Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 58252 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siregar, Iskandar
"Penelitian ini dan/atau karya ilmiah ini (tesis) dimaksudkan untuk mempelajari dan/atau mengkaji perkembangan penerimaan PAD di Propinsi DKI Jakarta selama ini. Adapun tujuan penelitian ini antara lain adalah untuk mengetahui:
1. Perkembangan tingkat kontribusi jenis-jenis sumber penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap pembentukan Pendapatan Asli Daerah di Propinsi DKI Jakarta dalam periode tahun 1983 s/d 2003.
2. Perkembangan penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan keterkaitan antara perkembangan penerimaan pajak dan retribusi daerah (pungutan daerah) dengan perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Propinsi DKI Jakarta, dalam periode tahun 1983 s/d 2003.
3. Perkembangan penerimaan beberapa jenis-jenis pajak daerah di Propinsi DKI Jakarta, dan tingkat kontribusinya terhadap pembentukan penerimaan pajak daerah serta Pendapatan Asli Daerah (PAD), pada khususnya dalam periode tahun 1995 s/d 2003.
4. Memprediksikan atau memperkirakan nilai penerimaan sumber-sumber penerimaan PAD di Propinsi DKI Jakarta ke depan dan/atau pada tahun 2004 s/d 2010.
Berdasarkan pada hasil penelitian yang difakukan dapat dicatat bahwa, peranan penerimaan pajak daerah dalam pembentukan PAD di Propinsi DKI Jakarta, baik dalam periode "sebelum pelaksanaan" otonomi daerah (dalam periode tahun 1983 s/d 1999), maupun "setelah pelaksanaan" otonomi daerah (dalam periode tahun 2000 s/d 2003), tercatat "paling tinggi". Demikian pula peranan penerimaan pajak daerah dalam pembentukan PAD di Propinsi DKI Jakarta dalam periode "setelah pelaksanaan" otonomi daerah, tercatat "Iebih tinggi" dan peranannya dalam periode "sebelum pelaksanaan" otonomi daerah.
Peranan penerimaan retribusi daerah dalam pembentukan PAD Propinsl DKI Jakarta, baik dalam periode "sebelum" maupun "setelah" pelaksanaan otonomi daerah, tercatat "nomor 2 (dua) terbesar". Kemudian disusul berturut-turut oleh peranan pendapatan lain-lain yang sah, pendapatan dart Dinas-Dinas, dan terakhir penerimaan laba BUMD. Akan tetapi peranan penerimaan retribusi daerah, peranan pendapatan lain-lain yang sah, pendapatan dari Dinas-Dinas dan laba BUMDdalam pembentukan PAD Propinsi DKI Jakarta dalam periode "setelah pelaksanaan" otonomi daerah, tercatat "lebih rendah" dart pada peranannya dalam pembentukan PAD Propinsi DKI Jakarta dalam periode "sebelum pelaksanaan" otonomi daerah.
Pengkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi DKI Jakarta selama ini (dalam periode tahun 2000 s/d 2003) berpengaruh secara "signifikan" meningkatkan perkembangan penerimaan PAD Propinsi DKI Jakarta tersebut. Akan tetapi "kenaikan" penerimaan PAD yang terjadi, sebagai akibat adanya pengaruh yang "signifikan" dari "kenaikan" nilai PDRB yang terjadi, tercatat "belum/tidak proporsional" dengan "kenaikan" nilai PDRB yang terjadi tersebut. Karena apabila terjadi kenaikan nilai PDRB sebesar 10%, secara "signifikan" hanya berpengaruh meningkatkan nilai PAD hanya sebesar 8,7% saja. Kondisi tersebut dapat menunjukkan bahwa, perkembangan perekonomian di Propinsi DKI Jakarta yang terjadi selama ini (dalam periode tahun 1983 s/d 2003), yang dicerminkan dengan perkembangan PORB-nya tersebut, belum dapat memberikan kemanfaatan (benefit) yang "optimal" terhadap pembentukan penerimaan PAD Propinsi DKI Jakarta.
Pengkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi DKI Jakarta selama ini (dalam periode tahun 1983 s/d 2003) berpengaruh "signifikan" terhadap perkembangan penerimaan pajak dan retribusi daerah (pungutan daerah) di Propinsi DKI Jakarta tersebut. Akan tetapi "kenaikan" nilai penerimaan pajak dan retribusi daerah (pungutan daerah) yang terjadi, sebagai akibat adanya pengaruh yang "signifikan" dari "kenalkan" nilai PDRB yang terjadi, tercatat "belum/tidak proporsional" dengan "kenaikan nilai PDRB yang terjadi tersebut. Karena apabila terjadi kenaikan nilai PDRB sebesar 10%, secara "signifikan" hanya berpengaruh meningkatkan nilai penerimaan pajak dan retribusi daerah (pungutan daerah) hanya sebesar 9,0% saja.
