Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 68625 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hayon, Yohanes Pande
"ABSTRAK
Toynbee termasuk seorang filsuf sejarah spekulatif. Seperti filsuf-filsuf sejarah umumnya, ia pun ingin mencari dan menemukan struktur intern yang melatarbelakangi arus peristiwa sejarah. Usaha itu dilakukan dengan bimbingan tiga pertanyaan utama : (1) Apa pola sejarah?; (2) Apa mekanisme sejarah?;.dan (3) Apa tujuan sejarah?
Toynbee menyelidiki sejarah dengan cara mengamati sejarah dari lingkup-lingkup kebudayaan (masyarakat) tertentu karena menurut dia, kebudayaan merupakan unit studi sejarah. Sebagai unit studi sejarah, kebudayaan harus dipandang sebagai suatu keseluruhan. Itu berarti ia bertolak dari asumsi tentang sejarah sebagai konstruk atau sistem.
Seluruh hasil surveinya, yang dituangkan dalam buku A Study of History (12 jilid), menunjukkan bahwa ada 21 kebudayaan besar di dunia. Dengan mengikuti siklus kehidupan organisme, proses perkembangan kebudayaan itu berlangsung dalam 4 tahap: (1) kelahiran; (2) pertumbuhan; (3) keruntuhan; dan (4) kehancuran. Proses perkembangan masing-masing kebudayaan dalam keempat tahap itu memperlihatkan dengan jelas pandangan Toynbee mengenai pola, mekanisme, dan tujuan sejarah.
Pola sejarah yang dianut Toynbee, seperti terlihat dalam keenam jilid pertama, adalah pola siklis karena proses sejarah itu bergerak secara kontinu membentuk suatu lingkaran (lahir, bertumbuh, runtuh, dan hancur). Tetapi mulai akhir jilid VI proses sejarah menampakkan pola linier.
Mekanisme sejarah tercermin dalam tiap-tiap tahap perkembangan kebudayaan. Proses kelahiran kebudayaan berlangsung dalam mekanisme "tantangan-dan--jawaban" (challenge-and--response); proses pertumbuhan dalam "penarikan diri-dan-kepulangan" (withdrawal-and-return) para pemimpin: proses keruntuhan dalam "pemusnahan secara total dan pemaksaan apa-apa yang baru" (rout-and-rally); dan proses kehancuran dalam "perpecahan dan pembentukan kelompok-kelompok serta institusi-institusi baru" (schismand-palingenesia).
Tujuan sejarah sudah tampak sejak akhir jilid VI di mana proses sejarah bergerak mengikuti garis lurus menuju Kerajaan Allah sebagai puncaknya. Di situlah manusia, yang telah mencapai status sebagai Manusia Super, menjalin hubungan langsung secara individual dengan Allah sendiri.
Sebagian konsep Toynbee masih dirasakan relevansinya dengan kehidupan masyarakat modern sekarang, seperti konsep "tantangan-dan-jawaban". Kemajuan di segala bidang kehidupan manusia dewasa ini mencerminkan bagaimana dialektika antara tantangan dan jawaban berlangsung.
Demikian pula halnya dengan masyarakat Indonesia. Kemajuan dalam pembangunan selama ini membuktikan keberhasilan masyarakat Indonesia dalam menjawab tantangan. Tetapi di samping itu konsep-konsep Toynbee yang lain, seperti "minoritas kreatif",- "minoritas dominan", "proletariat", dan "alienasi", terkesan menarik bila diangkat ke permukaan karena menampakkan relevansinya dengan kondisi masyarakat Indonesia sekarang ini."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"buku ini membahas tentang ilmu hukum untuk program studi dokor banyak yang dibahas tentang keadilan,kepastian, agama dan berbagai aspek lain."
