Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 174531 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gatot Subroto
"ABSTRAK
Kinerja suatu perekonomian baik nasional maupun regional dapat dilihat dari pertumbuhan output dan struktur output menurut sektor ekonomi. Keadaan tersebut ditunjukkan oleh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atau Produk Domestik Bruto (PDB). PDRB atau PDB pada dasarnya adalah penjumlahan nilai tambah brutto (NTB) atau output sektor-sektor ekonomi yang bersangkutan. Output perekonomian yang dihasilkan oleh suatu daerah atau negara secara teoritis, merupakan kombinasi teknis dari faktor-faktor produksi yang terlibat didalam proses produksi yang bersangkutan. Secara matematis sederhana digambarkan melalui fungsi Y = f (K, L).

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kecenderungan ketenagakerjaan dan melakukan proyeksi serta menganalisa perubahan struktur ketenagakerjaan di propinsi Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan. Dengan melihat kesempatan kerja dan PDRB masing-masing sektor berhubungan secara posistif, serta hubungan kesempatan kerja di sektor pertanian, industri, dan perdagangan dan PDRB di sektor produksi lainnya berhubungan secara posistif.

Proyeksi pergeseran strukur tenaga kerja dengan menggunakan model ketenagakerjaan secara regional pada dasarnya merefleksikan proyeksi pergeseran struktur ekonomi daerah yang bersangkutan. Oleh sebab itu, proyeksi perubahan sruktur tenaga kerja tersebut dapat dijadikan acuan dalam mengambil kebijakan untuk investasi sumber daya manusia di daerah yang bersangkutan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, untuk semua sektor produksi menggambarkan adanya peningkatan yang cukup tinggi di masing-masing propinsi. Namun untuk sektor pertanian, menunjukkan adanya kecenderungan relatif yang semakin menurun di masa-masa yang akan datang. Dari data yang disajikan telah memberikan indikasi adanya pergeseran kesempatan kerja dari sektor primer (khususnya pertanian) ke sektor nonprimer (khususnya industri). Hal ini menggambarkan adanya pergeseran struktur ekonomi (dalam hal ini kesempatan kerja), sebagai saiah satu konsekuensi logis dari pembangunan ekonomi nasional.

"
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saruhian, Aryan
"Ilmu ekonomi regional tidak membahas kegiatan individual melainkan menganalisis suatu wilayah (atau bagian wilayah) secara keseluruhan atau melihat berbagai wilayah dengan potensinya yang beragam dan bagaimana mengatur suatu kebijakan yang dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi seluruh wilayah. Artinya unit analisis ekonomi regional adalah wilayah ataupun sektor. Jadi secara ringkas, persoalan utama yang dibahas dalam ekonomi regional adalah menjawab pertanyaan dimana lokasi dari berbagai kegiatan tersebut dilakukan.
Pusat pertumbuhan (growth centre) dapat diartikan dengan dua cara, yakni secara fungsional dan geografis. Secara fungsional pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi konsentrasi kelompok usaha atau cabang industri yang karena sifat hubungannya memiliki unsur-unsur kedinamisan sehingga mampu menstimulasi kehidupan ekonomi balk ke dalam maupun ke iuar (daerah beiakangnya). Secara geografis, pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi yang banyak memiliki fasilitas clan kemudahan sehingga rnenjadi pusat daya tarik (pole of attraction), yang menyebabkan berbagai macam usaha tertarik untuk berlokasi disitu dan masyarakat senang datang memanfaatkan fasilitas yang ada di wilayah tersebut.
Pembangan wilayah yang dikonsentrasikan pada pusat-pusat pertumbuhan dengan industri padat modal adalah sangat penting untuk dilakukan, karena hal tersebut akan merangsang pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya merangsang kegiatan pembangunan wilayah.
