Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 129154 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ayi Djembarsari
"ABSTRAK
Saat ini rumah sakit tidak dapat hanya mengandalkan pendapatan dari pembayaran tunai saja. Pembayaran secara kredit dapat ditempuh dalam upaya meningkatkan pendapatan rumah sakit, tetapi apabila tidak dikelola dengan hati-hati rumah sakit akan gagal dan harus menyediakan dana tambahan yang akan menambah besarnya modal yang harus disediakan.
Masalah dalam penelitian ini diidentifikasi saat residensi dimana diketahui bahwa piutang pasien rawat inap jaminan perusahaan mengambil bagian terbesar dari piutang yang terjadi serta cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Keadaan tersebut disebabkan oleh lemahnya penagihan piutang pasien rawat inap jaminan perusahaan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui model penagihan untuk pasien rawat inap jaminan perusahaan Untuk memperoleh model yang sesuai dilakukan analisis terhadap faktor-faktor yang ada didalarn dan diluar rumah sakit, psosedur penagihan yang saat ini berjalan dan dibandingkan dengan teori yang ada.
Metodologi penelitian yang dipakai pada penelitian ini adalah kualitatif analitik yang berupa suatu telaahan kasus dengan pendekatan pemecahan masalah.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa untuk mendapatkan hasil penagihan yang maksimal, rumah sakit harus mempunyai kesepakatan yang jelas dengan pihak penjamin. Upaya penagihan piutang harus sudah dimulai pada saat pasien masuk rumah sakit dan sebaiknya dilakukan secara berkala selama pasien dirawat sehingga diharapkan pada saat pasien lepas rawat tidak ada piutang atau piutang yang ada dapat ditekan. Karena kegiatan tersebut melibatkan beberapa bagian yang ada di rumah sakit, untuk pelaksanaannya perlu dibentuk suatu tim yang berada dibawah koordinasi Direksi rumah sakit.
Impelmentasi dari model penagihan piutang pasien rawat inap jaminan perusahaan ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan rumah sakit sehingga rumah sakit dapat meningkatkan kinerjanya.

ABSTRACT
Account Receivable Collecting System for Inpatient Deposit on Company's Account in "Dharmais" Cancer HospitalRecently hospitals cannot just depend on cash payment only. Credit payment can be arranged in order to increase the hospital revenue, however the system should be managed properly, otherwise the hospital will have to provide more capital as it should be.
This research identified that the main problem comes from Account Receivable Inpatient on Company?s Account and tend to increase from year to year. This condition is due to the difficulties in collecting payment from Inpatient on Company?s Account.
This study is designated to develop a system by analyzing condition internal and external hospital factors, existing collecting procedure and benchmarking with the theory. Qualitative analysis is used in this research by using problem solving approach.
This research implies that to get a maximum payment collection, the hospital has to have mutual commitment with the company. Account receivable collection effort has to be started when the patient admitted to the hospital and it should be done regularly while the patient is in the hospital so that when the patient is discharged there would be no more account receivable or at least living some small part of the account receivable payment.
Because all the activities will involve some departments in the hospital, the implementation of this system should be coordinated by a governing board.
Implementation of the Account Receivable Collecting System for Inpatient Deposit on Company's Account is hopefully could increase the hospital revenue so the hospital could improve its performance.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soegeng Hidayat
"Rumah Sakit Kepolisian Pusat Raden Said Sukanto yang disebut Rumah Sakit Sukanto adalah badan pelaksana pada Dinas Kedokteran dan Kesehatan Polri. Salah satu kegiatannya adalah menyelenggarakan perawatan pasien inap, dalam tahun 1998 telah dirawat sejumlah 11436 pasien, terdiri dari pasien Dinas sebanyak 6984 orang, pasien Askes 1074 orang, pasien Jamsostek 829 orang dan pasien Umum 2549 orang.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui biaya total opersional Rumah Sakit, biaya satuan masing-masing Ruang Perawatan, gambaran kecukupan anggaran serta menghitung Cost Recovery Rate masing-masing golongan pasien dan pola subsidi silang baik antara Ruang Perawatan maupun antara golongan pasien. Desain penelitian adalah operasional dengan sifat Cross Sectional untuk mendapatkan gambaran pembiayaan dalam operasional rawat inap. Tehnik pengumpulan data dengan menghitung kebutuhan material pada penyelenggaraan rawat inap kurun waktu 1(satu) tahun dan meng-konversi-kan dalam bentuk biaya total dan biaya satuan.
