Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 103597 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hariani Santiko
"Arkeologi adalah ilmu yang mempelajari dan merekonstruksi kebudayaan masa lalu berdasarkan sisa-sisa kebudayaan materi yang mereka tinggalkan. Mengingat kelembaban iklim Indonesia yang sangat tinggi serta akibat proses kimiawi yang terjadi dalam tanah dimana benda-benda tersebut terkubur beratus bahkan beribu tahun, maka benda-benda tinggalan manusia tersebut sudah tidak utuh lagi. Dari sisa-sisa materi yang terbatas inilah ahli arkeologi berusaha untuk merekonstruksi kebudayaan manusia masa lalu, apabila mungkin seutuhnya, Mengingat jangkauan arkeologi sangat luas, maka untuk merekonstruksi kebudayaan masa lalu, selain mempergunakan metode arkeologi secara seksama, apabila diperlukan, dapat diterapkan pula metode-metode yang dipinjam dari ilmu-ilmu lain (Magetsari 1990: 1-2).
Dalam rangka penelitian arkeologi, untuk kali ini, perkenankanlah saya membahas salah satu jenis peninggalan arkeologi yaitu candi, sisa-sisa sarana ritual agama Hindu dan Buddha di Indonesia, khususnya di Jawa dengan menitik beratkan pembicaraan pada ciri-ciri arsitektur candi serta membandingkannya dengan patokan-patokan yang digariskan oleh kitab Vastusatra (Silpasastra) di India, selanjutnya mencoba merekonstruksi makna simboliknya.
Agama Hindu dan Buddha berkembang di Indonesia antara abad VII--XV Masehi, dan kebudayaan materi yang mereka tinggalkan kebanyakan adalah tempat-tempat suci yaitu candi, stupa, gua penapaan dan kolam suci (patirthan).
Kehadiran bangunan suci candi mula-mula dilaporkan oleh orang-orang Belanda yang melakukan perjalanan di Jawa Tengah pada sekitar abad XVIII, Misalnya C.A. Lons, seorang pegawai VOC di Semarang mengunjungi Kartasura dan Yogyakarta, menyempatkan diri mengunjungi peninggalan-pcninggalan purbakala sekitar Yogyakarta termasuk kompleks candi Prambanan (Rara Jonggrang). Laporan-laporan tersebut rupanya menarik hati pejabat-pejabat Belanda, sehingga tahun 1746 Gubernur Jendral Van Imhoff mengunjungi kompleks Prambanan, kemudian berdatanganlah orang-orang, baik atas perintah atasannya maupun atas kehendak sendiri. Kemudian Sir Stamford Raffles yang menjadi Gubemur Jendral di Indonesia pada tahun 1814 sangat tertarik dengar kebudayaan Jawa. Dengan bantuan teman-teman dan bawahannya (orang Jawa) ia meneliti kebudayaan Jawa termasuk candi-candi yang kemudian diterbitkan daiam bukunya yang terkenal yaitu The History of Java (1817) . Pada waktu itu rupanya orang-orang Belanda dan Inggris telah mempunyai pandangan berbeda terhadap "barang-barang aneh" tersebut. Mereka mulai mengagumi candi dan berpikir betapa tingginya nilai seni yang ditampilkan, serta timbul kesadaran betapa tinggi peradaban bangsa Indonesia di masa lalu (Soekmono 1991:3).
Pada tahun 1885 Y.W. Yzerman mendirikan Archaeologische Vereenigins van Jogya, yaitu semacam Badan Purbakala. Sejak itu penelitian terhadap benda benda purbakala dilakukan lebih sistematis, demikian pula mulai dilakukan pemugaran candi-candi besar maupun candi kecil.
Penelitian candi-candi di Jawa maupun di luar Jawa telah banyak dilakukan Karangan-karangan tentang deskripsi candi paling banyak ditemukan, kemudian menyusul karangan mengenai relief candi, fungsi candi, Tatar belakang keagamaan seni arcanya, peranan candi dalam industri pariwisata dan sebagainya."
Jakarta: UI-Press, 1995
PGB 0462
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Suwardono
Yogayakarta: Ombak, 2013
959.8 SUW s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Budi Utomo
Jakarta: Kharisma Ilmu, 2012
R 959.8 BAM a
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Hery Luthfi
"ABSTRAK
Di Indonesia khususnya di Pulau Jawa banyak peninggalan arkeologi baik berupa candi, arca, maupun peninggalan lain yang berasal dari periode Hindu-Buddha. Di Jawa peninggalan-peninggalan tersebut diduga berasal dari abad VIII-XV Masehi (Soekmono 1979: 457).