Berkaitan dengan letaknya yang strategis dan luasnya wilayah yang dimiliki dengan berbagai macam potensi sumberdaya alam yang dimiliki dad masing-masing wilayah serta berbagai corak kegiatan perekonomian, maka beberapa kecamatan di Kabupaten Lampung Selatan berpotensi untuk dikembangkan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, dan untuk itu diperlukan suatu kajian dan konsepsi perencanaan yang komprehensif dan matang dalam jangka menengah dan panjang terutama dalam rangka pengembangan wilayah.
Dalam kaitan dengan pusat pertumbuhan, Perroux (1955) berpendapat bahwa pembangunan ekonomi tidak merata terjadi diberbagai daerah, tetapi mempunyai kecondongan untuk mengelompok pada pusat-pusat pertumbuhan. Dalam konteks yang sama Sukirno (2001), mengatakan bahwa pusat-pusat pertumbuhan tersebut akan menentukan perkembangan daerah Iainnya. Begitu pula menarik tidaknya suatu wilayah dijadikan pusat pertumbuhan ekonomi akan sangat bergantung pada keadaan sarana prasarana serta sumberdaya alam yang dimilikinya.
Penelitian ini bertujuan: (1) mengetahui atau mengidentifikasi kecamatan yang berpeluang atau berpotensi sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di Kabupaten lampung Selatan; (2) mengetahui interaksi (tingkat keterkaitan) antara pusat pertumbuhan (growth centre) dengan hinterland-nya; (3) mengetahui arah atau fokus pengembangan kegiatan ekonomi dengan melihat komoditas unggulan tiap kecamatan.
Adapun alat analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis scalogram untuk mengetahui pusat pertumbuhan ekonomi berdasarkan ketersediaan fasilitas ekonomi, sosial dan pemerintahan, analisis interaksi untuk melihat keterkaitan pusat pertumbuhan dengan hinterland-nya (daerah pendukung), dan analisis location quotient yang digunakan untuk mengetahui sektor unggulan di Kabupaten Lampung Selatan dan komoditas unggulan ditiap kecamatan gura !pendukung spesialisasi masing-masing kecamatan.
Sedangkan hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) di Kabupaten Lampung Selatan teridentitikasi sebanyak enam kecamatan yang mempunyal hirarki Iebih tinggi sebagai pusat pertumbuhan, karena ketersediaan fasilitasnya Iebih bervariasi dan banyak jumlahnya, yaitu Kecamatan: Kalianda; Natar; Penengahan; Kat;bung; Padang Cermin; dan Sidomulyo. (2) pengembangan wilayah dengan menempatkan pada pusat-pusat pertumbuhan memiliki daerah cakupan atau hinterland-nya masing-masing. (3) dari sembilan sektor yang dianalisis, menunjukkan bahwa hanya ada tiga sektor yang dapat dikategorikan sebagai sektor unggulan di Kabupaten Lampung Selatan yaitu: sektor pertanian; sektor pertambangan dan penggalian: sektor pengangkutan dan komunikasi. Sedangkan subsektor yang termasuk unggulan yaitu subsektor: tanaman bahan makanan; peternakan; perikanan; pertarnbangan tanpa migas; penggalian; pengangkutan; komunikasi; bank; persewaars; dan subsektor hiburan dan rekreasi. (4) masing-masing wilayah pusat pertumbuhan didukung oleh wilayah pengembangan dengan berbagai komoditas dominan yang dapat dikategorikan sebagai komoditas unggulan dari masing-masing wilayah kecamatan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T20154
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edi Wahyono
"Tesis ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan kondisi obyektif perekonomian Propinsi Jawa Tengah dengan melakukan analisis terhadap perubahan struktur dan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi selama periode 1988-2000. Hasil analisis diharapkan dapat dijadikan dasar bagi penyusunan kerangka kebijakan makro ekonomi regional agar pada era globalisasi dan otonomi daerah perekonomian. Propinsi Jawa Tengah mampu bersaing baik di pasar nasional maupun global.
