Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 96255 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agus Hasan Pura Anggawijaya
"Penelitian ini bertujuan untuk mengukur pengaruh distribusi pendapatan yang tidak merata, yang terjadi di Indonesia, terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Faktor pendidikan sangat berpengaruh terhadap peningkatan keahlian, dimana keahlian itu sendiri akan berpengaruh terhadap produktivitas dan semakin tinggi produktivitas pada gilirannya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Tetapi investasi dalam pendidikan itu sendiri akan sangat bergantung pada berapa besar tingkat pengembalian atau return yang dapat dihasilkam. Sekalipun pada negara sedang berkembang tingkat pendidikan menentukan juga besarnya pendapatan.
Dibalik itu semua, distribusi pendapatan yang terjadi berpengaruh terhadap distribusi pendidikan itu sendiri. Semakin merata distribusi pendapatan semakin merata pula pendidikan dan dengan sendirinya semakin merata pula keahlian, yang pada gilirannya semakin merata produktivitas.
Dengan demikian akan tercapai suatu Economic Equilibrium yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan rata-rata, tingkat pengembalian investasi dan oleh kebijaksanaan pemerintah, yang dirumuskan menjadi : g* = G(w, r, θ). Distribusi pendapatcrn itu sendiri sangat bergantung pada kebijaksanaan Pemerintah atau rejim yang berkuasa. Oleh karena itu keberadaan partisipasi politik akan sangat berperan didalam perumusan kebijaksanaan pemerintah terutama yang menyangkut distribusi pendapatan. Partisipasi politik itu sendiri akan bergantung pada rejim yang berkuasa pada saat itu, demokrasi atau nondemokrasi. Sekalipun cukup banyak bukti, banyak negara nondemokrasi mempunyai pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Kebijaksanaan pemerintah (Political equilibrium) yang optimal - yang dikehendaki oleh mereka yang berpendapatan median - karenanya dapat dirumuskan menjadi : θ* = θ (w, r, em), dimana kebijaksanaan pemerintah yang optimal bergantung pada tingkat pendidikan rata-rata, tingkat pengembalian dan distribusi pendapatan.
Karena kebijaksanan Pemerintah yang berkaitan dengan distribusi pendapatan sangat sulit diukur maka dalam penelitian ini hanyalah keahlian yang didekati oleh tingkat pendidikan pekerja, distribusi pendapatan yang didekati oleh Rasio Gini, dan tingkat pengembalian investasi yang didekati oleh tingkat bunga ril, yang dipergunakan sebagai independen variabel. Karenanya Politicoeconornico equilibrium dapat dirumuskan menjadi : g* = G(w, r, θ* (w, r, em ').
Apakah tingkat pendidikan pekerja, distribusi pendapatan, dan tingkat pengembalian di 26 propinsi Indonesia yang bervariasi tersebut akan berpengaruh terhadap Pertumbuhan Pendapatan Domestik Regional Bruto per-kapita di masing-masing propinsi. Estimasi dilakukan dengan Ordinary Least Square. Hasil estimasi menunjukkan hanya di Indonesia secara keseluruhan dan Indonesia Bagian Barat model ini dapat diterima, sekalipun keduanya tidak mempunyai Goodnes of fit yang baik Sedangkan di Indonesia Bagian Timur model ini tidak diterima.
Di Indonesia secara keseluruhan distribusi pendapatan yang memburuk jutru meningkatkan pertumbuhan ekonomi sekalipun pengaruhnya tidak terlalu signifikan. Lain halnya di Indonesia Bagian Barat, distribusi pendapatan yang memburuk meningkatkarn pertumbuhan ekonomi secara signifikan. Di Indonesia secara keseluruhan, tingkat keahlian rata-rata berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi secara signifikan. Sedangkan sebaliknya di Indonesia Bagian Barat, dimana pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi tidak signifikan. Di Indonesia secara keseluruhan maupun di Indonesia Bagian Barat mempunyai tanda yang bertolak belakang dengan hipotesa dan tidak signifikan sehingga variabel ini dapat diabaikan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noerdjojo Kotot
"Memasuki PJP II saat ini, salah satu program utama pemerintah yang harus ditangani dengan sungguh-sungguh adalah program pengentasan kemiskinan.
