Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 152374 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sitompoel, Ria Hetharia
"ABSTRAK
Perkembangan Industri yang terjadi hampir di semua negara di dunia, telah mendorong persaingan yang semakin ketat, terutama dalam memasarkan produk sejenis ke negara lain. Dalam dunia bisnis seringkali ditemukan praktek-praktek yang dikategorikan sebagai persaingan curang seperti antara lain memalsu merek. Praktek-praktek demikian sangat dikhawatirkan oleh negara-negara penghasil barang, terutama bagi negara-negara manufaktur atau jasa-jasa tertentu yang datang dari negara maju. Negara-negara maju mendesak negara-negara berkembang untuk mengatur perlindungan merek di negaranya. Adanya pengertian, pemahaman, pengetahuan, persepsi serta kesadaran masyarakat, khususnya kelompok-kelompok yang berkepentingan seperti pemilik merek, Pimpinan Perusahaan, dan aparat penegak hukum berkenaan dengan merek serta perlindungan yang berlaku terhadapnya mempunyai arti serta pengaruh yang besar dalam membangun suatu Sistem Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI), dalam hal ini mengenai merek. Hal ini penting, mengingat bahwa perlindungan hukum terhadap merek merupakan komitmen nasional dalam pembangunan dan perkembangan ekonomi yang berlaku dengan pesat.
Sebagai negara hukum, maka setiap langkah perkembangan di bidang hukum yang dilakukan di Indonesia merupakan hal yang harus dipertimbangkan dengan sungguh-sungguh, hal itu disebabkan karena upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang akan memberi pengaruh yang luas terhadap nama baik bangsa dan negara dalam pergaulan Internasional.
Salah satu pembangunan hukum yang menuntut perhatian serius dewasa ini adalah pengembangan implementasi oleh perangkat hukum dalam penegakan hukum hak merek, karena adanya keterkaitan antara kebutuhan-kebutuhan ekonomi dengan perlindungan hukum yang semakin tajam dalam era globalisasi.
Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui:
1. Apakah peraturan hukum di Indonesia, khususnya mengenai merek, telah sesuai dengan yang diinginkan dalam Persetujuan TRIPs ?
2. Bagaimanakah pengaruh dari Persetujuan TRIPs terhadap perlindungan hukum, khususnya mengenai merek, di Indonesia
3. Bagaimana usaha Indonesia mengantisipasi Persetujuan TRIPs dalam perlindungan hukum terhadap merek ?
Penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa perlindungan hukum terhadap ak merek telah sesuai dengan ketentuan yang terkandung dalam TRIPs.
Untuk mengantisipasi berlakunya pelaksanaan TRIPS di Indonesia, maka langkah-langkah yang ditempuh:
Memerlukan prasarana yang tangguh, tetapi sesuai dengan kandungan dan standar yang ditetapkan dalam persetujuan internasional, dalam hal ini persetujuan TRIPS.
Pemasyarakatan dan penerapan perlindungan hukum terhadap merek harus terus dilakukan supaya dapat mencegah terjadinya pelanggaran-pelanggaran, balk antar sesama pengusaha nasional maupun antara pengusaha nasional dan mitra asing.
Pelanggaran terhadap perlindungan hukum, seperti pemalsuan merek, biasanya bermotifkan mencari keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa mau membayar kompensasi. Untuk itu, semua merek yang ada supaya didaftarkan dalam melaksanakan TRIPs.
Menjalin dan mengefektifkan jaringan informasi dan kerjasama antara departemen yang terkait di Indonesia. Hal ini penting, mengingat bahwa dalam pengoperasian masalah merek sangat dekat dengan perilaku ekonomi dan perdagangan. Dengan berlakunya Persetujuan TRIPs, maka keterkaitan antar masalah akan semakin erat, sehingga diperlukan adanya aparat di lingkungan departemen-departemen teknis yang terkait.
Melengkapi dan menyempurnakan peraturan-peraturan HAKI, khususnya merek, dengan mengacu pada perkembangan peraturan HAKI, khususnya merek, dengan mengacu pada perkembangan peraturan HAKI secara internasional, dalam hal ini Persetujuan TRIPs. Indonesia perlu terus aktif di forum-forum Internasional, sehingga dapat berkesempatan menyuarakan kepentingan nasional di dalam penyusunanpenyusunan internasional.
