Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 195430 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Cahaya Indriaty
"LATAR BELAKANG. Pemantauan pertumbuhan balita merupakan kegiatan penting dalam menunjang upaya perbaikan gizi, karena memiliki fungsi penapisan, deteksi gangguan pertumbuhan, penentuan intervensi, dan sebagai alat edukasi. Untuk dapat digunakan sebagai indikator kesejahteraan di masyarakat, maka harus dihasilkan'" informasi yang berkualitas baik, terutama yang berkaitan dengan hasil penimbangan balita. Selama ini masalah kualitas data penimbangan posyandu sering dipertanyakan karena data yang sangat terbatas.
TUJUAN. Tujuan studi ini adalah untuk mempelajari kualitas data hasil penimbangan kader, mempelajari faktor-faktor, dan merumuskan saran-saran untuk peningkatan kualitas data.
METODOLOGI. Studi dilakukan di 4 kabupaten yaitu Sukabumi dan Bogor di Jawa Barat, serta Demak dan Semarang di Jawa Tengah. Sebanyak 18 posyandu di masing-masing Kabupaten di pilih dengan cara Multistage sampling. Secara keseluruhan ada 72 posyandu sebagai lokasi studi. Di masing-masing posyandu dipilih satu orang kader yang bertugas menimbang sebagai sampel studi. Kualitas data hasil penimbangan dinilai dengan presisi dan akurasi kader dalam penimbangan. Setiap kader menimbang 10 anak sebanyak 2 kali, kemudian anak yang sama ditimbang oleh petugas peneliti sebanyak 2 kali. Penilaian presisi dan akurasi dilakukan dengan metode yang tercantum pada buku 'Measuring Changes of Nutritional Status (WHO, 1983). Variabel lain yang dikumpulkan meliputi data diri kader meliputi umur, pendidkan, pekerjaan dan data yang berkaitan dengan lama kerja, pelatihan, perekrutan, pembinaan, pengetahuan dan ketrampilan kader dalam menimbang. Analisa dilakukan secara deskriptif, dan analisa hubungan antara variabel bebas dengan tingkat presisi dan akurasi dilakukan dengan menggunakan uji Chi-Square.
HASIL. Sebanyak 59,7 % kader memiliki tingkat presisi yang kurang baik dan hampir semua kader (97,2%) memiliki tingkat akurasi yang kurang baik. Dengan demikian kualitas data hasil penimbangan oleh kader masih sangat rendah. Dari 97,2% kader yang tidak akurat ternyata 82,5% tidak mendapat pembinaan yang baik. Faktor ketrampilan merupakan faktor penting pada kualitas data, sebagian besar kader kurang trampil, terutama dalam hal mengatur posisi bandul timbangan. Faktor ketrampilan kader ini lebih lanjut dipengaruhi oleh pengetahuan kader dan pembinaan yang kurang dalam materi cara menimbang balita. Faktor-faktor lain tidak mempunyai hubungan dengan tingkat presisi maupun tingkat akurasi.
KESIMPULAN. Kualitas data hasil penimbangan oleh kader masih sangat rendah. Faktor pengetahuan dan ketrampilan kader terutama dalam mengatur posisi bandul timbangan merupakan variabel yang penting dalam kaitannya dengan kualitas data.
SARAN. Untuk meningkatkan kualitas data perlu dilakukan pembinaan secara berkesinambungan disamping pelatihan-pelatihan resmi yang dibentuk. Dalam hal ini pembinaan yang berkaitan dengan cara penimbangan perlu mendapat perhatian serius, disamping pembenahan posyandu dalam aspek lainnya seperti pemberian penghargaan dan sanksi. Selain itu juga dilakukan penyebaran informasi cara menimbang yang benar melalui kegiatan pembinaan yang teratur agar dapat ditingkatkan kualitas data penimbangan, dan menimbulkan budaya malu apabila tidak melaksanakan tugas dengan tanggung jawab.
Daftar bacaan: 43 (1930-2002)

The Relationship Between the Characteristics and the Precision and Accuracy of Posyandu Cadres in Weighing the Children, in the Districts of Sukabumi, Bogor, Demak and Semarang, in 2002BACKGROUND. One among others, growth monitoring is an important activity to support nutrition improvement program. Growth monitoring has several functions such as to identify the targets for intervention, to detect growth failure, to identify appropriate nutrition intervention, and as educational tool. A good quality growth monitoring data could be used as an indicator of social welfare, therefore, the reliability of weight data from monthly weighing activity at posyandu should be improved. Thus far, the quality of weight data is still questionable, but the effort to evaluate it is still rarely carried out.