Sebagai bagian daripada masyarakat Indonesia secara keseluruhan, para nelayan/petani ikan, termasuk juga yang berada di DKI Jakarta masih jauh tertinggal dibanding dengan kelompok-kelompok masyarakat berprofesi lainnya dan termasuk dalam golongan masyarakat miskin.
Berkaitan dengan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 1993, seluruh sektor/subsektor yang ada, segala kegiatannya diarahkan untuk menunjang program IDT, dalam rangka turut memacu dan mempercepat program pengentasan kemiskinan tersebut.
Oleh karena itu, Dinas Perikanan DKI Jakarta, selaku dinas otonom Pemda DKI Jakarta melalui subsektor perikanannya juga mengarahkan programprograinnya untuk menunjang pengentasan kemiskinan, khususnya diutamakan bagi para nelayan/petani ikan beserta masyarakat perikanannya.
Selama ini, disamping program pembinaan, penyuluhan, pembangunan sarana dan prasarana perikanan, juga diberikan bantuan-bantuan kepada para nelayan/petani ikan DK.I Jakarta balk berupa permodalan maupun dalam bentuk sarana produksi, seperti kapal penangkap, mesin kapal ataupun peralatan budidaya rumput laut.
Apabila bantuan berupa pinjaman yang diberikan kepada para nelayan/petani ikan terdahulu dilakukan seperti yang umum dilakukan (non bergulir) dan diarahkan pada perorangan, maka tiga tahun terakhir ini bantuan tersebut lebih diarahkan kepada kelompok-kelompok binaan dan dilaksanakan melalui sistim "dana bergulir".
Dari hasil penelitian, ternyata melalui sistem "dana bergulir" lebih mempunyai prospek yang baik dibanding dengan yang pernah dilakukan selama ini. Oleh karena itu sistem ini perlu dipertahankan serta dikembangkan untuk masa mendatang, dan apabila diperlukan sesuai kondisi yang ada dapat disempurnakan lebih lanjut.
Dalam kaitan dengan hal ini, hambatan-hambatan yang terjadi, seperti aspek ketidaksesuaian dengan keinginan nelayan, aspek perilaku dan tanggung jawab nelayan itu sendiri, aspek pemasaran, kelompok penerima bantuan ataupun kordinasi antar instansi terkait perlu mendapatkan perhatian lebih lanjut untuk berhasilnya pengelolaan bantuan "dana bergulir" di masa mendatang.
Hal ini jelas akan memacu para nelayan, dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya melalui peningkatan produktivitas dan pendapatannya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adrian Coto
"Penulisan tesis ini memiliki tujuan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kesenjangan pendapatan rumah tangga pada setiap propinsi di Indonesia seperti pertumbuhan ekonomi, kontribusi output sektor industri, upah minimum regional, dan tingkat pendidikan pekerja. Selain itu akan dibandingkan pengaruh variabel pertumbuhan ekonomi, kontribusi output sektor industri, dan upah minimum regional terhadap kesenjangan pendapatan rumah tangga sebelum dan setelah tahun 1997.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series tahun 1993, 1996, dan tahun 1999 dengan data cross section 26 propinsi di Indonesia tidak termasuk Timor-Timur. Variabel-variabel yang digunakan dalam mempengaruhi kesenjangan pendapatan adalah pertumbuhan ekonomi, persentase output sektor industri pengolahan, upah minimum regional propinsi, dan tingkat pendidikan pekerja. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah modifikasi dari model yang digunakan oleh Lyndon (2001) untuk menangkap pengaruh variabel bebas pada periode setelah tahun krisis moneter 1997. Metode estimasi yang digunakan adalah fixed effect yang memungkinkan adanya perbedaan tingkat kesenjangan pendapatan rumah tangga pada setiap propinsi di Indonesia.