Dengan demikian kepercayaan dunia perdagangan internasional terhadap Indonesia menjadi kuat, yang pada akhirnya akan membuka pasar yang lebih luas."
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adriana Elisabeth
"Dengan adanya perdagangan Internasional yang bebas, maka peranan perlindungan hukum Hak Kekayaan lntelektuai (HKI) semakin diperlukan dalam menghadapi berbagai kendala. Kendala tersebut, antara lain : (1) banyaknya pelanggaran dalam bidang ini, khususnya perdagangan ilegal VCD, (2) Masyarakat, pedagang maupun produsen (Pengusaha) acuh tak acuh atas undang-undang HKI yang ada, (3) adanya jaringan perdagangan ilegal antara importir dengan negara asal barang tersebut, (4) sukarnya suatu perkara pelanggaran VCD di bawa ke muka pengadilan.
Kerangka pemikiran yang penulis pergunakan adalah konsep sosialisasi, persuasif dan pengertian komunikasi itu sendiri. Sementara itu metode yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan sumber data dari para informan dengan bantuan interview guide.
Temuan yang diperoleh adalah bahan sosialisasi dalam pemahaman penegakan hukum lebih diartikan sebagai apresiasi lapangan. Bukan penyuluhan akan tetapi berita penangkapan. Dengan kata lain, sosialisasi tidak dapat berjalan, karena menggunakan pendekatan represif. Seharusnya dalam melakukan penyuluhan atau sosialisasi tersebut, komunikasi persuasif digunakan oleh Pemerintah. Hubungan masyarakat akan lebih baik, jika sosialisasi tersebut dipahami betul, bahkan dapat mengubah cara pandang, sikap seseorang melihat permasalahan yang ada."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13838
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Syarief
"ABSTRAK
Begitu luasnya cakupan Hak Kekayaan Intelektual, namun dalam praktik pengadministrasian atau yang lebih dikenal dengan pelayanan Hak Kekayaan Intelektual belum mampu menunjukkan kecepatan, efektivitas serta keresponsifan. Dengan diberlakukannya sistem Industrial Property Automation Systemyang intinya mengakomodasikan pengadministrasian sistem Hak Kekayaan Intelektualsecara komprehensif, diharapkan pelayanan permohonan merek dapat meningkatkan kinerjanya sehingga dapat memberikan kepuasan kepada pemohon. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas pelayanan sistem hak kekayaan intelektual khususnya di bidang merek menurut teori Servqual dan menganalisa strategi peningkatan pelayanan dalam menunjang sistem hak kekayaan intelektual khususunya dibidang merek. Landasan teori yang dipergunakan untuk menganalisa kualitas pelayanan dengan menggunakan teori Servqual yang terdiri dari 5 (lima) dimensi yaitu : Tangible, reliability, Responsiveness, Assurance, Empathy. Selain itu juga menggunakan teori Framework 7’S McKinsey yang terdiri dari strategy, structure, system, style, staff, skill, share value. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan yang dilaukan dalam penelitian ini adalah mix method. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey terhadap 130 pendaftar merek yang diambil secara acak dengan menggunakan teknik accidental sampling dan wawancara dengan informan yang terkait seperti pejabat dan pegawai Direktorat Hak Kekayaan Intelektual. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dimensi reliability dengan indikator ketepatan waktu penyelesaian permohonan merek, menjadi titik krusial dan perlu penanganan secara serius tanpa mengkesampingkan dimensi-dimensi lainnya.Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan teori Framework 7’S McKinsey, kendala pada aspek System dan Staff harus lebih diperhatikan. Hasil penelitian ini kiranya dapat dijadikan sebagai salah satu masukan bagi pihak Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan pendaftaran merek di masa yang akan datang.

ABSTRACT
The breadth of the scope of intellectual property rights, but in practice the administration or better known as the Intellectual Property services have not been able to demonstrate the speed, effectiveness and responsiveness. With the enactment of Industrial Property Automation System system to accommodate the administration of intellectual property rights system in a comprehensive, trademark application services can be expected to improve their performance so as to give satisfaction to the applicant. This research aims to determine the quality of the system of intellectual property rights, especially in the field of brand and analyze theory Servqual service improvement strategy to support the intellectual property rights system in particular in the field of brandThe theory used to analyse the quality of service using Servqual theory consisting of five dimensions: Tangible, reliability, Responsiveness, Assurance, Empathy. It also uses the theory Framework 7 's McKinsey of strategy, structure, systems, style, staff, skills, share value. This research is a descriptive study that take place approach in this study is the method mix. The method used was a survey method to 130 registrants brands drawn at random by using accidental sampling techniques and interviews with relevant informants such officers and employees of the Directorate of Intellectual Property Rights. Based on the results of the research show that the dimension of reliability and timeliness of completion indicator for the brand, to be the crucial point and need to be handled seriously regardless of other dimensions. Based on the results of research using the theory Framework 7 's McKinsey, constraints on the System and Staff should be more aware of. The results of this study would be used as one input to the Directorate General of Intellectual Property Rights in an effort to improve the quality trademark registration services in the future."
