Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 51770 dokumen yang sesuai dengan query
cover
R. Sigit Koesma
"

Tumor larings telah dikenal sejak zaman kuno. Soerhave dan Morgagni pada abad ke 17, setelah melakukan otopsi, mengumumkan bahwa tumor larings merupakan penyebab kematian penderita itu. Tetapi karena kesukaran melakukan pemeriksaan larings pada penderita, para ahli pada waktu itu tidak berhasil menegakkan diagnosis tumor larings yang menyebabkan sumbatan larings sehingga mengakibatkan kematian.

Seteiah Chevalier Jackson menciptakan laringoskop, barulah pemeriksaan dan diagnostik kelainan di larings, terutama karsinoma larings, berkembang dengan pesat. Dengan laringoskopi langsung kelainan di daerah glotis dan supraglotis, tempat yang sering ditemukan karsinoma, dapat dilihat dengan jelas. Apalagi setelah Gustav Killian memperkenalkan laringoskop suspensi, dan pada zaman modern ini, dengan pemakaian mikroskop operasi, tiap bagian dari larings dapat diperiksa dengan lebih jelas dan intensif sekali. Dengan cara ini dapat diambil biopsi jaringan dengan tepat untuk pemeriksaan histologik.

Jackson membuat ketentuan, bahwa pada seorang penderita yang berumur sekitar 50 tahun, bila suaranya parau lebih lama dan pada parau yang disebabkan oleh influenza, maka penyebabnya dapat diperkirakan oleh suatu tumor larings, kecuali bila dapat dibuktikan_ bahwa tidak ditemukan adanya tumor di larings.

Ternyata ketentuan dari Jackson ini terbukti benar, sehingga dengan dcmikian pada tiap penderita dengan suara parau lebih lama dari 2 minggu, haruslah diperiksa dengan teliti, dengan laringoskopi tak langsung, maupun dengan laringoskopi langsung. Pemeriksaan laringoskopi langsung perlu sekali dilakukan, bila pada laringoskopi tak langsung, komisura anterior tidak dapat dilihat dengan jelas, oleh karena tempat ini merupakan tempat predileksi untuk kanker primer di pita suara, dan dengan cara ini pula diambil biopsi dari tumor untuk pemeriksaan histologik. untuk mendiagnosis jenis tumor.

Cara pemeriksaan radiologik. dengan melakukan tomografi. besar tumor dapat dilihat, sehingga dapat dilihat pula sampai kemana meluasnya tumor itu di larings.

Pada tahun terakhir ini para ahli mencoba mengetahui adanya karsinoma "in situ" di daerah yang dicurigai, dengan melakukan pewarnaan "in vivo" memakai biru toluidin. Tetapi pewarnaan ini masih belum dapat dipercaya, karena selain dari pada sel kanker, juga sel radang mengambil warna biru sehingga bukan saja pada karsinoma "in situ" yang menjadi biru, tetapi juga suatu erosi dilarings akan berwarna biru.

Pada karsinoma larings, jika pada pewarnaan dengan biru toluidin pada pemeriksaan laringoskopi langsung, selain dari pada tumor yang secara makroskopik kelihatan juga ada bagian lain yang berwarna biru oleh zat warna itu, maka sebaiknya selain dari pada biopsi dari jaringan tumor yang tampak itu, dilakukan juga biopsi di tempat yang berwarna biru itu. Apabila pada pemeriksaan histologik bagian itu ternyata suatu karsinoma, maka berarti tumor lebih luas dari pada jaringan tumor yang tampak makroskopik, atau ada sarang primer lain.

Pengobatan kanker larings masih tetap merupakan problems yang sukar diatasi, oleh karena yang harus dikeluarkan ialah pita suara dan sekitarnya, sedangkan organ ini diperlukan untuk berbicara, untuk berkomunikasi.

Disfoni sampai afoni pada stadium dini sudah sangat mengganggu penderita dalam pergaulan sehari-hari. Dan makin lanjut penyakitnya, makin gawat gejalanya, selain dari pada afani, juga pernapasan terganggu, dengan stridor, sesak napas dan asfiksia.

Sebelum tahun 1967, pengobatan karsinoma larings yang dapat diberikan di sini hanyalah radioterapi, kuratif maupun paliatif untuk semua stadium.

Jika setelah radioterapi ternyata terjadi residif, maka pada waktu itu kita tidak dapat berbuat apa-apa. Sehingga dengan terusnya meluas tumor itu saluran napas makin sempit, dan akhirnya tersumbat sama sekali Paling-paling hanya dapat dibuatkan trakeostoma untuk menjamin jalan napas, tetapi penjalaran serta membesarnya tumor itu tidak dapat dicegah.

Larings menjadi besar, keras dan terfiksasi. Seluruh kulit leher menjadi tebal dan kaku oleh karena infiltrasi kanker menjalar ke kulit. Ke posterior, tumor akan menyumbat esofagus, sehingga terjadi disfagia, dan dengan demikian perlu dibuatkan gastrostomi. Akhirnya penderita ,meninggal, selain oleh karena asfiksia, juga olah karena kurang makan dan perdarahan masif karena pecahnya pembuluh darah di mediastinum.