Hasil estimasi menunjukkan bahwa variabel pertumbuhan ekonomi mempengaruhi persentase pendapatan 40% kelompok rumah tangga berpenghasilan terendah secara positif dan signifikan. Sebaliknya persentase output sektor industri pengolahan, upah minimum regional dan tingkat pendidikan pekerja mempengaruhi persentase pendapatan 40% kelompok pendapatan rumah tangga berpenghasilan terendah secara negatif dan signifikan. Krisis ekonomi telah membawa dampak pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap kesenjangan distribusi pendapatan semakin memburuk. Sebaliknya, pengaruh persentase output sektor industri pengolahan dan upah minimum regional memperbaiki kesenjangan distribusi pendapatan. Selain itu, hasil estimasi menunjukkan bahwa apabila variabel bebas tidak mengalami perubahan, propinsi Papua memiliki kesenjangan distribusi pendapatan yang paling tinggi yaitu sebesar 20,04% yang artinya 40% kelompok rumah tangga berpenghasilan terendah hanya menguasai 20,04% dari seluruh pendapatan rumah tangga propinsi tersebut. Propinsi yang memiliki kesenjangan distribusi pendapatan yang terendah adalah propinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD) yaitu sebesar 29.04% yang artinya 40% kelompok rumah tangga berpenghasilan terendah menguasai 29.04% dari seluruh pendapatan rumah tangga propinsi tersebut."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T 17082
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Parhah
"Tesis ini dilatarbelakangi oleh serangkaian kebijakan pembangunan yang dilakukan pemerintah pada Pelita III. Pemerintah pada saat itu menitikberatkan pembangunannya lebih ke arah pemerataan. Tujuan program tersebut adalah untuk memperkecil ketimpangan distribusi pendapatan di Indonesia. Tesis ini berusaha untuk mengetahui variabel makroekonomi yang diduga mempengaruhi ketimpangan distribusi pendapatan di Indonesia. Penelitian ini juga ingin melihat efektifitas instrumen distribusi pendapatan, dalam hal ini pajak dan pengeluaran pembangunan, dalam mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan.
Metode estimasi yang digunakan untuk pengolahan data adalah teknik regresi data panel. Serangkaian pengujian dilakukan untuk memilih teknik regresi data panel yang cocok sebagai alat estimasi. Berdasarkan pengujian tersebut diketahui bahwa teknik regresi data panel dalam penelitian ini cocok menggunakan teknik regresi data panel dengan fixed effect.
Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa inflasi dan tax ratio mempunyai efek progresif terhadap ketimpangan distribusi pendapatan, sedangkan tingkat pengangguran, pengeluaran pembangunan, dan PDRB perkapita mempunyai efek regresif terhadap ketimpangan distribusi pendapatan. Variabel dummy yang digunakan untuk melihat perubahan pola distribusi pendapatan sebelum dan setelah krisis juga signifikan mempengaruhi ketimpangan distribusi pendapatan.
Implikasi kebijakan dari penelitian ini adalah pemerintah harus terus mengoptimalkan penerimaannya yang bersumber dari pajak, karena pajak terbukti mampu menjadi instrumen redistribusi. Pemerintah juga harus menekankan proyek-proyek pembangunannya pada proyek yang lebih produktif agar pengeluaran pembangunan tersebut dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T 17098
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tommy Harun
"Tesis ini bertujuan mempelajari faktor-faktor sosial, ekonomi dan demografi yang mempengaruhi tingkat pendapatan atau upah pekerja migran di Indonesia. Faktor-faktor tersebut adalah status pekerjaan tingkat pendidikan, umur, jenis kelamin, jam kerja, daerah tempat tinggal dan status perkawinan.
Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan, bahwa secara statistik dan substansi masing-masing variabel tersebut diatas mempunyai pengaruh yang berarti terhadap tingkat pendapatan atau upah pekerja migran setelah memperhatikan pengaruh tambahan variabel lainnya, atau dengan kata lain terdapat pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel tak bebas pendapatan setelah mempertimbangkan pengaruh tambahan variabel bebas lainnya.
Dari analisis deskriptif maupun analisis inferensial terhadap sampel migran risen yang berstatus bekerja dan menerima upah atau pendapatan, ditemukan hasil-hasil sebagai berikut :
1. Secara umum, pendapatan atau upah pekerja migran yang bekerja di sektor formal relatif lebih tinggi dibandingkan pendapatan atau upah pekerja migran di sektor informal.
