Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 150937 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rika Avianti
"PENDAHULUAN
Masyarakat Jepang dikenal sebagai masyarakat yang sangat mencintai alam. Pada umumnya, mereka memberi perhatian besar terhadap fenomena-fenomena alam seperti gunung, sungai, bunga, burung, rumput-rumputan dan pohon-pohonan, yang kemudian gambaran tersebut mereka pindahkan menjadi motif-motif kimono. Mereka juga sangat menikmati perubahan-perubahan yang terjadi di alam, seiring datangnya pergantian musim. Mereka juga mempergunakan peralatan makan yang bergambarkan fenomena alam, serta menghias makanan mereka mengikuti bentuk-bentuk tersebut.
Di dalam rumah, masyarakat Jepang memajang bunga-bunga di dalam vas dan menempatkan tanaman yang telah dirangkai pada ruang tatami, serta melukiskan bunga-bunga sederhana dan burung pada pintu-pintu geser. Mereka juga membuat bentuk miniatur gunung pada taman-taman mereka. Karya-karya sastra masyarakat Jepang juga menggambarkan kedekatan mereka dengan alam. Bila tema alam dikeluarkan dari kumpulan puisi mereka, kemungkinan hanya sedikit yang tersisa. Puisi pendek yang terdiri dari tujuh belas suku kata yang dikenal dengan haiku, tidak mungkin untuk tidak dihubungkan dengan alam (lihat Nakamura, 1974:355-356).
Salah satu ekspresi kecintaan masyarakat Jepang terhadap alam, selain dari yang telah disebutkan di atas adalah pembuatan taman. Terdapatnya keinginan untuk selalu berada dekat dengan alam, membuat masyarakat Jepang berpikir untuk medekatkan alam kepada lingkungan kehidupan mereka seharihari, sehingga diciptakanlah taman-taman (lihat Horton, 2003:9). Namun, tamantaman yang mereka buat, bukan merupakan replika wujud alam yang sesungguhnya. Alam dalam taman Jepang adalah alam yang telah ditafsirkan dan diabstrakkan dalam bentuk simbol-simbol dan merupakan bayangan ideal alam atau intisari alam (lihat Keane, 1996:118-119, lihat juga Engel,1974:5).
Alvin Horton, dalam bukunya All About Creating Japanese Gardens mendefinisikan taman Jepang sebagai berikut:
"...a garden is neither a slice of raw nature enclosed by a wall nor an artificial creation that forces natural material into unnatural forms to celebrate human ingenuity. Instead, it is a work of art that celebrates nature by capturing its essence. By simplifying, implying, or sometimes symbolizing nature, even a tiny garden can convey the impression of the larger, natural world" (2003:6).
Di Jepang, taman bukan merupakan sebidang alam murni yang dipagari oleh tembok atau juga bukan suatu kreasi buatan dengan merubah secara paksa material-material alam menjadi bentuk-bentuk yang tidak alami guna memuaskan akal pikiran manusia. Namun menurutnya, taman merupakan sebuah karya seni yang mengagungkan alam dengan menangkap intisarinya. Melalui penyederhanaan, pengungkapan secara tidak langsung atau juga dengan pembuatan simbol-simbol alam, maka sebidang taman yang kecil sekalipun dapat memberikan kesan yang Iebih luas yaitu alam raya.
Pembuatan taman sebagai sebuah bentuk seni yang utuh diperkenalkan ke Jepang melalui Cina dan Korea pada abad ke-6 atau 7 Masehi. Namun cikal bakal taman telah dikenal oleh masyarakat Jepang sejak zaman kuno. Awalnya, apa yang disebut taman hanya berupa batu yang dikitari oleh tali jerami, yang dikenal dengan nama iwakura (gambar 1.1), yang dipergunakan sebagai tempat pemujaan dewa-dewa setempat. Seiring perkembangan zaman, taman-taman mengalami perubahan bentuk dan fungsi yang disesuaikan dengan keadaan pada saat itu.