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bryan Ery Pradipta
"Penelitian ini membahas mengenai pembentukan database sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional (SDGPT), penunjukan pihak/instansi yang akan melakukan integrasi database yang saat ini masih tersebar, serta proses pelaksanaan integrasi dan validasi database SDGPT. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan, bahwa: pertama, terdapat pendapat atau wacana yang berkembang mengenai pihak/instansi yang akan melakukan integrasi database SDGPT, yaitu: bentuk konsorsium, membentuk lembaga/instansi baru, dan mengoptimalkan instansi yang sudah ada. Namun, permasalahan utama yang timbul dari penunjukan pihak/instansi tersebut adalah pendanaan. Kedua, data SDGPT sering disampaikan dalam bentuk yang ringkas dan tidak disertakan data lengkap atau data pendukung dari lapangan. Hal ini berarti bahwa temuan data SDGPT tersebut, banyak yang belum divalidasi. Oleh sebab itu, proses validasi data SDGPT yang berada di database-database saat ini perlu dilakukan validasi oleh pihak yang berkompeten secara obyektif. Mengingat banyaknya database terkait SDGPT yang tersebar di berbagai lembaga litbang dan perguruan tinggi, maka konsep berbagi pengetahuan melalui suatu sistem manajemen pengetahuan (knowledge management system/KMS) bisa dijadikan salah satu cara untuk dapat melakukan integrasi database SDGPT yang saat ini masih tersebar.

This research discusses the establishment of genetic resources and traditional knowledge (GRTK) database, the appointment/agencies that will carry out the integration of databases that are still scattered, and the implementation process of GRTK database integration and validation. From the results of this study concluded that: first, there is a growing opinion or discourse about the party/agency will conduct GRTK database integration, namely: form a consortium, formed new institution, and optimize existing agencies. However, the main issues arising from the designation of parties/agencies are funding. Secondly, GRTK data is often presented in the form of concise and do not include complete data or supporting data from the field. This means that the GRTK data findings, many of which have not been validated. Therefore, the GRTK validation data process residing in databases today is necessary to validation by the competent authorities objectively. Considering the number of databases related GRTK scattered in various research and development institutions and universities, the concept of knowledge sharing through a knowledge management system/KMS could be one way to be able to perform database integration GRTK which is still scattered."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39060
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wongkar, Marla Regina
"Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam hayati. Sumber daya tersebut merupakan kekayaan alam bangsa Indonesia dais bebarapa bersifat sangat khas yang tidak ada di tempat lain, kecuali di Indonesia. Sumber daya hayati selain sebagai sumber pangan dan obat-obatan, jugs merupakan sumber ekonomi yang jika dimanfaatkan dengan benar dapat menjadi sumber ekspor Indonesia.
Teknologi dewasa ini telah menjadikan suatu tanaman atau bibit dapat direkayasa sedemikian rupa, sehingga akan lahir produk-produk tanaman pangan yang memiliki sifat-sifat unggui Negara-negara maju di mana teknologi sudah demikian maju, giat melakukan penelitian-penelitian untuk menciptakan bibit unggul tanaman pangan dan buah-buahan. Jika negara-negara maju tadinya merupakan konsumen pangan dan bush dari negara berkembang, maka kini negara berkembang dengan kemampuan teknologinya melahirkan bibit unggul melalui rekayasa genetika tanaman untuk menghasilkan tanarnan unggul yang mereka produksi sendiri, sebagai akibatnya negara berkembang sebagai sumber bibit akan kehilangan sumber daya hayatinya yang khas, sekaligus kehilangan pasar. Hal yang sama terjadi untuk sumber daya hayati yang dipergunakan untuk obat-obatan.