OBJECTIVES. The objectives of the study are to evaluate the quality of weight data measured by posyandu cadre, to determine factors that are related to quality of weight data, and to formulate recommendation for improving the quality of weight data.
METHODS. The study was carried out in 4 districts, namely: Sukabumi and Bogor in West Java, Demak and Semarang in Central Java. Eighteen posyandus in each district were selected using multistage sampling. In a total 72 posyandus were covered as study locations. In each posyandu one cadre whose task is weighing was selected as a study sample. The quality of weight data was evaluated by looking at the precision and accuracy of cadre in weighing. Each cadre weighed 10 children twice. The same children also weighed by field staff twice. The evaluation of precision and accuracy is based an method provided in the guidance book for `Measuring Changes of Nutritional Status', WHO, 1983. Other variables were also collected such as age of cadre, educational level, occupation, duration of being cadre, frequency of training followed by cadre, recruitment, advisory, and the knowledge and the ability of cadre in weighing. Two types of data analysis were employed: descriptive analysis and association between dependent and independent variables using Chi-square test.
RESULTS. The precision and accuracy of cadre in weighing is significantly low. As many as 59.7% cadres were found to be imprecise, and 97.2% were found to be inaccurate in weighing. Around 83% of cadres who were inaccurate in weighing did not receive better guidance from the advisor. The ability of cadre in weighing is found to be an important factor that influences the quality of weight data, particularly in positioning the scale balancer ("bandul timbangan"). The ability of cadre in weighing is influenced by the lack in cadre's knowledge in how to weigh the child and the lack in guidance from the advisor. The other factors do not have significant association with precision and accuracy of cadre in weighing.
CONCLUSIONS. The quality of weight data measured by cadres is still very low. The knowledge and the ability of cadres in weighing, particularly in positioning scale balancer are the important factors that associated with the quality of weight data.
RECCOMENDATIONS. To improve the quality of weight data measured by cadres requires a regular and continuous guidance besides providing the cadres with formal trainings. Other than efforts to improve posyandu activity such as providing rewards and sanctions, a guidance related to method of weighing needs a serious attention, In addition, information related to quality of weight data needs to be observed, evaluated, and improved by the advisor through a regular advisory visit.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T13009
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pargiono
"Program Imunisasi di Indonesia tahun 1997 mencakup 7 (tujuh) jenis antigen sesuai anjuran WHO. Pada tahun 1990 secara nasional Indonesia mencapai status Universal Child Immunization (UCI). Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) terbukti telah berhasil memantau cakupan sampai mencapai target Universal Child Immunization (UCI), Meskipun cakupan imunisasi di Kota Bekasi cukup tinggi, namun wabah campak masih tetap tinggi, sehingga perlu dilihat penyebabnya.
Dari hasil penelitian diketahui salah satu penyebabnya adalah faktor kepatuhan petugas coldchain dan vaksin dalam menerapkan Standar Operasional Prosedur Imunisasi.
Penelitian tentang kepatuhan petugas terhadap Standar Operasional Prosedur Imunisasi (SOPI) pada pengelola coldchain dan vaksin dilakukan dengan disain cross-Sectional dengan pendekatan kuantitatif. Banyaknya responder 62 orang dengan total populasi yang berasal dari 31 puskesmas yang tersebar di Kota Bekasi.
Adapun tujuan penelitian ini untuk mengetahui kepatuhan petugas dalam menerapkan SOPI yang dilihat dari faktor internal dan eksternal. Prosentase petugas yang patuh terhadap SOPI sebanyak 32 orang (52 %), sedangkan yang tidak patuh 30 orang (48 %). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat faktor eksternal hanya terdapat satu variabel (variabel imbalan) yang memiliki hubungan bermakna dengan kepatuhan, karena variabel imbalan p < 0,05. Selain itu faktor internal dan eksternal yang memiliki p < 0,25, menjadi kandidat dalam model.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat 4 (empat) variabel dengan p < 0,25, yaitu dari faktor internal adalah pendidikan, pengetahuan, dan motivasi, sedangkan faktor eksternal adalah imbalan.
