Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 76264 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Djoko Triwibowo
"Pembicaraan mengenai "Perjanjian Penanggungan" tidak lain bahwa ia merupakan bagian dari hukum jaminan yang mengatur tentang jaminan-jaminan piutang kreditur terhadap debitur.
Penggunaan istilah "penanggungan" atau "perjanjian penanggungan" sebagai terjemahan dari istilah borgtach t tidak memberikan kesan adanya benda tertentu sebagai jaminan dan ini memang panting ditekankan, agar tampak perbedaannya dengan jaminan kebendaan. Kata "penanggungan" mempunyai kaitan dengan soal "menanggung". yang berarti di sana ada sesuatu yang "ditanggung" akan terjadi dan ini menampilkan ciri eccesssair dari perjanjian penanggungan yang merupakan ciri khas perjanjian seperti itu.
Istilah "menanggung utang" juga digunakan untuk mereka yang menjamin perikatan orang lain dengan "benda tertentu" miliknya. Demikian pula. dengan istilah "jaminan pribadi" bisa menimbulkan kesan. seakan-akan "diri pribadi" penjamin yang dibenikan sebagai jaminan. yang demikian itu tidak betul. Sebab. kalau yang dimaksud dengan "menanggung" itu hanya diartikan bahwa prestasi debitur dijamin akan terlaksana. kalau perlu penjamin sendiri yang akan melakukannya tidaklah tepat karena prestasi yang berupa tindakan untuk melaksanakan sesuatu tidak selalu dapat digantikan oleh orang lain. Apalagi untuk prestasi yang berupa "tidak melakukan sesuatu". Padahal. kewajiban perikatan dengan isi seperti itu dapat dijamin dengan penanggungan.
Perjanjian garansi. pada intinya merupakan suatu perjanjian. dimana pemberi garansi (,.rant) menjamin bahwa seseorang pihak ketiga akan berbuat sesuatu. yang biasanya --tetapi tidak selalu dan tidak harus--berupa tindakan "menutup suatu perjanjian tertentu". Seorang pemberi garansi mengikatkan diri secara bersyarat untuk memberikan ganti rugi. kalau pihak ketiga--yang dijamin--tidak melakukan perbkatan. untuk mana ia memberikan garansinya dan nanti dalam tesis ini akan dapat dilihat. bahwa perjanjian penanggungan juga mengandung unsur menjamin pelaksanaan kewajiban perikatan tertentu dari seorang debitur sehingga seringkali sulit untuk membedakan antara keduanya.
Adapun yang dapat bertindak sebagai penanggung dalam perjanjian penanggungan bisa dilakukan oleh; perorangan (borotochtl, perusahaan tcorpor.fft9 guarantee!. bank (g-zrrzrnsi bank)_ perusehaen esrrran si (surety bond). den g a n membawa akibatFkonsekuensi yang berbeda sesuai dengan fungsinya masing-masing sebagai penanggung dalam perjanjian penanggungan. Konsekuensinya. Isi prestasinya bisa bermacam-macam. tergantung dari apa yang--berdasarkan perikatan pokok yang dijamin--ditinggalkan debitur. tidak dipenuhi atau berupa janji ganti rugi senilai itu."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harum Melati Suci
"ABSTRAK
Indonesia adalah negara agraris dan sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai petani maupun sebagai pengusaha agribisnis. Permasalahan yang sering dihadapi oleh petani atau pengusaha agribisnis dalam mengembangkan usahanya adalah masalah permodalan. Disisi lain dari sektor perbankan masih mempunyai anggapan bahwa sektor pertanian atau agribisnis adalah sektor yang bersifat high risk. Hal ini dikarenakan berbagai alasan antara lain mengenai kelayakan usaha yang akan dibiayai, kemampuan pengembalian hutang dan juga masalah agunan atau jaminan. Oleh karena itu, Pemerintah dan DPR-RI pada tanggal 14 Juli 2006 telah mengesahkan Undang-Undang Republik Indonesia No.9 Tahun 2006 Tentang Sistem Resi Gudang, yang bertujuan untuk membantu kesulitan pengusaha UKM dalam memenuhi kebutuhan modal kerja dan memberikan perlindungan hukum bagi lembaga keuangan perbankan dalam menyalurkan kredit modal kerja kepada pengusaha UKM, melalui Jaminan Resi Gudang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Perkembangan Implementasi Sistem Resi Gudang terkait pemberian kredit dengan Jaminan Resi Gudang oleh Perbankan di Indonesia, perlindungan hukum bagi bank sebagai kreditur dan permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh bank sebagai kreditur pemegang Hak Jaminan Resi Gudang. Metode penelitian yang digunakan dalam rangka penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif dengan analisis data kualitatif. Terbatasnya peranan Perbankan nasional dalam memberikan fasilitas kredit dengan jaminan Resi Gudang terkait erat dengan implementasi dan perkembangan Sistem Resi Gudang di Indonesia.