Convention for the Protection of Varieties of New Varieties of Plants (UPOV), bersamasama Persetujuan TRIPS, UU No. 14 Tabun 2001 tentang Paten, dan UU No. 29 Tabun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman menjadi dicar hukum bagi Indonesia untuk melindungi sumber daya hayatinya, khususnya yang berkenaan dengan tanaman pangan dan tanaman obat. Sayangnya sampai saat ini kita belum melihat penegakan hukum di bidang varietas tanaman, maupun pendaftaran atas varietas tanaman melalui paten juga masih sangat kurang. Namun perlindungan ini wajib disosialisasikan kepada masyarakat, mengingat sangat banyak sekali terjadi kasus-kasus di mana negara-negara asing dengan dalih penelitian, ternyata melakuakan pencurian dan mengembangkan manfaat sumber daya asli Indonesia dan mendapatkan keuntungan karenanya."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T18677
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hari Sutra Disemadi
Depok: Rajawali Pers, 2023
346.048 HAR m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Theresia Yulia Adriani
"The author explains regarding copy right which included many interest parties such as the copy right?s owner whom created or the parry has acquired it from anothers. The parties are the creator, recording company, and broadcasting institutions. Infringement against copy right shall contribute loss each party in their levels of interest and right's. Reproduction through music is contents in to digital format in Indonesia ought to comply under article 45 section (2) Law number 19 year 2002 regarding Copy Rights that governed any license prearranged."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
HUPE-36-2-(Apr-Jun)2006-242
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Christine S.T. Kansil
Jakarta: Bumi Aksara, 1990
346.048 KAN h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Simamora, Samzos
"Pada saat ini bangsa Indonesia dituntut untuk berkreasi secara berkelanjutan dan fair tanpa meniru karya orang lain, oleh sebab itu masalah sistem hak kekayaan intelektual merupakan suatu tantangan bagi semua pihak yang terkait, baik dari kalangan pegawai sendiri, maupun bagi kalangan industri sebagai tulang punggung pembangunan, dan masyarakat sebagai konsumen. Oleh karena itu perlu dikembangkan sistem hak kekayaan intelektual.
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual merupakan Lembaga Pemerintah di bawah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI. Dalam misi dan visinya untuk dapat mengembangkan sistem hak kekayaan intelektual yang efektif dan kompetitif secara internasional dalam menopang pembangunan nasional dengan memberikan pelayanan yang sesuai dengan atau melebihi apa yang diharapkan oleh pelanggan.
Tujuan dari studi kasus ini adalah untuk meneliti pengembangan sistem pelayanan hak kekayaan intelektual serta memberikan masukan kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual di dalam penyusunan strategi dalam mewujudkan tingkat kepuasan pelanggan. Untuk itu peneliti telah melakukan penelitian terhadap para pegawai dan para pelanggan jasa pelayanan hak kekayaan intelektual.
Dalam melakukan studi kasus terhadap kualitas sistem pelayanan yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dilakukan pengukuran terhadap tingkat kepuasan para pengguna jasa pelayanan, digunakan dimensi-dimensi yang terdapat pada metode Servqual, yaitu : Tangibles, Reliability, Responsiveness, Assurance dan Empathy dengan sampel sebanyak : 188 responden, metode pengumpulan data melalui teknik kuesioner dengan waktu pelaksanaan pada tanggal : 1 April 2004 hingga 30 April 2004.
Berdasarkan hasil analisis distribusi frekuensi menurut pegawai diketahui bahwa kualitas sistem pelayanan telah baik dengan dimensi Assurance berada pada posisi terbaik, kemudian diikuti oleh dimensi Responsiveness, dimensi Reliability serta dimensi Tangibles, sementara dimensi Empathy merupakan dimensi terendah di mana sebagian besar pegawai menilai kurang baik. Sementara hasil analisis distribusi frekuensi menurut pelanggan diketahui bahwa dimensi Assurance berada pada posisi terbaik, kemudian diikuti oleh dimensi Responsiveness serta dimensi Empathy sementara untuk Tangibles dan dimensi Reliability merupakan dimensi terendah.
Dilihat dari data hasil tingkat kesenjangan, Kesenjangan Pertama, dimensi Empathy merupakan dimensi dengan tingkat kesenjangan terbesar, Kesenjangan Kedua, dimensi Empathy merupakan dimensi dengan tingkat kesenjangan terbesar, Kesenjangan Ketiga, dimensi Assurance merupakan dimensi dengan tingkat kesenjangan terbesar. Sementara Kesenjangan Keempat, dimensi Responsiveness merupakan dimensi yang terbesar tingkat kesenjangennya.