2. Pengaruh tingkat pendidikan terhadap tingkat pendapatan pekerja relatif besar dibandingkan pengaruh faktor lainnya. Hal ini menggambarkan bahwa pendapatan atau upah yang akan diterima oleh pekerja sangat tergantung dari mutu modal manusia yang dimiliki pekerja tersebut. Semakin tinggi atau baik mutu modal manusia yang dimiliki pekerja, produktivitasnya semakin tinggi, maka upah atau pendapatan atau belas jasa yang pekerja tersebut terima dari hasil pekerjaannya juga semakin besar.
3. Dilihat dari kelompok umur, proporsi pekerja migran yang berumur 30-39 tahun yang menerima pendapatan atau upah lebih besar sama dengan pendapatan rata-rata lebih besar dibandingkan kelompok umur lainnya. Sedangkan perbedaan pendapatan yang relatif besar antara pekerja sektor formal dan informal, terjadi pada kelompok umur 40 tahun keatas antara pekerja migran yang berpendidikan SLTA keatas. Hal ini menunjukkan, bagi pekerja migran di sektor formal yang berpendidikan SLTA keatas, semakin lama masa kerja yang mereka lewati, pengalaman kerja yang mereka peroleh semakin banyak dan kemampuan mereka semakin meningkat serta profesionalisme kerja mereka semakin baik. Sedangkan pekerja sektor informal kemampuan kerja mereka disamping didukung oleh pendidikan yang relatif baik, juga harus didukung oleh kondisi kesehatan fisik mereka yang sehat, sehingga puncak produktivitas pekerja sektor informal terlihat pada usia 30-39 tahun.
4. Pendapatan atau upah pekerja migran laki-laki relatif lebih tinggi dibandingkan pekerja migran perempuan. Setelah dikontrol dengan tingkat pendidikan, bahwa perbedaan pendapatan antara pekerja migran laki-laki yang berpendidikan tamat SLTP kebawah yang bekerja di sektor formal dengan yang bekerja di sektor informal relatif kecil, dibandingkan dengan perbedaan antara pekerja migran yang berpendidikan SLTA keatas. Demikian pula untuk pekerja migran perempuan yang berpendidikan tamat SLTP kebawah, perbedaan pendapatan atau upah antara yang bekerja di sektor formal dengan migran yang bekerja di sektor informal juga relatif kecil. Namun yang menarik disini, bahwa pendapatan pekerja perempuan yang berpendidikan tamat SLTP kebawah yang bekerja di sektor informal relatif lebih baik dibandingkan dengan pekerja perempuan dengan pendidikan yang sama yang bekerja di sektor formal. Sedangkan perbedaan pendapatan antara pekerja perempuan yang berpendidikan SLTA keatas yang bekerja di sektor formal dan informal relatif besar.
5. Dari alokasi waktu untuk bekerja, pekerja migran yang bekerja diatas atau sama dengan 40 jam kerja per minggu relatif berpendapatan lebih baik dibandingkan dengan pekerja yang bekerja kurang dari 40 jam per minggu. Pengaruh jam kerja terhadap tingkat pendapatan atau upah pekerja, lebih besar terhadap pekerja yang berpendidikan SLTA keatas, dan perbedaan pendapatan atau upah antara yang bekerja di sektor formal dan informal relatif besar, khususnya antara pekerja yang bekerja dibawah 40 jam per minggu. Hal ini menunjukkan bahwa upah pekerja di sektor formal sebagian besar terikat dengan kontrak kerja yang telah disepakati, sedangkan pekerja sektor informal, jika mereka tidak bekerja pendapatan yang mereka terima akan berkurang. Sedangkan untuk pekerja migran yang berpendidikan tamat SLTP kebawah pendapatan mereka relatif rendah dan perbedaan pendapatan atau upah antara pekerja di sektor formal dan informal relatif kecil, baik antara pekerja yang bekerja diatas atau sama dengan 40 jam per minggu maupun antara pekerja yang bekerja dibawah 40 jam per minggu.
