Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 154887 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anna Maria Dewajanthi
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian:
Penyakit talasemia merupakan kelainan gen tunggal yang diturunkan secara resesif autosom. Terjadi ketidakseimbangan jumlah antara rantai globin α dan rantai globin β, sehingga ada rantai globin yang tidak berpasangan Presipitasi rantai globin yang tidak berpasangan pada membran dapat mengakibatkan otooksidasi membran sehingga dapat menyebabkan membran sel menjadi rigid. Selain protein skeleton membran, stabilitas sel darah merah juga sangat dipengaruhi oleh protein pita 3, suatu protein integral transmembran sel darah merali Protein pita 3 berfungsi pula sebagai protein penukar anion. Kelainan protein pita 3 dapat mempengaruhi fungsinya baik sebagai penukar anion maupun dalam mempertahankan stabilitas membran sel darah merah. Protein pita 3 yang abnormal dijumpai pada ovalositosis. Ovalositosis merupakan penyakit kelainan darah yang disebabkan oleh hilangnya 9 asam amino protein pita 3 akibat delesi 27 pb, kodon 400-408 pada ekson 11 gen protein pita 3 (AEI). Hilangnya 9 asam amino protein pita 3 pada ovalositosis menyebabkan membran sel darah merah menjadi rigid sehingga menurunkan deformabilitas membran. Adanya rigiditas disertai penurunan kemampuan deformabilitas membran sel darah merah talasemia yang menyerupai membran sel darah merah ovalositosis, menimbulkan pemildran bahwa kerusakan protein membran sel darah merah juga disebabkan oleh adanya kelainan gen penyandi protein pita 3. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi adanya kelainan gen protein pita 3 pada penderita talasemia. DNA genom diperoleh dari darah orang sehat dan pasien talasemia. Kemudian gen yang akan diperiksa diperbanyak dengan teknik PCR dan visualisasinya menggunakan elektroforesis gel agarosa 2%.
Hasil dan Kesimpulan:
Hasil PCR gen protein pita 3 pada orang sehat (normal) berukuran 175 ± 25 pb, sedangkan pada pasien talasemia dijumpai 2 produk PCR yang berukuran 175 ± 25 pb dan 110 ± 15 pb. Adanya produk PCR yang berukuran 110 ± 15 pb menunjukkan adanya kelainan gen protein pita 3 pada pasien talasemia berupa delesi gen sebesar 65 ± 10 pb. Kelainan genetik protein pita 3 pada talasemia tidak sama dengan kelainan genetik pada ovalositosis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T13677
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jenny Hidayat
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian:
Talasemia adalah suatu penyakit kelainan darah yang diturunkan secara resesif dari orang tua kepada anaknya Pada talasemia terjadi ketidakseimbangan rasio antara rantai globin α dan rantai globin β, akibatnya pembentukan hemoglobin terganggu dan berkurang jumlahnya sehingga dapat menimbulkan suatu keadaan anemia. Taansfusi darah merupakan terapi yang efektif dalam menghilangkan komplikasi anemia tetapi menimbulkan akumulasi besi dalam tubuh. Ion besi bebas mempermudah terjadinya oksidasi pada lipoprotein, perubahan ini menyebabkan lipoprotein "ditangkap" oleh makrofag dan terbentuklah sel busa yang merupakan langkah awal terjadinya aterosklerosis. Banyak penelitian yang dilakukan untuk memperpanjang usia hidup penderita talasemia namun kita harus memikirkan pula meningkatnya usia dengan risiko terjadinya aterosklerosis pada penderita talasemia. Penurunan kadar kolesterol-HDL dan peningkatan kolesterol total merupakan faktor pendukung terjadinya aterosklerosis. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis fraksi-fraksi lipid dalam serum pada penderita talasemia baik yang belum pernah menerima transfusi berulang maupun yang sudah berulang kali di transfusi. Dengan pemikiran kolesterol diperlukan dalam pembentukan membran sel darah merah maka dilakukan analisis mengenai korelasi antara hemoglobin dengan kolesterol dalam serum.