Malang: UB Press, 2014
340.1 ANO
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Tony Doludea
"Siapakah manusia itu? Pertanyaan ini mungkin sudah sama tuanya dengan keberadaan manusia itu sendiri. Dan sejak itu juga manusia selalu berupaya untuk menjawab dan kembali mempertanyakan tentang siapakah sebenarnya dirinya itu. Siapakah Aku ini?, atau, apakah Aku ini? Manusia itu merupakan suatu masalah, sebuah persoalan bagi dirinya sendiri. Atau lebih tepat lagi, suatu misteri yang misterius, rahasia yang menarik, yang menantang, dan yang mengajak kita untuk terus menyelidiki tentang kedirian dari diri kita."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2002
S16087
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Franz Magnis-Suseno
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992
181.16 FRA f
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Elis Teti Rusmiati
"Pemikiran kebudayaan Sutan Takdir Alisjahbana diawali dengan penarikan garis yang membedakan dengan jelas antara kebudayaan tradisional Indonesia dengan kebudayaan modern Barat. Perbedaan terutama ditekankan pada konfigurasi nilai dari masing-masing kebudayaan itu; nilai-nilai mana yang lebih dominan. Dengan mengelompokkannya kepada enam nilai (mengikuti Eduard Spranger: nilai teori, ekonomi, agama, seni, kuasa dan solidaritas), Takdir menyebut bahwa dalam kebudayaan tradisional Indonesia berlaku nilai-nilai ekspresif yang menyebabkan kebudayaan itu states, sedangkan di negara-negara Barat, di mana gugus ilmu pengetahuan itu unggul, berlaku nilai-nilai progresif yang mengantarkan negara itu menjadi negara yang modern. Indonesia, hemat Takdir, harus mengadopsi nilai-nilai dari Barat itu yang bercirikan: intelektualisme, individualisme dan materialisme. Dengan kata lain, untuk membina kebudayaan Indonesia itu diperlukan upaya modernisasi mutlak guna meraih kemajuan sebagaimana yang telah diperoleh negara-negara Barat. Gerakan modernisasi seperti ini mendapat banyak tentangan karena dianggap mengancam hilangnya kepribadian bangsa.
Modernisasi yang terjadi di Barat, dalam pandangan Takdir berawal dari peristiwa Renaissans Itali yang aspek dasamya merupakan gerakan humanisme, menempatkan manusia pada posisi sentral. "Manusia", merupakan tema sentral dalam konsep kebudayaan Takdir. Dalam upaya mendefinisikan konsep kebudayaan, Takdir menekankan pada proses budi manusia; budilah yang melahirkan budidaya atau kebudayaan. Melalui kebudayaan, manusia mengubah alam agar menjadi lebih manusiawi. Nilai yang merupakan kekuatan integral dalam pembentukan pribadi, masyarakat dan kebudayaan, berada dalam proses budi manusia. Karena nilai itu juga berada dalam proses budi manusia maka kebudayaan oleh Takdir tidak diukur dengan teori empiris melainkan lebih berdasarkan teori nilai; nilai mana yang paling diutamakannya. Dengan demikian, kebudayaan akan lahir dengan penuh tanggung jawab.
Ketika terjadi akulturasi budaya ada sisi-sisi yang tidak bisa dihindari: ketidakberdayaan meraih nilai-nilai baru sementara yang lama pun sudah telanjur ditinggalkan. Untuk masalah ini, Takdir mengedepankan sisi-sisi manusianya: kreativitas (seperti judul buku yang ia tulis) dan kebebasan. Disamping itu, dalam usaha manusia rasional pada proses modernisasi itu, berkecenderungan untuk semakin irrasional, tetapi Takdir tetap optimis. Takdir juga menganggap ilmu-ilmu sosial telah terjebak - positivisme karena mengenyampingkan masalah nilai, ia lalu mengajukan sebuah konsep yang menyeluruh tentang ilmu manusia sebagai sintesa antara ilmu-ilmu positif dengan teori nilai.
