Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 154054 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ahmad Junaidi
"Since the downfall of President Soeharto in May 1998, printed Media has been growing. Many printed media which exploit women's sexuality are still survived. Meanwhile, some parts of the society protest the phenomenon of pornography. They are currently proposing anti-pornography bill. The protests are believed triggered by the controversial performance of dangdut singer Inul Daratista. Using framing analysis, the research explains the position of printed media on pornography, freedom of expression and sexual exploitation. As a feminist research, it relates feminist theories, especially on pornography, with mass media. At least three schools in feminist theory discuss the topic: radical libertarian feminism, radical cultural feminism and post feminism. The research used articles in six media; Kompas, Tempo, Gatra, Republika, Sabili and Basis as data. Almost all of the media have no clear definition on pornography although some "religious media" related the performance of Inul Daratista with pornography. The thesis recommended that such a law on anti-pornography should be thought further before it reached clear definition on pornography."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T13412
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahajeng Sari putri
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
S26577
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Meski masih menjadi kontroversi akhirnya RUU Pornografi disahkan juga pada 30 Oktober 2008 lalu dalam Sidang Paripurna DPR RI. Usai pengesahan kontroversi dan penolakan pun tak henti sampai di sini...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jason Jeremy Panangian
"This paper aims to investigate of online conversations around deepfake pornography on reinforcing patriarchal ideas and the objectification of women in online spaces. Deepfake technology, which uses artificial intelligence to create hyper-realistic fake videos, has seen a substantial increase in usage, with deepfake pornography constituting 98% of all deepfake videos online and 99% of the victims being women (Home Security Heroes, 2023; Cryptopolitan, 2023). This naturally leads to the objectification and humiliation of women, especially those who are public figures, by aiming to undermine their credibility and silence their voices (Dubost et al., 2023; Miller, 2023). To investigate this issue, then, this paper will analyse the case of Taylor Swift’s deepfake porn video, which started in late January 2024 and continues to make waves to this day. This paper will analyse how it was received online and the implications of those reactions. This paper argues that deepfake porn reinforces the oppression of women in online spaces.

Makalah ini bertujuan untuk menyelidiki percakapan online seputar pornografi deepfake dalam memperkuat gagasan patriarki dan objektifikasi perempuan di ruang online. Teknologi deepfake, yang menggunakan kecerdasan buatan untuk membuat video palsu yang sangat realistis, telah mengalami peningkatan penggunaan yang signifikan, dengan pornografi deepfake mencakup 98% dari seluruh video deepfake online dan 99% korbannya adalah perempuan (Home Security Heroes, 2023; Cryptopolitan, 2023). Hal ini tentu saja mengarah pada objektifikasi dan penghinaan terhadap perempuan, terutama mereka yang merupakan figur publik, dengan tujuan untuk melemahkan kredibilitas mereka dan membungkam suara mereka (Dubost et al., 2023; Miller, 2023). Untuk menyelidiki masalah ini, makalah ini akan berfokus pada kasus video porno deepfake Taylor Swift yang dimulai pada akhir Januari 2024 dan terus membuat gelombang hingga hari ini. Fokus analisis dilakukan pada bagaimana video tersebut diterima secara online dan implikasi dari reaksi tersebut. Makalah ini berpendapat bahwa pornografi deepfake memperkuat penindasan terhadap perempuan di ruang online."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Wiwik Widayanti
"ABSTRAK
Secara keseluruhan prinsip penerapan internet sehat dalam pencegahan pornografi dijalankan dengan tujuan agar seluruh anak remaja dapat menyambut baik serta mampu memanfaatkan kehadiran teknologi komunikasi dan informasi global ini secara sehat. Langkah selanjutnya adalah menggunakan pendekatan partisipatif yang dilakukan orangtua bersama unsur lingkungan dalam penerapan internet sehat dalam pencegahan pornografi. Langkah-langkah tersebut yaitu: (1) menerangkan fungsi internet (2) mendampingin putra putri saat mengakses internet dan memberikan penjelasan serta batasan apa saja yang boleh diakses (3) menggunakan program-program filter (4) memberikan pengertian bagi anak agar segera meninggalkan situs yang tidak pantas atau yang membuat mereka tidak nyaman, baik sengaja maupun tidak sengaja terbuka (5) menggunakan internet bersama dengan anggota keluarga lain yang lebih dewasa (6)memberikan waktu yang bersams agar seluruh keluarga dapat mempelajari sarana komunikasi dan kandungan informasi yang ditawarkan oleh internet, secara bersama dengan keluarga lain (7) memberikan pengertian kepada seluruh anggota keluarga nutk tidak menanggapi/menjawab setiap e-mail ataupun private chat orang yang tak dikenal, termasuk tidak membuka file kiriman (attachment) dari siapapun dan dalam bentuk apapun (8) mengutamankan membuat dan mengakses konten konten lokal dan tidak mendownload file-file yang tidak perlu dari situs luar negeri "
Yogyakarta : Balai Besar penelitian dan Pengambangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial , 2018
360 MIPKS 42:2 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fanggidae, Erdhy
"Analysis of Jakarta's single working women's viewpoints on sex and pornography in Indonesian mass media."
Jakarta: Eukalyptus, 2006
363.47 ERD p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ismu Gunandi Widodo
Surabaya: Airlangga University Press, 2006
345.027 4 ISM a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"Pemaparan materi pornografi dan perilaku seksual siswa SMP diteliti untuk mendapatkan gambaran tentang epidemi (wabah) pornografi pada anak sekolah. Penelitian dilakukan dengan metode survei menggunakan kuesioner pada siswa kelas 7-9 di empat SMP Negeri di Kota Mataram, yang melibatkan 36 kelas berjumlah 1415 siswa sebagai responden. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa sekitar 91 persen siswa telah terpapar pada materi pornografi. Proporsi siswa
yang terpapar pada pornografi berbeda antara siswa laki-laki dengan siswa perempuan. Perbedaan keterpaparan pornografi antar tingkatan kelas terjadi antara kelas 7 dengan kelas 8 dan kelas 9. Media yang paling sering digunakan untuk melihat konten pornografi adalah telepon genggam ( handphone ). Awal pemaparan pornografi pada siswa SMP dimulai pada kelas 5 SD, dengan indikasi kuat semakin hari
semakin dini terjadi pemaparan. Perilaku seksual siswa SMPN menunjukkan bahwa 14 persen siswa telah melakukan masturbasi, 45 persen siswa telah berpacaran dan 13 persen siswa pernah berciuman mulut. Tidak ada responden yang mengaku pernah melakukan hubungan seksual. Pola perbedaan perilaku seksual (masturbasi, berpacaran, atau berciuman mulut) antar tingkatan kelas mengikuti pola perbedaan keterpaparan pornografi. Proporsi siswa yang berpacaran lebih tinggi pada siswa perempuan dari pada siswa
laki-laki. Penelitian ini tidak menunjukkan bukti yang kuat adanya hubungan sebab akibat antara pemaparan pornografi dengan perilaku seksual siswa.