Pelaksanaan Sistem Resi Gudang saat ini di Indonesia masih dalam tahap penyempurnaan dan pembangunan infrastruktur serta kelembagaan yang menopang berjalannya Sistem Resi Gudang tersebut. Dalam Pelaksanaannya masih ada permasalahan yang dihadapi oleh bank sebagai pemegang hak jaminan, yaitu mengenai kebenaran dan keabsahan komoditi pertanian yang menjadi obyek jaminan dan pelaksanaan eksekusi barang jaminan melalui lembaga parate executie.
Sebagai saran dari hasil penelitian adalah perlunya peranan pemerintah dalam sosialisasi Sistem Resi Gudang dan manfaatnya bagi pembiayaan Modal Kerja, kepada masyarakat luas dan lembaga pembiayaan, melakukan pembangunan yang merata diberbagai wilayah Indonesia terhadap proyek-proyek Sistem Resi Gudang, sarana dan infrastrukturnya, meningkatkan kelembagaan yang menunjang berjalannya Sistem Resi gudang. Bank perlu melakukan mitigasi Resiko untuk mengatasi keraguan atas keabsahan perolehan barang, serta perlunya pemahaman yang komprehensif dari penegak hukum terhadap lembaga parate executie sebagai keistimewaan yang diberikan oleh undang-undang kepada pemegang hak jaminan kebendaan.

ABSTRACT
The Republic of Indonesian is an agrarian country and most of their residents undertake in agriculture sector as farmers or enterpreneurs in line with crops. The problem that they?re facing in enlarge their market is capital. One side, the banking sector still has the notion that agriculture or agribusiness sector is a high risk business. This is due to various reasons, such as, the feasibility of the business to be financed, the repayment capacity and collateral or security problems. Therefore, on July 14, 2006 the Government and the House of Representatives of Indonesia has passed Undang-Undang No.9 of 2006 About Warehouse Receipt System, that the objective is to assist UKM entrepreneurs difficulties in fulfill their working capital needs and provide legal protection for banking financial institutions in disbursing working capital loans to UKM entrepreneurs, through Warehouse Receipt Security.
This research objective is how to determine the development of Warehouse Receipt System Implementation in associated with the Warehouse Receipt Security financing by Banks in Indonesia, legal protection for banks as creditors and the problems faced by banks as a creditor with the Warehouse Receipt Security Rights. The Research methods used in the context of this research is normative legal research methods with qualitative data analysis. The national banks role in providing credit facilities to guarantee Warehouse Receipt is closely related to the implementation and development of Warehouse Receipt System in Indonesia.
The Implementation of Warehouse Receipt System in Indonesia recently is still in level of refinement and development of infrastructure and institutional support operation of the Warehouse Receipt. At the Implementation, theres problems faced by banks as collateral rights holders, and the object of security and guarantee execution of goods through parate executie institutions that still have potential problems in the implementation, especially about the validity of the goods and related procedures that guarantee the execution of the goods.