Adapun anaiisa keeratan hubungan pada 4 (empat) variabel tersebut menyatakan bahwa, petugas dengan latar belakang pendidikan medis mempunyai peluang untuk patuh 2,18 kali dibanding non-medis. Sedangkan petugas dengan tingkat pengetahuan baik mempunyai peluang untuk patuh 2,33 kali dibanding petugas dengan tingkat pengetahuan buruk.
Selain itu petugas yang memiliki motivasi baik tingkat kepatuhannya 5,26 kali dibanding petugas yang memiliki motivasi buruk. Begitu pula dengan variabel imbalan, terlihat bahwa petugas yang mendapat imbalan baik berpeluang untuk patuh sebesar 8,46 kali dibanding petugas yang mendapat imbalan buruk.
Berdasarkan hal tersebut diatas, kesimpulan secara umum adalah tingkat kepatuhan petugas terhadap Standar Opersional Prosedur Imunisasi pada pengelola coldchain dan vaksin di Kota Bekasi tahun 2002 belum balk, dan disarankan kepada Dinas Kesehatan Kota Bekasi perlu menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan strategi intensifikasi peningkatan penerimaan keuangan, dan membuat kebijakan kesehatan tentang peningkatan kualitas sumber daya manusia terutama yang berhubungan dengan pengetahuan melalui peningkatan frekuensi dan kualitas pelatihan dan supervisi petugas coldchain dan vaksin.
Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan selaku pengelola program disarankan supaya meningkatkan alokasi biaya untuk pelatihan petugas imunisasi.

The Fact which is Have a Relation with Employee Obedience to the Operational Immunization Standard Procedure for Executor of Coldchain and Vaccine in Bekasi, West Java 2002Indonesia immunization program in 1997 has 7 (seven) contents of antigent that suitable with the WHO suggest.
In 1990 by a national, Indonesia get the status Universal Child Immunization (UCI). Small fresh district has successful to water fish until it gets the Universal Child Immunization (UCI) target.
Eventhough the immunization in Bekasi is high enough, but the measles epidemic still high, so that we have to find the cause.
From the observation, we know that the one of the cause is an employee obedience factor of Coldchain and Vaccine in making decision of The Operational Immunization Standard Procedure.
The observation about the employee obedience by the Operational Immunization Standard Procedure (SOPI :Standart Operasional Prosedure Imunisasi), for executor Coldchain and Vaccine is done by cross sectional design with Quantitative approximation.
More respondence 62 persons with population who come from 31 public clinic in Bekasi. The purpose from this observation is for knowing the employee in running the SOPI which is get from the internal and external factor.
Presentation of employee who's obey by SOPI is 32 persons (52%), and then who hasn't obey is 30 persons (48%). The observation shows that there hasn't got a good relation between the internal and external factor with obedience, because P>0.005, and the external there is only one variable (wages variable), which is has a good relation with obedience, because the wages variable is P<0.005.
Beside of that, the internal and external which have P<0.25, can be a candidate in models. The observation shows us that there are 4 (four) variables with P<0.25 from internal factor, they are study, knowledge, and motivation, but the external factor is a wages.
The analyze fixed relation at 4 (four) variables, tell us that the medical educational background has an opportunity for obey 2.18 times than non medical. And an employee with a good step education has an opportunity for obey 2.33 times than employee who has bad education.
Beside of that, the employee who has a good motivation, the step obedience is 5.26 times than the employee who has bad motivation. The same with wages variable, show us that an employee who has good wages, has opportunity for obey 8,46 times than an employee who has bad wages.
Base from that case, the regular summary is a step obedience for Operational Immunization Standard Procedure at the executor of Coldchain and Vaccine in Bekasi in 2002, hasn't good enough, and there is a suggestion for the healthy dines service to make a healthy policy about the important grade Quality of human resource, which have relation with knowledge by the grade of frequency and training quality and employee supervisor of Coldchain and Vaccine.
Directorate General Communicable Disease Control and Environmental Health as a program executor is suggest for manage a cost to an employee training immunization.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T 11666
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Akhmad Ginanjar
"Di Indonesia, program imunisasi merupakan salah satu program prioritas oleh karena 30% dari. Angka Kematian Bayi (AKB) disebabkan oleh PD3I atau Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi.
