did not have the legal foundation that regulate specifically about the competence, so that it was necessary for the Judges to make their own consideration with the relief of the jurisprudence which was existing. After the Law Number 37 Year 2004 is applicable, the conflict of competence between The Commercial Court and the institution of arbitration is regulated specifically on Article 303 Law Number 37 Year 2004. That article states that if the dispute that appears is included on the bankruptcy case although it contains arbitration clause, then The Commercial Court has the competence to investigate and adjudicate. It gives a certainty of law for the the parties who are on the dispute. Thus, The Judges of The Commercial Court has the legal foundation concerning on the bankruptcy case which has the arbitration clause on it. In bankruptcy case that is containing the arbitration clause, the theories of International Private Law that can be applied are Personal Status theory, Choice of Law, and Choice of Forum."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S406
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>