Hasil dan Kesimpulan:
Terdapat perbedaan bermakna pada fraksi-fraksi lipid dalam serum pada kelompok bukan talasemia dengan kelompok talasemia transfusi berulang dan kelompok talasemia belum transfusi, sedangkan pada kelompok talasemia dan kelompok talasemia belum transfusi hanya kolesterol-HDL yang berbeda bemakna. Analisis korelasi tidak menemukan hubungan yang bermakna antara hemoglobin dengan kolesterol pada ketiga kelompok."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T11297
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faisal Yatim
Jakarta : Pustaka Populer Obor , 2003
616. 152 FAI t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yulhasri
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian :
Talasemia adalah penyakit kelainan darah herediter yang disebabkan oleh gangguan sintesis rantai globin-β. Penyakit ini diturunkan secara otosom resesif dan dicirikan antara lain oleh adanya anemia hemolitik akibat destruksi dini sel darah merah pada sumsum tulang dan pada peredaran darah perifer. Penyakit talasemia-βsampai saat ini masih menjadi masalah medik dan sosial. Hal ini disebabkan belum ditemukannya pengobatan yang efektif dan masih diperlukannya transfusi darah yang berkelanjutan.
Dari penelitian terdahulu telah diketahui bahwa pada talasemia-β terjadi gangguan susunan dan fungsi membran yang disebabkan oleh adanya radikal bebas dalam jumlah yang lebih besar dari pada biasanya. Asetilkolinesterase (AchE) diketahui merupakan petanda untuk integritas membran. Mengingat bahwa pada membran SDM Talasemia-β terjadi perubahan susunan dan fungsi membran maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui sejauhmana perubahan tersebut mempengaruhi aktivitas AchE.
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan aktivitas AchE pada SDM Talasemia-β dan SDM Normal serta untuk melihat kemampuan vitamin E dalam menahan beban oksidatif yang disebabkan oleh penambahan t-BHP pada SDM Normal dan Talasemia-β. Penentuan aktivitas dilakukan pada suspensi SDM 10 % dari 20 sampel SDM Normal dan 20 sampel SDM Talasemia-β yang diberi beban oksidatif dengan atau tanpa pemberian antioksidan. Khusus pada SDM Talasemia-β dilakukan pengukuran aktivitas AchE setelah pemberian antioksidan. Aktivitas enzim ditentukan dengan metode Beutler, yaitu dengan mengukur warna yang terbentuk antara substrat asetiltiokolin dengan asam 5-5 ditiobisnitrobenzoat (DTNB) secara spektrofotometri. Sebelum pengukuran aktivitas AchE dilakukan pengukuran kadar Hb, kadar protein dan jumlah eritrosit.
Hasil dan kesimpulan :
Kadar Hb SDM Talasemia- β(2,23 ±0,38 g/dL) lebih rendah dibandingkan SDM Normal (2,84 ± 0,31 g/dL). Kadar protein SDM Talasemia-β (5,41 ± 1,12 g/dL) lebih rendah (p <0,05) dibandingkan SDM Normal (6,92 ± 0,71 g 1 dL). Jumlah eritrosit Talasemia-β (1,003 ±0,045/mLx106) tidak terlalu berbeda (P> 0,05) daripada SDM Normal (1,004±0,1261mLx106). SDM Normal yang diberi beban oksidatif (SDMN2) mempunyai nilai aktivitas AchE/g Hb, aktivitas spesifik AchE dan aktivitas AchE/jumlah eritrosit yang lebih rendah dibandingkan SDM Normal yang hanya diberi KRP (SDMN1). Pemberian t-BHP pada SDM Normal menurunkan aktivitas AchE, baik yang dinyatakan per g Hb, per g protein maupun per jumlah eritrosit. Pemberian vitamin E pada SDM Talasemia-β dapat memperbaiki aktivitas AchE yang dinyatakan per g Hb, per g protein maupun per jumlah eritrosit. Pemberian vitamin E pada SDM Talasemia-β yang diberi beban oksidatif dapat mengurangi penurunan aktivitas AchE per g Hb, per g protein maupun per jumlah eritrosit."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002
T10344
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmawati Ridwan