The recommendation for this research is the need for government's role in the socialization of the Warehouse Receipt Security Rights to the public and financial institutions, make equitable development in various areas of Indonesia projects Warehouse Receipt System, facilities and infrastructure, enhance institutional support of the warehouse receipts system operation and Banks have to mitigate the risks to overcome doubts about the validity of the acquisition of goods, and the need for a comprehensive understanding of the law enforcement agencies as parate executie privilege granted by law to guarantee the rights holder material."
2009
T26626
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ertanto Tyas Saptoprabowo
"Krisis ekonomi di Indonesia diawali dari bergejolaknya nilai tukar yag terus berkembang menjadi krisis ekonomi yang melanda pula sektor keuangan dan perbankan. Guna memulihkan posisi perbankan yang cukup lemah dan
mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada lembaga perbankan, pemerintah melalui Bank Indonesia memberikan bantuan dana yang disebut Bantuan Likuiditas Indonesia (BLBI). Sayangnya. bantuan dana Bank telah disalahgunakan penggunaannya oleh para debitur penerima dana, bahkan ada dana yang disalurkan melebihi jumlah yang ditentukan, yang dikenal dengan istilah Batas. Maksimum Pemberian Kredit (BMPK). Untuk menyelesaian kewajiban pare debitur tersebut dibuatlah suatu perjanjian antara BFPN selaku kuasa dari pemerintah dengan para debitur penerima dana, yang diberi nama Master of Settlement Acquisition Agreement (MSARI atau Perjanjian Penyelesaian Dana Bantuan BLAT dengan jaminan aset. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan dan legalitas perjanjian "MSAA" menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Untuk itu perlu dikaji bagaimana kedudukan dan legalitas perjanjian "HSAA" menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Kedudukan dan legalitas perjanjian "MSAA" sama dengan perjanjian- perjanjian lain yang dibuat oleh para pihak yang sepakat, oleh karenanya permohonan pembatalan oleh salah satu pihak tanpa proses di pengadilan atau menyatakan batal desi hukum, tanpa bukti yang kuat konsisten dengan perjanjian yang dapat dianggap tidak dibuatnya dan dunia internasional akan menilai kurangnya kepastian hukum di Indonesia Seandainya perjanjian "MOAA" memang cecat hukum dalom kesepakatannys. maka salah satu Pihak dapat mengajukan gugatan pengadilan. Selanjutnya, kalau memang ingin merevisi perjanjian "MSAA" кагела ternyata ada beberapa hal yang ingin ditambahkan dapat dibuat addendus MSAA dengan kesepakatan para pihak. pembuatannya didasarkan atas kesepakatan bersama pula."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T36331
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Yossie Yuliasanti
"ABSTRAK
Dewasa ini lembaga jaminan fidusia merupakan salah satu
lembaga jaminan kredit yang menjadi alternatif lain bagi
seorang debitur untuk meminjam uang di bank. Lembaga ini
semakin eksis sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 42
Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Permasalahannya yang
terjadi bahwa masyarakat belum mengenal atau memahami
Undang-Undang Jaminan Fidusia dengan baik, seperti prosedur
tata cara pendafataran fidusia dan akibatnya jika objek
jaminan fidusia tidak didaftarkan, perlindungan hukum bagi
kreditur jika objek jaminannya musnah serta mengenai
pengalihan objek jaminan fidusia tanpa sepengetahuan salah
satu pihak. Penulis melalui tesis ini mencoba untuk
memberikan penjelasan tentang Undang-Undang Jaminan
Fidusia, khususnya mengenai prosedur pendaftaran fidusia,
objek jaminan fidusia yang tidak didaftarkan, perlindungan
hukum bagi kreditur jika objek jaminannya musnah serta
mengenai pengalihan objek jaminan fidusia tanpa
sepengetahuan salah satu pihak, sehingga dapat dimengerti
oleh para pihak yang memerlukannya. Intinya bahwa penerapan
pendaftaran objek jaminan fidusia di Kantor Pendaftaran
Fidusia adalah bentuk perlindungan terhadap kreditur
fidusia dan pihak lain yang berkepentingan terhadap jaminan
tersebut khususnya serta debitur fidusia umumnya."
