Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 97000 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wachyu Sulistiadi
"Berbagai pengaruh dan perubahan yang terjadi dalam dunia perumahsakitan mengakibatkan industri jasa rumah sakit sudah mulai memperhatikan manajemen keuangan agar tetap bertahan, berlangsung terus dan terjadi peningkatan pelayanan. Salah satu upayanya adalah analisis biaya satuan yang kemudian dijadikan faktor utama dalam penetapan tarif yang wajar dan rasional. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasikan dan mengembangkan faktor-faktor yang terkait dalam penetapan tarif dan memilih model penentuan tarif rawat inap yang optimum di Rumah Sakit ABC. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analisis dengan metoda analisis biaya dan analisis penetapan tarif terhadap unit rawat inap. Data yang digunakan adalah data isian sekunder semua cost centers dan data primer diperoleh dengan wawancara terpimpin. Perhitungan biaya satuan didapatkan dari analisis biaya dengan metode double distribution. sedangkan analisis penetapan tarifnya dikembangkan dari beberapa model pentarifan yang dilakukan secara simulasi dan berulang-ulang. Penetapan tarif dilakukan dengan berbagai faktor yang tersedia di RS ABC baik internal maupun eksternal untuk disimulasikan pada beberapa model pentarifan rawat inap. Dari 4 model yang diujicobakan, diperoleh model penetapan tarif rawat inap optimum yang selanjutnya dikembangkan dengan berupaya mendapatkan kondisi surplus tanpa meninggalkan fungsi sosialnya. Tarif akomodasi rawat inap yang diterapkan periode tersebut sudah tidak layak dan sesuai untuk mengimbangi biaya yang dikeluarkan, akibatnya perlu diperbaharui dengan penyesuaian tarif.

The various influence and changes occurring in hospital world lead hospital service industry to start taking a care for financial management in order to survive and to improve service. One of the efforts is the unit cost analysis which is then considered as the principal factor in pricing properly and rationally. This research aims to identify and to develop factors involved in pricing policy and in choosing the model of inpatient pricing policy which is optimal in ABC Hospital. This research makes up analysis descriptive research with cost analysis method and analysis pricing policy of inpatient. The data used are secondary questionnaire data of all cost centers and the primary data can be reached by guided interview. The calculation of unit cost can be reached from cost analysis with double distribution method, while analysis of its pricing policy is derived from several pricing models which is done repeatedly and in simulation method. The pricing policy is carried out with several factors available in ABC Hospital from internal and external factors to be simulated at several models of inpatient pricing policy. From four models which are done experimentally, model of optimal inpatient pricing policy can be reached and then it is developed to get surplus condition without ignoring its social function. The inpatient accommodation price applied at the period is not feasible and suitable to equalize the expense, consequently, it must be improved with price adjustment.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mariatul Fadilah
"Penetapan tarif ruang rawat inap kelas III RSUD Palembang Bari selama ini belum memiliki keseragaman metode, sehingga dalam kebijakan penetapan tarif ruang rawat inap (ranap) kelas III untuk gakin memakai PPE sedangkan untuk pasien umum memakai Perda kota Palembang tanpa memperhitungkan dan menganalisa biaya satuan layanan. Bagaimana metode penetapan tarif ranap kls III di RSUD Palembang Bari bila dilihat dengan analisa biaya yang berbasis aktifitas, maka dilakukan suatu penelitian/studi tentang hal ini.
Penelitian ini adalah penelitian non eksperimental (survey) yang bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Data yang digunakan adalah data sekunder dari bagian keuangan dan catatan medis RSUD Palembang Bari dan data primer didapat dengan wawancara mendalam. Perhitungan dan analisis biaya satuan layanan dilakukan dengan metode pengalokasian biaya berdasarkan aktivitas (activity based costing) sedangkan kebijakan tarif ruang rawat inap kls III ditetapkan sesuai dengan biaya satuan layanan.