Dari hasil penelitian didapat biaya total operasional rawat inap sebesar Rp 2,059,979,644.80 dan biaya satuan pada Ruang VIP Rp 70,532 Ruang Kelas I Rp 26,875, Ruang Kelas 2 Rp 32,134 dan Ruang Kelas 3 rata-rata Rp 38,777. sedang biaya penggunaan obat selama kurun satu tahun sebanyak Rp 4,508,350,527. Dukungan anggaran Dinas untuk pembiayaan operasional rawat inap hanya 41% dan dukungan obat Dinas untuk kebutuhan obat pasien Dinas hanya 25.30%. Golongan pasien Askes memberikan defisit pada semua Ruang Perawatan dengan CRR 45%, golongan pasien Jamsostek memberikan hasil surplus dengan CRR 164%, golongan pasien Umum memberikan hasil surplus dengan CRR 101%. Bila dikaitkan dengan pasien Dinas, maka dengan tarif yang berlaku saat ini secara keseluruhan terjadi defisit pada pelaksanaan operasional rawat inap di tahun 1998 dengan CRR 82%.
Dari keseluruhan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa rencana kedepan perlu dilakukan penyempurnaan pengelolaan obat Dinas, penambahan anggaran operaslonal Rumah Sakit dan tinjauan tehadap tarif yang berlaku saat ini.

Cost Analysis and Adequacy of the Operational Cost to Support the Inpatients Departement in Police Central Hospital R. Said Sukanto, Jakarta 1998, in Anticipating in Independent and Self Supporting the Indonesian Police DepartementThe Police Central Hospital Raden Said Sukanto, or Sukanto Hospital is an operating unit under the Police Medical and Health Department. In 1998 the hospital had accepted 11,436 inpatients, consisting of 6,984 patients of military, 1,074 patient of ASKES, 829 patients of JAMSOSTEK and 2,549 public patients.
The aim of this research are to analyze the total operational cost of the hospital, the unit cost of each ward, the overview of the adequacy of the budgets and to calculate the Cost Recovery Rate (CRR) of each category of patients as well as pattern of cross-subsidy The study is conducted based on a cross sectional approach. To calculate all of the input materials the data was collected in one calendar year and converted into the total operating cost and the unit cost.
The total operational cost was Rp. 2,059,979,644.80 ) Der year and the unit cost of VIP room was Rp 70,532, First class room Rp 26,875, Second class room Rp 32,134 and Third class room Rp 38,777 in average. The total cost of drug during the calendar year was Rp 4,508,350,527. The police budget had contributed to the total operational cost of inpatient care only about 41 % and 25.3% of the costs of the drug. The ASKES patients caused deficits to most of ward with CRR 45%, JAMSOSTEK patients achieved the surplus with CRR 164%, whereas public patients achieved the surplus with CRR 101%. For overall cost and source of fund, the inpatient department had achieved CRR 82%
The study concludes that for future improvement a better plan should be made the drug management, hospital budgeting and the pricing strategy."
Depok: Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yanyan Rusyandi
"Hanya rumah sakit yang menawarkan harga terjangkau dengan pelayanan bermutu yang akan menjadi pilihan masyarakat. Terlepas dari tujuan rumah sakit yang mencari untung atau rumah sakit sosial yang tidak mencari untung, perhitungan tarif yang tepat mutlak sebagai suatu keharusan. Alasannya tingkat pemulihan biaya, efisiensi dan mutu adalah andalan utama agar rumah sakit dapat bertahan. Ketiga hal tersebut hanya bisa diwujudkan apabila rumah sakit mengetahui berapa pendapatannya dan berapa biaya yang ia keluarkan.
Penelitian ini dirancang dengan studi potong lintang melalui pengumpulan deret data berkala selama 3 tahun untuk mengetahui gambaran tingkat pemulihan biaya rawat inap. Hipotesis diuji untuk membuktikan faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan tingkat pemulihan biaya rawat inap dan faktor apa yang dominan berhubungan dengan tingkat pemulihan biaya rawat Inap. Analisis data dengan metoda penghitungan koefisien korelasi dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat pemulihan biaya rawat Inap, sedangkan faktor dominan dicari melalui pendekatan persamaan garis sederhana.
Hasil penelitian menunjukkan gambaran tingkat pemulihan biaya rawat inap mengalami kenaikan selama periode 2001-2003, walaupun berbeda untuk masing-masing kelas perawatan. Harapan terjadinya subsidi silang belum dapat dibuktikan ini terbukti dengan lebih rendahnya tingkat pemulihan biaya di kelas utama dibanding kelas 3. Faktor yang berhubungan berbeda untuk masing-masing kelas perawatan, sehingga memerlukan tindak lanjut yang tepat agar pemulihan biaya dapat diperbaiki. Secara umum rata-rata tingkat hunian, jumlah tempat tidur, kapasitas dan lama hari rawat berhubungan dengan tingkat pemulihan biaya. Tak kalah penting variabel kebijakan tarif dan SOTK RS juga berhubungan dengan tingkat pemulihan biaya walaupun tidak disetiap kelas perawatan.
Penelitian ini menyarankan pengaturan kapasitas dan jumlah tempat tidur yang saat ini berlangsung ternyata telah memberikan dampak terhadap tingkat pemulihan biaya. Ini perlu dilanjutkan dengan penemuan formula yang tepat melalui penerapan hasil penelitian serta penambahan data untuk 5 (lima) tahun.