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian : Talasemia merupakan penyakit kelainan darah herediter yang disebabkan oleh terjadinya kerusakan pada sintesis salah satu rantai globin sehingga terjadi ketidak seimbangan pembentukan rantai globin α dan β yang menyebabkan berbagai kelainan pada membran. Pada talasemia-β, yang penderitanya terbanyak di Indonesia, terlihat fenomena pendeknya usia sel darah merah dibandingkan dengan normal (120 hari). Berdasarkan penelitian yang melaporkan terjadinya perubahan-perubahan pada lipid dan protein akibat ketidakseimbangan rantai globin pada Talasemia-β yang menyebabkan terganggunya keseimbangan homeostasis, maka ingin dilakukan penelitian terhadap aktivitas enzim Na+,K+-ATPase pada darah normal dan Talasemia-β, untuk melihat hubungan aktivitas enzim membran dengan pendeknya usia sel darah merah. Penelitian ini merupakan eksplorasi awal dari segi membran molekuler terhadap kemungkinan diperpanjangnya usia sel darah merah pada talasemia-β agar transfusi dapat lebih jarang diberikan. Aktivitas enzim ditentukan berdasarkan Pi inorganik yang dilepaskan dari reaksi enzim dan substrat, tanpa dan dengan penambahan ouabain, dan secara kwantitatif diperiksa dengan metode Fiske Subbarow pada panjang gelombang 660 nm. Pengukuran protein "ghost" dilakukan dengan metode Lowry. Dilakukan juga pengamatan terhadap sel "ghost" dengan teknik perbedaan fase sebagai langkah awal kearah mempelajari bentuk dan perubahan eritrosit yang diinduksi oleh berbagai keadaan. Sebelum metoda yang memberi hasil maksimal dipilih, dilakukan terlebih dahulu pengembangan metoda untuk memilih yang terbaik yang disesuaikan dengan kondisi yang ada.
Hasil dan Kesimpulan : Dari penetapan aktivitas spesifik enzim Na+, K+ -ATPase, diperoleh hasil yang lebih rendah secara bermakna (p>0,05) pada penderita talasemia-β, yaitu 0,096 ± 0,06 p.mol/mg protein/jam dibandingkan dengan eritrosit normal yaitu 0,324 ± 0,20 p.mol/mg protein/jam. Bentuk "ghost" terlihat "resealed" tapi teknik mikroskopik yang dipakai kurang memberikan hasil yang baik pada pengembangan teknik pemeriksaan aktivitas, hasil yang terbaik diperoleh apabila enzim terlebih dahulu diinkubasi pada 37° C selama 20 menit dengan ouabain (inhibitor) pada tabung-tabung tertentu, sebelum direaksikan dengan substrat."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T58872
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Handayani
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian :
Talasemia merupakan suatu penyakit kelainan gen tunggal yang mengakibatkan berkurangnya sintesis rantai globin, sehingga menyebabkan kerusakan sel darah merah. Salah satu ciri kelainan pada talasemia adalah destruksi sel darah merah yang lebih cepat daripada sel darah merah normal, akibatnya penderita talasemia akan mengalami anemia. Untuk mempertahankan hidupnya, banyak penderita talasemia memerlukan transfusi yang teratur. Sampai sekarang transfusi darah masih merupakan Cara penanganan pasien talasemia yang umumnya diterapkan, terutama di Indonesia. Akan tetapi transfusi dapat menimbulkan efek samping berupa penumpukan besi dalam jaringan-jaringan yang mengakibatkan gangguan fungsi organ dan dapat berakibat fatal bila tidak disertai dengan pemberian kelator besi yang adekuat. Logam transisi, seperti besi, dalam lingkungan intraeritrosit yang kaya akan oksigen dapat mengakibatkan toksisitas oksigen melalui pembentukan radikal bebas yang dapat merusak berbagai komponen sel antara lain membran. Salah satu produk oksidasi lipid membran adalah malondialdehid (MDA) yang dapat menggambarkan adanya beban oksidatif. Untuk mencegah kerusakan oksidatif, diperlukan kapasitas antioksidan yang tinggi. Oleh karena itu diusahakan pendekatan biokimia, dalam upaya memperpanjang usia dan memperbaiki homeostasis sel darah merah penderta talasemia, antara lain dengan mengetahui keadaan beban aksidatif serta status antioksidan pada penderita talasemia. Karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui status antioksidan dan derajat kerusakan peroksidatif pada penderita talasemia di Indonesia mengingat data yang sudah ada masih sangat terbatas. Analisis dilakukan terhadap plasma darah pasien talasemia yang sudah mendapat transfusi berulang (kelompok T), pasien talasemia belum transfusi (kelompok BT), dan plasma darah orang normal (kelompok N). Parameter yang ditentukan adalah kadar albumin, tiol, bilirubin toal, bilirubin direk, asam askorbat, asam urat, a-tokoferol, p-karoten, retinol, dan malondialdehid.