6. Pendapatan atau upah pekerja migran di perkotaan relatif lebih baik. Sedangkan dipedesaan proporsi yang menerima pendapatan atau upah lebih besar sama dengan pendapatan rata-rata relatif kecil, khususnya bagi pekerja yang berpendidikan tamat SLTP kebawah. Pekerja migran diperkotaan yang berpendidikan SLTA keatas menunjukkan proporsi yang menerima pendapatan lebih besar sama dengan pendapatan rata-rata relatif besar. Perbedaan pendapatan antara pekerja migran diperkotaan yang berpendidikan SLTA keatas antara yang bekerja di sektor formal dan informal relatif besar, demikian pula antara pekerja migran yang berpendidikan SLTA keatas yang tinggal di pedesaan. Sedangkan antara yang berpendidikan tamat SLTP kebawah relatif kecil. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan SLTA keatas cukup berpengaruh terhadap tingkat pendapatan pekerja migran, baik diperkotaan maupun dipedesaan.
7. Status perkawinan cukup berpengaruh terhadap tingkat pendapatan pekerja migran. Pekerja yang berstatus pernah kawin atau berkeluarga menerima pendapatan atau upah yang relatif tinggi dari pekerja yang berstatus tidak kawin. Hal ini disebabkan, pekerja yang berstatus pernah kawin atau berkeluarga biasanya usia mereka lebih tua dan pengalaman kerja mereka lebih lama dibandingkan pekerja yang berstatus tidak kawin. Dipihak lain tanggung jawab pekerja yang berkeluarga lebih besar, karena mereka harus berusaha mencukupi kebutuhan keluarga mereka. Disamping itu pekerja yang berkeluarga kadangkala menerima tunjangan keluarga dari_ instansi atau perusahaan dimana mereka bekerja. Sedangkan fasilitas tersebut tidak diperoleh pekerja yang berstatus bujangan."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pangemanan, Lyndon
"Penelitian ini bertujuan untuk mengelaborasi kemungkinan faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakmerataan pendapatan penduduk periode tahun 1980 -1996 (PelitaIII -Pelita V), atau semasa kepemimpinan orde baru. Berdasarkan studi Iiteratur dan penelitian - penelitian yang telah dilakukan, maka di putuskan untuk dianalisa dan dibahas selanjutnya adalah faktor -faktor yang mempengaruhi ketidakmerataan pendapatan di Philipina oleh Esiudilo .1.P. (1997) akan direplikasikan di Indonesia, Selanjutnya dikomhinasikan dengan faktor komponen ekonomi berdasarkan studi .literatur.
Setelah dilakukan sludi-studi awal, mengenai ketersediaan data dan kondisi wilayah Indonesia, maka dilakukan beberapa modifikasi, mengenai variabel dan model, .sehingga diduga variabel-varabel berikut ini; 1) proporsi penduduk yang berusia > 60 tahun(X2) ; 2) proporsi jumlah anggota rumah tangga yang terdidik/ tingkat keahlian (X3) ,- 3) proporsi jumlah anggota rumah tangga yang bekerja di sektor industri ( X4) ; 4) pertumbuhan ekonomi ( X5) ; dan 5) kontribusi pendapatan dari sektor industri pengolahan terhadap total pendapatan(X6). Selanjutnya dari variabel diatas maka variabel ,(1),(2) dan (3) dikelompok dalam komponen demograf/ kependudukan serta variabel (I) dan (5) dikelompokan dalam komponen ekonomi. Untuk mendapatkan informasi yang lebih banyak dari penelitian maka digunakan adanya keragaman wilayah Indonesia sebagai informasi untuk dianalisa dan dibahas."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T20640
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutapea, Godfrid Rolan Tumbur
"Secara spesifik tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui adakah pengaruh yang positif dan signifikan antara faktor pendidikan, faktor pengalaman kerja, faktor frekuensi kerja dan faktor jam kerja terhadap faktor pendapatan pekerja sektor bisnis informal di wilayah Kotamadya Jakarta Timur.