Untuk maksud itu digunakan analisis input-output. Perubahan struktur ekonomi dianalisis dengan melakukan "static comparative" terhadap struktur yang terjadi pada keseimbangan baru pada tabel input-output Propinsi ]awa Tengah tahun 1988, 1993 dan 2000; yang meliputi struktur permintaan dan penawaran, struktur produksi dan struktur keterkaitan antar sektor. Sedangkan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi dianalisis dengan melakukan dekomposisi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan output dari sisi permintaan seperti peningkatan permintaan akhir domestik, peningkatan ekspor, substitusi impor dan perubahan teknologi yang tercermin dari perubahan koefisien input-output.
Hasil analisis menunjukan bahwa struktur perekonomian Propinsi Jawa Tengah didominasi oleh sektor industri pengolahan. Akan tetapi, proses produksi di sektor tersebut sangat rentan terhadap ketersediaan bahan baku dan bahan penolong impor. Akibatnya, pada periode krisis dominasi sektor industri pengolahan mengalami penurunan.
Pada seluruh periode (1988-2000), sumber pertumbuhan output yang dominan adalah peningkatan permintaan akhir domestik, terutama peningkatan konsumsi swasta, diikuti oleh ekspansi ekspor. Peranan ekspansi ekspor sebagai sumber pertumbuhan output akan semakin dominan. Hal ini dapat dilihat dari hasil perbandingan antara sub periode pertama (1988-1993) dengan sub periode kedua (1993-2000) yang menunjukan bahwa kontribusi ekspansi ekspor terhadap pertumbuhan output semakin meningkat.
Oleh karena itu, kerangka kebijakan ekonomi regional harus diarahkan untuk mengembangkan sektor-sektor produksi yang mempunyai keunggulan komparatif dan secara bertahap dapat meningkatkan efisiensi proses produksi agar barang dan jasa yang dihasilkan mempunyai keunggulan kompetitif sehingga perekonomian Propinsi Jawa Tengah mempunyai daya saing yang tinggi baik di pasar nasional maupun global. Dengan kerangka kebijakan tersebut diharapkan ekspor barang dan jasa sebagai sumber pertumbuhan output dapat ditingkatkan dan ketergantungannya pada barang dan jasa impor terutama barang dan jasa yang akan digunakan sebagai bahan baku dan bahan penolong (input antara) dapat berkurang."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T12608
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Win Konadi
"Hubungan antara mobilitas penduduk dan pembangunan sangat erat sekali. Sebagaimana dikemukakan oleh Saefullah (1996), maupun Tjiptoherijanto (1998), gerak pembangunan akan mempengaruhi angka, bentuk dan arah mobilitas penduduk. Sebaliknya, mobilitas penduduk mempunyai dampak terhadap proses pembangunan. Maka tidak berlebihan jika dikatakan bahwa mobilitas penduduk akan terus ada selama proses pembangunan masih mengalami ketimpangan antar wilayah-terutama sekali ketimpangan antara wilayah perdesaan dan perkotaan.
Kecenderungan perpindahan penduduk dari suatu wilayah ke wilayah lain, seperti urbanisasi menurut beberapa teori (model Lee, teori Todaro) ada kaitannya dengan pertumbuhan pembangunan bidang ekonomi. Mereka secara jelas mengungkapkan bahwa faktor ekonomi memang memberi kontribusi besar dalam mempengaruhi orang untuk bermigrasi. Berkaitan dengan itulah maksud dan tujuan penelitian ini ingin lebih menjelaskan hubungan migrasi, urbanisasi dan pembangunan ekonomi dalam formula model matematik, berangkat dari bentuk atau model pertumbuhan variabel pengamatan tersebut.
Yadava and Yadava (1995) dan Keyfizt's (1978) telah mencoba memformulasikan hubungan migrasi, urbanisasi dan pembangunan ekonomi dalam pemodelan matematis, yaitu dengan mengusulkan bahwa fungsi urbanisasi dinyatakan dalam proporsi total penduduk perkotaan dari waktu ke-waktu mengikuti fungsi logistik dan terkait dengan fungsi pertumbuhan ekonomi menurut waktu. Sedangkan model estimasi migrasi neto keluar dan perdesaan diperhitungkan dari laju perubahan perbandingan penduduk perkotaan dan perdesaan dan selisih pertumbuhan alamiah penduduk desa-kota.