Kondisi tersebut dapat menunjukkan bahwa, perkembangan perekonomian di Propinsi DKI Jakarta yang terjadi selama ini (dalam periode tahun 1983 s/d 2003), yang dicerminkan dengan perkembangan PDRB-nya tersebut, belum dapat memberikan kemanfaatan (benefit) yang "optimal" terhadap pembentukan penerimaan pajak dan retribusi daerah (pungutan daerah) Propinsi DKI Jakarta. Hal ini juga dapat menunjukkan bahwa, kondisi penerimaan pajak dan retribusi daerah (pungutan daerah) di Propinsi DKI Jakarta yang terjadi selama ini (dalam periode tahun 1983 s/d 2003) dalam kondisi "un-bouyant".
Kondisi tersebut juga dapat mengisyaratkan bahwa, sistim dan/atau kegiatan pelaksanaan "penggalangan" penerimaan pajak dan retribusi daerah (pungutan daerah) di Propinsi DKI Jakarta selama ini, masih tercatat belum efektif dan belum efisien. Dimana gejala belum efektif dan belum efisiennya sistim dan/atau keglatan pelaksanaan "penggalangan" penerimaan pajak dan retribusi daerah (pungutan daerah) tersebut, dapat terjadi karena adanya banyak gangguan (hambatan) dalam pelaksanaan kegiatan "penggalangan" penerimaan pajak dan retribusi daerah (pungutan daerah) tersebut, dan/atau dapat juga karena adanya kecenderungan banyak terjadi kebocoran dari penerimaan pajak dan retribusi daerah (pungutan daerah) tersebut.
Angka rata-rata tingkat pertumbuhan penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BIM-KB), Pajak Hotel dan Restoran (PHR), Pajak Hiburan (PHI), Pajak Reklame (PRK) dan Pajak Penerangan Jalan (PPJ), di Propinsi DKI Jakarta dalam periode "setelah pelaksanaan" otonomi daerah (dalam periode tahun 2000 s/d 2003), tercatat "Iebih tinggi" dari pada angka rata-eta pertumbuhannya dalam periode tahun 1995 s/d 1999. Akan tetapi hanya penerimaan PKB dan BBN-KB saja yang peranannya terhadap pembentukan penerimaan pajak daerah dan PAD Propinsi DKI Jakarta yang tercatat "meningkat" dari peranannya dalam periode tahun 1995 s/d 1999 sebelumnya.
Angka rata-rata tingkat kontribusi total penerimaan jenis-jenis pajak daerah tersebut, terhadap pembentukan penerimaan pajak daerah di Propinsi DKI Jakarta dalam periode "setelah pelaksanaan" otonomi daerah (dalam periode tahun 2000 s/d 2003), tercatat relatif "lebih rendah" dari pada angka rata-rata tingkat kontribusi dalam periode tahun 1995 s/d 1999. Akan tetapi angka rata-rata tingkat kontribusi total penerimaan jenis-jenis pajak daerah tersebut, terhadap pembentukan PAD di Propinsi DKI Jakarta dalam periode "setelah pelaksanaan" otonomi daerah, tercatat relatif "lebih tinggi" dari pada angka rata-rata tingkat kontribusi dalam periode tahun 1995 s/d 1999.
Berdasarkan pada temuan-temuan hasil penelitian ini dapat disarankan bahwa, guna meningkatkan secara "optimal" kemanfaatan perkembangan perekonomian regional Propinsi DKI Jakarta, yang dalam hal ini dicerminkan oleh perkembangan PDRB-nya, bags nilai penerimaan PAD, dan pada khususnya nilai penerimaan PAD dari sumber pajak dan retribusi daerah, disarankan pemerintah Daerah Propinsi DKI Jakarta menempuh kebijakan "melaksanakan pembaharuan" sistim dan/atau pelaksanaan "penggalangan" penerimaan pajak dan retribusi daerah tersebut.
Dimana tujuan utama dari kebijakan ini adalah untuk menekan seminimal mungkin munculnya gangguan (hambatan) dalam pelaksanaan kegiatan "penggalangan" penerimaan pajak dan retribusi daerah tersebut, serta menekan seminimal mungkin terjadinya kebocoran dari penerimaan pajak dan retribusi daerah tersebut. Kemudian guna meningkatkan nilai penerimaan pajak daerah ke depan, Pemerintah Daerah Propinsi DKI Jakarta hendaknya "lebih memperhatikan" potensi-potensi sumber penerimaan pajak daerah baru, dan potensi baru tersebut diakui secara sah dalam ketetapan UU No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak dan Retribusi Daerah Spesifik."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T13243
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syaukat Akmar
"Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan tidak tercapainya target penerimaan pajak reklame di Dipenda Propinsi DKI Jakarta dan mengusulkan alternatif pemecahan bagi terealisasinya target penerimaan pajak reklame di Dipenda Propinsi DKI Jakarta.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, dimana penelitian diarahkan untuk memaparkan keadaan obyek yang diselidiki sebagaimana adanya, berdasarkan fakta-fakta aktual yang terjadi saat sekarang.