2002
T36812
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syarifah Yuli Yanthi
"Garansi Bank berdasarkan Surat Edaran Direksi Bank Indonesia No. 23/5/UKU dan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.23/88/Kep/Dir adalah merupakan suatu bentuk jaminan perkembangan dari borghtock (penanggungan utang) yang maksudnya adalah dalam garansi bank berlaku juga ketentuan - ketentuan dalam KUH Perdata yang mengatur masalah penanggungan hutang secara umum, terutama mengenai masalah akibat - akibat hukum yang timbul karena penanggungan hutang, sedangkan mengenai syarat - syarat minimum atau pedoman mengenai pelaksanaan pemberian suatu garansi bank yang lengkap, diatur dalam surat edaran tersebut diatas. Garansi bank merupakan perjanjian accessoir dari perjanjian pokok yang dibuat antara nasabah dengan pemegang garansi bank, dan garansi bank hanya dapat diterbitkan atas dasar Perjanjian Penerbitan Garansi Bank (PPGB) yang dibuat antara bank penerbit dengan pemohon garansi bank (nasabah) berdasarkan kesepakatan bersama Bank sebagai penerbit garansi bank harus meminta kontra jaminan kontra garansi dari pihak yang dijamin sesuai dengan nilai nominal garansi bank yang diterbitkan, agar apabila terjadi pengajuan klaim oleh pemegang garansi bank yang menyebabkan pencairan garansi bank, maka pihak bank masih mempunyai kontra jaminan kontra garansi yang dapat dieksekusi sebagai jaminan apabila pihak yang dijamin lalai dalam bank tersebut. Dalam tulisan ini akan dikemukakan identifikasi masalah dilihat dari segi penerbitan garansi bank dan penyelesaian garansi bank berikut analisa akibat hukuman yang timbul dari masalah tersebut dan jalan keluar penyelesaian masalahnya. Salah satu penyelesaian masalah yang dapat disimpulkan adalah pertama garansi bank sebagai salah satu perjanjian yang salah satu azasnya adalah konsensulisme dan harus dituangkan secara tertulis dalam bentuk yang telah ditentukan oleh bank penerbit, harus dibuat sejelas mungkin dan serinci mungkin baik dari segi bentuk, isi, maupun penulisannya agar tidak menimbulkan salah penafsiran terhadap masing - masing pihak. Kedua apabila pemegang garansi bank mengajukan klaim atas dasar wanprestasi, maka pihak bank harus menunggu sampai ada persetujuan dari pihak yang dijamin bahwa pihaknya memang melakukan wanprestasi, dan untuk itu pihak bank wajib membayar klaim pembayaran segera setelah ada persetujuan wanprestasi dari pihak yang dijamin."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000
S20816
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pratiwi
"Kredit merupakan perjanjian pokok yang tidak serta merta diberikan oleh bank. Sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Penjelasan Pasal 8 ayat (1) Undang-undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan yang menerangkan bahwa pemberian kredit harus dengan analisa sebagai bentuk pengamanan bank atas dana bank yang dikeluarkan salah satunya harus adanya jaminan yang disebut dengan jaminan umum. Hal tesebut tidak cukup aman bagi bank untuk memberikan dana bank dengan hanya jaminan umum. Maka akan dimintakan jaminan tambahan yang berupa jaminan perorangan (borgtoch) yang disebut dengan perjanjian tambahan.
Hal yang menjadi pembahasan peneliti adalah praktek jaminan peorangan sebagai salah satu bentuk pengikat jaminan kredit pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk dan hambatan serta cara penyelesaian hambatan-hambatan atas penggunaan jaminan perorangan pada jaminan kredit. Berdasarkan hasil penelitian bahwa jaminan peroangan yang merupakan jaminan tambahan atas perjanjian kredit sebagai bentuk keyakinan dari kreditur. Hambatan yang dirasakan oleh kreditur adalah sulit mendapat daftar harta kekayaan penanggung, eksekusi terhadap harta kekayaan penanggung dan debitur yang memakan waktu lama.