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual harus melakukan perbaikan pada atribut yang dianggap penting oleh pegawai, yaitu : kemandirian para pegawai dalam melakukan penilaian terhadap permohonan hak kekayaan intelektual, keakuratan pelayanan sesuai dengan yang dipersyaratkan peraturan perundang-undangan, komitmen manajemen terhadap kualitas pelayanan dan rasa simpati pegawai kepada pelanggan. Sementara itu, harus pula melakukan perbaikan pada atribut yang dianggap penting oleh pelanggan, yaitu : kehandalan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan, ketersediaan prosedur dan kebijakan sistem pelayanan yang jelas dan tegas, terdapatnya interaksi antara manajemen dengan pelanggan, reputasi dalam mengelola sistem hak kekayaan intelektual serta pemberian rasa aman berupa perlindungan, penghargaan dan pengakuan terhadap hak kekayaan intelektual.
Untuk memperkecil tingkat kesenjangan dilakukan dengan : pembenahan terhadap pihak manajemen, pengadaan riset pasar, penambahan sumber daya yang dimiliki, pengurangan ketidaksesuaian manajemen dalam pengelolaan hak kekayaan intelektual, pembentukan komitmen dari pucuk pimpinan, pengadaan kejelasan tujuan standarisasi tugas mengenai kualitas pelayanan. Untuk para pegawai dapat dilaksanakan dengan pemberian pelatihan agar memahami spesifikasi tugas pokok dan fungsi yang ada, memiliki keahlian yang dipersyaratkan oleh spesifikasi pelayanan, peningkatan motivasi untuk meningkatkan kinerja, peningkatan komunikasi antara pegawai dengan pelanggan dan pengurangan janji yang berlebihan kepada pelanggan.

The Development Of Intellectual Property Rights Service System In Forming Customers Satisfaction Level (A Case Study At Directorate General Of Intellectual Property Rights)In this present time Indonesian demanded to sustainable creativity and fair without having to imitate others people work, therefore intellectual property rights system is a challenge to all people involved, not only among employees of Directorate General of intellectual Property Rights, but also to industrial people as main actor on development, and to public as customers. Therefore, intellectual property rights system must be improved.
Directorate General of Intellectual Property as a governmental institution under the Department of Justice and Human Rights Republic of Indonesia. in that vision and mission, there were demanded to foster an effective and internationally competitive intellectual property rights system to supports national development within delivering service suitable within or greater than customers expectation.
The purpose of this case study to examine Intellectual Property Right system development and also to give suggestion for Directorate General of Intellectual Property Rights management in composing strategy to form customer satisfaction level. For that reason the researcher has conduct to research on intellectual property rights services to employees and customers.
Conducting to the case study on quality service system which delivered by Directorate General of Intellectual Property Rights in this research using measurement tools based on customer satisfaction level, the dimensions in service quality (SERVQUAL) method are : Tangibles, Reliability, Responsiveness, Assurance and Empathy within the number of samples are 188 respondent, the method of collecting data used in this case study is questionnaire technique and duration time on April 1 up to April 30, 2004.
Based on the analysis of frequency distribution results according to the employee's judge, it's known that quality service system Directorate General of Intellectual Property Rights has been good with Assurance dimension on the best position, and then followed by Responsiveness dimension, Reliability dimension and Tangibles dimension, while Empathy dimension is the lowest dimension where most of employees judge that quality service system is less than good. Whereas the result of the analysis on frequent distribution results according to customer's judge, that known the quality service of Directorate General of Intellectual Property Rights system that Assurance dimension .en the best position, and then followed by Responsiveness dimension, and Empathy dimension, which the lowest dimensions were Tangibles dimension and Reliability dimension.
The results of gap value level data shown that the first gap is Empathy dimension, the dimension which the biggest value level, secondary gap is Empathy dimension which the biggest value level, third gap is Assurance dimension which the biggest value level, meanwhile for fourth gap Responsiveness dimension is the dimension with the biggest value level.