Penelitian mengambil lokasi di Dipenda Propinsi DKI Jakarta. Pengumpulan data dilakukan dengan dua cara, yakni penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan, terutama dengan mengandalkan teknik wawancara mendalam. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemungutan pajak reklame yang dilakukan Dipenda DKI Jakarta tidak mencapai target. Hal ini sebabkan oleh beberapa faktor berikut:
1. Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur KDKI No 37 tahun 2000 adalah Dinas Pendapatan Daerah, Dinas Tata Kota dan Dinas P2K. Tapi kondisi di lapangan menunjukkan bahwa hubungan ketiga instansi tersebut tidak serasi, sehinga memunculkan ketidakpastian di kalangan wajib pajak, dan hal ini dapat mendorong para wajib berusaha mencari celah-celah yang dapat dimanfaatkan. Selain itu, peraturan perundang-undangan reklame dikaitkan dengan ketentuan tentang perizinan dari pemajakan yang seharusnya sebagai objek pajak nilai perpajakannya ditetapkan dalam undang-undang perpajakan. Ketentuan tentang pemajakan atas reklame di daerah seharusnya berdiri sendiri, sehingga mekanisme, tata cara dan prosedur pemungutan pajak reklame murni berdasarkan tata aturan main perpajakan. Lebih dari itu, Perda OKI Jakarta No. 8 Tahun 1998 menyebutkan bahwa izin penyelenggaraan reklame tidak dapat dipindahtangankan kepada pihak lain. Hal ini mengingkari nilai ekonomis dari pajak reklame.
2. Pemungutan pajak reklame yang dilakukan secara hirarkis oleh Balai Dinas, Suku Dinas, dan Seksi PDK Pendapatan Daerah OKI Jakarta serta melibatkan dua instansi lain (DTK dan DP2K) menyebabkan admistrasi pemungutan pajak reklame tidak maksimal.
3. Ketidaksinkronan level organisasi pada Dipenda, Dinas Tata Kota dan P2K sebagai tritunggal penyelenggara reklame juga menyebabkan koordinasi antar ketiga unit tersebut seringkali tidak harmonis, sehingga menyebabkan pemungutan pajak reklame tidak lancar.
4. Pembatasan wewenang bagi personil di Seksi Pendapatan Daerah Kecamatan menyebabkan mereka hanya berkonsentrasi pada kewenangannya, sehingga reklame-reklame yang menjadi kewenangan Suku Dinas dan Balai Dinas tidak mendapat perhatian. Akibatnya rangkaian kegiatan pemungutan pajak reklame ikut terganggu.
Berdasarkan hasil temuan-temuan tersebut, maka rekomendasi dari hasil penelitian ini adalah: (1) mengkaji berbagai peraturan dalam bidang perpajakan, khususnya pajak reklame, yang kenyataannya sudah tidak dapat dilaksanakan lagi, paling tidak di level operasional, dan kemudian melakukan perubahan dan penyempurnaan seperlunya; (2) Sistem perizinan hendaknya harus dipisahkan dengan sistem pemungutan pajak, retribusi, dan sewa titik reklame, namun berhubungan kuat secara kausalistik; (3) Unit yang seharusnya mempunyai tanggung jawab atas pengajuan permohonan penyelenggaraan reklame adalah unit teknis yang terkait langsung dengan sifat izin yang dikeluarkan, yakni Dinas Tata Kota; (4) Proses penerbitan zin reklame menyertakan tidak hanya satu unit instansi, melainkan paling tidak ada dua unit instansi teknis, DTK dan DP2K; (5) Pengadministrasian izin harus dikelola oleh unit yang memegang kendali proses perizinan, karena adanya batasan-batasan waktu dan ketentuan-ketentuan yang tidak boleh dilanggar oleh penyelenggara reklame; (6) Aktivitas pelaksanaan pemungutan pajak reklame diawali dengan kegiatan penetapan pajak, dengan interface ke sistem-sistem lainnya khususnya sistem penertiban dan sistem perizinan; (7) Diperlukan tindakan penertiban sebagai bentuk penegakan hukum karena makin banyaknya pelanggaran-pelanggaran secara fisik terhadap ketentuan perizinan yang dilakukan penyelenggara reklame, dengan tidak melupakan mekanisme pemajakan bagi pelanggarnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T305
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewa Gede Joni Astabrata
"Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah perencanaan di bidang keuangan daerah akan menjadi bidang yang memperoleh perhatian yang utama tanpa mengabaikan bidang-bidang lainnya. Hal ini beralasan karena dengan dilimpahkannya otonomi daerah secara nyata ke kabupaten dan kota maka urusan pemerintahan, pembangunan dan jenis pelayanan kepada masyarakat ada ditangan pemerintah kabupaten dan kota akan semakin banyak. Keadaan ini akan diperlukan adanya peningkatan kemampuan keuangan daerah. Otonomi daerah di bidang keuangan hendaknya diartikan sebagai pemberian keleluasaan kepada daerah dalam menggali dan membelanjakan dananya sesuai dengan kebutuhan dan prioritas daerah masing-masing.