Daftar Bacaan : 44 (1990-2004)

Factors Related to Cost Recovery Rate of In-Hospital Care in R. Syamsudin Hospital Sukabumi Year 2001-2003Only hospital that offers affordable price with quality service that will be selected by people. Despite its profit or social orientation, appropriate pricing is a must. Cost recovery rate, efficiency, and quality are major components for a hospital to be survived. Those aspects could only be implemented if the hospital knows exactly its income and expenditure.
This study was designed as cross sectional study and data was collected retrospectively in three years period aimed at describing the cost recovery rate of in-hospital care. Hypotheses were tested to examine which factor was related to in-hospital cost recovery rate and what was the most dominant factor. Data was analyzed with coefficient correlation calculation method to understand the relationship and simple linear modeling to find the most dominant factor.
The study results show that there was an increase in in-hospital cost recovery rate during the period of 2001-2003, even though differences were found for different classes of care. Cross subsidy was not found as expected since the cost recovery rate of first class was lower than that of third class. Factors related to the rate were different for different classes and thus needed appropriate follow-up action as to improve the rate. In general, occupancy rate, bed numbers, capacity, and length of care were related to cost recovery rate. Other important factors were tariff policy and hospital SOTK, though they were not related to cost recovery rate in all classes.
It is recommended to sustain the existing regulation on capacity and number of bed which was proven to impart positive impact to cost recovery rate. This is to be continued with finding appropriate formula through research and with supplementing data for five years.
References: 44 (1990-2004).
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T13060
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tuti Kurniati
"Rumah Sakit Islam Jakarta Pusat membuat program JPKM bagi pelayanan kesehatan karyawannya. Salah satu tujuan pengelolaan kesehatan karyawan RSIJ melalui program JPKM adalah mengendalikan biaya pelayanan kesehatan karyawan, namun terjadi peningkatan biaya kesehatan karyawan RSI Jakarta Pusat pada tahun 2001 sebesar 77,88%, sedangkan peningkatan jumlah peserta RSI Jakarta Pusat 1,69%, inflasi harga obat 12,19%, inflasi jasa pelayanan kesehatan 12,88% dan inflasi secara umum 12,55 %.
Beberapa pertanyaan penelitian muncul yaitu a) bagaimana pengendalian biaya dilaksanakan oleh bapeI JPKM PT Ruslam pada pelayanan kesehatan pegawai RSI Jakarta Pusat pada tahun 2001? dan b) komponen apa saja yang menyebabkan peningkatan biaya pelayanan kesehatan pegawai RSI Jakarta Pusat pada tahun 2001 ?
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian operasional dengan analisa kualitatif eksploratif untuk menganalisa aspek pengendalian biaya bapeI JPKM PT Ruslam. Tempat penelitian di bapel PT Ruslam dan RS. Islam Jakarta Pusat pada bulan Desember 2002 dan Januari 2003. Data primer diperoleh dari wawancara informan yaitu : pejabat, staf dan pelaksana yang terlibat dalam pengendalian biaya pelayanan kesehatan karyawan RS.Islam Jakarta Pusat sedangkan data sekunder diperoleh dari laporan dan dokumen yang berkaitan dengan proses pengendalian biaya pelayanan kesehatan.
Dari hasil penelitian penulis menemukan bahwa cara pembayaran kepada PPK untuk rawat jalan memakai cara fee for service dan untuk rawat inap paket, adanya peningkatan biaya obat rawat jalan sebesar 86,95 % dari keseluruhan peningkatan biaya, bapel belum mempunyai kegiatan promotif, melakukan cost sharing untuk pelayanan di luar standar dan belum melaksanakan utilisasi review untuk jaminan rawat inap.
Hal tersebut menunjukkan pengendalian biaya yang dilaksanakan bapel JPKM PT Ruslam kurang baik, sehingga dapat diambil kesimpulan peningkatan biaya kesehatan karyawan RSIJ tahun 2001 berhubungan dengan kurang baiknya pengendalian biaya bapel JPKM PT Ruslam.
Penulis memberikan saran penyamaan persepsi pentingnya pengendalian biaya kesehatan karyawan RSIJ antara bapel, RSIJ, dokter dan karyawan RSIJ, komilmen bapel, PPK peserta dan dokter untuk mengendalikan biaya pelayanan kesehatan, melakukan pembayaran PPK secara praupaya, sanksi berupa tidak diberikannya jaminan bagi peserta dan PPK yang tidak mentaati standard pelayanan, insentif bagi dokter karyawan,dokter spesialis dan peserta, melakukan program promotif, melakukan cost sharing untuk rawat jaian dan obat, bapel JPKM PT Ruslam memiliki sistem informasi manajemen.,melaksanakan kajian utilisasi dan membuat laporan pelaksanaan pengelolaan kesehatan karyawan RSIJ Pusat kepada Yayasan RSIJ,
Daftar bacaan : 29 (1966-2002)

Relationship between Cost Control of Implementing Body (Bapel) of JPKM PT RusIam with Increase of Health Cost among Workers in Islamic Hospital, Central Jakarta, 2001Islamic Hospital in Central Jakarta had developed a JPKM program for its worker's health care. One of the objectives is to control worker's health care cost. However, there was an increase in health cost of health cost among workers of the hospital in the year 2001 as many as 77.88%, while the increase of participant is of 1.69%, drugs price inflation of 12.19, health care service inflation of 12.88% and general inflation of 12.55%.