Credit was the main agreement all of a sudden was not given by the bank. However, credit in accordance with. Regulations Number 10 in 1998 the explanation of the article 8 articles (1) must with the analysis as the form of the security of the bank on the bank's fund that was spent by one of them must the existence of the guarantee that was mentioned with the public's guarantee. The matter was not safe enough for the bank to give the bank's fund with only of the public guarantees. Then will be requested the additional guarantee that took the form of the personal guarantee (borgtoch) that was mentioned with the additional agreement.
The matter that became the researcher's discussions was the practice of the personal guarantee as one of the forms of the fastener of the credit guarantee to PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk and the obstacle as well as the method of the resolution of obstacles on the use of the personal guarantee in the credit guarantee. Based on the results of research that the personal guarantees is the additional guarantee of a credit agreement as a form of confidence the bank against the debtor. The obstacle that was felt by lender was to be difficult to receive the list of the wealth of the guarantor's wealth, the execution towards the wealth and the debtor of the guarantor's wealth that took up a lot of time
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S60274
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nana Suryana
"Asuransi terorisme merupakan jenis asuransi yang tergolong baru di Indonesia. Pada awalnya resiko terorisme hanya dapat diasuransikan melalui klausul tambahan dari polis lain seperti polis asuransi kebakaran, polis asuransi property all risk dan lain sebagainya. Namun seiring dengan makin maraknya aksi terorisme di Indonesia, saat ini resiko terorisme tidak lagi hanya dapat dialihkan melalui klausul tambahan dari polis yang telah ada, akan tetapi juga dapat dialihkan melalui polis asuransi khusus yang berdiri sendiri (stand alone).
Menarik untuk dicermati bilamana suatu peristiwa dapat dikategorikan kedalam tindakan terorisme yang dicover oleh asuransi terorisme? Kerugian akibat peristiwa apa saja yang tidak ditanggung oleh asuransi terorisme? Bagaimana prosedur klaim dalam asuransi terorisme? Pihak asuransi memiliki pandangan sendiri mengenai peristiwa-peristiwa yang dapat dikategorikan kedalam tindakan terorisme.
Pengecualian terhadap kerugian-kerugian akibat peristiwa tertentu telah ditentukan oleh pihak asuransi dalam polis asuransi terorisme. Demikian halnya dengan prosedur klaim yang harus dilakukan dalam asuransi terorisme.
Penelitian ini bersifat deskriftif, dengan bentuk preskriptif, data yang digunakan adalah data primer berupa wawancara dan data sekunder berupa bahan kepustakaan. Data sekunder mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran umum mengenai asuransi terorisme sebagai salah satu bentuk asuransi khusus. Saran-saran yang dapat diberikan adalah penanggu8ng hendaknya memberikan penjelasan dengan baik mengenai resiko yang dijamin dalam asuransi terorisme agar tidak terjadi kesalahpahaman bila terjadi klaim.