Hasil penelitian menunjukkan penetapan tarif ruang rawat inap kls III di RSUD Palembang Bari (BOR 32.83 % tahun 2002) dengan menggunakan biaya satuan layanan yang berbasiskan aktifitas adalah tarif ranap kls III rata-rata sebesar Rp 77.938 dengan rincian tarif ranap kls III Anak sebesar Rp 62.540. tarif ranap kls III Kebidanan sebesar Rp 165.742 dan tarif ranap kls III Perawatan Umum sebesar Rp 61.000, hal ini lebih besar dari tarif yang ditetapkan pada ranap kls III sebesar Rp 10.000.
Sehingga untuk tahun 2002, Pemda Kota Palembang telah mensubsidi pasien yang menggunakan ranap kls III sebesar Rp 260.545.964, dimana sebesar Rp 107.981.610 diberikan pada pasien umum yang bukan gakin. Kesalahan pemberian subsidi ini akan meningkat bila disimulasikan dengan BOR 80 % (normatif, di isi semua oleh pasien umum) sebesar Rp 205.454.996.
Hasil penelitian ini diharapkan merupakan informasi awal dan dapat ditindaklanjuti oleh RSUD Palembang Bari, Dinas Kesehatan Kota Palembang, Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang, Walikota Palembang serta DPRD Kota Palembang.

Tariff Analysis for Poverty in In-Patient Unit at RSUD Palembang Bari, in 2002RSUD Palembang Bari has been applied various methods for coming to a decision for the in-patient tariff in class III. The hospital has been exercised Essential Service Package (PPE) for poverty group as well as for regular patient using local government policy without analyzing its unit cost. Due to the situation, this study is conducted in order to evaluate how tariff for the inpatient unit in RSUD Palembang Bari may be analyzed using unit cost analysis.
This non experimental (survey) research is descriptive using qualitative approach. Data provided is divided into two types: secondary and primary data. Secondary data is presented from hospital's financial department and medical record. Primary data is provided using in-depth interview. Unit Cost analysis employs activity based costing method, while tariff for class III will be analyzed based on unit cost per services.
Research has indicated that the inpatient unit should consider the average tariff for class III is Rp. 77.938,- including Rp. 62.540 for pediatric and Rp. 165.742,- for the obsgyn and Rp. 61.000,- . This number is more than the existing tariff which is Rp. 10.000,-.
This eventually causes high number of cost subsidizing the non poverty patient which is Rp. 107.981.610 out of Rp. 260.545.964 cost of services. Assuming 80% of BOR, government may subsidize the non poverty group of Rp. 205.454.969,-.
Hopefully, this research may become the initial information as well as following up decision by RSUD Palembang Bari, Dinas Kesehatan Kota Palmbang, Dinas Pendapatan Daerah Kota Palembang, Walikota Kota Palembang and DPRD Kota Palembang.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T 10924
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Pratanto
"Berbagai perubahan pada rumah sakit mengakibatkan peningkatan biaya kesehatan, sehingga diperlukan upaya tertentu agar rumah sakit dapat survive. Salah satu upaya tersebut adalah perhitungan biaya satuan yang benar sehingga dapat ditetapkan tarif yang optimal bagi rumah sakit, artinya terjangkau oleh konsumen dan rumah sakit mampu menutup biaya operasional serta reinvestasi. Saat ini BOR kelas Utama, I dan II belum menunjukkan angka yang optimal demikian pula tarif yang ditetapkan, masih mengalami perubahan setiap tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya biaya satuan kamar rawat inap umum RSUBY dan kaitannya dalam konteks proses penetapan tarif yang optimal, dengan mempertimbangkan tujuan penetapan tarif, ATP/WTP, pesaing dan strategi pemasaran.
Perhitungan biaya satuan menggunakan metode double distribution, sedangkan analisis ATP/WTP berasal dari data wawancara terhadap 185 responden di rawat inap umum. Identifikasi pesaing dilakukan berdasarkan observasi. Perhitungan biaya satuan RSUBY menunjukkan bahwa tujuan untuk subsidi silang dari kelas Utama, I dan II ke kelas III belum terpenuhi, demikian pula mark-up 20% untuk antisipasi inflasi dan reinvestasi tidak bisa berjalan. Hal ini disebabkan orientasi penetapan tarif belum mencerminkan proyeksi RSUBY ke depan dan penetapan gradasi index point yang terlalu jauh. Analisis ATP menunjukkan bahwa permintaan untuk rawat inap umum bersifat inelastic, jadi berapapun harga yang ditetapkan RSUBY akan tetap dibeli konsumen.