"
Lengkap +
Depok: UI-Press, 1980
PGB 0069
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Vesvy Mandasari
"Penyakit kanker kolorektal merupakan kanker usus besar dan rektum yang saat ini masih menjadi masalah kesehatan didunia termasuk di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko dan dominan dari kanker kolorektal. Desain studi yang digunakan adalah matched case control dengan matching umur menggunakan data rekam medis dan wawancara, kasus adalah pasien kanker kolorektal dan kontrol adalah pasien trauma dan patah tulang. Sampel berjumlah 122 orang dengan 61 pasangan kasus dan kontrol. Hasil final analisis multivariat conditional regresi logistic menunjukkan dua faktor cenderung berhubungan yaitu aktivitas fisik dengan OR=1,39 95 CI 0,291-6,728 dan pola makan daging merah dengan OR=5,79 95 CI 0,608-55,13 dan faktor paling dominan adalah asupan serat rendah dengan OR=26,8 95 CI 3,44-209,5 . Adapun faktor risiko yang cenderung berhubungan adalah asupan lemak tinggi sedangkan yang tidak berhubungan adalah jenis kelamin, tingkat pendidikan, riwayat keluarga, pendapatan keluarga, obesitas, merokok dan alkohol. Diperlukan upaya pencegahan penyakit kanker kolorektal khususnya dengan riwayat risiko tinggi dengan colok dubur dan skrining serta mencegahnya dengan cara memperbanyak asupan serat, mengurangi pola konsumsi daging merah dan asupan lemak tinggi serta beraktifitas fisik yang cukup.

Colectal cancer disease is colon cancer and rectum until now is a health problem in the word, including in Indonesia yet. The purpose of this study is to investigate the risk factor and dominant factor of colorectal cancer. The design of study used was matched case control with age matching using the medical record data and interview with responden, the data of case were colorectal cancer patients and control were trauma and fracture patients. The calculate sample is 122 people were 61 pairs of cases and controls. The final result of multivariate analysis of conditional logistic regression showed two factors tended to correlate physical activity with OR 1,39 95 CI 0,291 6,728 and red meat diet with OR 5,79 95 CI 0,608 55,13 and the most dominant factor is low fiber intake with OR 26.8 95 CI 3.44 209.5 . The risk factors that tend to correlate are high fat intake while unrelated are gender, education level, family history, family income, obesity, smoking and alcohol. Colorectal cancer prevention is required especially with a high risk history with rectal colon and screening and prevent it by increasing fiber intake, reducing the pattern of red meat consumption and high fat intake as well as adequate physical activity.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T48855
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Tjarta
"Judul pidato pengukuhan yang saya kemukakan adalah KANKER KULIT DI INDONESIA Antisipasi peningkatan pada masa mendatang. Alasan saya memilih judul ini, pertama ialah karena bidang ilmu yang saya tekuni, yaitu Patologi Anatomik, dalam kegiatan sehari-hari banyak menangani masalah penyakit kanker. Kedua, di antara berbagai jenis kanker, ternyata kanker kulit menunjukkan angka kejadian tinggi (menurut data berdasarkan pencatatan patologi); yaitu menduduki peringkat ketiga setelah kanker payudara dan kanker leher rahim. Ketiga, penyakit kanker sampai saat ini masih merupakan penyakit yang belum dapat dikendalikan dengan sempurna, sehingga masih banyak mengakibatkan kematian, menimbulkan cacat, dan biaya pengobatannya tinggi. Sebetulnya kanker kulit mudah dilihat dan diagnosisnya relatif lebih cepat ditegakan, sehingga relatif lebih cepat dapat diobati, namun beberapa di antaranya masih menimbulkan kematian. Keempat, kanker kulit sebagian besar disebabkan oleh pajanan lama dan berulang kali sinar ultraviolet (UV) yang berasal dari sinar matahari, yang belakangan dikaitkan dengan penipisan lapisan ozon di angkasa.
Sebelum memasuki inti pembicaraan tentang kanker kulit, perkenankanlah saya menjelaskan dahulu istilah patologi, peran dan fungsi patologi serta kedudukan patologi dalam ilmu kedokteran. Saya kemukakan di sini oleh karena agaknya belum semua orang paham benar tentang istilah tersebut.
Patologi ialah studi tentang penyakit yang meliputi penyebab penyakit (etiologi), perkembangan penyakit (patogenesis), kelainan struktural (perubahan morfologi), serta perubahan fungsi yang terjadi pada sel atau jaringan tubuh. Tanda dan gejala suatu penyakit timbul sebagai akibat perubahan fungsi dan morfologi derajat tertentu, yang terjadi pada sel atau jaringan tubuh. Morfologi sel atau jaringan tubuh dapat dilihat pada 4 tingkat yang berbeda, yaitu makroskopik, mikroskopik, struktur ultra dan molekular. Perkembangan mutakhir ilmu-ilmu biokimia, biologi molekular, genetika, biologi sel, fisiologi dan ilmu dasar lain telah meningkatkan pengetahuan fungsi abnormal sel atau jaringan tubuh pada penyakit, di samping kelainan morfologi yang terjadi.
Peran patologi ialah sebagai penghubung antara ilmu kedokteran dasar dan ilmu kedoktran klinis. Berfungsi sebagai jembatan yang merupakan titian bagi seorang dokter dalam upaya menyembuhkan suatu penyakit pada pasien. Ketepatan diagnosis dan pengobatan atau kemampuan membuat keputusan yang tepat dari suatu pengamatan. tentang penyakit bergantung kepada pijakan patologi yang akan menentukan kapan dan bagaimana seorang dokter mempergunakan kecakapannya untuk menyembuhkan pasien.
Kedudukan Patologi di dalam ilmu kedokteran diibaratkan sebagai batang dan cabang dari suatu pohon ilmu kedokteran yang akarnya ialah ilmu dasar dan daunnya ialah praktek klinis.
Patologi Anatomik merupakan bagian dari ilmu Patologi yang menelaah perubahan morfologi dan fungsi sel atau jaringan tubuh pada penyakit dan meliputi histopatologi, sitopatologi, histokimia, imunologi."
Lengkap +
Jakarta: UI-Press, 1993
PGB 0119
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Esti Nur Rohmah
"Prevalensi kanker kolorektal semakin meningkat di Indonesia. Salah satu penanganan kanker kolorektal, khususnya pada pasien kanker rektum adalah dengan prosedur pembedahan Abdominoperineal Resection APR . Hasil dari tindakan ini stoma permanen. Pasien dengan tindakan APR mengalami banyak perubahan yang dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien. Studi kasus ini bertujuan untuk menganalisis keefektifan implementasi discharge planning dengan materi hidup dengan stoma pada pasien Ca Recti post tindakan Abdominoperineal Resection. Analisis kasus dilakukan dengan pendekatan Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan. Studi kasus ini merekomendasikan discharge planning yang komprehensif mengenai hidup dengan stoma pada pasien kanker kolorektal yang terpasang stoma.