Angka Insiden campak di Kabupaten Lebak dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2005 terus meningkat dimana pada tahun 2003 sebesar 6,38/10.000, tahun 2004 sebanyak 6,41110,000 dan tahun 2005 mencapai 17,96110.000 dan disamping itu frekuensi kejadian luar biasa (KLB) campak dalam 3 (tiga) tahun terakhir juga meningkat yaitu tahun 2003 sebanyak 3 (tiga) kali, tahun 2004 sebanyak 8 (delapan) kali dan pada tahun 2005 sebanyak 9 (sembilan) kafi.
Dari hasil pemantauan dan bimbingan teknis pads tahun 2004 yang dilakukan terhadap seluruh puskesmas mengenai checklist rantai vaksin diperoleh bahwa 23 puskesmas dari 35 puskesmas (66%) yang telah memenuhi standar dalam menangani vaksin di puskesmas, hal ini menunjukkan bahwa penanganan vaksin di puskesmas masih menjadi masalah yang dapat memberikan dampak menurunnya potensi vaksin.
Tujuan dari penelitian ini adalah diketahuinya informasi tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan petugas imunisasi terhadap prosedur tetap (protap) penanganan vaksin campak. Metode penelitian dengan desain studi cross sectional. Populasi meliputi seluruh petugas imunisasi puskesmas se Kabupaten Lebak yang berjumlah 443 orarg. Sampling dalam penelitian ini adalah sebanyak 105 orang.
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara melalui kuesioner untuk variabeI independen dan untuk variabel dependen berupa observasi dengan menggunakan checklist. Variabel dependen adalah kepatuhan petugas imunisasi dalam penanganan vaksin campak di puskesmas. Sedangkan variabel independen adalah variabel-variabel individu (umur, pendidikan, pelatihan, lama kerja dan pengetahuan), variabel-variabel psikologis (motivasi dan sikap) dan variabel-variabel organisasi (kepemimpinan, imbalan, supervisi dan sarana).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian kecil responden yaitu sebanyak 38 prang (36,2%) yang patuh terhadap protap penanganan vaksin campak. Dari I 1 variabel yang dianalisis secara bivariat, hanya ada 4 (empat) variabel yang terbukti bermakna secara statistik yaitu variabel sikap, imbalan, pengetahuan, dan motivasi. Sedangkan pada analisis multivariat didapatkan 7 (tujuh) variabel independen yang diduga berhubungan dengan kepatuhan responden terhadap protap penanganan vaksin campak sedangkan variabel yang signifikan berhubungan dengan kepatuhan sebanyak 3 (tiga) variabel yaitu variabel sikap, pengetahuan, dan lama kerja. Adapun variabel yang paling dominan berhubungan adalah variabel pengetahuan.
Dengan basil penelitian ini diharapkan Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak dapat menyusun langkah yang akan diambil untuk meningkatkan kepatuhan petugas imunisasi dalam menerapkan protap penanganan vaksin campak melalui pembinaan teknis yang berkesinambungan dan berjenjang, memberikan penghargaan pada puskesmas dan petugas yang patuh. Pimpinan puskesmas diharapkan memperhatikan hal-hal yang dapat meningkatkan kepatuhan petugas imunisasi misalnya dengan melakukan penyeliaan, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petugas melalui pelatihan baik di tingkat kabupaten maupun propinsi.

Immunization program is one of the priority programs in Indonesia because 30% of baby mortality rate is caused by illness which can be prevented by an immunization.
Measles incident rate increased at sub-province of Lebak from 2003 to 2005 wherc it reached 6,38/10000 in 2003, 6,41110000 in 2004 and 17,96110000 in 2005 and extraordinary occurrence frequency of measles in the last three years increased too. It increased three times in 2003, eight times in 2004 and nine times in 2005,
From monitoring result and technical guide which wee conducted to all of primary health cares concerning a vaccine enchain checklist found that 23 from 35 primary health cares (66%) which have fulfilled standard in handling a vaccine in primary health care, this case indicated that handling a vaccine in primary health care was still become a problem which able to give a degradation impact of vaccine potency,
This research purpose is to find information concerning factors related to compliance of immunization officer toward standard operating procedure of measles vaccine immunization. It used a Cross Sectional Design, 443 population including all immunization officer (primary health care) sub-province of Lebak and 105 samples.