Several research questions aroused including a) how was the implementation of cost control conducted by Bapel JPKM of PT Ruslam to Islamic Hospital workers' health care in the year 2001?; and b) what component caused the increase of health service cost among Islamic Hospital workers in 2001?
The study is operational research with explorative qualitative analysis to analyze cost control of Bapel JPKM of PT Ruslam. The study was conducted in PT Ruslam and Islamic Hospital in December 2002 to January 2003. Primary data was obtained through interview with informants including high management, staff, and implementer involved in the health care cost control of Islamic Hospital while secondary data gathered through report and document related to the health care cost control.
The study found that fee for service payment method was employed for outside hospital care and for package of inside hospital care; there was an increase of drug's cost for outside hospital care of 86.95% out of total increase of cost; the Bapel had no promotion activity; implementing cost sharing for care outside the standard and not yet conducting utilization review for inside hospital insurance.
The above-mentioned findings exhibited a rather poor cost control conducted by Bapcl JPKM of PT Ruslam. Thus, it could be concluded that the increase of health cost of Islamic Hospital workers was related to poor cost control conducted by BapeI JPKM of PT Ruslam.
It is, then, suggested to adjusting to similar perception on the importance of health cost control of Islamic Hospital workers among Bapel, Islamic Hospital Management and workers as well as commitment from all to control the health care cost, implementing, the payment before hand, implementing sanctions for out of standard practices by not providing the insurance, providing incentives for physicians, specialists, and member, conducting promotion activities, implementing cost sharing for outside hospital care and drugs, establishing management information system in Bapel JPKM of PT Ruslam, conducting utilization review, and reporting the implementation of health care management of Islamic Hospital workers to Yayasan RSIJ as owner.
References: 29 (1966-2002)"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T10709
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rudianti P.S. Ariono
"RSPAD Gatot Soebroto sebagai rumah sakit rujukan tertinggi untuk TM-AD dan ABRI, juga memberi pelayanan Kesehatan untuk masyarakat umum, sehingga dituntut untuk dapat menghadapi persaingan bebas rumah sakit, dengan memberi pelayanan yang balk, efisien, efektif dan tarif yang sesuai (rasional). Pelayanan Hemodialisis (Cuci darah) merupakan salah satu layanan unggulan RSPAD-G yang cukup mahal, karena sangat dipengaruhi harga medical supply, obat dan bahan habis pakai, yang sangat terpengaruh dengan krisis moneter yang terjadi saat ini. Agar layanan unggulan ini tidak menjadi beban subsidi rumah sakit, perlu dilakukan analisis biaya sebagai pedoman penetapan alternatif tarif yang dikaitkan dengan kebijakan yang berlaku di RSPAD Gatot Soebroto. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat operasional, dimana dilakukan analisis biaya terhadap kegiatan layanan Hemodialisis di Unit Renal RSPAD Gatot Soebroto selama tahun anggaran 1997/1998.
Tujuan Penelitian adalah untuk mengetahui biaya satuan hemodialisis, yang dapat memberi gambaran kinerja rumah sakit atau Unit Renal khususnya, sehingga dapat dilakukan perencanaan Anggaran dan Pengendalian biaya lebih baik, serta melakukan Penetapan Tarif sesuai kebijakan yang berlaku dengan lebih rasional, agar dapat melakukan persaingan sehat antar Rumah sakit, dan melakukan negosiasi harga dengan pihak ketiga penyandang dana.
Hasil Penelitian memperlihatkan bahwa biaya satuan hemodialisis yang didapat dari analisis biaya lebih tinggi dari tarif yang berlaku, sehingga diketahui selama tahun anggaran 1997 / 1998 sebenarnya terjadi defisit yang berupa subsidi Rumah sakit kepada pasien Swasta. Ternyata bila dikaitkan dengan kebijakan yang berlaku dan tingkat inflasi yang terjadi akibat krisis moneter, maka didapatkan alternatif tarif yang cukup tinggi. Diketahui pula bahwa dengan melakukan reuse ginjal buatan, dapat menekan biaya cukup berarti. Diharapkan dengan tarif hasil penelitian ini, dapat dilakukan pengendalian biaya operasional Rumah sakit.