Hasil dan kesimpulan :
Secara umum kadar antioksidan pada kelompok T dan BT lebih rendah jika dibandingkan dengan kelompok N dan pada umumnya kadar antioksidan pada kelompok T lebih rendah dibandingkan kelompok BT. Antioksidan yang mengalami penurunan pada kelompok T tersebut adalah tiol, asam askorbat, a.-tokoferol, f3-karoten, dan retinol. Kadar MDA kelompok T lebih tinggi dibandingkan kelompok N maupun kelompok BT. Dui data antioksidan dan MDA tersebut dapat disimpulkan bahwa pada kelompok T terjadi beban oksidatif yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok BT."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T12494
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chris Adhiyanto
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian : Talasemia adalah penyakit kelainan darah yang banyak diderita penduduk sckitar Laut Tengah, Timur Tengali dan Asia. Penyakit ini diakibatkan oleh adanya gangguan pada sintesis salah satu rantai globin. Salah satu penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menyelidiki ketahanan sel darah merah talasemia terhadap beban oksidatif. Hasil pongamatan yang telah dilaporkan memperlihatkan bahwa pada sel darah merah talasemia terjadi peningkatan pembentukan oksigen reaktif, seperti radikal hidroksil dan superoksida. Oksigen reaktif ini meningkatkan proses otooksidasi dalam sel darah merah talasemia dan merupakan salah satu faktor yang mempercepat kematian sel darah merah talasemia. Penelitian ini tujuan untuk mempelajari kerusakan sel darah merah penderita talasemia bila diberi beban oksidatif dan apakah pemberian reduktor tokoferol dan glutation dapat memberi perlindungan terhadap pembebanan oksidatif. Pemeriksaan kadar malondialdehid dan glutation dilakukan pada 21 sampel sel darah merah normal dan 21 sel darah merah talasemia baik dengan pemberian beban oksidatif maupun tidak.
Hasil dan Kesimpulan : Konsentrasi malondialdehid sel darah merah talasemia lebih tinggi dibandingkan sel darah merah normal dan konsentrasi glutation sel darah merah talasemia lebih rendah dibandingkan sel darah merah normal dengan pemberian beban oksidatif maupun tidak. Tokoferol dan glutation dapat menurunkan konsentrasi malondialdehid sel darah normal dan sel darah merah talasemia. Tokoferol juga dapat mengurangi penurunan konsentrasi glutation sel darah normal dan sel darah merah talasemia yang diberi beban oksidatif."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pohan, Anggi P.N.
"Prevalensi talasemia di Indonesia cukup tinggi. Pengobatan talasemia berupa transfusi darah menyebabkan penumpukan besi di organ-organ tubuh dan kerusakan sel. Pemberian deferoxamine sebagai kelator besi banyak menimbulkan efek samping dan mahal. Oleh karena itu, diperlukan pengobatan dengan bahan yang lebih aman dan terjangkau dengan memanfaatkan bahan alami yang memiliki efek kelasi besi. Ektrak air daun Mangifera foetida L. terbukti memiliki efek kelasi terhadap feritin serum penderita talasemia, namun belum diteliti apakah ekstrak etanol daun Mangifera foetida L. juga menunjukkan efek kelasi terhadap feritin.