Directorate General of Intellectual Property Rights must be improve quality service system based on the attributes that employees pointed important, which are: employees independent in judgment intellectual property application, accuracy of service required to the laws and regulations, adequate management commitment on service quality and employees emphasis to customers. Meanwhile must be improve on the attributes that customers pointed important, which are : reliable on delivering service for customers, clarify and clear policy and procedure on service system, increasing management and customers interaction, reputable to managing and securing on protection, rewards and recognition of intellectual property rights.
In order to reduce the gap level value following actions can be done : put in order the management, adequate market research activities, increase the own resources, decrease inappropriateness in administering intellectual property rights, establish top management commitment, adequate clarify purpose job specification standard on quality service. For employees can be done with implementing: organizing employees training on job specification, having expertise required by service specification, increasing of employee motivation for their performance, increasing communication between employees and customers, and eliminating exaggerated promises to customers."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T 13921
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manalu, Paingot Rambe
"Kemajuan pesat secara serentak yang berlangsung di bidang teknologi informasi, komunikasi, dan transportasi mengakibatkan arus perdagangan barang, modal, dan tenaga kerja di dunia melampaui batas-batas negara. Dalam pelaksanaannya dibutuhkan aturan-aturan dan pranata-pranata secara multilateral. Akan tetapi, aturan-aturan dan pranata-pranata multilateral tidak selalu dapat menyelesaikan sengketa-sengketa yang timbul di dalam bisnis antarnegara (oleh para pelaku-pelaku bisnis). Oleh karena itu untuk menyelesaikan sengketa-sengketa tersebut diupayakan melalui pertautan aturan-aturan dan pranata-pranata nasional yang berlaku atau dapat berlaku bagi kedua belah pihak. Pertautan ini melahirkan hukum quasi internasional di bidang perdagangan atau bisnis. Kegiatan perdagangan, baik dilakukan oleh negara, badan hukum, maupun individu antarnegara, dilingkupi oleh aspek hukum perdata pada umumnya, hukum perikatan pada khususnya. Oleh karena itu, pelaku-pelaku di dalam perdagangan antarnegara bebas dalam memilih hukum yang berlaku bagi mereka dalam batas-batas tertentu. Globalisasi juga memicu tiap-tiap negara di dunia berupaya untuk berperan dalam perdagangan antarnegara dan menimbulkan persaingan satu sama lain.
Beberapa negara melakukan proteksi-proteksi tertentu, melakukan pengelompokan dengan negara-negara lain, dan lain-lain sehingga timbul organisasi-organisasi perdagangan, baik bersifat bilateral, regional, maupun multilateral. Dalam rangka pembangunan perekonomian nasional, Indonsia telah ikut di dalam beberapa perundingan yang membentuk organisasi perdagangan tersebut, antara lain, ASEAN Free Trade Area (AFTA), Asia Pacific Economic Cooperation (APEC), dan World Trade Organization (WTO). Dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994, Indonesia resmi menjadi anggota Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization-WTO). Dengan demikian, Indonesia terikat kepada semua ketentuan yang ditetapkan dalam badan tersebut. Salah satu bidang ekonomi yang mengglobal yang pengaturannya disepakati dalam pembentukan WTO adalah bidang HAKI (Intellectual Property Rights). Kesepakatan ini diambil dalam Persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak Atas Kekayaan Intelektual (Agreements on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights-TRIPs) pada bulan April 1994 di Marrakesh, Maroko, yang memuat norma-norma dan standar perlindungan HAKI dan aturan pelaksanaan penegakan hukum di bidang HAKI.
Indonesia sebagai anggota WTO harus menyesuaikan ketentuan-ketentuan, khususnya di bidang HAKI, terhadap ketentuan-ketentuan di dalam TRIPs. Oleh karena itu, selain mengubah tiga paket undang-undang di bidang HAKI, Indonesia juga telah meratifikasi lima Persetujuan Internasional di bidang HAKI tersebut pada tanggal 7 Mei 1997. Ketiga paket undang-undang tersebut adalah Undang-Undang No. 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1987 tentang Hak Cipta, Undang-Undang No. 13 Tahun 1997 tentang Perubahan Undang-Undang No. 6 Tahun 1989 tentang Paten, dan Undang-Undang No. 14 Tahun 1997 tentang Perubahan Undang-Undang-Undang No. 19 Tahun 1992 Tentang Merek. Perubahan-perubahan ini bersifat penyempurnaan, penambahan, maupun penggantian materi undang-undang sebelumnya dalam rangka menyesuaikannya dengan TRIPs dan memajukan perekonomian nasional."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>