The prevalence of colorectal cancer increases in Indonesia. One of the treatment for colorectal cancer, especially for rectal cancer is by Abdominoperineal Resection APR surgery. The result of this surgery is permanent stoma. Patients with APR surgery experience many changes that can affect their quality of life. This case study aims to analyze the effectiveness of the discharge planning implementation with ldquo;Living with Stoma rdquo; topic in Ca Recti post Abdominoperineal Resection patient. The case analysis is done with the Urban Community Health Nursing approach. This case study recommends a comprehensive discharge planning of living with stoma in colorectal cancer patients with stoma. "
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sirait, Anna Maria
"Sampai saat ini di Indonesia masiih jarang dilakukanpenelitian tentang ketahanan hidup penderita kanker serviks, bahkan di RSCM belum pernah dilakukan penelitian untuk itu Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui probabllitas ketahanan hidup 5 tahun penderita kanker serviks di RSCM. Desain penelitian ini adalah kohortretrospektif, sanapel sebanyak 213 penderita kanker serviks yang dirawat selama tahun 1990. Analisis life table dan Kaptan Meier dilaksanakan untuk menentukan probabilitas ketahanan hidup. Analisis multivariat regresi Cox dilaksanakan untuk menentukan besannya risiko meninggal seorang penderita kanker serviks, berdasarkan kecurigaan adanya pengaruh faktor lain secara bersama-sama.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa probabilitas ketahanan hidup 5 tahun penderita kanker serviks sebesar 30 % dan median ketahanan hidup 934 hari. Probabilitas ketahanan hidup 5 tahun pada penderita dengan stadium I sebesar 48 %, stadium II 42 %, stadium III 19 % dan stadium IV 0 %. Dibanding dengan penderita stadium I, risiko meninggal untuk stadium II sebesar 1,20 kali (95 % CI = 0,57; 2,51), stadium III 2,08 kali (95 % CI = 1,03; 4,2), stadium IV sebesar 5,42 kali (95 % CI = 2,08; 14,12).
Probabilitas ketahanan hidup 5 tahun penderita dengan pengobatan lengkap 35 % dan penderita dengan pengobatan tidak lengkap 6 %. Risiko meninggal penderita dengan pengobatan tidak lengkap sebesar 2,92 kali (95 % CI = 1,82; 4,71) dibanding penderita dengan pengobatan lengkap.
Probabilitas ketahanan hidup penderita dengan kadar Hb ≥ 12 gr/dl sebesar 60 %, penderita dengan kadar Hb 11,0-11,9 gr/dl 21 % dan penderita dengan kadar Hb < 11,0 gr/dl 7 % Dibanding dengan penderita kadar Hb ≥12 gr/dl, risiko meninggal pada penderita dengan kadar Hb < 11,0 gr/dl sebesar 3,84 kali (95 % CI = 1,56; 5,17) dan pada penderita dengan kadar Hb 11,0-11,9 gr/dl 1,89 kali (95 % CI = 1,04; 3,41).
Probabilitas ketahanan hidup penderita dengan ukuran lesi s 2 cm sebesar 63 %, lesi 3 cm 28 %, lesi 4 cm 30 % daa lesi > 4 cm 6 %. Dibanding dengan penderita dengan ukuran lesi≤ 2 cm, nilai risiko meninggal pada penderita dengan ukuran lesi 3 cm sebesar 0,69 kali, penderita dengan ukuran lesi 4 cm 0,99 kali dan penderita dengan ukuran lesi > 4 cm 3,83 kali.
Probabilitas ketahanan hidup penderita yang tidak berpendidikan 42 %, penderita dengan pendidikan 1-6 tahun 23 % dan penderita dengan pendidlan > 6 tahun 34 % Risiko meninggal penderita yang tidak berpendidikan 0,39 kali (95 % CI = 0,21; 0,70) dibanding dengan penderita brpendidikan > 6 tahun, dan risiko meninggal penderita yang berpendidikan 1-6 tahun 0,83 kali (95 % C1= 0,51; 1,34). Tidak ditemukan adanya hubungan antara umur dengan ketahanan hidup 5 tahun penderita kankerserviks.