Abstract
Pornographic exposure and sexual behavior of Junior High School (JHS) students were studied to determine
pornographic epidemy in young shool children. The study was carried out using questioner survey for students at
Grades 7-9 on four state JHS at the City of Mataram. The respondents were consisted of 36 classes or 1415 students.
Results of the study show that 91 per cent of students have been exposed to pornographic materials. The exposure was
different between males and females. The pornographic exposure of Grade 7 was different from 8 and 9 students
showing the vulnerability of Grade 7 students. Cellular or m
obile-phone is the most popular equipment of pornographic
exposure. At present, the earlie
st time student exposed to pornographic mate
rials is at Grade 5, and there is a tendency
to become earlier in future. Sexual behaviors of JHS students were identified still in normal level; 14 per cent students
have experienced masturbation, 45 per cent have had boy or
girl friends, and 13 per cent have had mouth-kissed. No
student has sexual intercourse. Sexual behavior pattern was found different among school-grades along with
pornographic exposure. Proportion of female students having boyfriend is higher than male students having girlfriend.
There is no strong evidence on JHS students of Mataram City that pornographic exposures have any effect on sexual
behaviors."
[Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia, SMPN 7 Mataram], 2010
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Akbar Nugroho Putro
"Pornografi dalam masyarakat Jepang diterima secara berbeda karena dipengaruhi berbagai faktor seperti gaya hidup, iklim, kepercayaan, sejarah dan ilmu pengetahuan. Masuknya nilai-nilai baru membuat masyarakat Jepang harus berkompromi walau tetap mempertahankan pornografi sebagai sebuah aktifitas pribadi yang definisinya tetap berada dalam ‘wilayah abu-abu’, sehingga pornografi dapat hidup berdampingan dalam distorsi dan kontradiksi nilai masyarakat Jepang.

In Japanese society pornographic content is accepted differently. Many factors such as lifestyle, climate, history, science and religious believe affect how Japanese perceive pornography. With the coming of new values, Japanese society must compromise while preserving pornography as private activity and define it as ‘gray area’ in society, thus making pornographic content to coexist with the distortion and contradiction in Japanese society values."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Hajar Nafila Azzahra
"Revenge porn menjadi salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan yang menempatkan perempuan dalam tatanan sosial yang rendah karena perempuan dibuat tidak berdaya serta tidak kuasa untuk membela diri dan haknya. Penelitian ini menjelaskan revenge porn–penyebaran konten seksual berupa gambar atau video melalui platform online (mis. Facebook, Instagram) tanpa persetujuan yang dimotivasi oleh niat untuk menyakiti atau mempermalukan korban. Penelitian ini menjelaskan latar belakang pelaku melakukan revenge porn dengan menggunakan pendekatan kualitatif feminis melalui studi kasus terhadap 3 (tiga) pelaku revenge porn. Feminis radikal menjadi kerangka teori untuk melihat adanya niat pelaku berdasarkan hegemoni maskulinitas. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa (i) adanya kontruksi maskulinitas dan femininitas yang membentuk gagasan pelaku melakukan revenge porn, (ii) adanya objektifikasi seksual yang menunjukan relasi kuasa pelaku, (iii) Revenge porn sebagai bentuk kekerasan seksual terhadap perempuan berbasis siber, sehingga revenge porn tidak dapat dikatakan sekedar tindakan pornografi melain sudah merupakan bentuk kekerasan seksual terhadap perempuan yang difasilitasi oleh internet (berbasis siber). Saran jangka pendek yang diajukan yaitu perubahan hukum yang berpihak pada perempuan serta memuat pasal khusus terkait kekerasan seksual berbasis siber.

This research explains revenge porn - sharing sexually explicit images or videos of a person without consent - based on the perspective of the perpetrator. Furthermore, this research attempts to explain more deeply the background of perpetrators of revenge porn by using a feminist qualitative approach through a case study of 3 (three) revenge porn actors. This study uses a radical feminist theory to see the intentions of perpetrators based on hegemonic masculinity. The result of this research shows that (i) there is a construction of masculinity and femininity that forms the idea of perpetrators doing revenge porn, (ii) the existence sexual objectification which shows the power relations of perpetrators, (iii) revenge porn as a form of sexual violence against women based on cyber, so that revenge porn cannot be said to be merely an act of pornography but is already a form of sexual violence against women facilitated by the internet (cyber-based). This research suggest the change of law that stands for women and contains specific articles related to cyber-based sexual violence."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>