Data collected with interview through questionnaire for independent and dependent variable in the form of observation by using checklist. Dependent variable is compliance of immunization officer in handling of measles vaccine at primary health care. While independent variable is individual variable (age, education, training, job period and knowledge), psychological variable (motivation and attitude) and organizational variable (leadership, reward, supervision and facility).
Research result indicated that some of immunization officers that were 38 people (36,2%) who were compliance toward standard operating procedure of measles vaccine immunization. From 11 analyzed variables with bivariate analysis, there were only 4 significant variables statistically that were attitude, reward, knowledge and motivation variable, While multivariate analysis got that from 7 independent variables which anticipated relate to respondent compliance toward standard operating procedure of measles vaccine immunization, in fact they were only 3 variables which related significantly to compliance that were attitude, knowledge and job period. The most dominant correlated variable was knowledge variable.
From this research result is expected to Public Health Service, Sub-Province of Lebak can plan a step which will be taken to improve compliance of immunization officer in applying a standard operating procedure of measles vaccine immunization by a continual technique construction and ladder, giving appreciation to primary health care and compliance officer. It is also expected to primary health care to pay attention things able to improve a compliance of officer immunization, for example improvement of officer knowledge and skill by training at sub-province and province level.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T18997
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elmerillia Farah Dewi
"Penyakit campak adalah penyakit yang sangat menular dan disebabkan oleh Campak merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus paramyxoviridae. Virus tersebut mampu menekan imunitas atau daya tahan tubuh anak. Penyakit campak memiliki gejala klinis, kemerahan di tubuh berbentuk makulo papular didahului panas badan >38oC (teraba panas) selama 3 hari atau lebih dan disertai salah satu gejala batuk, pilek atau mata merah. Kasus campak masih sering dijumpai di beberapa daerah di Indonesia. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah respon imun yang kurang optimal. Imunisasi merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan respon tersebut. Dengan perbaikan mutu vaksin, peningkatan status gizi masyarakat dan penanganan kasus yang baik diharapkan kasus campak dapat dikurangi. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif dengan desain ekologi korelasi.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa hubungan insiden campak dengan imunsasi campak menunjukkan hubungan yang lemah (r = 0,240) dan berpola negatif, dengan nilai p > 0,05 (0,647) yang berarti tidak ada perbedaan yang bermakna antara imunisasi campak dengan insiden campak. Untuk hubungan insiden campak dengan status gizi buruk dan kurang menunjukkan hubungan yang lemah (r = 0,001) dan berpola positif, dengan nilai p > 0,05 (0,999) yang berarti tidak ada perbedaan yang bermakna antara status gizi buruk dan kurang dengan insiden campak. Pada hubungan insiden campak dengan kepadatan penduduk menunjukkan hubungan yang lemah (r = 0,096) dan berpola negatif, dengan nilai p = 0,856 yang Hubungan berarti tidak ada perbedaan yang bermakna antara imunisasi campak dengan insiden campak. Untuk meningkatkan menurunkan insiden campak perlu dilakukan peningkatan status gizi anak serta penyuluhan mengenai pentingnya imunisasi campak. Selain itu perlu ditingkatkannya system pencatatan dan pelaporan sehingga dapat diperoleh data yang akurat."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Uus Sukmara
"Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN) adalah salah satu sasaran yang disepakati dalam konperensi tingkat tinggi tentang kesehatan anak sedunia yang harus dicapai pada akhir tahun 2000. Salah satu upaya yang dilaksanakan untuk mencapai ETN tersebut adalah pemberian imunisasi tetanus toxoid kepada ibu hamil. Berbagai upaya untuk mencapai cakupan imunisasi TT ibu hamil yang optimal telah dilaksanakan, namun cakupan imunisasi TT pada ibu hamil di beberapa wilayah masih tetap merupakan masalah.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi status imunisasi TT pada ibu hamil di wilayah puskesmas Sukamanah kabupaten Bogor. Hasil penelitian ini diharapkan dapat merupakan sumbangan pemikiran untuk pengelolaan program imunisasi TT ibu hamil dalam kegiatan pencapaian eliminasi tetanus neonatorum.