Pokok pikiran penelitian dalam tesis ini adalah kajian model Yadava dan Keyfitz serta Stupp yang diaplikasikan pada kondisi Indonesia dengan beberapa skenario yang dibangkitkan. Skenario yang dimaksud diperlakukan pada pola pertumbuhan ekonomi (diambil skenario linier, eksponensial, geometrik dan skenario Agung dari pola GNP per-kapita). Kemudian dibuat pra skenario untuk perbedaan pertumbuhan alamiah penduduk perdesaan dan perkotaan (natural increase rural-urban).
Hasil pembahasan diperbandingkan ke semua skenario tersebut, berdasarkan data observasi yang bersumber dari Statistik Indonesia, Sensus Penduduk dan SUPAS, serta diperbandingkan dengan hasil proyeksi yang pernah dipublikasikan oleh beberapa demografer Indonesia, yaitu Ananta & Anwar (1994) serta Tjiptoherjanto & Hasmi (1998). Proyeksi Model Yadava dengan skenario eskponensial misalnya, tahun 2000 menghasilkan angka urbanisasi 42,08 persen dan tahun 2010 sebesar 54,14 persen. Sedangkan dengan skenario Agung-3 (asumsi : bahwa pertumbuhan GNP 1998-1999 = +2 %) menghasilkan angka proyeksi urbanisasi tahun yang sama, masing-masing sebesar 34,05 persen, dan 48,68 persen. Sementara flu Tjiptoherijanto & Hasmi memproyeksikan tahun 2000 sebesar 36,46 persen dan menjadi 44,48 persen tahun 2010 serta proyeksi Ananta & Anwar, sebesar 41,80 persen tahun 2000 menjadi 49,55 persen tahun 2010.
Berdasarkan skenario model pertumbuhan ekonomi dan secaral langsung berhubungan dengan pertumbuhan angka urbanisasi, maka angka migrasi neto keluar dari perdesaan dapat diestimasi serta proyeksi beberapa tahun ke depan. Estimasi dan proyeksi yang dilakukan, di kontrol oleh angka perbedaan pertumbuhan alamiah penduduk perdesaan dan perkotaan yang diambil tetap sepanjang waktu pengamatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi perbedaan pertumbuhan alamiah penduduk perdesaan dengan perkotaan berkorelasi positif terhadap angka migrasi neto keluar dari perdesaan."
2000
T11098
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rudy Mulyadi
"Penelitian ini ditujukan untuk melihat pengaruh pemerintah daerah melalui penerimaan, pengeluaran rutin, dan pengeluaran pembangunan daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.
Metodologi yang digunakan adalah panel data untuk 26 propinsi di Indonesia pada periode 1991-1999. Variabel yang dipakai adalah investasi swasta, tenaga kerja, pengeluaran pembangunan, pengeluaran rutin, dan penerimaan daerah. Regresi dilakukan dengan menggunakan model dari Sung Kim Tai yang pernah dipakai untuk menganalisa sektor pemerintah daerah di Korea.
Berdasarkan hasil estimasi, didapatkan bahwa pengeluaran pembangunan, pengeluaran rutin, dan penerimaan daerah mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi regional di 26 propinsi di Indonesia. Pengeluaran pembangunan dan rutin sesuai dengan hipotesa bahwa keduanya mempunyai pengaruh yang positif sedangkan penerimaan daerah tidak sesuai dengan hipotesa yang menyatakan mempunyai pengaruh posilif terhadap pertumbuhan ekonomi regional.