Cost Analysis and Pricing Alternative on Haemodialysis in Renal Unit RSPAD Gatot Soebroto for the Fiscal Year 1997/1998As a Top referal Army Hospital in Indonesia, RSPAD Gatot Soebroto also gives Public Health services. For that reason, it requires the ability to face hospital free competition and give a good, efficient, effective services with rationable price. Hemodialysis is the one superior and expensive service of RSPAD Gatot Soebroto, because of very expensive cost for medical supply, medicine and current substances, which are having a great deal influences from monetary crisis that happening here now. In order to prevent this superior service become a burden for the hospital, it needs cost analysis as a guide for pricing alternative according to hospital policies. This study is an operational study, where the cost analysis are treated on hemodialysis service activities in Renal Unit RSPAD Gatot Soebroto for 19971 1998.
The purpose of this study is to understand unit cost of haemodialysis, which can give global hospital activities performance or more specific in Renal Unit, and so the budget planning and cost control could be done better, and also determining price according to hospital policies and rationable for good hospital competition and negotiated the price with sponsor.
The result of this study is that unit cost for haemodialysis higher than the prevailing price, and so founded deficit for the fiscal year 1997 1 1998, with hospital subsidies to private pasien. Apparently if it connected with be in effect hospital policies and inflasion rate, it will give more higher alternative price. Also known that re-use for dialyzer could pressed enough the haemodialysis price. With alternative price from this study, the controlling for the hospital operational cost are hoped to be done.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Indriastuti Widiyaningsih
"Salah satu titik berat pembangunan jangka panjang adalah pembangunan kualitas sumber daya manusia (SDM). Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas SDM adalah tingkat kesehatan yang dipengaruhi oleh status gizi khususnya usia balita (0 - 5 tahun). Kekurangan gizi merupakan salah satu manifestasi dari kemiskinan. Hal ini karena keluarga miskin (gakin) tidak memiliki cukup uang untuk membeli kebutuhannya yang merupakan penyebab rendahnya tingkat konsumsi pangan.
Untuk mengatasi masalah gizi khususnya pada balita yang muncul sebagai dampak krisis ekonomi telah dilakukan intervensi perbaikan gizi balita diantaranya melalui pemberian makanan tambahan (PMT). karena dana yang ada dirasakan kurang, sehingga PMT yang diberikan belum mampu menjangkau semua balita gakin dengan gizi buruk.
Penelitian ini dilakukan di Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang dengan fokus pada pembiayaan PMT balita gakin gizi buruk. Desain penielitian adalah operasional riset dengan mengumpulkan data alokasi anggaran untuk PMT balita gakin gizi buruk, perhitungan biaya PMT balita gakin gizi buruk, meghitung kesenjangan dan kerugian ekonomi akibat balita gakin gizi buruk dirawat di rumah sakit. Penelitian hanya menghitung biaya yang sifatnya langsung, sedangkan biaya investasi yang besar (seperti gaji, pembangunan gedung) serta biaya pemeliharaan (pemeliharaan gedung) tidak dihitung, karena biaya tersebut sudah selayaknya menjadi beban pemerintah.
Dari hasil analisis didapatkan bahwa dana yang tersedia untuk PMT balita gakin gizi buruk yang dikelola oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang tahun 2004 dari berbagai sumber sebesar Rp. 365.908.148,-. Sebagian besar (95%) dari APED Kabupaten Tangerang. Perkiraan biaya yang dibutuhkan sebesar Rp.960.841.337,-, jadi ada kesenjangan pembiayaan sebesar Rp.594.933.189,-. Ditemukan Pula kesenjangan kegiatan sebagai akibat dari kesenjangan pembiayaan. Kesenjangan yang besar adalah pada perencanaan yaitu tidak ada orientasi petugas dan kader serta pemenuhan sarana posyandu berupa timbangan gakin. Kesenjangan pelaksanaan adalah tidak semua gakin gizi buruk mendapatkan PMT, PMT yang diberikan komposisinya masih di bawah kecukupan gizi yang dianjurkan Depkes, tidak ada tranport distribusi dan transport/ insentif kunjungan rumah oleh kader yang diperlukan untuk memastikan bahwa PMT dikonsumsi oleh sasaran serta memberikan konseling kepada keluarga balita. Selain itu monitoring tidak dilaksanakan di semua desa yang ditemukan kasus gizi buruk.
Kerugian ekonomi akibat balita gakin gizi buruk dirawat di RS sebesar Rp. 3.954.900,- terdiri dari biaya langsung 77,77%, biaya tidak langsung untuk makan dan transport penunggu balita serta biaya kesempatan 22,23%. Biaya tidak langsung menghabiskan semua penghasilan gakin yang relatif kecil. Selain kerugian terhitung juga ada kerugian yang tidak bisa dihitung dalam nilai uang yaitu rasa sakit, penderitaan dan berkurangnya kemampuan serta kecerdasan balita di masa depan.