Salah satu usaha Pemerintah Kabupaten Badung untuk meningkatkan pendapatan daerah adalah dengan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi pajak daerah, retribusi daerah, bagian labs BUMN, penerimaan dinas-dinas dan penerimaan lain-lain. Pendapatan Asli Daerah menjadi sumber pendapatan yang penting untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Bahkan mampu memberi warna terhadap tingkat otonomi suatu daerah. Pendapatan ini dapat digunakani bebas oleh daerah, artinya penggunaan dana yang bersumber dari PAD dapat dimanfaatkan oleh daerah sesuai dengan kebutuhan.
Sumber penerimaan terbesar bagi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Badung berasal dari pajak daerah yang rata-rata pertahunnya sebesar 83 % dari tahun 1985 - 2000, bahkan dari tahun 1994-2000 mencapai rata-rata diatas 90 % terhadap PAD. Penerimaan pajak yang paling besar kontribusinya terhadap PAD adalah Pajak Hotel dan Restoran (PHR) sebesar 89 % rata-rata per tahun.
Dari hasil analisis regresi sederhana diperoleh adanya pengaruh positif dan nyata antara PHR terhadap PAD, antara PHR dengan APBD, dan antara PHR dengan PDRB Kabupaten Badung, hal ini dapat diketahui dari masing-masing koefisien determinasinya (R2) sebesar 0,996, 0,954 dan 0,605.
Variabel yang paling berpengaruh terhadap penerimaan PHR ditihat dari hasil analisis regresi berganda adalah variabel dummy yang menggambarkan tahun krisis ekonomi terjadi, jumlah wisatawan manca negara yang menginap di Kabupaten Badung, serta jumlah restoran yang ada di Kabupaten Badung. Hasil analisis regresi ini menjelaskan kondisi PHR didasarkan atas data-data yang digunakan dalam analisis bukan dijelaskan oleh kondisi yang ada. Dalam analisis regresi ini dibuktikan bahwa Adjusted R Square sebesar 0,788 yang mendekati 1, sehingga semua variabel di atas berpengaruh cukup besar terhadap variabel PHR. Hal ini dapat dibuktikan secara statistik, baik secara individu masing-masing variabel ataupun secara bersama-sama variabel independen tersebut terhadap variabel PHR.
Potensi PHR masih memungkinkasn untuk dikembangkan. Terjadinya perbedaan antara penghitungan potensi dengan penerimaan PUR diakibatkan oleh keterbatasan sumber daya manusia terutama dalam auditing data potensi PHR, yang tanpa disadari Kabupaten Badung akan kehilangan pajak tiap tahun.
Upaya-upaya peningkatan penerimaan PHR dapat dilakukan dengan: pertama, intensifikasi yaitu memaksimalkan sumber-sumber yang telah ada dengan cara pendataan, penyuluhan, meningkatkan pengawasan, penerapan sanksi dan peningkatan kualitas SDM yang lebih baik; kedua, ekstensifikasi yaitu peningkatan dengan menggali atau menjaring wajib pajak baru yang sebelumnya belum terdata.
Penerimaan PHR sangat tergantung dari sektor pariwisata, dimana sektor pariwisata sensitivitasnya sangat tinggi terhadap faktor keamanan baik di luar maupun di dalam negeri, issue lingkungan dan penyakit, untuk itu pemerintah daerah harus benarbenar menjaga dan memperhatikan hal tersebut."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T11907
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dady Suryana
"Pajak reklame merupakan salah satu pajak daerah yang potensial sebagai sumber pendapatan daerah di DKI Jakarta. Tetapi kontribusinya dinilai belum menggambarkan keseluruhan potensi yang ada atau dengan kata tain belum optimal. Oleh karena itu perlu diteliti bagaimana pengelolaan pajak reklame yang selama ini dilaksanakan.