The aim of this study is to find the probability of 5 year survival rate on cervix cancer patients in RSCM. Design of this study is retrospective cohort with samples consist of 213 cervix cancer patients who have been treated in 1990. life table and Kaptan Meier analysis were used to determine of probability of survival. Multivariate Cox regression analysis was done to determine the risk of health of cervix cancer patio.
The result shows that 5 year survival rate on cervix cancer patient is 30 % and the median survival is 934 days. The 5 year survival rate on stage I am 48 %, stage II 42 %, stage III 19 % and stage IV 0 %. Using stage I as a baseline comparison, the risk ratio of death for stage If is 1,20 (95 % Cl = 0,57; 2,51), stage III is 2,08 (95 % CI = 1,03; 4,2), stage IV is 5,42 (95 % Cl =1,08; 14,12).
The 5 year survival rate on patients with complete therapy is 35 % and incomplete therapy is 6 %. The risk of death on patients with incomplete therapy is 2,92 times (95 % CI = 1,82; 4,71) compared with complete therapy.
The probability of 5 year survival rate with Rib value12 gr/dl is 60 %, 11,0-11,9 gr/dl is 21 % and < 11,0 gr/dl is 796. Compare with Hb value ≥ 12 gr/dl the risk of death on patient with Hb value < 11,0 gr/dl 3,84 times (95 % Cl 1,56; 5,17) and on patient with Hb value 11,0-11,9 gr/dl is 1,89 tits (95 % Cl = 1,04; 3,41).
The probability of 5 year survival rata with tumor sizes 2 cm is 63 %, 3 cm is 28 % 4 cm is 30 % and tumor > 4 cm is 6 %. Risk of death on patients with tumor size 3 cm is 0,69 times compared with tumor size s 2 cm, tumor size 4 cm is 0,99 times and > 4 cm is 3,83 titres.
The probability of 5 year survival rate with no education is 42 96, 1-6 year's education 23 96 and > 6 year's education 34 %. The risk of death with no education 0,39 times (95 % CI = 0,21; 0,70) compared with > 6 year's education, and risk of death with 1-6 year's education 0,83 times (95 % CI = 0,51; 1,34). There is no correlation between ages and 5 year survival rate on cervix cancer patients.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sara Tania Aprianty
"Karya ilmiah akhir ini merupakan kumpulan dari laporan praktik residensi medikal bedah yang terdiri dari laporan kasus kelolaan, penerapan penggunaan foam dressing untuk mencegah luka tekan berdasarkan evidence based nursing dan laporan inovasi tentang pelatihan pengkajian ESAS dan penatalaksanaannya. Praktik ini menerapkan asuhan keperawatan pada pasien kanker dengan menggunakan pendekatan Peaceful end of life. Hasil analisis praktik menunjukkan bahwa Peaceful end of life theory sesuai diterapkan pada pasien kanker. Penggunaan foam dressing dalam pencegahan luka tekan efektif sehingga tidak terjadi luka tekan. Pelatihan perawat dapat meningkatkan kemampuan mengkaji ESAS dan memberikan penatalaksanaannya. Peaceful end of life theory, penggunaan foam dressing dan pelatihan pengkajian ESAS dan penatalaksanaannya dapat diaplikasikan pada tatanan klinik untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan.

This final report is a compilation of Medical Surgical Nursing internship consist of case report, the use of foam dressing to prevent pressure ulcer and innovation report on training ESAS (Edmonton Symptom Assessment System) and it's treatment and implementation of Peaceful End of Life Theory approach on caring for breast cancer. There is evidence that is theory can be applied in nursing care of cancer patient. Foam dressing as a barrier to prevent pressure ulcers is effective technique. Training for nurse to assess patient using ESAS and its treatment will increase nurses knowledge to assess their patient. Peaceful end of life theory, foam dressing and ESAS can be implemented for increasing nursing care quality.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2015
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Japaries, Willie
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007
616.994 WIL p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Rokhaidah
"[ABSTRAK
Anak dan remaja yang menderita kanker sering mengalami gangguan tidur yang dapat menyebabkan penurunan daya tahan tubuh dan mempengaruhi kualitas hidup. Tujuan penulisan karya ilmiah akhir ini untuk memberikan gambaran penerapan Model Konservasi Levine dalam asuhan keperawatan pada anak dengan kanker yang mengalami gangguan tidur serta pencapain kompetensi sebagai pemberi asuhan, advocator, conselor, educator, colaborator serta inovator selama praktik residensi. Terdapat lima kasus kelolaan yang menjadi pembahasan dalam karya ilmiah ini dan teridentifikasi masalah tidur yaitu gangguan pola tidur dan gangguan kurang tidur. Intervensi keperawatan yang diberikan didasarkan pada prinsip-prinsip konservasi, yaitu konservasi energi, integritas struktural, integritas personal dan integritas sosial. Hasil evaluasi berdasarkan respon organismik menunjukkan ada masalah yang teratasi, teratasi sebagian dan menunjukkan perbaikan serta belum teratasi. Residen merekomendasikan penerapan Model Konservasi Levine dalam asuhan keperawatan pada anak dengan kanker yang mengalami masalah gangguan tidur dengan intervensi sleep hygiene dan terapi komplementer pemberian madu sebelum anak tidur untuk mencapai hasil asuhan yang optimal.