Elastisitas variabel pengeluaran rutin, pengeluaran pembangunan, dan penerimaan pemerintah daerah berada di atas satu persen, elastisitas terbesar adalah pengeluaran rutin kemudian diikuti oleh pengeluaran pembangunan dan penerimaan daerah. Besarnya elastisitas tersebut menunjukan besarnya pengaruh kebijakan pemerintah daerah khususnya kebijakan fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi daerah."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T15745
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erna Zetha Rahman
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada hubungan antara rent seeking dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia, dengan menggunakan suatu model yang dikembangkan oleh Martin Rama. Model ini merupakan penurunan fungsi produksi kepada suatu bentuk yang spesifik, dimana kapital dan kebijaksanaan (regulasi) merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi.
Landasan teori dari model yang digunakan adalah teari ekonomi mikro, yang mengasumsikan bahwa dalam memproduksi suatu barang, perusahaan-perusahaan mengontrol dua variabel penting, yaitu investasi dan pengeluaran untuk lobby. Dalam hal ini investasi akan mempengaruhi persediaan kapital (capital stack), sedangkan pengeluaran untuk lobby akan mempengaruhi sejumlah kebijaksanaan yang akan menguntungkan perusahaan. Adanya lobby ini akan menyebabkan munculnya ketidakseimbangan dimana perusahaan-perusahaan akan berlomba-lomba menjadi pencari rente.
Dalam penelitian ini yang digunakan sebagai ukuran dari rent seeking adalah jumlah deregulasi ekonomi pada tiap-tiap tahun dalam periode penelitian 19B4 - 1993. Karena terbatasnya jumlah observasi menurut waktu, yaitu hanya mencakup sepuluh tahun observasi, maka penelitian ini akan menggunakan estimasi data panel. Dalam hal ini akan digabung data antar sektor ekonomi, yang mencakup sembilan sektor dengan data antar tahun (1984 - 1993) secara bersamaan, sehingga diperoleh 90 observasi. Penelitian ini menunjukkan bahwa rent seeking ternyata berpengaruh kepada tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini ditunjukkan oleh hasil regresi yang menyatakan adanya hubungan positif antara deregulasi ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi. Karena jumlah deregulasi merupakan ukuran mengenai
berkurangnya rente ekonomi, maka dapat disimpulkan bahwa berkurannya rente ekonomi akan mempercepat laju pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Secara sektoral, hanya deregulasi sektor moneter yang berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi.
Besarnya pengaruh deregulasi sektor moneter ini sangat relevan dengan kondisi
perekonomian selama periode penelitian. Sejak dikeluarkannya deregulasi sektor moneter dan perbankan pada 1 Juni 1983, yang diperkuat dengan Paket 27 Oktober 1968, pertumbuhan sektor bank dan lembaga keuangan lainnya meningkat cukup pesat, yaitu rata-rata 11,7 persen dibandingkan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB), yang rata-rata sekitar 6,1 persen.
Walaupun distribusi persentase dari sektor ini relatif kecil (sekitar 4 persen) terhadap PDB, namun pertumbuhannya ini jelas berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan PDB secara keseluruhan. Pengaruh yang cukup besar dari deregulasi sektor moneter ini terutama terlihat dari perkembangan mobilisasi dana masyarakat yang meningkat pesat, yang selanjutnya diikuti oleh peningkatan ekspansi kredit perbankan.
Pesatnya peningkatan kredit konsumtif, yang mencerminkan peningkatan konsumsi masyarakat, secara langsung berpengaruh kepada pertumbuhan ekonomi. Demikian pula terdapat beberapa kebijaksanaan deregulasi di sektor moneter dan keuangan, yang secara langsung mempercepat laju pertumbuhan sektor-sektor lainnya.
Namun, tidak cukupnya deregulasi pada sektor produksi riil, menimbulkan kecenderungan selalu memanasnya suhu perekonomian. Selain itu bersamaan dengan tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi, juga tidak dapat disangkal bahwa distorsi perekonomian juga - terus meningkat. Hal ini tidak saja karena masih berlangsungnya pasar yang bersifat monopoli dan oligopoli, tetapi juga karena masih berbelit-belitnya perizinan yang akhirnya berkaitan dengan masalah korupsi, kolusi, serta pungutan-pungutan liar. Kesemuanya ini menunjukkan masih berlangsungnya rent seeking activities.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa investasi dan perkembangan tekhnologi juga mempunyai pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Adanya pengaruh positif dari investasi sesuai dengan kenyataan empiris yang mendukung model estimasi, yaitu sebagai penurunan dari bentuk fungsi produksi.