Melihat besarnya proporsi APBD dalam pembiayaan PMT balita gakin gizi buruk, maka perlu mobilisasi dana dari sumber lain. Memperhatikan kerugian akibat balita gakin gizi buruk dirawat di RS perlu dilakukan berbagai upaya pencegahan munculnya gizi buruk dan perlu ada dana tambahan lain untuk mensubsidi biaya tidak langsung rumah sakit agar gakin tidak menjadi semakin miskin.
Daftar Bacaan : 43 (1985 - 2004)

Cost Need Analysis of Food Supplementation Program for Underfive Children of Poor Families in Tangerang District Year 2004One emphasis of long run development is the development of human resource quality. Important factor that influence the human resource quality is health status which in turn is influenced by nutritional status, especially during the first five years of life. Under nutrition is a manifestation of poverty. This is mainly caused by insufficient amount of money owned by poor families to afford their needs and thus causing low food consumption level.
To overcome under nutrition problem among underfives that was caused by economic crises, several nutrition interventions have been implemented including food supplementation. Due to lack of funding, this program could not reach all severely malnourished underfives from poor families .
This study was conducted in Tangerang District Health Office focused on costing of Food Supplementation Program. Design of this study was operational research by collecting data on budget allocation for food supplementation program, calculating the cost of food supplementation program, calculating the gap between cost need and real allocation as well as the economic loss as implication of hospital care of severely malnourished children. This study only calculated direct cost, and did not calculate large investment such as salaries, building, and maintenance costs considering those as to be fully funded by government.
The analysis showed that available fund for food supplementation program in the year 2004 from various sources was Rp. 365.908.148,-. Most of the funding (95%) came from Local Development Budget (APED) Tangerang District. Predicted cost need was Rp.960.841.337,-, therefore there was Rp.594.933.189,- gap. Gap in activity due to this funding gap was also found. One particular large gap was found in planning where no clear orientation among health workers and cadres and insufficient amount of necessary equipment such as weighing scales to be located in integrated health post (posyandu). Gap in program implementation was reflected by the facts that not all target children received food supplement, insufficient nutrients contained in food supplement, no money for transport, distribution, and home visits by cadres. Monitoring was not conducted in all villages.
The economic loss due to hospital care of severely malnourished children was Rp. 3.954.900,- consisted of 77,77% direct cost, 22,23% indirect costs for food and transport of person who accompanied the child in hospital, and opportunity cost. This indirect costs absorbed the whole income of poor families. There were also losses which could not be valued by money including pain, suffers, and decreasing ability and intelligence of the children.
Considering the large proportion of APBD in the costing of food supplementation program, there was a need to mobilize other sources of funding. To prevent unnecessary cost to be spent by poor families of hospitalized child, there wish an urgent need to prevent severely malnourished cases by various means and interventions, as well as extra fund to subsidize indirect cost to prevent further impoverishment of the poor.
References: 43 (1985-2004)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T13166
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syahrul Muhammad
"Kebijakan pemerintah untuk cenderung menswadanakan rumah sakit pemerintah, perkembangan Iptek kesehatan, mangkin tingginya tuntutan masyarakat, serta meningkatnya sistem pembayaran oleh pihak ketiga menyebabkan rumah sakit pemerintah tidak dapat terus bertahan sebagai unit sosial semata tetapi harus bergeser ke arah unit sosial ekonomi. Konsep sosioekonomi menyadarkan administrator rumah sakit akan perlunya informasi biaya, narnun sistem informasi akuntansi yang ada belum memenuhi kebutuhan tersebut. Informasi biaya di perlukan dalam kebijakan pengelolaan keuangan guna lebih memandirikan rumah sakit yaitu cost recovery, cost containment, pricing yang cost based dan crosssubsidi.
Tujuan dari penelitian ini untuk melihat kemampuan RSUP Persahabatan dalam upaya cost recovery melalui pengelolaan biaya operasional dan pemeliharaannya. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pengumpulan data serta penelusuran biaya operasional/pemeliharaan tahun anggaran 1993/1994 pada unit rawat inap RSUP Pereahabatan. Analisia cost recovery dilakukan dengan membandingkan biaya satuan operasional/pemeliharaan di unit rawat inap dengan tarip akomodasi + visite yang berlaku dan di dapatkan bahwa kemampuan cost recovery RSUP Persahabatan masih belum baik oleh karena masih 80,76 % tarip akomodasi + visite unit rawat inap berada di bawah biaya satuan operasional/pemeliharaan.
Upaya memperbaiki cost recovery dapat di lakukan dengan pricing yang cost based, namun sebelum melakukan perubahan tarip perlu di lakukan dahulu upaya optimalisasi BOR pada unit rawat inap yang belum optimal sehingga optimalisai BOR akan menambah kwantitas layanan yang pada ujungnya biaya satuan akan menurun lebih mendekati tarip yang berlaku. Disarankan rumah sakit memperbaiki infrastruktur sistem informasi akuntansi manajerial oleh karena infonnasi biaya ini akan tentu di butuhkan guna pengambilan keputusan lingkup manajemen keuangan.