Mengacu dari tujuan penelitian tersebut diperoleh, bahwa faktor pendidikan ternyata tidak dapat diangkat ke permukaan sebagai salah satu pertimbangan ukuran kemampuan kerja sektor bisnis informal untuk wilayah Kotamadya Jakarta Timur. Hal tersebut didasari atas pertimbangan faktor pendidikan formal pada saat ini belum mampu memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pendapatan pekerja sektor bisnis informal, namun faktor pengalaman kerja melalui proses pemagangan maupun pengalaman kerja disektor formal yang banyak membantu menggantikan jenjang pendidikan.
Faktor pengalaman kerja ternyata mampu memberikan pengaruh yang positif dan kuat terhadap faktor pendapatan. Hal tersebut didasari pertimbangan, semakin tinggi pengalaman kerja, baik pada sektor formal maupun proses pemagangan pada sektor informal maka semakin banyak informasi bisnis yang mereka ketahui. Dengan demikian sangat menunjang keberadaan pekerja sektor bisnis informal untuk meraih pendapatan yang lebih baik.
Faktor frekuensi kerja juga memperlihatkan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap faktor pendapatan. Hal itu didasari pertimbangan, bahwa pada umumnya mereka bekerja didominasi dengan tingkat kehadiran yang relatif tinggi, berkaitan dengan faktor tuntutan ekonomi keluarga dan adanya daya tarik di lokasi tujuan memaksakan mereka harus dapat bekerja setiap hari. Dengan konsep dominasi tersebut mampu menunjukan, bahwa faktor frekuensi kerja mampu mencerminkan pendapatan yang lebih baik.
Hal yang sama dapat dibuktikan dengan faktor jam kerja, ternyata berpengaruh positif dan signifikan terhadap faktor pendapatan. Hal itu dilandasi pertimbangan masih adanya peluang yang dapat diraih hingga larut malam, maka memaksakan pekerja bekerja dengan jam kerja yang relatif tinggi dalam sehari. Upaya untuk meraih kemampuan kerja dalam konteks meraih pendapatan pada sektor bisnis informal dewasa ini, ternyata sangat ditentukan oleh faktor pengalaman kerja, frekuensi kerja dan jam kerja sebesar 87%."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T2462
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"This research studies on the distribution of merchants after removed to a new market location boundary of Ujungbatu. The aims is to known the changing of earning of new market location merchants....."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya dana yang dibutuhkan dan dana yang disediakan orang tua dalam hubungannya dengan prestasi belajar mahaiswa program Studi Pendidikan Ekonomi Akuntansi FKIP Universitas Sriwijaya...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Sutrisno
"Studi mengenai kemiskinan dan distribusi pendapatan di Indonesia bukanlah merupakan topik baru. Karena masalah tersebut sejak tahun 1970-an telah menjadi salah satu pusat perhatian pemerintah maupun pakar bidang ekonomi dan sosial lainnya. Hal ini menjadi sangat penting semenjak tahun 1997 yaitu saat Indonesia mengalami krisis ekonomi.
Negara Indonesia sejak era 1960-an hingga 1990-an mengalami pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkesinambungan, namun mulai bergejolak tahun 1997 karena krisis ekonomi. Dalam periode 1997 hingga saat ini mulai menampakkan perekonomian yang membaik. Namun berdasarkan pengalaman negara-negara lain bahwa pertumbuhan ekonomi tidak selalu diikuti dengan distribusi pendapatan, telah disadari oleh negara Indonesia maka pengambil kebijakan negeri ini telah lama mengatur strategi pembangunan yang tidak melulu mengejar pertumbuhan ekonomi. Apalagi dewasa ini era reformasi yang lebih mengedepankan ekonomi kerakyatan yang tidak lain demi semakin membaiknya distribusi pendapatan atau pemerataan yang ada di Indonesia.