Dari yang awalnya hanya berupa batu untuk pemujaan animisme, pada zaman Heian (710-794) taman berkembang menjadi taman para bangsawan (gambar 1.2) yang befungsi sebagai tempat pembacaan puisi dan permainan. Selanjutnya, memasuki zaman Kamakura (1185-1333) lahir taman-taman Zen (gambar 1.3), yang dipergunakan oleh para pendeta dan pengikut Zen Budha sebagai sarana meditasi, yang kemudian diikuti dengan munculnya taman teh (gambar 1.4), yang berfungsi untuk melengkapi upacara minum teh yang populer pada zaman Muromachi (1333-1568) dan Momoyama (1568-1600). Perkembangan zaman terus berlangsung dan taman pun terus mengalamami perkembangan. Pada zaman Edo (1600-1868), seiring meningkatnya status sosial para chonin (masyarakat perkotaan: pedagang dan pengrajin), muncul taman tsubo (gambar 1.5) yang terdapat pada rumah para chonin di kota. Dan akhirnya, di zaman Edo lahir pula taman Daimyo (gambar 1.6), yang menjadi kebanggan para daimyo atau penguasa setempat pada saat itu (lihat Keane, 1996:10-112)."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T13415
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Spiegelberg, Frederic
New York: Pantheon Books, 1961
769.952 SPI z
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Elita Fitria Azhar
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa bagaimanakah nilai-nilai estetika yang terdapat dalam Taman Jepang, khususnya dalam Taman Karesansui.Pengumpulan data dilakukan dengan metode deskriptif analitis, yaitu melalui studi kepustakaan yang bertujuan untuk mendapatkan data-data yang relevan terhadap penelitian dan kemudian dianalisa.Sedangkan teori yang digunakan dalam bab analisis adalah teori Estetika wabi dan sabi, dan teori Estetika Zen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di dalam taman karesansui terkandung nilai-nilai estetika wabi dan sabi, serta nilai-nilai estetika Zen yang sama-sama ditunjukkan melalui ciri-ciri seperti sederhana, alami, asimetris, tenang, memiliki makna yang dalam, dan mencerminkan adanya esensi waktu.

The Study_s objective is to analyze the aesthetic values found in the art of Japanese Garden, especially in karesansui garden. This study used analytical descriptive method based on literature approach to collect, describe, and analyze data relevant to the objective. Theories used for this analysis are aesthetic theory of wabi and sabi in addition to the Zen aesthetic theory. Conclusion of the analysis shows that in karesansui garden, contains wabi and sabi aesthetic values also the aesthetic values of Zen which both represent the beauty of simplicity, naturalness, asymmetry, tranquility, deep reserve, and the essence of time."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S13633
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hadi Susilo Arifin
Jakarta: Penebar Swadaya, 1996
712.5 HAD p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Reina Restianti Amin
"Identitas tempat merupakan nilai ataupun karakter khusus yang dimiliki oleh suatu tempat untuk membedakannya dengan tempat lain. Identitas tempat dibentuk oleh beberapa elemen fisik dan non fisik seperti kondisi fisik lingkungan, aktivitas dan persepsi manusia terhadap tempat itu. Taman Suropati Jakarta dan Taman Musik Centrum Bandung merupakan taman yang dikenal sebagai tempat untuk bermain musik oleh masyarakat. Kedua taman memiliki cara yang berbeda dalam mendapatkan identitasnya, Taman Suropati yang kuat dengan elemen persepsi dan Taman Musik Centrum yang kuat dengan elemen kondisi fisik. Penulis menggunakan metode observasi dan wawancara terhadap pengunjung untuk mengetahui bagaimana elemen tersebut membentuk identitas taman. Lalu, penulis akan membahas mengenai pengaruh identitas terhadap fungsi taman.

Place identity is a value or a special character that have by a place to distinguish them from the other. Place identity made by some physic and non physic element, like place setting, activities, and human perception. Taman Suropati Jakarta and Taman Musik Centrum Bandung are park that known as a place for playing music by public. They have their own way to get their identity, Taman Suropati that strength with their human perception about that place and Taman Musik Centrum that strength with their place setting. In this thesis, writer doing an observation and interview method to know about how their element made an identity of park. Then, we will explain about identity effect to function of park.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S55202
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suharso A.S.P.
Yogyakarta: Kanisius , 1995
712.5 SUH t (1)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Lestari
"ABSTRAK
Studi ini dilakukan pada bulan Juni-Juli 2012 untuk mengetahui sebaran terbaru Rafflesia zollingeriana dan struktur populasinya di Taman Nasional Meru Betiri. R. zollingeriana yang ditemukan sebanyak 19 populasi yang terdiri atas 26 koloni 152 individu. populasi R.zollingeriana dominan ditemukan di lereng bukit, jauh dari pantai. beberapa populasi berbeda di dekat pemukinan (kantong) dan di zona hutan dikat zona rehabilitasi. dari 19 populasi yang telah diamati, sembilan merupakan distribusi baru yang belum pernah didokumentasikan dan satu antaranya berada di luar kawasan TNMB . populasi tersebut terdiri atas bunga mekar ( 7,89%), kuncup hidup (63,16%) dan kuncup mati ( 28,95%). kuncup hidup dengan diameter 0,1-5 cm mendominasi populasi (50%), sedangkan kuncup yang siap mekar (diameter lebih dari 15 cm) hanya 0,42%. tingkat keberhasilan kuncup untuk mekar diperkirakan rendah, sehingga keberlanjutan populasi R. zollingeriana terancam dan perlu dilstarikan, baik secara in situ maupun ex situ. saran konservasi, baik secara in situ maupun ex situ disampaikan dalam makalah ini. "