Analisis ATP menunjukkan bahwa pasien kelas I, II dan III berada pada tingkat deficit financing sehingga berpotensi menyebabkan bad debt. Analisis WTP menunjukkan pasien kelas I, II dan III sebagian menyatakan tidak setuju dengan tarif yang ada: WTP ini menunjukkan kemampuan keluarga pasien untuk membayar, tetapi karena biaya perawatan merupakan tanggungan keluarga pasien (baik inti maupun extended) maka WTP hanya merupakan gambaran kasar kemauan pasien berdasar persepsinya terhadap layanan yang diterima.
Pesaing RSUBY yang potensial adalah dokter praktek swasta dan klinik 24 jam yang berada disekitarnya, karena alasan pasien yang masuk RSUBY adalah dekat dan banyak yang direkomendasikan oleh dokter tersebut. Dalam hal RSUBY perlu melakukan kerja sama dalam batas-batas etis dengan dokter swasta tersebut. Strategi pemasaran RSUBY adalah pemilihan target pasar untuk masyarakat umum dan memberikan layanan yang bersifat humanistik. Dalam melakukan promosi RSUBY sebaiknya langsung 'menyentuh' target pasar. Disamping itu RSUBY perlu melakukan intervensi tarif.

Pricing Strategy of General Nursing Room at Bhakti Yudha General Hospital, Depok.Various changes at a hospital caused the health expense to increase. As a result, a certain effort is required to maintaining a hospital to survive. One of the efforts is to calculate the unit cost correctly. This calculation will be used to determine an optimum tariff for a hospital. This optimum tariff means that the tariff is affordable for consumers and will cover the hospital operation cost including a reinvestment program. Currently, the BOR of the superior class, first and second class have not indicated the optimum value including the tariff setting which is still changed every year. This-research is intended to have the unit cost of the general nursing room at RSUBY and the relationship to the optimum tariff setting concept by considering the tariff setting goal, ATPIWTP, competitors and marketing strategy.
The Unit cost calculated by double distribution method. The ATP/WTP analysis derived from the interview data on 185 respondents at general nursing room. Meanwhile, the competitors identification was performed by an observation. The unit cost calculation of RSUBY indicated that the purpose of cross subsidization from the superior class, first and second class to third class have not been successfully achieved. The 20% mark up for inflation anticipation and reinvestment also did not cover the deficit. This is because the tariff setting orientation has not figured the RSUBY future projection and the gradation index point was far away.
ATP analysis showed that the demand for the general nursing room has inelastic characteristic. This means that the setting price by RSUBY does not influent the consumer buying power. This analysis also denoted that the 1st class, 2nd and 3rd class patients were at deficit financing level that might create a potential bad debt. WTP analysis showed that some of 1st, 2nd and 3rd class patients did not agree with the existing tariff. This WTP indicates the patient's relatives payment capability. Since the nursing expense is patients' relatives responsibility (both nuclear or extended family), therefore, WTP is only a rough figure of patients' willingness based on perception of serving quality that they received.