ABSTRACT
Children and adolescents with cancer often experience sleep disorders that can lead to a decrease in the immune system and affect the quality of life. The purpose of this report is provide an overview Levine's Conservation Model application on nursing care of children with cancer experiencing sleep patterns and of the competencies such as a caregiver, advocator, counselor, educator, collaborator, and inovator during practice. There are five cases which being discussed on this scientific work and from five selected cases founded sleep disorders such as sleep patterns and sleep disturbances. Nursing intervention based on conservation principles such as energy conservation, structural integrity, personal integrity and social integrity. Moreover, evaluation of the intervention based on organismic responses indicate that some problem were resolved, partially resolved with some improvement or unresolved. Resident recommended the applicaton Levine's Conservation Model on nursing care of children with cancer experiencing sleep disorders with the intervention of sleep hygiene and the provision of complementary therapies giving honey before children's sleep to achieve optimal results. , Children and adolescents with cancer often experience sleep disorders that can lead to a decrease in the immune system and affect the quality of life. The purpose of this report is provide an overview Levine’s Conservation Model application on nursing care of children with cancer experiencing sleep patterns and of the competencies such as a caregiver, advocator, counselor, educator, collaborator, and inovator during practice. There are five cases which being discussed on this scientific work and from five selected cases founded sleep disorders such as sleep patterns and sleep disturbances. Nursing intervention based on conservation principles such as energy conservation, structural integrity, personal integrity and social integrity. Moreover, evaluation of the intervention based on organismic responses indicate that some problem were resolved, partially resolved with some improvement or unresolved. Resident recommended the applicaton Levine’s Conservation Model on nursing care of children with cancer experiencing sleep disorders with the intervention of sleep hygiene and the provision of complementary therapies giving honey before children’s sleep to achieve optimal results. ]"
Lengkap +
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Aru Wisaksono Sudoyo
"Kanker usus besar atau kolorektal (KKR) termasuk dalam penyakit keganasan urutan 10 tersering di dunia, termasuk di Indonesia. Dihubungkan dengan lingkungan dan gaya hidup (lifestyle), KKR lebih banyak didapatkan di negara-negara maju. Di negara-negara tersebut, KKR mempunyai angka kejadian yang meningkat tajam setelah usia 50 tahun - untuk usia muda di bawah 40 tahun hanya sebesar 3%, dan sebagian besar memenuhi kriteria Amsterdam/modifikasi Bethesda untuk HNPCC atau hereditary nonpolyposis colon cancer dengan karakteristik khas yaitu 1) lokasi di sebelah kanan;2) stadium patologik Iebih rendah; 3) tidak cenderung bermetastasis; dan 4) mempunyai prognosis yang Iebih baik. Selain itu, menurut jalur kejadian terjadinya kanker (karsinogenesis) - kanker kolorektal adalah jenis kanker yang paling banyak dipelajari dan digunakan sebagai model karsinogenesis dengan sekuens adenoma-karsinomanya - KKR usia muda mengikuti jalur instabilitas miktrosateiit, dan KKR sporadik terutama mengikuti jalur instabilitas kromosom.
Di Indonesia didapatkan angka yang berbeda. Untuk usia di bawah 40 tahun di Bagian Patologi Anatomik FKUI dari tahun 1996 hingga 1999 didapatkan angka 35.265% dan laporan Departemen Kesehatan dari empat kota Jakarta, Bandung, Makassar dan Padang mendapatkan angka untuk usia di bawah 45 tahun sebagai berikut: Jakarta 47,85% (1494i3122), Makassar 54,5% (390/715), Padang 44,3% (375l846), dan Bandung 48,2% (706/1464).
Pembedahan merupakan modalitas pengobatan utama pada KKR, namun banyak pasien-pasien sudah datang dalam tahapan penyakit yang memerlukan kemoterapi dan radioterapi (untuk kanker rektum). Selain angka mudausia yang lebih tinggi dari laporan di negara maju, pasien-pasien KKR usia muda di Indonesia juga datang dengan penyakit yang lebih cepat berkembang dan seringkali tidak responsif terhadap kemoterapi. Hai ini akan berdampak besar terhadap produktivitas dan keuangan keluarga, mengingat usia mereka yang masih muda. Karena itu dianggap perlu untuk meneliti lebih jauh perangai dari KKR usia muda ini.