Variabel investasi berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi baik secara keseluruhan maupun secara sektoral untuk seluruh (ke-9) sektor ekonomi. Sedangkan perkembangan tekhnologi yang berpengaruh secara signifikan hanyalah pada sektor listrik, gas dan air.
"
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Bank Dunia, 2006
338.9 Inv
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ohkawa, Kazushi
Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 1983
338.952 OHK p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Andean Salmon
"Salah satu tujuan pembangunan adalah menciptakan distribusi pendapatan yang lebih adil dan merata antara satu region dengan region lainnya. Pembanaunan dapat terjadi apabila ada aktivitas ekonomi yang bertumbuh di dalamnya, khususnya pada daerah yang baru berkembang, perbedaan SDA dan barang modal (capital stock) akan mempunyai penoaruh yang sangat besar terhadap perkembangan dan pertumbuhan ekonomi daerah. Daerah yang memiliki barang modal iebih banyak akan memperoleh pendapatan yang lebih banyak pula dibandingkan dei Egan daerah yang memiliki sedikit barang modal.
Perbedaan pendapatan karena perbedaan kepemilikan awal faktor produksi tersebut menurut teori neoklasik akan dapat dihilangkan atau dikurangi melalui suatu proses penyesuaian otomatis. Dengan proses tersebut hasil pembangunan akan menetes (trickle down) dan menyebar sehingga menimbulkan keseimbangan baru.
Peneilitan ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan pembangunan yang dilaksanakan di Propinsi Sumatera Utara selama 21 tahun (1983-2003) jika dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi dan disparitas distribusi pendapatan regional serta kemungkinan terjadinya transformasi sektoral (pergeseran dari sektor primer Ice sektor sekunder).
Untuk mengkaji permasalahan di atas, penelitian ini menggunakan formula Indeks Williamson (CVw) .dan Indeks Theils. Sedangkan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya transformasi sektoral di!akukan perhitungan rasio NTB sektor primer terhadap total PDRB setiap tahunnya dan tingkat laju pertumbuhan PDRB sektorai.
Berdasarkan hasil pene!!tan, ditemukan laju Pertumbuhan Produk Domestik Brutto (PDRB) Propinsi Sumatera Utara rata-rata per tahun tanpa rnigas tei nyata menghasiikan pertumbuhan yang iebih tinggi (6,58%) daripada dengan migas (5,91%). Hal ini disebakan SDA yang sangat dominan terdapat pada sektor pertanian. Sedangkan laju pertumbuhan PDRB menurut region erat kaitannya dengan tingkat aktivitas ekonomi yang terjadi disetiap region. Laju pertumbuhan rata-rata tertinggi terdapat pada Region Pantai Timur bagian Selatan sebesar 7,70%, diikuti, region pegunungan sebesar 6,32:'c, region pantai tirnur bagian utara sebesar 6,31% clan region pantai barat sebesar 6,15%.
Peranan PDRB Sektoral terhadap total PDRB selama 21 tahun sangat erat kaitannya dengan keberadaan sumberdaya alam. Sektor pertanian merupakan kontribusi terbesar dalam pembentukan PDRB yaitu di atas 30% dari total PDRB setiap tahunnya, sedangkan sektor penggalian merupakan kontribusi terkecil yaitu di bawah 0,53% dikarenakan tidak semua region memiliki sumber daya alam tersebut. Sedangkan menurut region, region pantai timur bagian utara menyumbangkan PDRB yang terbesar yaitu di atas 40% setiap tahunnya dan yang terkecil region pantai barat di bawah 15% setiap tahunnya.