The potential competitors of RSUBY are private medical physicians and 24 hours medical clinics locate at the surrounding. This is because that the patients who visited RSUBY were near and a lot of them recommended by those physicians. In this case, RSUBY needs to have join effort in a certain ethical degree with those private medical physicians. The RSUBY marketing strategy is to determine the target market for common community and give humanistic services. In performing promotion strategy, RSUBY is recommended to utilize direct contact method to the target market. In other hand, RSUBY requires to perform a tariff intervention.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irfan Kurnia
"Rumah Sakit "X" sebagai suatu unit yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dituntut untuk senantiasa meningkatkan dan mengembangkan pelayanannya baik secara kuantitas maupun secara kualitas. Peningkatan kuantitas pelayanan antara lain dilakukannya penambahan jumlah tempat tidur, kamar perawatan maupun unit-unit pelayanan baru. Sedangkan peningkatan kualitas dilakukan melalui program pendidikan dokter, paramedis, penambahan peralatan kedokteran dan lain sebagainya. Konsekuensi dari tuntutan peningkatan pelayanan kesehatan tersebut adalah bahwa Rumah Sakit "X" memerlukan dana operasional yang besar. Kenyataannya sebagai rumah sakit swasta tentu dituntut untuk swadana dalam arti harus mampu untuk membiayai sendiri semua biaya operasionalnya, sehingga menjadikan tarif yang dibebankan kepada pasien menjadi sumber dana utama untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Mengingat masalah rumah sakit menyangkut kepentingan rakyat banyak, maka tidaklah mengherankan apabila pemerintah masih memberikan pembatasan dalam hal penentuan tarif. Sebagai akibatnya Rumah Sakit "X" tidak dapat semaunya dalam menentukan tarif yang dibebankan kepada pasien untuk masing-masing kelas, yaitu untuk kelas I, II dan kelas III. Untuk kelas-kelas tersebut Kanwil Departemen Kesehatan DKI Jakarta telah menentukan plafon tarif atas dasar masukkan dari IRSJAM. Dari sini nampak adanya tantangan yang dihadapai oleh rumah sakit-rumah sakit swasta khususnya Rumah Sakit "X" , yaitu keterbatasan dana untuk menjalankan usahanya. Menghadapi tantangan dana tersebut, pihak manajemen rumah sakit harus pandai-pandai mencari dan memperbanyak alternatif sumber pendapatan, mengelola dana yang didapat, melakukan perencanaan dan pengendalian secermat mungkin dalam hal pengeluaran baik yang sifatnya investasi maupun yang bersifat operasional. Salah satu upaya yang selama ini dilakukan oleh Rumah Sakit "X" untuk mengatasi keterbatasan sumber pendapatan karena adanya pembatasan tarif dari pemerintah tersebut adalah pihak manajemen telah membebankan tarif yang relatif tinggi kepada pasien yang mampu, yaitu pasien yang dirawat dikelas VIP dan kelas Utama. Tujuannya adalah untuk mensubsidi kepada kelas-kelas yang tarifnya telah ditentukan oleh pemerintah. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas tentu saja Rumah Sakit II XI, memerlukan perangkat manajemen yang dapat digunakan sebagai alat perencanaan dan pengendalian, sehingga pihak manajemen akan dapat menentukan tarif minimum yang harus dibebankan kepada pasien atau sebagai alat pengendalian biaya, sehingga diharapkan Rumah Sakit "X" dapat berkembang atau minimal mempertahankan kelangsungan operasionalnya."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1995
S18889
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Neng Ulfah
"PENDAHULUAN
Latar Belakang Penelitian
Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat berperan dalam menunjang tercapainya tujuan pembangunan nasional. Untuk mencapai tujuan pembangunan nasional tersebut dibutuhkan sumber daya manusia yang tangguh, mandiri serta berkualitas. Upaya peningkatan kualitas SDM ini harus dilakukan, dalam rangka menghadapi makin ketatnya persaingan bebas pada era globalisasi. Penduduk yang sehat akan mendorong peningkatan produktivitas dan pendapatan penduduk.
Salah satu misi yang ditetapkan dalam pembangunan kesehatan Indonesia adalah memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata, dan terjangkau. Hal ini mengandung makna bahwa salah satu tanggung jawab sektor kesehatan adalah menjamin tersedianya pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau oleh masyarakat. Untuk mencapai nisi tersebut perlu didukung oleh berbagai sumber daya, diantaranya ketersediaan dana atau biaya yang cukup.