Salah satu bentuk peninggalan arkeologi yang banyak menarik perhatian para ahli adalah arca. Dalam makalahnya yang dituangkan dalam Pertemuan Ilmiah Arkeologi I, Edi Sedyawati menyatakan, arca adalah suatu benda yang dibuat oleh manusia dengan sengaja dan karena itu pembuatannya adalah untuk memenuhi tujuan tertentu, atau sesuai dengan tujuan tertentu. Oleh karena itu, ia terkait oleh makna-makna oleh fungsi-fungsi (Sedyawati 1977: 213).
Arca-arca dari periode Hindu-Buddha pada umumnya berbentuk arca dewa, arca binatang, dan arca setengah manusia setengah binatang. Selain dari segi bentuk, arca juga mempunyai berbagai macam ukuran atau seperangkat lambang-lambang yang merupakan alat ibadah (Sedyawati 1980: 47).
Sejalan dengan banyaknya penelitian tentang seni arca, Edi Sedyawati menyatakan, dalam studi_-studi mengenai arca kuna baik di India, Asia Tenggara, maupun Indonesia umumnya dianggap ada dua nilai yang terkait pada artefak ini, yaitu: a. Nilai ikonografis, yang menyangkut sistem tanda-tanda yang mempunyai fungsi sebagai identitas arca. b. Nilai seni, yang menyangkut unsur-unsur gaya yang penggarapannya menentukan indah buruknya arca sebagai ekspresi dorongan keindahan pada manusia (I980: 47-50)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1995
S11807
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratnaesih Maulana
"Di Indonesia, khususnya Jawa dari hasil analisa ikonometri ukuran ?tinggi tokoh : tala? menunjukkan berada tidak jauh dari batas besaran ikonometri bagi dewa-dewa utama di India, yaitu uttama-dasa-tala. Kesesuaian ikonometri arca Siva Mahadeva Jawa dengan ikonometri Siva Mahadeva India erat kaitannya dengan kedudukan Siva Mahadeva sebagai dewa utama. Dari 43 macam laksana yang umum dibawa Siva Mahadeva, 21,2644% adalah camara. Berbeda dengan di Indonesia (Jawa), di India camara umumnya dibawa oleh dewa rendahan. Kenyataan ini bagi masyarakat Indonesia, khususnya Jawa bukanlah hal yang mustahil mengingat adanya konsep kamanunggalan yang dianut masyarakat ketika itu.

The iconographic analysis of the deities on the ?height measurement? showed that the tala measurement of the Javanese statues are not so different from those of the Indian ?tala measurement?, i.e. the uttama-dasa-tala. The similarity between the Javanese Siva Mahadeva?s iconometry and the Siva Mahadeva statues in India showed that the Siva Mahadeva statues in Java have the same role with the Indian Siva Mahadeva statues. Among the 43 general laksanas of Siva Mahadeva, the camara (fl ywisk) is the most important one (about 21,2644%). However, in India the camara is not always belonged to Siva Mahadeva, because we found some lower deities have the same laksana. This reality showed that the Indonesian silpin were not always followed strictly the Indian manual books. They created the statues a.o. the Siva Mahadeva statues according to local concept (the Kamanunggalan)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Asih Putrina Taim
"Daerah Aliran Sungai Musi dan Sungai Batanghari Sebagai Pusat Perkembangan Peradaban Masa Hindu-Buddha Abad ke 4 hingga ke-13 M di Sumatera Bagian Selatan. Sungai Musi dan Sungai Batanghari adalah dua aliran sungai besar dan dominan di wilayah Sumatera Bagian Selatan, berbagai aspek kehidupan di wilayah ini amat dipengaruhi dan bergantung pada keberadaan kedua sungai ini. Pentingnya kedua sungai ini sejak masa lalu. terlihat dari begitu padatnya temuan arkeologis terutama masa Hindu Buddha di sepanjang kedua daerah aliran sungai. Disertasi ini merupakan hasil penelitian untuk mengetahui dan mengidentifikasi kawasan kebudayaan di Daerah aliran Sungai Musi dan Batanghari pada awal keberadaan tinggalan budaya Hindu Buddha hingga abad ke- 13 Masehi. Metode yang digunakan adalah secara kwalitatif melihat sebaran temuan dan karakteristik situs serta kronologinya. Melalui konsep landskap dan keruangan serta penafsiran (post prosessual archaeology) dapat diketahui persebaran dan perkembangannya sejak abad ke-4 M hingga abad ke-13 M. Dengan demikian dapat diketahui pemanfaatan lingkungan DAS oleh masyarakat masa lalu dalam berbagai aspek kepentingan baik ekonomi maupun keagamaan pada abad ke- 4 hingga ke- 13 Masehi. Hasil penting yang didapat dari penelitian ini adalah perkembangan permukiman situs arkeologi di sepanjang DAS Musi dan Batanghari pada abad ke-4 M hingga 13 M, kondisi alam (sungai) yang juga berpengaruh dengan keberadaan situs, dan kesatuan budaya masa Hindu Buddha di DAS Musi dan Batanghari. 