Penelitian ini merupakan studi eksperimental pada tujuh serum pasien talasemia yang dibagi ke dalam tujuh kelompok perlakuan secara ex vivo yaitu: serum, mangiferin, mangiferin ditambah serum, ekstrak etanol 0,5 mg dan 0,75 mg, ekstrak etanol 0,5 mg dan 0,75 mg ditambah serum, namun yang akan dianalisis hanya empat kelompok yaitu: serum, mangiferin ditambah serum, ekstrak etanol 0,5 dan 0,75 mg ditambah serum. Nilai absorbansi setiap kelompok diukur menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang ()=280 nm.
Hasil uji statistik One Way Anova menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara kelompok perlakuan (p<0,001). Uji Post Hoc didapatkan hasil bahwa ekstrak etanol daun Mangifera foetida L. dosis 0,5 mg memiliki efek kelasi yang sama dengan dosis 0,75 mg (p=0,133). Ekstrak etanol daun Mangifera foetida L. dosis 0,5 mg memiliki efek kelasi yang sama dengan mangiferin murni (p=0,52), sedangkan dosis 0,75 mg memiliki efek kelasi yang berbeda (p=0,001). Perbedaan efek kelasi ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan dosis ekstrak etanol.

Thalassemia has a high prevalence in Indonesia. Treatment of thalassemia with blood transfusion causing iron accumulation in the organs and damaging cells. Chelating agent, deferoxamine causes side effects and expensive. Therefore, it?s needed a safer and cheaper treatment by utilizing natural ingredients which have chelating effect. Water extract of Mangifera foetida L. leaf was proven to have the chelating effect on serum thalassemia patients, but there was no research the effects in the ethanol extract. The purpose of this study was to prove the effects of ethanol extract as a chelating agent.
This study used an experimental study using seven serums of patients with thalassemia by ex vivo and devided into seven treatments: serum, mangiferin, mangiferin plus serum, etanol extract 0,5 mg and 0,75 mg, etanol extract 0,5 mg and 0,75 plus serum, however only four treatments will be analized: serum, mangiferin plus serum, etanol extract 0,5 mg and 0,75 mg plus serum. They were measured in a spectrophotometer with (SOH)=280 nm.
The result by One Way Anova statistical test showed that there was significant difference between groups (p <0.001). Post Hoc test showed that the ethanol extract 0,5 mg has the same chelating effect with ethanol extract 0,75 mg (p = 0,133). Ethanol extract 0,5 mg has the same effect of iron chelation with the mangiferin (p=0,52), while ethanol extract 0,75 mg has different effect (p=0,001). The difference of chelating effect maybe caused by the difference of extract dose.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Fourina Surya
"Latar Belakang: Berdasarkan data Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), talasemia sudah ditetapkan sebagai penyakit katastropik kelima setelah jantung, kanker, strok, dan gagal ginjal Tujuan: Mengetahui biaya perawatan peserta JKN penderita talasemia di Indonesia dalam satu tahun dan faktor-faktor yang berhubungan dengan biaya perawatan tersebut. Metode: penelitian ini menggunakan desain studi potong lintang (cross-sectional) dengan analisis univariat, bivariate, dan multivariate. Sampel penelitan ini ialah pasien talasemia yang terdaftar sebagai peserta JKN berdasarkan data BPJS Kesehatan 2019-2020. Hasil: BPJS Kesehatan menghabiskan anggaran sebesar Rp. 564,780,608,657 untuk pengobatan pasien talasemia dalam satu tahun. Faktor-faktor yang berhubungan dengan biaya perawatan talasemia pada peserta JKN adalah jenis kelamin, umur, kelas rawat, tingkat kunjungan RJTL, tingkat kunjungan RITL, tingkat keparahan kasus, jenis talasemia dan obat kelasi besi (p-value<0,05). Kesimpulan: Pengobatan talasemia membutuhkan biaya yang besar dengan prediktor utama biaya perawatan talasemia adalah obat kelasi besi.