Kanker kolorektal merupakan model karsinogenesis yang paling Iengkap, dengan pengetahuan yang sudah dicapai mengenai akumulasi berbagai kelainan genetik sehingga terjadi kanker dan dikenal dua jalur utama pembentukan KKR. Pentama, jalur instabilitas kromosom (CIN - chromosome! instability) dengan kelainan-kelainan berupa aneuploidi dan mencakup mutasi pada antara gen-gen APC, Ki-ras, DCC, Smad dan p53 jalur ini ditemukan pada 90% KKR sporadik (laporan negara maju). Jalur kedua adalah jalur instabilitas mikrosatelit (MIN - microsatellite instability) dengan komponen utamanya mutasi pada gen perbaikan ketidakcocokan atau mismatch repair genes yang diwakili oleh MSH2, MLH1, MSH3, MSH3, PMS1 dan PMS2. Di negara maju, jalur ini ditemukan pada sebagian besar KKR berusia muda, dan biasanya mempunyai prognosis baik.
Pertanyaan-pertanyaan yang timbul adalah : Pertama, apakah pasien-pasien KKR Indonesia yang berusia kurang dari 40 tahun mempunyai karakteristik molekuler yang berbeda dengan pasien-pasien di negara-negara maju pada kelompok usia yang sama?. Kedua, apakah instabilitas mikrosatelit pada pasien-pasien KKR di Indonesia yang berusia kurang dari 40 tahun lebih sedikit dibandingkan angka yang dilaporkan di negara-negara maju? Dan ketiga, Apakah instabilitas mikrosatelit pada pasien-pasien KKR di Indonesia yang berusia kurang dari 40 tahun lebih sedikit dibandingkan pasien-pasien yang berusia 60 tahun atau Iebih?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut dilakukan penelitian eksploratif dan analitik terhadap pasien-pasien bangsa Indonesia - dalam hal ini peneliti memilih kelompok etnik Jawa, Sunda, Makassar dan Minang atas dasar penelusuran studi-studi antropologik mengenai pola migrasi manusia modern ke kawasan kepulauan Indonesia serta data genetik dari penelitian mengenai Thalassemia di Indonesia. Peneliti menganggap penetapan kelompok penelitian ini penting untuk di masa depan, di mana pendekatan kanker tidak hanya pada opulasi melainkan akan berpindah pada profil genetik individual sebagai dasar penentuan strategi pencegahan, deteksi dini dan terapi kanker kolorektal.
Penelitian dimulai dengan penelusuran data rekam medik pasien-pasien KKR berusia 40 tahun dan kurang serta mereka yang berumur 60 tahun atau Iebih termasuk alamat rumah mereka. Data dengan menelusuri arsip spesimen KKR di Bagian-bagian Patologi Anatomik fakultas-fakultas kedokteran Universitas Indonesia, Universitas Padjadjaran dan Universitas Hasanuddin. Setelah itu pasien-pasien atau keluarganya (bila pasien sudah meninggai) diwawancara mengenai kelompok etniknya dan apakah mereka termasuk KKR herediter yang memenuhi kriteria Amsterdam/Bethesda.
Spesimen tumor pasien-pasien tersebut menjalani pemeriksaan histopatologik ulang dengan menetapkan jenis histopatologi dan grade tumornya. Kemudian dilakukan pemeriksaan imunohistokimia terhadap ekspresi protein MLH1 dan MSH2 sebagai gen mismatch repair yang paling dominan, serta terhadap ekspresi protein SMAD4 untuk rekonfirmasi membedakan antara jalur MIN dan CIN. MSH2 positif; jika ditemukan ekspresi protein MSH2 Iebih dari 20%. NILH1 positif: jika ditemukan ekspresi protein MLH1 Iebih dari 20%. Kriteria interpretasi di atas juga berlaku untuk interpretasi hasit puiasan Smad4. Tujuannya terutama adalah untuk membuktikan apakah jaringan tumor dari KKR usia muda mengikuti jalur MIN seperti pada KKR usia muda di kepustakaan negara maju.
Telah berhasil berhasil dikumpulkan 121 kasus secara konsekutif dari lima rumah sakit (RS) di Indonesia, yaitu 20 kasus dari RSUPN Cipto Mangunkusumo (Jakarta), 18 kasus dari RS Kanker Dharmais (Jakarta), 3 kasus dari RSPAD Gatot Subroto (Jakarta), 56 kasus dari RSUD Hasan Sadikin (Bandung), dan 24 kasus dari RSUD Dr. Wahidin (Makassar). Kelompok etnik penderita terdiri dari 64 (52,9%) orang suku Sunda, 28 (23,1%) orang suku Jawa, 25 (20,7%) orang suku Bugis/ Makassar, serta 4 (3,3%) orang suku Minang.