Sementara itu kontribusi PDRB sektoral menurut region, region pegunungan menyumbang terbesar untuk sektor pertanian yaitu 11,15% dari total PDRB, region pantai timur bagian utara menyumbang sektor industri dan perdzgangan yang terbesar yaitu masing-masing 8,39% dan 9,75%.
Perkembangan nilai CVw di Propinsi Sumatera Utara selama kurun waktu 21 tahun (1983-2003) cenderung mengalami fluktuasi. Periode 1983-1987, nilai CVw rata-rata relatif konstan (0,269) dengan peaturnbuhan ekonomi sebesar 6,97%. Nilai Indeks Theils untuk Tw berkisar 0,0104-0,0159 (16,18%-21,34%) lebih kecil dan Indeks Theils Tb yaitu berkisar 0.0535-0,0587 (78,66%-80,99%). ini artinya disparitas yang terjadi pada periode ini disebabkan oleh disparitas antar region (Tb).
Periode 1988-1992 adalah merupakan periode disparitas, karena nilai CVw rata-rata mencaoai nilai yang tertinggi yaitu sebesar 0,357 dan pertumbuhan ekonomi rata--rata sebesar 9,42%. Te~ladi trade-off antara pertumbuhan ekonomi dengan pemerataan, dimana Hipothesis Simon Kuznets dengan U terbalik terjadi pada periode ini. Sejalan dengan itu, Indeks Theils, ketimpangan yang terjadi cenderung meningkat, dimana nilai indeks Tw berkisar 0,0131-0,0266 dan nilai Tb 0,0541-0,0740.
Periode 1993-1997, terjadi penurunan nilai CVw rata-rata menjadi 0,311 sebagai akibat dari dampak krisis ekonomi sehingga terjadi penurunan pertumbuhan ekonomi rata-rata menjadi 5,68%. Disparitas di dalam region (Tw) mengalami fluktuasi berkisar antara 0,0146-0.0167 sedangkan antar region (Tb) berkisar 0,0568-0,0647.
Pericde 1998-2003, pemekaran wilayah membawa pengaruh pads peningkatan disparitas regional, sedangkan dampak otonomi daerah (2001-2003) Lelum terlihat dengan jelas. lni disebabkan waktu pengamatan yang terlalu singkat untuk melihat dampak yang terjadi terhadap suatu kebijakan yang dibuat. Akan tetapi dalam periode tersebut setiap tahunnya cenderung mengalami peningkatan. Indeks Theis Tb dalam periode ini cenderung mengalami peningkatan. sebagai akibat pulihnya kembali roda perekonomian yang hancur akibat krisis ekonomi.
Keberadaan sektor pertanian di hampir semua region ternyata dapat dijadikan sektor penyangga (buffer) terhadap disparitas. Hal ini terbukti dimana nilai CVw dengan sektor pertanian CVw rata-rata selama 21 tahun sebesar 0,308. Sedangkan tanpa sektor pertanian sebesar 0,570. sementara itu Indeks Theils tanpa sektor pertanian menyebabkan terjadinya disparitas yang tinggi antar region (Tb) berkisar 0,0868-0,1269.
Trade-off antara pertumbuhan ekonomi dan pemerataan (CVw) sangat dipengaruhi dari keadaan aktivitas ekonomi didaerah yang diindikasikan dalam pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi cenderung akan meningkatkan Indeks Williamson (CVw). Sedangkan pada saat pertumbuhan ekonomi yang rendah (negatif), Indeks Williamson cenderung menurun. Ini terbukti pada scat terjadi krisis ekonomi dimana pertumbuhan ekonomi negatip berpengaruh terhadap Indeks Williamson yang rnenurun. Sementara itu, pasta pemekaran wilayah ternyata membawa pengaruh terhadap Indeks Williamson (CVw) yang cendei-ung rnenurun.
Propinsi Sumatera Utara selama kurun waktu 21 tahun (1983-2003) telah mengalami perkembangan pada masing-masing sektor. Sektcr Pertanian masih tetap memberikan kontribusi yang paling besar terhadap pernbentukan total PDRB, diikuti sektor industri dan sektor perdagangan. Dengan demikian, belurn terbukti terjadi transformasi sektorai dari sektor pertanian ke sektor industri."