Distribusi pendapatan yang tidak merata memang bisa berakibat tidak hanya di bidang ekonomi namun dapat memicu kesenjangan sosial dan politik. Sehingga upaya-upaya untuk mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan merupakan usaha dalam membantu memperkuat stabilitas politik. Indikator yang sering digunakan untuk mengetahui kesenjangan distribusi pendapatan adalah koefisien gini dan kriteria Bank Dunia (BPS,1994). Koefsien gini berkisar antara nol sampai dengan satu. Semakin tinggi koefisien gini maka semakin timpang distribusi pendapatan suatu negara. Sebaliknya, semakin rendah nilai koefisien gini berarti semakin merata distribusi pendapatannya.
Kriteria Bank Dunia mendasarkan penilaian distribusi pendapatan atas pendapatan yang diterima oleh 40% penduduk berpendapatan terendah. Kesenjangan distribusi pendapatan dikategorikan : (a) tinggi, bila 40% penduduk berpenghasilan terendah menerima kurang dari 12% bagian pendapatan ; (b) sedang, bila 40% penduduk berpenghasilan terendah menerima 12% -17% bagian pendapatan; (c) rendah, bila 40% penduduk berpenghasilan terendah menerima lebih dari 17% bagian pendapatan.
Pemerintah melalui kebijakan fiskal dan moneter merubah keadaan masyarakat sesuai yang dinginkan. Berkaitan dengan itu terjadi pengalihan transfer sumberdaya dari masyarakat yang berpendapatan tinggi kepada masyarakat yang berpendapatan rendah. Pemerintah melalui manuver kebijakan fiskal, redistribusi pendapatan diimplementasikan secara langsung melalui skema pembayaran pajak kepada pemerintah.
Efek redistribusi dicari untuk melihat bagaimana perubahan terhadap distribusi pendapatan yang ditimbulkan akibat dari pajak yang telah dibayarkan oleh masyarakat apakah distribusi pendapatan semakin merata atau justru distribusi pendapatan menjadi semakin tidak merata karena pengeluaran yang dilakukan oleh masyarakat untuk pajak. Berdasarkan hasil analisis, efek redistribusi yang dihitung menghasilkan nilai bertanda positif sehingga dapat dikatakan bahwa terjadi perbaikan distribusi pendapatan yang ditimbulkan karena adanya pajak yang dibayarkan oleh masyarakat. Sehingga hipotesis penelitian ini dapat dibuktikan kebenarannya bahwa terdapat perbedaan yang positip terhadap distribusi pendapatan sebelum dan sesudah pembayaran pajak. Berdasarkan analisis dengan kriteria yang digunakan oleh Bank Dunia dalam menentukan kesenjangan distribusi pendapatan ditimbulkan bahwa distribusi pendapatan masyarakat untuk 40% rumah tangga berpenghasilan terendah sebelum membayar pajak apabila dibandingkan dengan distribusi pendapatan masyarakat untuk 40% rumah tangga berpenghasilan terendah setelah membayar pajak terdapat kenaikan. Pada sisi lain distribusi pendapatan masyarakat untuk 20% rumah tangga berpenghasilan teratas sebelum membayar pajak apabila dibandingkan dengan distribusi pendapatan masyarakat untuk 20% rumah tangga berpenghasilan teratas setelah membayar pajak terdapat penurunan.
Implikasi ekonomi terhadap basil kesimpulan penelitian ini yang melihat bahwa terdapat perbaikan distribusi pendapatan rumah tangga yang dipengaruhi oleh pajak yang mereka bayarkan adalah bahwa perlu disadari baik itu oleh pemerintah maupun masyarakat bahwa bagi sementara masyarakat sering melihat bahwa pajak terkadang selalu memberatkan. Namun pada kenyataannya bahwa pajak yang mereka bayarkan telah mampu membantu memperbaiki distribusi pendapatan. Bagi pemerintah tentunya berupaya untuk lebih meningkatkan tingkat cakupan pajak baik itu dengan intensifikasi dan ekstensifikasi pajak. Seperti yang diungkapkan oleh Suparmoko (2000: 238) bahwa pajak hendaknya digunakan untuk mengurangi ketidakmerataan penghasilan. Ini tidak berarti bahwa tujuan suatu perekonomian adalah memberikan penghasilan yang merata atau yang sama besarnya bagi setiap angggota masyarakat."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T15309
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>