Dari 118 data histopatologi yang tersedia, adenokarsinoma merupakan tipe histopatologi terbanyak dan sebagian besar memiliki grade 1 Selanjutnya jika penderita dikelompokkan menurut usia, tampak bahwa karsinoma sel cincin dan adenokarsinoma musinosum secara bermakna (p=0,000) lebih banyak pada kelompok penderita usia muda dibandingkan usia tua. Terdapat perbedaan grade yang bermakna (p=0,001) di antara penderita usia muda dan usia tua; kanker Grade 3 Iebih banyak ditemui pada penderita usia muda dibandingkan dengan usia tua.
Dari 121 data penderita yang berhasil dikumpulkan, pulasan imunohistokimia untuk protein MSH2 berhasil dilakukan pada 92 spesimen, sedangkan untuk protein MLH1 berhasil dilakukan pada 97 spesimen. Lebih dari 50% kasus memperlihatkan ekspresi protein MSH2 (positif), namun ekspresi MLH negatif pada 83,5% spesimen_ Terdapat 88 spesimen yang berhasil dilakukan pulasan anti-MSH2 dan anti-MLH1 secara serempak. Pola ekspresi MLH1 tampak tidak paralel dengan pola ekspresi MSH2. Sebanyak 55% (41 dari 74) kasus dengan ekspresi MLH1 negatif memiiiki ekspresi MSH2 yang normal. Ekspresi MSH2 dan MLH1 tidak menunjukkan perbedaan bermakna antara Iokasi tumor di kolon kanan dan kolon kiri. Namun ada kecenderungan bahwa proporsi spesimen yang menghasilkan ekspresi MSH2 negatif lebih banyak pada kolon kanan. Ekspresi MLH1 di kolon kanan bahkan tidak muncul sama sekali. Tidak adanya perbedaan ekspresi MSH2 dan MLH1 pada lokasi kolon juga tidak tampak bila penderita dikelompokkan berdasarkan usia, walaupun ada kecenderungan Iebih banyak penderita usia muda yang tidak mengekspresikan MSH2 dan MLH1. Tidak terdapat perbedaan bermakna antara ekspresi MSH2 dan MLH1 dengan pentahapan (grading) tumor. Ini berarti pada penderita yang diteliti tidak terdapat hubungan antara instabilitas mikrosatelit dengan grade tumor.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Penderita kanker kolorektal usia muda pada orang Indonesia suku Jawa, Sunda, Minang dan Makassar tidak memperlihatkan perbedaan pola ekspresi protein MSH2 dan MLH1 dibandingkan dengan penderita kanker kolorektal usia tua. 2) Kanker kolorektal usia muda pada orang Indonesia suku Jawa, Sunda, Minang dan Makassar tidak ada yang dapat dikelompokkan dalam kanker kolorektal herediter berdasarkan hasil wawancara yang menggunakan perangkat kriteria Amsterdam sehingga dapat dimasukkan dalam kategori kanker kolorektal sporadik. 3) Ekspresi MLH1 dan MSH2 secara imunohislokimia saja tidak bisa digunakan untuk mendeteksi instabilitas mikrosatelit pada KKR usia muda pada etnik Jawa, Sunda, Makassar, Minang; dan 4) Kriteria Amsterdam dan modifikasi Bethesda masih merupakan Cara paling efektif untuk menentukan sporadisitas KKR. Pola hasil yang didapat menunjukkan bahwa amat mungkin KKR usia muda pada populasi ini merupakan jenis yang lain dari KKR di negara maju bahkan diluar jalur MIN dan CIN.
Apakah ?manusia Indonesia" menua lebih cepat sehingga ditemukan KKR pada usia yang lebih muda? Penelusuran kepustakaan terhadap terjadinya penuaan biologik menunjukkan bahwa pada proses penuaan (aging) secara almiah tidak terdapat perbedaan - namun didapat beberapa pengaruh Iinternal dan eksternal dalam lingkungan yang berpengaruh terhadap karsinogenesis KKR.
Secara internal pada karsinogenesis KKR berperan interaksi antara stres oksidatif, yang mempengaruhi mitokondria. Pada proses menua terjadi disfungsi mitokondria yang menghasilkan stres oksidatif dan mempengaruhi berbagai penentu karsinogenesis seperti penghambatan apoptosis, aktivasi onkogen, peningkatan fenotip mutator dan inaktivasi gen supresor tumor. Kejadian tersebut dipercepat oleh faktor eksternal yang penting - yaitu status sosioekonomi - yang dapat menyebabkan terjadinya instabilitas genetik, antara lain 1) infeksi dan infiamasi ; dan 2) diet serta nutrisi.
Saran yang muncul dari penelitian ini adalah, dalam paradigma pendekatan terhadap kanker yang saat ini sudah muiai bergeser ke motekuler/individu dan bukan umum / empirik lagi, diterapkan penelitian-penelitian epidemiologi molekuler terhadap populasi pasien kanker di Indonesia. Pengobatan kanker di masa yang akan datang akan mengacu pada profil genetik seseorang atau sekelompok populasi - dan pengetahuan yang didapat pada penelitian ini diharapkan menjadi landasan berpijak.