Tujuan dari penelitian yang dilakukan yaitu untuk mengidentifikasi, mengolah dan menganalisa data tentang pengelolaan pajak reklame di Kantor Dinas, Dinas Pendapatan Daerah DKI Jakarta, dengan pendekatan berdasarkan sistem perpajakan yang terdiri dari 3 unsur pokok yaitu : Kebijaksanaan Perpajakan, Undang-undang Perpajakan dan Administrasi Perpajakan. Penelitian yang dilakukan dalam menganalisis pengelolaan pajak reklame dimaksud mempergunakan metode studi kasus yang bersifat deskriptif dengan wawancara dan pengamatan Iangsung sebagai tehnik pengumpulan datanya.
Kemudian, dari hasil analisa yang telah dilakukan ditemukan antara Iain hal-hal seperti, ketidak jelasan pengaturan tentang subyek pajak dalam Peraturan Daerah No. 10 Tahun 1989 telah menyebabkan kesalahan mengenai saat terhutangnya pajak dan sekaligus merepotkan administrasi perpajakan dalam pelaksanaan pengelolaannya, kemudian rumusan dasar perhitungan besarnya pajak yang masih Kurang sempurna dilihat dari sudut keadilan, pembagian kewenangan berdasarkan SK.Gubernur KDKI Jakarta No.1048 Tahun 1997 masih belum dapat mengoptimalkan efisiensi dan efektifitas pelaksanaan tugas dari Kantor Dinas sebagai kantor pusat Dinas Pendapatan Daerah DKI Jakarta, selanjutnya mengenai sumber daya manusia terulama penarikan (recruitment) pegawai yang masih diwarnai oleh spoil sistem dan penempatan (placement) pegawai yang masih belum dapat menyeimbangkan antara bobot/beban atau volume pekerjaan dengan jumlah pegawai, pelayanan yang masih belum menggambarkan pelayanan yang mudah, murah dan cepat, kemudian kegiatan penagihan yang belum dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.
Akhirnya penulis mengemukakan saran-saran bagi perbaikan berkenaan dengan masalah yang ada (berdasarkan hasil analisis), yang diharapkan dapat berguna, baik bagi DIPENDA DKI Jakarta dan Program Studi llmu Administrasi, Kekhususan Administrasi dan Kebijakan Perpajakan, maupun bagi kalangan yang Iebih Iuas yang berminat untuk meneliti Iebih lanjut, sebagai masukan dan oleh pikir akademis."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T41114
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mainita Hidayati
"Tesis ini membahas tentang perubahan tarif pajak daerah berdasarkan UU No. 28 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Studi Kasus : Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) Di Propinsi DKI Jakarta) dalam bahasannya juga menganalisis mengenai tarif progresif, earmarking dan potensi peningkatan penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif.
Hasil penelitian menyarankan bahwa penerapan tarif progresif harus disertai dengan perbaikan sistem adminitrasi melalui Single Identity Number (SIN) untuk mencapai hasil yang optimal, menaikkan tarif pajak parkir dan retribusi parkir, dan potensi peningkatan penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor dengan memungut Pajak Kendaraan Bermotor atas kendaraan pemerintah.

The focus of this thesis is the change in the tariff of the regional tax was based on Regulation No. 28 about the Local Tax and the Local Fee (the Case Study: The Motor Vehicle Tax in Province Special Capital District Of Jakarta) in thesis also analysed about the progressive tariff, earmarking and the potential for the increase in acceptance of the Motor Vehicle Tax. This research was the qualitative research with the descriptive design.
Results of the research suggested that the application of the progressive tariff must be accompanied with the improvement of the administration system went through Single Identity Number (SIN) to achieve optimal results, raised the tax tariff parked and the fee parked, and the potential for the increase in acceptance of the Motor Vehicle Tax by collecting the Motor Vehicle Tax on the governments vehicle."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T29099
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Amin
"Kenyataan akibat dari keberhasilan pembangunan nasional telah meningkatkan kesadaran, pesahauan dan penghayatan bidang perpajakan yang tenjangkau segenap lapisan masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya dan menyebabkan jumlah pembayar pajak baik secara kwalitas dan kwantitas terus bertambah. Meningkatnya penahaaan akan hak dan kewajiban dari wajib pajak, dipihak lain menimbulkan terjadinya sangketa pajak yang memerlukan penyelesaian yang adil dengan prosedur dan proses yang cepat mudah dan sederhana.