Pihak underwriter dalam perusahaan asuransi hendaknya terus menambah pengetahuannya mengenai metode-metode yang digunakan teroris dalam melakukan aksinya. Selain itu dalam prosedur klaim hendaknya ditetapkan batas waktu yang jelas untuk menghindari terjadinya perselisihan antara penanggung dengan tertanggung."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S23208
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Alvita
"Kredit merupakan salah satu produk perbankan yang harus diberikan dengan landasan kepercayaan dan keyakinan yang besar dari Bank sebagai Kreditor bahwa Nasabah Debitor akan mampu untuk melunasi pinjaman kredit tersebut. Untuk semakin memantapkan keyakinan Bank bahwa Debitor akan secara nyata mengambalikan pinjamannya sesuai dengan perjanjian yang telah ditentukan sebelumnya, pihak bank sebagai kreditor dapat memberlakukan sistem jaminan. Dalam hukum positif di Indonesia dikenal 2 bentuk jaminan yaitu jaminan berupa jaminan kebendaan dan jaminan perorangan. Kreditor penerima jaminan kebendaan mempunyai hak-hak khusus terhadap suat benda tertentu yang dijadikan sebagai objek jaminan di tangan siapapun benda itu berada, sedangkan Kreditor pemegang jaminan perorangan tidak mempunyai hak khusus seperti di atas terhadap harta kekayaan pemberi jaminan. Akan sangat beresiko bagi bank apabila bank tersebut memberikan kredit pada suatu pihak yang hanya dijamin dengan jaminan perorangan. Karenanya diturunkanlah surat Menteri Keuangan nomor S-45/MK.Ol7/1997 tanggal 12 Maret 1997 yang salah satu isinya melarang bank menerima jaminan perorangan (perjanjian penanggungan atau borgtocht dan sejenisnya) sebagai agunan kredit. Walau demikian masih banyak Bank yang menerapkan borgtocht sebagai jaminan tambahan meskipun perjanjian kredit tersebut juga telah dijamin dengan jaminan kebendaan, salah satunya Bank Bukopin. Mekanisme perjanjian Borgtocht pada Bank Bukopin sugah sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku, namun kedudukan para pihak dalam akta borgtochtnya tidak seimbang, dimana kedudukan Bank lebih kuat dibanding Penjamin (borg). Hal ini dapat dilihat dari beberapa klausula dalam akta tersebut yakni pengesampingan hak-hak istimewa menjamin dan pembukuan Bank sebagai alat bukti yang sah. Walaupun klausula akta borgtochtnya sudah sedemikian menguntungkan pihak Bank, namun Bank Bukopin belum pernah mengajukan gugatan wanprestasi"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S21310
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tristi Indriyani
"Dunia keuangan dan perbankan, khususnya perkreditan dewasa ini telah berkembang cukup pesat dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan perekonomian nasional. Kemajuan dan keberhasilan tersebut perlu terus dikembangkan dengan pembinaan yang tepat. Perlu pula dilakukan pengendalian dan pengawasan terhadap tersebut didalam Paket kegiatan ini. Pengendalian dan pengawasan merupakan tanggung jawab pemerintah yang pelaksanaannya diwujudkan dengan dikeluarkannya Kebijaksanaan 29 Mei 1993 atau yang lebih dikenal dengan PAKMEI 1993. Dalam Pakmei ini diwajibkan kepada semua bank untuk memberikan kreditnya sebesar 20% dari total kredit yang dikeluarkan oleh bank tersebut kepada pengusaha kecil melalui Kredit Usaha Kecil (KUK), kecuali bagi bank-bank asing dan bank campuran yang 50% kreditnya diberikan untuk ekspor. Peraturan ini dikeluarkan karena ada kecenderungan dari bank-bank yang enggan untuk memberikan kreditnya kepada pengusaha kecil melalui KUK karena resiko tinggi, yaitu resiko kredit macet. Sehubungan dengan hal itu maka kepada bank yang memberikan kredit bagi pengusaha kecil melalui Kredit Usaha Kecil di perbolehkan untuk mengasuransikan kredit tersebut kepada PT. Asuransi Kredit Indonesia. Asuransi kredit ini dimaksudkan agar bank tidak segan-segan untuk memberikan kredit kepada para pengusaha kecil karena apabila beralih terjadi kredit macet maka resiko tersebut kepada penanggung, yakni PT. Asuransi Indonesia. Penanggung, dalam hal ini PT. Asuransi Indonesia akan menanggung kerugian yang diderita bank sebesar 80% dari sisa baki kredit yang macet. Jadi bank tidak harus menanggung seluruh kerugian yang dialami dari adanya kredit macet. Paket Kebijaksanaan 29 Mei 1993 ini dikeluarkan untuk membantu para pengusaha kecil dalam rangka mengembangkan dan memajukan usahanya. Asuransi kredit ini merupakan salah satu jaminan atas pinjaman kredit, dan ini merupakan salah satu alternatif bagi bank untuk mengamankan kredit yang telah dikeluarkan bagi para pengusaha kecil."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1993
S20494
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>