The government tactical decide to self hospital finance government, The growth of Health science and technology, The increase of public claim, and the increase of third party payment or prospective payment system cause hospital can?t stand as social function continuously, but must move into the social economic function. The social economic function be conscious the hospital administrator to cost information, however the Hospital accounting information system not fulfill yet that require. The cost information required to tactical finance management for self hospital government as cost recovery, cost containment, cost based pricing and crossubsidy mechanism.
The purpose of the research to inspect hospital ability for cost recovery undergo operational and maintenance budget The research is description research with data collection and cost finding operational and maintenance 1993/1994 budget in inpatient department Cost recovery analysis to make compare unit cost with price, the result hospital ability to cost recovery is'nt good, there are 80,78 % price of accommodation + visited under operational and maintenance unit cost.
The effort of cost recovery can do with cost based pricing but before to change the price must to make bed occupancy optimalization where inpatient department occupancy not optimal yet Optimalization can make quantity increase and unit cost be decrease last near current price. Suggestion to improve infrastructure hospital accounting managerial because cost information is need continuously for finance managerial decision.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1985
S17524
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arjo Surjanto
"Masih tingginya preskripsi obat paten yang telah mempunyai generik di salah satu bagian Rumah Sakit Umum Pusat Hasan Sadikin (RSHS) Bandung telah mendorong dilakukannya penelitian Beban Biaya Yang Timbul Akibat Ketidakpatuhan Pemberian Obat Generik Pada Pasien Rawat Inap di RSHS - Bandung Tahun 2001. Biaya ketidak-patuhan pemberian obat generik adalah biaya masyarakat yang tidak perlu yang menjadi ruang lingkup penelitian ini.
Penelitian dilakukan selama bulan April sampai Juni 2002 dengan desain Comparative Non Eksperimental Study secara Ex Post Facto terhadap data sekunder pasien rawat inap di RSHS Tahun 2001. Sampel yang diambil sebanyak 323 buah dengan sumber data terdiri dari resep, kartu status, dan rekam medik tahun 2001.
Hasil penelitian menyatakan bahwa beban biaya tambahan yang harus ditanggung pasien/keluarga pasien karena ketidak-patuhan pemberian obat generik secara financial mencapai Rp 10,6 juta atau 55,46% dari belanja obat pasien. Variabel lama kerja dokter dan keparahan penyakit ternyata merupakan variabel yang dominan yang mempengaruhi ketidak-patuhan pemberian obat generik.
Estimasi biaya ini pada pasien rawat inap selama tahun 2001 mencapai Rp 13 miliar atau sekitar Rp 600 ribu per pasien rawat inap. Disarankan perlunya tambahan materi pengenalan obat generik bagi dokter maupun calon dokter serta melakukan trial klinik obat generik baik di universitas maupun di rumah sakit dengan melibatkan para dokter maupun calon dokter. Saran berikutnya adalah perlunya memberdayakan Permenkes nomor 085/MEN/KES/PER/I/1989 yaitu dengan memberikan penghargaan pada dokter yang patuh memberikan obat generik dan memberikan pembinaan pada dokter yang tidak patuh memberikan obat generik.

The heightening of branded medicine prescribing in one department of RSHS - Hasan Sadikin Central Public Hospital motivated the study of Cost Implication of Non-compliance of Generic Medicine Prescribing of Hospital Care Patient in Hasan Sadikin Central Public Hospital - Bandung 2001. The non-compliance cost implication of generic medicine prescribing is a community unnecessary cost that being this study scope.
The study was carried out during April -- June 2002 on Comparative Non Experimental with Ex Post Facto Design to the secondary data of hospital care patients in RSHS - Bandung in 2001. The amount of sample is 323 consist of prescriptions, condition state cards of patient, and medical records.
The result showed that the cost implication bad to be loaded by the patient or their family caused non-compliance of generic medicine prescription financially are Rp 10,6 million or 55,46% from their medicines cost. Physician length of work and severity of disease are dominant variables in influencing of non-compliance generic medicine prescribing.
Estimation of the non-compliance cost on hospital care patient in 2001 reaches Rp 13 billion or about Rp 600 thousand per patient. Suggestion is having addition of genetic medicine introducing to both physicians and their candidates and its clinical trial in universities or hospitals. The further suggestion is law enforcing of Permenkes 085/MEN/KES/PER/I/1989 by giving reward to the doctors compliance generic medicine prescribing and pay attention to the others to establish compliance generic medicines prescribing.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T7785
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutagalung, Pintordo H.