Oleh karena itu perlu penelitian tentang penyebab utama timbulnya sengketa pajak, apakah kesalahan aparat perpajakan dalam melaksanakan peraturan perundang-undanpan pajak atanpun adanya peningkatan peas hanan wajib pajak. Tujuan dari penelitian yang dilakukan yaitu untuk mengetahui masalah-masalah wajib pajak sampai mengajukan keberatan dan mengkaji fakta-fakta yang mempengaruhi keberatan ditinjau dari aspek kebijaksanaan perpajakan, hukum perpajakan dan administrasi perpajakan.
Juga akan dilihat fungsi dan peranan lembaga keberatan dimasa yang akan datang dimana volume pengajuan keberatan main bertambah tentunya pelayanan ditingkatkan untuk penyelesaian tepat waktu. Sudah saatnya Seksi Penagihan Suku Dinas dan Unit Pelayanan PKB I BBNKB diberikan wewenang untuk memproses keberatan pajak daerah pada masa akan datang mengingat azas desentralisasi dan kemudahan pelayanan. Penelitian ini dilakukan dengan metode studi kasus ( case study ) yang bersifat deskriptif dan dengan teknik wawancara terhadap wajib pajak, pejabat Dipenda.
Hasil analisa yang ditemukan timbulnya atau terjadinya keberatan pajak daerah lebih diakibatkan oleh sikap wajib pajak yang tertutup untuk menghindar dari kewajiban dan tidak melaksanakan peraturan daerah dengan baik. Perlunya melakukan revisi terhadap ketentuan pembayaran pajak reklame dengan menerbitkan nota perhitungan terlebih dahulu sebelum SKUM diterbitkan, dan penyamaan tarif pajak Hotel dan Restaurant dengan pajak penjualan untuk mencegah wajib pajak mencari tarif yang lebih rendah beserta hal yang lain-lain berkaitan dengan kegiatan pertimbangan keberatan pajak daerah.
Kemudian disampaikan saran sebagai pemecahan masalah yang diharapkan akan berguna bagi Dipenda DKI Jakarta dan Program Study Ilmu Administrasi kekhususan Administrasi dan Kebijakan Perpajakan dan masyarakat pembacanya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mera Nuringsih
"Kebijakan desentralisasi fiskal telah berjalan 3 tahun sejak diberlakukan secara efektif pada Januari 2001. Komitmen kebijakan desentralisasi fiskal tersebut dilandasi UU No. 22 Tabun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Kedua UU tersebut memuat herbagai perubahan yang sangat mendasar mengenai pengaturan hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah, khususnya dalam bidang Administrasi Pemerintahan maupun dalam hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dilakukan melalui Desentralisasi Piskal, dengan desentralisasi fiskal mendukung penyelenggaraan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab.
Tujuan penelitian ini adalah membandingkan Pendapatan Asli Daerah berupa Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Propinsi NAD sebelum dan sesudah desentralisasi fiskal dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah sebelum dan sesudah desentralisasi fiskal di Propinsi NAD. Jenis data yang digunakan adalaha data sekunder dan data primer, data sekunder diperoleh dari laporan APBD Propinsi NAD dan data primer didapat dari narasumber tetpilih melalui wawancara. Teknis analisis data yang digunakan adalah dengan pengujian Hipotesis dengan menggunakan Uji Beda Dua Rata-Rata (uji t).
Berdasarkan basil analisis yang dilakukan, didapatkan penerimaan rata-rata pajak daerah meningkat secara signifikan setelah desentralisasi fiskal, peningkatannya sebesar 101,53%. Jenis pajak yang mendominasi selama enam tahun adalah pajak kendaraan bermotor (PKB), kontribusi rata-rata penerimaan sebelum desentralisasi sebesar 60,72% dan setelah desentralisasi 40,48%, kontribusi tertinggi pada tahun 2000/2001 sebesar 68,29%. Pertumbuhan penerimaan jenis pajak tertinggi selama enam tahun diperoleh dari pajak bahan baker kendaraan bermotor (PBB-K13) sebesar 332%. Penerimaan pajak daerah sebelum desentralisasi maupun setelah desentralisasi didominasi oleh tiga jenis pajak yaitu pajak kendaraan bermotor (PKB), bea balik nama kendaraan bermotor (BBN-KB), dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBB-KB).