Colorectal cancer (CRC) ranks among the 10 omost common cancers in the world, including indonesia. Related to environment and lifestyle, CRC has been to more common the developed countries.
In developed countries, the incidence of CRC increases sharply after the age of 50 years - whereas only 3% are found among those below 40 years, most complying with the Amsterdam / Bethesda modification criteria for HNPCC (hereditary nonpolyposis colon cancer) characterized by : 1) right-sided location; 2) a lower pathologic stage; 3) less tendency to metastasis; and 4) a good prognosos. Colorectal cancer is the most studied of cancers, and the adenome- carcinoma sequence of its carcinogenesis is used as a model for othercancers. There are two main pathways of carcinogenesis in CRC, i,e., the chromosomal instability (CIN) pathway - mainly found in sporadic CRC, and the microsatellite instability (MIN) -found in the majority of hereditary CRC.
In Indonesia a different pattern emerged from hospitals. Data at the Department of Anatomic Pahtology from 1996 to 1999 revealed that there were 35.2% CRC cases under 40 years old. From the Ministry of Health it was found that, in 4 major cities of Indonesia, i.e., Jakarta, Bandung, makassar and Padang, CRC cases under 45 years old were, 47.85%, 54.5%, 44.3 and 48.2%, respectively.
Surgery is the main treatment modality for CRC, but many patients present themselves in an advanced state such that chemotherapy and radiotherapy (for rectal cancer) have to be used. Aside form the higher incidence compared to developed countries, the tumors of young CRC patients in Indonesia are more progressive and do not repond well to cancer anticytostatics, impacting on health facilities and economics as they are in a productive age. lt is thus deemed necessary to investigate further the charactelstics of the tumors.
Previously, colorectal cancer is regarded as the model for carcinogenesis. The cancer is known to be the result of an accumulation of gene mutations and it is now known to follw 2 main pathways. The first, the chromosomal instability (CIN) pathway, is based on aneuploidy and consists of mutations of severla genes, among others SAPC, Ki-ras, DCC, Smad and p53 - it is found in more than 90% of sporadic CRC. The second pathay involves microsatellite instability (MIN) and involves mutations of the mismatch repair genes, i.e., MLH1, MLH2, MSH2, MSH3, MSH6, PM1 and PMS2. In devolped countries, MIN is found in the majority of young CRC patients, usually having a better prognosis.
The question is thus, Firstly, whether young (40 years and younger) Indonesian CRC patients have a different molecular patter than their counterparts in developed countries? Secondly, is MIN in young Indonesian CRC patients less in incidence than in developed countries. Thirdly, is MIN among young Inodnesian CRC paitents found less than among the elderly (60 years and older)?
In order to be able to answer the abovementioned questions, we conducted an explorative and analytic study on native lndonesians - represented by the four ethnic groups i.e., Javanese, Sundanese, Makarasses and Minang. The choice of the ethnic groups was based on anthropological (the pattern of migration of modern humans into Southeast Asia) and genetic (based on studies on Thalassemia in Indonesia). We regard the initial categorization of ethnic choice to be important, as in the future the approach to cancer will be based on the shifting paradigm in which the individual genetic profile is the base for strategy planning in cancer prevention, early detection, and treatment.
The study was started with the perusal of medical records form designated hospitals for data of young (40 years and younger) and old (60 years and older) CRC patients including their home addresses. Data was obtained from the archives of the Anatomic Pathology departments of the University of Indonesia, Padjadjaran University, and Hasanuddin University. The patients or their relatives were subsquently interviewed for ethnicity and compliance with the Amsterdam / Bethesda criteria for hereditary CRC.
Tumor specimens underwent evaluation for histopathology and grading. immunohistochemistry (IHC) was done for expression of MLH1 and MSH2 proteins to detect MIN and for the SMAD4 protein to reconfirrn that the specimens were not of MIN origin. The IHC test was regarded as positive if expression was found to be 20% or more - aforementioned criteria to be used for all IHC tests. The aim was mainly to prove whether the tumor specimens of young CRC patients foiled the MIN pathway as reported for cases in devolped countries.
One hundred and twenty cases were consecutively compiled from 5 hospitals in Indonesia, i.e., the Cipto mangnkusumo hospital (20 cases), Dharmais Cancer Hospital (18 cases), Gatot Subroto Army Hospital (3 cases), all in Jakarta, the Hasan Sadikin Hospital in Bandung (56 cases) and Dr Wahidin hospital in Makassar (24 cases)- They comprise the ethnic groups : 64 Sundanese (52.9%), 28 Javanese (23.1%), 25 Buginese / Makassarese (20.7%) and 4 Minang (3.3%).
From 118 available specimens, adenocarcinoma was the most dominant histopathology, and most were grade 1. categorized based on age, signet tring cell and mucinous adenocarcinoma were statistically significant (p=0.000) found more among the young CRC group. There was a statistically significantly difference in grade between the young and old patients, in which grade 3 is found more among the young patients.
From 121 specimens, IHC for the MSH2 protein was done on 92 specimens, whereas MHL1 in 97. more than 50% of cases showed expressions for MSH2, but MLH1 was negative in 83-5 specimens. Done simultaneously in 88 specimens, it was shown that there was no parallel between MLH1 and MSH2. Efty tive percent (41 out of 74) with negative MLH1 expression were positive for MSH2. there was no statistically significant difference in expressions between the right and left colon.
There was, however, a tendency for the proportions of specimens which had negative MSH2 expression to be located in the right colon. The MLH1 was negative for all right-sided specimens. There lack of difference in expressions of MLH1 and MSH2 was also found when the specimens were compared based on patient age, althoughthere were more of the young patients whi had negative expressions for both MLH1 and MSH2. there was no significant difference between the expressions of MLH1 and NMSH2 regarding tumor grading -this is interpreted as no correlation between MLH1 expression and tumor grade.
The results of the study revealed that 1 1) CRC in young patients of Javanese, Sundanese, Makassarese and lvlinang ethnic groups did not show any difference with regard to expressions of MLH1 and MSH2 compred to old patients; 2) young CRC patients of Javanese, Sundanese, Nlakassarese and Minang ethnic groups cannot be categorized as hereditary CRC based on interviews using the Amsterdam fBethesda criteria and are henceforth regarded as sporadic. 3) the expression of MLH1 and MSH2 by IHC cannot be used to detect microsatellite instability among patients of Javanese, Sundanese, Nlakassarese and Minang ethnic groups; and 4) use of the Amsterdam I Bethesda criteria for HNPCC is still the most reliable method to determine sporadicity of CRC patients among patients of Javanese, Sundanese, Malcassarese and Minang ethnic groups. The pattern of results also brings to light the possibilty that CRC among young patiens do not follow either MIN nor CIN pathways.
Does an Indonesian age faster, therefore CRC found at a younger age? Study of the literature on the aging process revealed that natural aging per se is no different from other populations - but other factors from the environment is thought to enter and influence the biological aging of cells and speed up carcinogenesis.
Internally, carcinogenesis of CRC is influenced by the interaction between oxidative stress involving the mitochondria, in which mitochondrial dysfunction resulted in the production of oxidative stress affecxting various components of carcinogenesis i.e., inhibition of apoptosis, activation of oncogenes, increase in mutator phenotype and inactivation of tumor suppression genes. The events are accelerated by important external factors - namely soscioeconomic status - causing the cell to be genetically unstable, a prerequisite for cancer formation, among these involving 1) infection and inflammation; and 2) diet and nutrition.
It is recommended that from this study that, in the shifting paradigm of cancer, moving from empirical tpo molecular oncology - further research be implemented with molecular epidemiology techiques on cancer populations in Indonesia. The approach of cancer in Indonesia in the future will also have to be based on the genetic profile of the individual or specific population group - and the knowledge obtained thus utilized.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
D708
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Badan Penerbit FKUI, 2010
616.994 PED
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>