Metode penelitian ini dirancang dengan study kasus kontrol, sebagai kasus adalah ibu-ibu yang mempunyai anak umur kurang satu tahun dimana selama kehamilannya tidak pernah (TT0) atau tidak memperoleh imunisasi TT lengkap (TT1), sedangkan kontrol adalah ibu-ibu yang mempunyai anak umur kurang satu tahun dimana selama kehamilannya memperoleh imunisasi TT lengkap (TT2/ulang). Jumlah kasus sebanyak 170 orang dan jumlah kontrol 170 orang (perbandingan 1 kasus : 1 kontrol).
Variabel yang diteliti meliputi faktor umur ibu, pendidikan, pengetahuan, sikap, jumlah anak balita, pekerjaan suami, persepsi ibu terhadap jarak, kepemilikan keluarga, pemeriksaan kehamilan dan anjuran yang diterima ibu untuk di imunisasi.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tidak semua faktor yang diteliti berpengaruh secara bermakna terhadap status imunisasi TT ibu hamil. Variabel yang tidak berpengaruh adalah ; umur ibu, jumlah anak balita, pekerjaan suami, pengetahuan, dan kepemilikan, sedangkan variabel yang berpengaruh adalah sikap (O.R 4,5), pendidikan (O.R 2,1), pemeriksaan kehamilan (O.R 2,2), persepsi terhadap jarak (OR 2,0) dan anjuran berpengaruh secara bermakna (O.R. 4,3).
Mengingat hal-hal tersebut diatas maka disarankan kepada kepala puskesmas Sukamanah khususnya dan kepala dinas kesehatan kabupaten Bogor umumnya untuk dapat meningkatkan penyuluhan perorangan (anjuran), meningkatkan kemampuan dan sikap profesionalisme petugas, menekan terjadinya miss oportunity ANC dan imunisasi TT, membentuk pos vaksinasi khusus di daerah yang jauh dari posyandulpuskesmas serta mengusulkan kepada camat atau Dikbud untuk diadakan pendidikan kejar paket A (pendidikan sejenis) kepada ibu-ibu yang tidak sekolah atau buta huruf.

The Factors Which Influenced of Toxoid Tetanus Immunization Status in Sukamanah Puskesmas, Kabupaten Bogor In 2000Elimination of Tetanus Neonatorum is one of targets of World Health Summit for Children in high level that must be achieved by the year 2000. One effort which has done to reach ETN is giving toxoid tetanus immunization to pregnant mother. There are so many efforts to reach the coverage of TT immunization that have done well in every area but it is still face the problems.
The purpose of the research is to find out some factors that have influenced the status of TT immunization for pregnant mother in Sukamanah Health Centre, Bogor District. The result of research is contributing some ideas for the management of pregnant mother TT program in increasing elimination of neonatorum of tetanus activating.
The research applies a case control design the case are, mother who has a baby, during her pregnancy has not ever given (TT0) or full of TT (TT1), while the control is mother who has baby that during her pregnancy has taken full of TT (TT2/booster). About it case and 170 control had beed interviewed (1 case : 1 control).
The factor of attitude has been researched including: the mother's age, education, knowledge, number of children under 5 year age, husband's occupation, mother's perceive of distance, owner's family, checking the pregnancy up, and suggestion to do immunization which has revived by the mother.
The result of the study reveals that there is the significant relationship between attitude (O.R. = 4,5), education (O.R.= 2,1), examination during pregnancy (ANC) (OR = 2,2), perceived of distance ( OR = 2,0) and suggestion (O.R.= 4,3) of TT immunization status of pregnant mother.
Based on the result of the study, it is recommended to the head of Sukamanah Health Centre and the head of Bogor District Health office to early out the personal health education (Counseling), to improve the ability and performance of the staff, to reduce the miss opportunity of ANC and immunization, to establish the vaccination centre at the remote are, and to give a recommendation to the Head of Sub district or Department of Education in order to give education package to the literacy mother.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lisa Perikani
"ABSTRACT
Anak usia 1-5 tahun atau biasa disebut Balita Bawah Lima Tahun memiliki sistem imun yang rendah dan cukup rentan terhadap serangan penyakit, oleh karena itu anak memerlukan serangkaian imunisasi untuk membangun kekebalan dasar pada tubuhnya. Adanya KLB Difteri dapat meningkatkan resiko balita mengalami kecacatan, kesakitan dan kematian. Pengetahuan ibu berperan penting dalam memenuhi kelengkapan imunisasi difteri sebagai tindakan pencegahan penyakit difteri, hal ini kaitannya dengan kepatuhan ibu. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan kepatuhan imunisasi difteri anak usia 1-5 tahun. Desain penelitian cross sectional menggunakan metode convinience sampling. Sampel penelitian ini adalah ibu yang memiliki anak usia 1-5 tahun, jumlah sampel penelitian sebanyak 95 responden. Hasil analisa data menunjukan ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan kepatuhan imunisasi difteri anak usia 1-5 tahun p le; p = 0.001, =0.5. Tenaga kesehatan keperawatan dapat meningkatkan upaya preventif dan promosi kesehatan tentang imunisasi dan difteri agar kepatuhan terhadap imunisasi difteri dapat ditingkatkan.