2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Novianti
"Terjadinya disparitas pertumbuhan ekonomi antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI), telah melatarbelakangi dibentuknya Kawasan Pembangunan Ekonomi Terpadu (KAPET). Pada Kapet-kapet tersebut akan diprioritaskan upaya-upaya pembangunan baik berupa pengembangan infrastruktur, pengembangan sumberdaya alam yang menjadi komoditas potensial, pengembangan sumberdaya manusia, maupun pengembangan kelembagaam Untuk mendukung aktifitas pembangunan di Kapet, pemerintah memberikan bermacam-macam insentif atau kemudahan-kemudahan kepada dunia usaha maupun masyarakat untuk menanamkan modalnya. Kapet- ini diharapkan dapat menjadi `Pusat Pertumbuhan' yang pada gilirannya mampu merangsang pertumbuhan wilayah seldtarnya (hinterlands) melalui apa yang disebut `trickle down effects'.
Pembangunan growth centre dipercayai para pengambil kebijakan maupun perencana bail( di negara maju ataupun negara-negara berkembang termasuk Indonesia sebagai suatu strategi yang dapat mengatasi kesulitan dalam melaksanakan percepatan pembangunan daerah. Namun strategi pengembangan growth centre ini menimbulkan silang pendapat di antara para ahli. Niles Hansen (1972:103), misalnya mengatakan bahwa strategi di atas, khususnya di negara-negara berkembang mengalami banyak hambatan atau kegagalan, antara lain disebabkan karena masalah `keuangan' yang ternyata merupakan kendala terbesar bagi berhasilnya pembangunan pusat-pusat pertumbuhan tersebut. Demikian pula halnya dengan Harry W. Richardson (1978:134) menyatakan bahwa banyak dari negara-negara berkembang yang meninggatkan konsep pembangunan ini karena `spread effects' yang dihasilkan dan yang diharapkan mampu untuk mengembangkan daerah sekitarnya ternyata tidak pemah terwujud dan hanya menyerap sedikit sekali tenaga kerja.
Upaya mendorong pertumbuhan ekonomi KAPET Parepare dilakukan dengan mengembangkan sektor-sektor unggulan, seperti sektor pertanian dan sektor industri. Upaya ini didukung dengan pengembangan sarana dan prasarana yang sudah tersedia, agar dapat lebih menarik minat investor menanamkan modalnya di kawasan ini. Dad basil perhitungan LQ menunjukkan bahwa sektor pertanian dan sektor bangunan dan konstruksi menjadi sektor basis di kawasan ini. Analisis shift share menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor-sektor ekonomi di KAPET Parepare secara umum lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan sektor-sektor yang sama di tingkat propinsi_ Hal ini mengindikasikan strategi pembangunan KAPET Parepare secara sektoral memang berbeda dengan Sulawesi Selatan. Analisis regress data panel menunjukkan bahwa PDRB seluruh daerah yang termasuk KAPET Pare-Pare dipengaruhi oleh nilai produksi pertanian, jumlah tenaga kerja, produktivitas tenaga kerja, kapasitas daya listrik terpasang, konsumsi listrik, dan variabel bonekaldummy (menunjukkan perbedaan sebelum dan setelah diberlakukannya kebijakan pembentukan KAPET Parepare). Analisis disparitas menunjukkan bahwa setelah pembentukan KAPET Parepare, kesenjangan pendapatan perkapita antar daerah dalam kawasan sernakin bertambah_ Berarti pengembangan KAPET Parepare belum membawa manfaat bagi pemerataan terhadap pendapatan perkapita antar daerah.
Perlu ada diciptakan keterpaduan dan keterkaitan fungsional berbagai kegiatan dan program antar sektoral dan antar daerah. Hal ini selain untuk menciptakan sinergi potensi wilayah KAPET Parepare, juga semakin memperkecil disparitas antar daerah dalam kawasan tersebut."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T12594
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>