The Basin of Musi and Batanghari River as the Center for the Development of Hindu-Buddhist Civilization in 4th to 13th Century AD in Southern Sumatra. The Musi River and the Batanghari River are the two major and dominant rivers in the South Sumatra region, various aspects of life in this region are strongly influenced and depend on the existence of these two rivers. The importance of these two rivers since the past. it can be seen from the dense archeological findings, especially the Hindu Buddhist period along both watersheds. This dissertation is the result of research to identify and identify cultural areas in the Musi and Batanghari watersheds at the beginning of the existence of the Hindu Buddhist cultural heritage until the 13th century AD. The method used is qualitative and quantitative looking at the distribution of findings and characteristics of the site and its chronology. Through the concept of landscape and spatial as well as interpretation (post prosessual archeology) the distribution and development can be seen from the 4th century AD to the 13th century AD Thus it can be seen the use of the watershed environment by past communities in various aspects of economic, and religious interests in 4th century to 13th AD. Important results obtained from this study are the development of archeological site settlements along the Musi and Batanghari watersheds in the 4th century AD to 13 AD, natural conditions (rivers) which also affect the existence of the site, and cultural unity of the Hindu Buddhist period in the Musi River Basin and Batanghari. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Coedes, George
[place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
959.01 COE lt (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Coedes, George
Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), 2017
959.01 COE a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Supratikno Rahardjo
"Alat-alat logam memiliki arti penting dalam kehidupan masyarakat kompleks yang dikenal sebagai masyarakat peradaban. Alat-alat ini diciptakan dalam berbagai bentuk dan bahan serta ditujukan untuk berbagai fungsi. Namun demikian pengetahuan kita tentang alat-alat tersebut, khususnya yang dibuat di Jawa pada masa Hindu-Buddha (abad ke-8 s/d ke-15), masih sedikit. Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui lebih jauh tentang alat-alat logam, khususnya yang disimpan sebagai koleksi di empat tempat, yaitu di Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala (SPSP) Jawa Tengah, Museum Sonobudoyo, SPSP Jawa Timur dan Museum Lapangan Trowulan. Dua yang pertama berada di wilayah Jawa Tengah dan dua yang terakhir di wilayah Jawa Timur.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam tradisi pembuatan alat-alat logam dikenal sekurang-kurangnya enam jenis bahan yaitu tembaga, perunggu, kuningan, besi, perak dan emas. Di antara jenis bahan tersebut, perunggu merupakan bahan yang paling banyak dipakai. Di samping itu dijumpai adanya kecenderungan bahwa jenis bahan tertentu digunakan untuk membuat jenis alat tertentu. Logam besi misalnya digunakan terutama untuk senjata dan alat-alattajam, sedangkan emas terutama untuk membuat perhiasan dan perlengkapan upacara. Adapun motif-motif biasa digunakan flora, fauna dan manusia. Sedangkan teknik penyajiannya berupa terawang, goresan, relief, dan wujud tiga dimensi.
Dilihat dari segi persebarannya, alat-alat logam yang dijumpai di Jawa Tengah meliputi wilayah yang lebih luas daripada benda-benda yang dijumpai di Jawa Timur. Dari segi pertanggalannya, sebagian besar benda-benda koleksi mewakili periodenya sendiri. Koleksi logam dari Jawa Tengah terutama mewakili periode Mataram, sedangkan koleksi logam yang dijumpai di Jawa Timur mewakili periode sesudahnya. Dari segi fungsinya benda-benda logam tersebut dipat dikelompokkan ke dalam delapan jenis, yaitu sebagai senjata dan alat-alat tajam, perlengkapan dapur dan sarana penyajian, hiasan dan komponen rumah, alat musik dan sarana komunikasi, alat hitung dan transaksi, sarana upacara keagamaan, dokumen resmi dan sarana transportasi. Dalam kenyataan beberapa alat tidak dapat ditetapkan ke dalam satu ketegori fungsi secara tegas, karena dapat terjadi sebuah benda dibuat untuk berbagai keperluan yang kadang-kadang berbeda sekali dengan maksud pembuatannya semula."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2000
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Depok Fakultas Sastra Universitas Indonesia 1994
LAPEN 03 Mau r
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>