Bogor: Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor-LIPI, 2014
580 BKR 15:1 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Narottama Notosusanto
"Dewasa ini semakin menjamur saja buku terjemahan bahasa Indonesia dari karya-karya asing. Hal tentu sangat menggembirakan karena khazanah bacaan kita semakin kaya akan karya-karya bermutu dari seluruh penjuru dunia yang mungkin tak akan dapat dinikmati masyarakat banyak jika tidak pernah diterjemahkan. Buku-buku yang diterjemahkan itu terdiri atas berbagai karya ilmiah maupun beragam buku fiksi, baik fiksi populer maupun buku-buku sastra. Khusus mengenai terjemahan karya fiksi, penulis melihat bahwa buku-buku terjemahan di bidang ini yang didominasi terbitan PT Gramedia lebih banyak mengeluarkan terjemahan novel-novel populer karya pengarang-pengarang seperti Agatha Christie, Sidney Sheld ataupun Frederick Forsyth yang kurang bobot sastranya. Memang ada penerbit-penerbit seperti Pustaka Jaya yang masih setia menerbitkan terjemahan karya pengarang-pengarang legendaris seperti Dumas, Gogol, Hemingway dan sebagainya; juga Yayasan Obor yang belakangan ini banyak memunculkan karya sastrawan dunia yang kurang populer di. Indonesia. Namun persentase keberadaan buku-buku sastra ini masih sangat sedikit dibanding novel-novel populer yang disebut di atas. Kenyataan di atas tidak terlihat pada dunia buku terjemahan anak-_anak. Meski juga dipadati buku-buku populer seperti serial Lima Sekawarv clan Trio Detektif, buku-buku terjemahan untuk anak-anak juga mencakup terjemahan karya-karya klasik seperti Huckleberry Finn dan Tom Sawyer karangan Mark Twain, Robinson Crusoe karya Daniel. Defoe, ataupun Gulliver's Travels ciptaan Jonathan Swift. Rupanya penerjemah buku untuk anak-anak Indonesia lebih sadar untuk menerjemahkan buku-buku klasik bermutu dibanding penerjemah buku cerita untuk orang dewasa. Tetapi bukan hal itu yang mendorong penulis untuk membuat skripsi ini. Penulis tertarik akan adanya sejumlah karya yang tidak saja diterjemahkan oleh seorang penerjemah, tapi oleh beberapa penerjemah dan diterbitkan oleh penerbit berlainan. Contohnya The Three Musketeers karangan Dumas yang paling sedikit sudah muncul dalam dua versi Indonesia: Tiga Pengawal dan Tiga Pendekar. Sebut juga Emil and the Detectives karangan Erich Kastner yang tahun 1979 diterbitkan Gramedia sebagai Emil Jo-di Detektif. Kini sudah muncul lagi Erich dan Para Detektif Cilik. Contoh lain adalah buku klasik karangan Frances Hodgson Burnett, The Secret Garden, yang penulis jadikan korpus skripsi ini. Dalam jangka waktu relatif singkat, dua versi terjemahan dari buku tersebut diedarkan dua penerbit berbeda, yakni Kebun Rahasia yang diterbitkan Gramedia dan Taman Rahasia yang diterbitkan Dian Rakyat. Fenomena ini sebenarnya tidak berlaku hanya pada terjemahan buku anak-anak saja, melainkan. juga pada sejumlah karya sastra klasik umum. Beberapa tahun lalu, harian Kompas pernah memuat cerita pendek terkenal karya Hernando Tellez, Just Lather, That's All yang diterjemahkan sebagai Aku Hanya Tukang Cukur. Karya ini juga pernah diterjemahkan penerjemah lain dengan judul yang lebih harfiah: Hanya Busa, itu Saja."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1994
S14154
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suharso A.S.P.
Yogyakarta: Kanisius , 1995
712.5 SUH t (1)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
"Konsep garden city yang dikemukakan Howard merupakan sebuah konsep perencanaan kota yang sangat berpengaruh pada perkembangan teori perencanaan kota selanjutnya. Konsep ini dikemukakan dalam diagram dengan desain yang berbentuk konsentris dan menawarkan masyarakat baru yang berbasis pada "kota dan desa". Pengaruh konsep garden city tidak hanya ada di negara-negara barat, tetapi perencanaan kota di Indonesia juga dipengaruhi oleh konsep ini, salah satunya adalah Kebayoran Baru yang direncanakan setelah kemerdekaan RI. Seiring berjalannya waktu dan berbagai perubahan yang terjadi, wajah Kebayoran Baru sekarang semakin menjauhi desain garden city yang direncanakan dahulu. Padahal desain garden city memiliki aset dan potensi untuk dapat mencapai kota berkelanjutan sebagai respon dari masalah lingkungan yang terjadi sekarang ini. Garden city merupakan asal mula dari kemunculan konsep kota berkelanjutan karena desain garden city memiliki elemen-elemen yang mendukung keberlanjutan kota. Aspek lingkungan dan humaniti menjadi pedoman dalam desain garden city. Dua aspek ini juga yang mendukung keberlanjutan dari sebuah kota guna mencapai kota yang ramah bagi warga dan lingkungan untuk generasi mendatang."
720 JIA 5:2 (2008)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>