Background: Based on data from the National Health Insurance (JKN), talasemia has been designated as the fifth catastrophic disease following heart disease, cancer, stroke and kidney failure. Objective: To find out the cost of treating JKN participants with talasemia in Indonesia in one year period and the factors associated with the cost of the treatment. Methods: a cross-sectional study design using univariate, bivariate, and multivariate analysis. The study sample is talasemia patients who are registered as JKN participants based on BPJS Health data for 2019-2020. Result: BPJS Health spends a budget of Rp. 564,780,608,657 for the treatment of talasemia patients in one year. Factors relating to the cost of treating thalassemia in JKN participants are gender, age, class category, outpatient visit, inpatient visit, case severity, type of thalassemia, and iron chelation drugs (p-value<0,05). Conclusion: Treatment of talasemia requires a large amount of money and the main predictor of talasemia treatment costs is the use of iron chelation drugs."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pohan, Anggi P.N.
"Pengobatan talasemia berupa transfusi darah menyebabkan penumpukan besi di organ dan kerusakan sel. Pemberian deferoksamin sebagai kelator besi banyak menimbulkan efek samping dan mahal. Oleh karena itu, diperlukan pengobatan dengan bahan yang lebih aman dan terjangkau dengan memanfaatkan bahan alami yang memiliki efek kelasi besi. Ekstrak air daun Mangifera foetida memiliki efek kelasi terhadap feritin serum penderita talasemia, namun belum diteliti apakah ekstrak etanol daun M.foetida juga menunjukkan efek kelasi terhadap feritin. Studi eksperimental ini dilakukan pada serum pasien talasemia yang dibagi ke dalam tujuh perlakuan yaitu: serum, mangiferin, mangiferin ditambah serum, ekstrak etanol 0,5 mg dan 0,75 mg, ekstrak etanol 0,5 mg dan 0,75 mg ditambah serum, namun yang akan dianalisis hanya serum, mangiferin ditambah serum, ekstrak etanol 0,5 dan 0,75 mg ditambah serum. Nilai absorbansi diukur menggunakan spektrofotometer, λ = 280 nm. Uji one way anova menunjukkan ekstrak etanol M.foetida dosis 0,5 mg dan 0,75 mg memiliki efek kelasi dibandingkan kontrol negatif (p<0,001). Uji Post hoc menunjukkan ekstrak etanol M.foetida dosis 0,5 mg memiliki efek kelasi yang sama dengan dosis 0,75 mg (p=0,133). Ekstrak etanol daun M.foetida dosis 0,5 mg memiliki efek kelasi yang sama dengan mangiferin murni (p=0,52), sedangkan dosis 0,75 mg memiliki efek kelasi berbeda (p=0,001) yang mungkin disebabkan perbedaan dosis ekstrak etanol.

Treatment of thalassemia with blood transfusion causing iron accumulation in the organs and damaging cells. Chelating agent, deferoxamine causes side effects and expensive. Therefore, it?s needed a safer and cheaper treatment by utilizing natural ingredients which have chelating effect. Water extract of Mangifera foetida leaf has chelating effect on serum thalassemia patients, but there was no research the effects in the ethanol extract. The purpose of this study was to prove the effects of ethanol extract as a chelating agent. This study used an experimental study using seven serums of patients with thalassemia by ex vivo and devided into seven treatments: serum, mangiferin, mangiferin plus serum, etanol extract 0.5 mg and 0.75 mg, etanol extract 0.5 mg and 0.75 plus serum, however only four treatments will be analized: serum, mangiferin plus serum, etanol extract 0.5 mg and 0.75 mg plus serum. They were measured in a spectrophotometer with (λ)=280 nm. The result by One Way Anova statistical test showed that the ethanol extract of M. foetida leaf 0.5 mg and 0.75 mg has the chelating effect when it compared to negative control (p <0.001). Post hoc test showed that the ethanol extract 0.5 mg has the same chelating effect with ethanol extract 0,75 mg (p = 0.133). Ethanol extract 0.5 mg has the same effect of iron chelation with the mangiferin (p=0.52), while ethanol extract 0.75 mg has different effect (p=0.001). The differences of chelating effect maybe caused by the differences of extract dose."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>