ABSTRACT
Children aged 1 5 years or commonly called Toddlers Under Five Years have a low immune system and are quite susceptible to disease attacks, therefore children need a series of immunizations to build basic immunity in the body. The presence of Diphtheria Outbreak may increase the risk of todlers experiencing disability, illness and death. Mother 39 s knowledge plays an important role in fulfilling the completeness of diphtheria immunization as a preventive measure of diphtheria disease, this is related to mother 39 s compliance. The purpose of this study was to identify the relationship between mother 39 s knowledge level and compliance diphtheria immunization in children 1 5 years old. The research design used cross sectional with convinience sampling method. Sample in this research is a mother have children aged 1 5 years old, the number of research samples were 95 respondents. The result of data analysis showed that there was a correlation between mother 39 s knowledge level and diphtheria immunization of children 1 5 years old p le p 0.001, 0.5 Nursing health can improve preventive and health promotion about immunization and diphtheria, so that adherence to diphtheria immunization can be improved."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Handayani
"Pengetahuan mengenai vaksinasi COVID-19 penting untuk diketahui agar pemberian vaksinasi COVID-19 dapat dimaksimalkan, khususnya pada remaja. Hal ini karena berdasarkan hasil penelitian sebelumnya dikatakan bahwa pengetahuan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kecemasan seseorang terhadap pelaksanaan pemberian vaksinasi COVID-19. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan tingkat pengetahuan dan tingkat kecemasan remaja terhadap pemberian vaksinasi COVID-19. Desain penelitian yang digunakan yaitu cross sectional dengan melibatkan responden sebanyak 293 remaja di JABOTABEK yang didapatkan secara network sampling. Instrumen penelitian yang digunakan mencakup instrument Pengetahuan Mengenai Vaksinasi COVID-19 dan Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS). Hasil penelitian didapatkan rerata skor pengetahuan remaja mengenai vaksinasi COVID-19 yaitu 6.18 dari total skor 8 (CI 95%, median 6) dan rerata tingkat kecemasan remaja yaitu 6.78 dari total skor 56 (CI 95%, median 4). Hasil penelitian juga menunjukkan sebagian besar remaja tidak mengalami kecemasan yaitu sebanyak 251 orang (85.7%). Hasil analisis menggunakan uji Krusskal Wallis menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan pengetahuan yang bermakna (p=0.939 > α=0.05) terkait vaksinasi COVID-19 antara tingkat kecemasan remaja terhadap pemberian vaksinasi COVID-19.

Knowledge about COVID-19 vaccination is important to know so that the provision of COVID-19 vaccination can be maximized, especially for adolescents. This is because based on the results of previous studies, it is said that knowledge is one of the factors that can affect a person's level of anxiety about the implementation of the COVID-19 vaccination. This study aims to analyze the relationship between the level of knowledge and the level of anxiety of adolescents on the provision of COVID-19 vaccination. The research design used was cross sectional involving 293 teenagers in JABOTABEK who were obtained by network sampling. The research instruments used include the Knowledge Regarding COVID-19 Vaccination instrument and the Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS). The results showed that the average score of adolescent knowledge about COVID-19 vaccination was 6.18 out of a total score of 8 (95% CI, median 6) and the average adolescent anxiety level was 6.78 out of a total score of 56 (95% CI, median 4). The results also showed that most of the adolescents did not experience anxiety, as many as 251 people (85.7%). The results of the analysis using the Krusskal Wallis test showed that there was no significant differences of knowledge (p=0.939 > =0.05) among the scales of anxiety about COVID-19 vaccination in adolescents."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nunung B. Priyatni
"Tetanus Neonatorum adalah penyebab utama kematian neonatal dan penyebab kematian kedua pada anak diantara penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Setiap tahun 450.000 bayi meninggal sebelum umur l bulan.