Faktor-faktor yang berpengaruh terbadap penerimaan pajak kendaraan bermotor, bea batik nama kendaraan bermotor dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor adalah : (a) Jumlah kendaraan bermotor, (b) Jumlah pemakaian bahan bakar minyak, (c) PDB per kapita Propinsi NAD. Penerimaan retribusi daerah di Propinsi NAD berdasarkan hasil analisis didapatkan perbedaan yang cukup signifikan antara penerimaan sebelum dan sesudah dikeluarkannya kebijakan desentralisasi fiscal, di mana penerimaan setelah desentralisasi mengalami penuranan sebesar -24,52%. Pertumbuhan penerimaan obyek retribusi daerah di Propinsi NAD selama enam tahun di dominasi oleh retribusi pelayanan kesehatan. Rata-rata pertumbuhan penerimaan selama enam tahun sebesar -5,74%. Kontribusi penerimaan jenis retribusi daerah selama enam tahun di Propinsi NAD dominan dari retribusi pelayanan kesehatan, kontribusi rata-rata sebelum desentralisasi sebesar 58,46% dan setelah kebijakan desentralisasi sebesar 87,46%."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T20296
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutagaol, Foster Pimondang
"ABSTRAK
Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai pengaruh tingkat inflasi dan nilai kurs terhadap kinerja pemungutan pajak hiburan di Propinsi DKI Jakarta tahun 1995/1996 s.d. 1999/2000.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan analisis statistik. Metode deskriptif digunakan untuk mengetahui gambaran mengenai variabel yang diteliti berdasarkan data sekunder. Sedangkan analisis statistik digunakan untuk mengetahui secara kuantitatif seberapa kuat hubungan antara tingkat inflasi dan nilai kurs dolar terhadap kinerja pemungutan pajak hiburan.
Dari perhitungan statistik, untuk variabel tingkat inflasi dengan variabel kinerja pemungutan pajak hiburan, diperoleh nilai koefisien korelasi = -0,614, nilai koefisien determinasi = 0,337, nilai t hitung= 1,346, dan persamaan regresinya Y = 56.774.386.202 - 216.095.061X1.
Sedangkan untuk variabel kurs dolar dengan variabel kinerja pemungutan pajak hiburan, diperoleh nilai koefisien korelasi= -0,778, nilai koefisien determinasi= 0,606, nilai t hitung = -2,148, dan persamaan regresinya Y = 63.990.010.253 - 2.326.000.609X2.
Sementara itu untuk korelasi berganda diperoleh nilai koefisien korelasi= -0,786, nilai koefisien determinasi = 0,618, nilai F hitung = 0,618, dan persamaan regresinya Y = 63.542.613.756 - 53.042.097, 30X, - 2.017.337.218X2.
Dari hasil penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa tingkat inflasi dan nilai kurs dolar mempunyai implikasi negatif terhadap kinerja pemungutan pajak hiburan di Propinsi DKI Jakarta. Dengan demikian terdapat kecenderungan bahwa penerimaan pajak hiburan di Propinsi DKI Jakarta akan turun jika tingkat inflasi dan nilai kurs naik.
Saran yang dapat diberikan yaitu memperbaiki faktor-faktor internal dengan memperluas basis obyek pajak hiburan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi, selain itu mengurangi berbagai pengecualian pemungutan dari objek pajak hiburan yang diatur dalam Perda, melaksanakan penagihan aktif terhadap tunggakan-tunggakan pajak hiburan sampai dengan tahap penyitaan dan pelelangan dan memotivasi."
2001
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Widjajanti
"Misi menjadikan kota Jakarta sebagai kota jasa telah menumbuhkembangkan serta terkonsentrasinya jasa hiburan di DKI Jakarta, namun pada kenyataannya peranan dari penerimaan Pajak Hiburan di DKI Jakarta mengalami gejala penurunan selama beberapa tahun terakhir, keadaan tersebut sangat menarik untuk diteliti.
Tujuan penelitian dalam tesis ini adalah mendeskripsikan sumbangan Pajak Hiburan terhadap PAD, menelaah faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan Pajak Hiburan, mengetahui kemampuan administrasi Dipenda dalam pemungutan Pajak Hiburan serta seberapa besar peranan jumlah penduduk, jumlah tempat hiburan, pertumbuhan ekonomi, investasi, inflasi, pendapatan perkapita, dan jumlah pengunjung hiburan. Sebagai alat bantu di dalam menemukan tujuan yang ingin diketahui, maka dilakukan analisis secara kualitatif dan kuantitatif terhadap data yang relevan dikaitkan dengan teori dan alat analisis yang sudah baku digunakan dalam penelitian ekonomi.