Tidak bisa dihindari bahwa pemikiran-pemikiran Takdir mengenai humanisme dalam kebudayaannya terpengaruh oleh ideologi dari Barat, baik mengenai konsep individualisme, naturalisme, liberalisme maupun rasionalisme dan pemikirannya ini masih relevan untuk masa sekarang."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2003
T10842
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syamsu Hadi
"Ir. Sukamo, yang di kalangan masyarakat lebih dikenal dengan nama Bung Karno, tidak hanya seorang negarawan atau politikus kaliber dunia. la juga merupakan seorang pemikir yang brilian dan berbobot. Salah satu hasil pemikirannya yang orisinal adalah Marhaenisme, suatu antitesa terhadap imperialisme. Sukarno menyusun Marhaenisme sebagai cara perjuangan untuk melawan kapitalisme dan imperialisme, setelah ia menyadari bahwa teori-teori Marxisme yang berasal dari Eropa itu tidak sesuai untuk negeri jajahan seperti Indonesia, yang perekonomiannya belum mencapai tahap kapitalis."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2002
S15979
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggono Wisnudjati
"Permasalahan tentang siapakah aku yang sebenarnya merupakan permasalahan pokok di dalam filsafat manusia. Permasalahan ini belum memiliki jawaban yang tuntas dan menyeluruh. Hal ini disebabkan oleh karena manusia dapat dilihat dari berbagai macam segi _ Salah satunya adalah dari segi jiwa dan tubuhnya. Plato merupakan salah satu filsuf yang berefleksi tentang manusia dari segi jiwa dan tubuhnya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2002
S15996
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Koosinah Suryono Sastrohadikusumo
"Bangsa Indonesia, khususnya suku bangsa Jawa mempunyai peninggalan naskah sangat banyak dari leluhur. .Berbagai macam kitab disimpan disitu misalnya serat-serat primbon dan kumpulan mantra, serat-serat petunjuk cara mendirikan rumah, menanam padi dan palawija, cara mengobati otang sakit, cara memilih hewan piaraan. Kitab-kitab babad, kitab-kitab mistik, serat-serat mengenai lakon wayang, serat suluk, serat piwulang, kitab Pararaton, Negarakertagama dan lain sebagainya. Sastra wayang yang paling tua itu Ramayana kekawin dalam 7 jilid (kanda) yaitu: 1. Bala Kanda, 2. Ayodya Kanda, 3. Aranya Kanda, 4. Kiskenda Kanda, 5. Yudha Kanda, B. Sundara Kanda, dan 7. Uttara Kanda.
Kitab Mahabarata kekawin dengan 18 parwanya. Kepustakaan Islam santri yang berdasarkan lima rukun Islam, dan kepustakaan Islam kejawen seperti primbon, wirid dan suluk. Primbon itu macam-macam ajaran yang berkembang dalam tradisi Jawa seperti ngelmu petung (mengetung, menghitung), ramalan, guna-guna. Wirid dan suluk berkaitan dengan ajaran mistik Islam.
Tetapi rupanya, peninggalan budaya itu kurang mendapat perhatian dari masyarakat, karena terdesak oleh kemajuan zaman dan derap modernisasi, dimana nilai-nilai lama tidak sesuai lagi. Hal ini dapat menimbulkan krisis sosial dan ketidak pastian mengenai identitasnya. Namun belakangan ini kiranya situasi ketidak pedulian atau situasi kurang perhatian pada peninggalan budaya itu berubah. Dasar perubahan itu adalah sebagai berlkut. Mula-mula orang merasa bingung dan tidak pasti akan identitasnya dengan pesatnya laju pembangunan dalam segala bidang. Perubahan-perubahan sosial sebagai dampak modernisasi, menyebabkan nilai-nilai berubah karena tak cocok lagi. Perubahan-perubahan sosial ini sudah berjalan lama. Timbul kegoncangan-kegoncangan sosial serta kekacauan, hingga rakyat kehilangan arah.
Maka terasa sekali urgensi akan proses penyesuaiannya. Sejajar dengan proses ini muncul kebutuhan mendesak untuk meneliti kembali warisan kultural kita yang menentukan pola kelakuan, adat istiadat, kerangka kehidupan dan sebagainya. Penelitian kembali akan kebudayaan itu dijalankan dalam rangka penyesuaian diri dengan perubahan-perubahan sosial itu yang mengakibatkan goncangan-goncangan.
Meneliti warisan kultural diharapkan dapat ditemukan kembali nilai-nilai yang dapat memperluas kerangka pemikiran kita. Ini akan menghasilkan penemuan-penemuan unsur-unsur dari warisan kultural yang dapat disuabangkan sebagai unsur sintesa antara unsur lama dan unsur baru?"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1993
D304
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
London: Oxford University Press, 1954
327.43 HIT
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hartati Soemasdi
Yogyakarta: Andi, 1985
181.16 HAR p
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>