"RSPAD-GS merupakan salah satu rumah sakit yang memiliki alat MRI dengan kekuatan 1.5 testa selain RS Siloan Gleneagle Tanggerang dan RS Husada Jakarta. Semenjak beroperasi, tahun 2001 sudah 993 pasien dinas dan tahun 2002 sampai dengan bulan Juni berjumlah 588 pasien dinas yang menggunakan alat ini. Alat MRI merupakan alat yang biaya pemeliharaannya cukup besar dan rencananya pada tahun 2003, biaya pemeliharaan alat MRI akan menjadi tanggungan RSPAD. Pada penelitian ini, peneliti ingin memperoleh gambaran tentang perbandingan antara pendapatan dan biaya utilisasi (operasional dan pemeliharaan) alat kesehatan MRI di RSPADGS, kontribusi dari Yanmasum terhadap pasien dinas serta kapasitas ideal antara pasien dinas dan pasien umum agar kemandirian dapat dicapai tanpa merugikan hak pasien dinas. Jenis penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat retrospektif dengan menggunakan data sekunder berupa laporan kegiatan pemeriksaan pasien di unit MRI baik pasien dinas maupun pasien umum untuk periode 18 bulan, mulai dari Januari 2001 sampai dengan Juni 2002. Selain itu menggunakan data biaya pendapatan dan pembiayaan pada periode yang sama sebagai variabel utama.
Pada hasil penelitian didapatkan bahwa kapasitas yang dimiliki oleh alat MRI RSPADGS ditetapkan sebesar 15 pemeriksaan per hari atau 4500 pemeriksaan per tahun. Setiap pemeriksaan pasien membutuhkan waktu rata-rata 25 sampai dengan 30 menit. Pada periode penelitian selama 8 bulan tingkat utilisasi alat MRI sebanyak 5002 orang dengan komposisi pasien dinas sebanyak 1581 orang dan pasien umum sebanyak 3421 orang. Pada perhitungan, program Yanmasum unit MRI telah berhasil berkontribusi sebesar Rp.1.955.939.000,- bagi RSPAD-GS dalam melaksanakan tugas pemeriksaan MRI pasien dinas sebanyak 1.581 orang. Dengan menggunakan ukuran kriteria kebijakan didapatkan bahwa unit MRI mampu memenuhi kebutuhan anggarannya sendiri, akan tetapi apabila ditinjau dari kebijakan penggunaan dana, alokasi untuk biaya pemeliharaan dan biaya gas Helium perlu ditingkatkan. Menghadapi perkembangan utilisasi alat MRI dimasa mendatang, didapatkan komposisi yang ideal antara pasien dinas dan pasien umum, yaitu 2 pasien dinas dan 5 pasien umum agar unit MRI tetap mandiri tanpa mengurangi hak pasien dinas. Pada periode penelitian, ketentuan tarif yang berlaku belum dilaksanakan. Sebaiknya tarif diberlakukan sesuai kebijakan tarif.

Income and Cost Analysis of the Magnetic Resonance Imaging RSPAD Gatot Subroto for the Period of Year 2001-2002 in Confrontation to the Self-sufficiency Policy of the Armed Forces HospitalRSPAD-GS is one of the very few hospitals that own a 1.5 testa MRI unit beside Siloam Gleneagle Hospital in Tanggerang and Husada Hospital in Jakarta. Since it became operational in 2001 it has already served 993 official patients and during the first half of 2002 (until June) 588 official patients. This MRI is an equipment that needs quite substantial maintenance cost and as is planned the maintenance cost of this MRI unit will become the responsibility of RSPADGS in 2003. In this study the researcher would like to get a picture on the ratio between income and cost of the utilization (operational and maintenance) of the MRI unit at RSPAD-GS, contribution from the servicing the public patients towards official patients as well as the ideal capacity ratio between official patients and public patients to achieve self-sufficiency without sacrificing official patients rights. The type of this study is a retrospective study using secondary data in the form of patient's activity reports at the MRI unit (official and public patients) for the period of 18 months, starting January 2001 until June 2002. Also used is the data of income and cost for the same period as main variable.
In the result of this study it was found that the capacity owned by the MRI of RSPAD-GS was set at 15 examinations per day or 4500 examinations per year. Each examination needs an average time of 25 to 30 minutes. During the 18-month study period the level of utilization of this MRI unit is 5002 patients based on a composition of 1581 official patients and 3421 public patients. In the calculation, the Public Service program of the MRI unit has succeeded in contributing Rp.1.955.939.000,- to RSPAD-GS for the purpose of the examination of 1.581 official MRI patients. By using the policy criteria it was found that the MRI unit is able to fulfill its own budget requirements, however, if observed from the utilization of funds, the allocation of maintenance cost and Helium refill cost need to be improved. In consideration to the future development of the utilization of the MRI unit it was found that the most ideal composition between official and public patients is 2 official patients and 5 public patients. This to enable the MRI unit to remain self-sufficient without reducing the official patients rights. In the study period, the tariff set was not yet implemented properly. It is important that the tariff set is implemented accordingly.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12547
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>