Di Propinsi Jawa Barat, Tetanus Neonatorum masih menjadi masalah kesehatan, dimana selama 5 tahun berturut-turut dari tahun 1994-1998 kasus Tetanus Neonatorumn masih relatif tinggi dengan kematian yang relatif menetap.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan status imunisasi TT ibu hamil dengan kejadian Tetanus Neonatorum di Propinsi Jawa Barat tahun 1999-2000. Studi ini menggunakan desain kasus kontrol. Kasus adalah bayi umur 0 - 28 hari yang menderita Tetanus Neonatorum pada tahun 1999-2000, sedangkan kontrol adalah bayi sehat dengan umur yang hampir sama dan merupakan tetangga terdekat penderita. Data diperoleh dari wawancara dengan menggunakan kuesioner pada ibu bayi dan data yang diperoleh dikonfirmasi terhadap penolong persalinan, KMS, Catatan di Puskesmas, Pustu dan Polindes.
Hasil studi menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara status imunisasi TT ibu hamil dengan kejadian Tetanus Neonatorum (OR = 21,82 , 95%C1, p = 0,0000).
Setelah dilakukan kontrol terhadap variabel perawatan tali pusat dan persalinan "3 bersih", maka risiko kejadian Tetanus Neonatorum pada bayi yang ibunya tidak pernah mendapat imunisasi TT adalah 31,39 kali dibandingkan bayi yang ibunya mendapat imunisasi TT Iengkap.

The Relation of Babies? Immunity with Tetanus Neonatorum MorbidityIn West Java on 1999-2000The Tetanus Neonatorum is the first cause neonatal death and the second cause of children death between the diseases which can be prevented by immunization. There are 450.000 babies death before one month old.
In West Java Tetanus Neonatorum still be the first health problem During 5 years from 1994 - 1998, the morbidity and mortality of Tetanus Neonatorum has been relative constantly. This research is to find out the relation of pregnancy mother immunization status with Tetanus Neonatorum morbidity in West Java in 1999 - 2000.
This study using design case control. The case is a 0 - 28 old days baby who had Tetanus Neonatorum in 1999 - 2000, and the controls is a health baby with the same age and live in the nearest illness baby.
The data get through questionnaires from mother's illness baby and mother's health baby. The data was confirmed by midwife or birth attendant who help delivery, by puskesmas record, by baby ISMS and the other record in Puskesmas, Pustu and Polindes. The result of study reveals that there is a significant relationship between baby's immunization and Tetanus Neonatorum occurring.
After controlling the other variable, such as umbilical cord care, "Three cleans delivery". The risk of Tetanus Neonatorum occur of baby's mother who has never have Tetanus Toxoid Immunization is 31,39 times compare with baby's mother who has completed TT Immunization.

The Relation of Babies? Immunity with Tetanus Neonatorum MorbidityIn West Java on 1999-2000The Tetanus Neonatorum is the first cause neonatal death and the second cause of children death between the diseases which can be prevented by immunization. There are 450.000 babies death before one month old.
In West Java Tetanus Neonatorum still be the first health problem During 5 years from 1994 - 1998, the morbidity and mortality of Tetanus Neonatorum has been relative constantly. This research is to find out the relation of pregnancy mother immunization status with Tetanus Neonatorum morbidity in West Java in 1999 - 2000.
This study using design case control. The case is a 0 - 28 old days baby who had Tetanus Neonatorum in 1999 - 2000, and the controls is a health baby with the same age and live in the nearest illness baby.
The data get through questionnaires from mother's illness baby and mother's health baby. The data was confirmed by midwife or birth attendant who help delivery, by puskesmas record, by baby ISMS and the other record in Puskesmas, Pustu and Polindes. The result of study reveals that there is a significant relationship between baby's immunization and Tetanus Neonatorum occurring.
After controlling the other variable, such as umbilical cord care, "Three cleans delivery". The risk of Tetanus Neonatorum occur of baby's mother who has never have Tetanus Toxoid Immunization is 31,39 times compare with baby's mother who has completed TT Immunization.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T5764
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>