Dari hasil analisis yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan, pertama, adanya obyek pemajakan yang memasuki lapangan pajak pusat (PPN), keringanan pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan, serta secara umum hal lain yang memerlukan penyempumaan termasuk sistem manual yang masih digunakan. Kedua, nilai rata-rata efisiensi pemungutan Pajak Hiburan adalah 9,50 termasuk efisien namun masih lebih rendah bila dibandingkan dengan nilai rata-rata efisiensi pemungutan PBB secara nasional yaitu 10, dari sisi efektivitas nilai rata-rata adalah 93 meskipun termasuk kategori efektif tetapi belum mencapai tujuan yang diharapkan. Ketiga, dengan metode persamaan regresi berganda double log dengan data times series dengan pengamatan 21 tahun dan pada tingkat keyakinan 95% (α=0,05), didapat faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan Pajak Hiburan secara signifikan dengan tingkat ketepatan perkiraan model (koefisien determinasi R2 adjusted) 0,996 adalah; (1) jumlah penduduk, (2) jumlah tempat hiburan, (3) pertumbuhan ekonomi, (4) inflasi, (5) investasi, (6) pendapatan perkapita (7) keringanan pajak, dan (8) jumlah pengunjung hiburan. Keempat, berdasarkan besaran elastisitasnya dapat disimpulkan bahwa variabel yang berpengaruh positif terhadap penerimaan Pajak Hiburan secara berurut (menurut peringkatnya) adalah ; (1) pendapatan perkapita, (2) pertumbuhan ekonomi, (3) investasi, (4) jumlah tempat hiburan, (5) jumlah penduduk, (6) jumlah pengunjung hiburan, dan (7) keringanan pajak. Sedangkan variabel yang berpengaruh negatif terhadap penerimaan Pajak Hiburan adalah inflasi. Sedangkan sisanya 0,004 variasi perubahaan penerimaan Pajak Hiburan dapat dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model persamaan regresi yang digunakan dalam penelitian ini."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arifin
"Sejak diberlakukannya Peraturan Daerah Nomor 8 tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Reklame dan Pajak Reklame yang efektif berlaku tanggal 28 Nopember 2000 Penghitungan pajak reklame adalah hasil perkalian antara tarip pajak sebesar 25 % dengan dasar pengenaan pajak yang dihitung berdasarkan variabel-variabel (1) besarnya biaya pemasangan reklame, (2) besarnya biaya pemeliharaan reklame, (3) lama pemasangan reklame, (4) nilai strategis lokasi dan (5) jenis reklame. Dasar pengenaan pajak yang dalam Peraturan Daerah disebut Nilai Sewa Reklame (NSR) ditetapkan besarannya dengan Keputusan Gubernur Propinsi OKI Jakarta No.74 tahun 2000 tentang Penetapan Nilai Sewa Reklame sebagai Dasar Penghitungan Pajak Reklame dalam bentuk Tabel NSR yang terbagi menjadi 10 tabel NSR. Dari 10 macam tabel NSR tersebut terdapat perbedaan bentuk dan besarannya bahkan ada pemberlakuan tabel NSR minimum dan maksimum. Yang menjadi pokok permasalahan adalah apakah keadilan dan prinsip kepastian hukum telah diterapkan dalam penetapan dasar pengenaan pajak reklame ?.
Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui apakan prinsip keadilan dan prinsip kepastian hukum tetah diterapkan dalam penetapan dasar pengenaan pajak reklame.
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut maka masalah yang akan diteliti adalah apakah prinsip keadilan dan prinsip kepastian hukum telah diterapkan dalam pemungutan pajak reklame khususnya penetapan dasar pengenaan pajak reklame ?.
Kerangka teori yang digunakan berawal dari sistemperpajakan, kemudian teori prinsip keadilan dan kepastian hukum yang dikaitkan dengan dasar pengenaan pajak reklame.
Metodologi penelitian yang digunakan adalah metode survai dengan mendistribusikan kuesoner dan wawancara dengan responden, pengamatan langsung terhadap obyek penelitian dan studi kepustakaan. Hasil penelitian dapatdisimpulkan sebagai berikut:
1. Secara teori penetapan dasar pengenaan pajak belum atau tidak menerapkan prinsip keadilan dan prinsip kepastian hukum.
2. Dari hasil kuesioner, para responden seluruhnya setuju bahwa dasar pengenaan pajak reklame tidak menerapkan prinsip keadilan dan prinsip kepastian hukum.
Berdasarkan kesimpulan tersebut diatas disarankan agar:
1. Segera merevisi Keputusan Gubernur Propinsi OKI Jakarta Nomor 74 tahun 2000 yang mengatur tentang dasar pengenaan pajak reklame sebelum wajib pajak mempertanyakan mengenai penerapan prinsip keadilan dan prinsip kepastian hukum pada dasar pengenaan pajak reklame.
2. Nilai strategis lokasi ditetapkan berdasarkan nilai sewa lahan.
3. Biaya pemasangan dan biaya pemeliharaan dihitung berdasarkan biaya yang dikeluarkan atau ditetapkan koefisiennya saja.
4. Tidak memberlakukan Dasar Pengenaan Pajak minimum dan Dasar Pengenaan Pajak Tetap."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T309
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>