Untuk menghasilkan suatu produk ( out put ) diperlukan sejumlah input. Biaya adalah nilai clari sejumlah input ( faktor produksi ) yang dipakai untuk menghasilkan suatu produk ( out put ). Out put atau produk bisa berupa barang atas jasa pelayanan Salah satu sarana kesehatan milik pemerirtah yang menghasilkan produk berupa jasa pelayanan kesehatan adalah rumah sakit, dimana jasa pelayanan kesehatan yang ada berupa pelayanan rawat jalan, rawat inap, laboratorium, radiologi dan lain-lain. Agar dapat menghasikan pelayanan tersebut, diperlukan sejumlah input antara lain fasilitas gedung, alat, obat, tenaga medis, serta input lainnya yang secara langsung digunakan oleh pasien, maupun yang secara tidak langsung menunjang kelancaran kegiatan seperti tenaga non medis, listrik, air, dan tenaga kebersihan.
Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk serta meningkatnya tingkat pendidikan dan pendapatan rnasyarakat, ternyata mempunyai pengaruh pada meningkatnya demand masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Selain terjadi peningkatan secara kuantitatif, juga terjadi peningkatan demand secara kualitatif, yaitu meningkatnya permintaan terhadap pelayanan kesehatan yang lebih canggih dan bermutu. Hal ini disebabkan karena dengan makin meningkatnya taraf hidup masyarakat, maka makin meningkat jumlah penduduk usia lebih tua, sehingga jumlah penderita penyakit kardiovaskuter dan penyakit kronik degerenatif juga meningkat.
Peningkatan demand masyarakat terhadap suatu produk, akan berdampak pada meningkatnya kebutuhan akan sejumlah faktor produksi, diantaranya peningkatan kebutuhan akan biaya. Demikian pula fenomena yang terjadi pada pelayanan kesehatan Kebutuhan pembiayaan kesehatan terus meningkat. Dan ini menjadi beban tersendiri, terutama bagi sarana pelayanan kesehatan milik pemerintah.
Permasalahan pembiayaan pelayanan kesehatan di rumah sakit timbul karena adanya underfinancial, karena pemerintah menentukan tarif yang rendah bahkan gratis untuk beberapa pelayanan kesehatan. Kondisi demikian sebagian besar terjadi pada rumah sakit pemerintah pada beberapa negara berkembang, termasuk di Indonesia dimana tarif yang ditetapkan masih berada di bawah biaya satuan. Selain itu terjadi pula inefficiency ( ketidakefisienan dalam alokasi dana), dimana untuk dapat mempertahankan tarif yang rendah maka pemerlntah perlu mengeluarkan subsidi yang sangat besar di bidang pelayanan kesehatan. Selanjutnya permasalahan lain yang timbul dari kegiatan pembiayaan kesehatan adalah terjadinya inequites ( ketidakmerataan ), penetapan tarif yang sama mengakibatkan subsidi yang dikeluarkan lebih banyak dinikmati oleh masyarakat yang relatif lebih mampu."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T12583
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leonardo Rudy Surjanto
"ABSTRAK
Rumah Sakit HUSADA (dahulu bernama Rumah Sakit "Jang Seng Ie") yang terletak di Jalan Raya Mangga Besar 137-139 merupakan salah satu rumah sakit tertua di Jakarta yang didirikan pada tanggal28 Desember 1924 oleh Dr. Kwa Tjoan Sioe dengan tujuan membantu masyarakat miskin yang membutuhkan pertolongan khususnya dalam bidang kesehatan. Dalam perkembangannya sejalan dengan tujuan sosial dari pendiri, Rumah Sakit HUSADA menjadi sebuah Institusi Pelayanan Sosial Masyarakat (IPSM) dibawah naungan Perkumpulan HUSADA sebagai suatu organisasi nirlaba. Kedudukan Rumah Sakit HUSADA sebagai Rumah Sakit Umum Pusat II wilayah Jakarta Pusat bagian Utara memegang peranan penting dalam fungsi dan tugas rumah sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan dalam sistem kesehatan nasional.
Dengan kapasitas sejumlah 530 (lima ratus tiga puluh) tempat tidur dan 164 diantaranya diperuntukkan bagi masyarakat kurang mampu, Rumah Sakit HUSADA mencoba menerapkan sistem subsidi silang dalam penetapan tarif ruang perawatan rawat inap. Namun berdasarkan perhitungan tarif dan unit cost dari setiap kelas ruang perawatan tersebut diperoleh hasil bahwa pihak rumah sakit mengalami kerugian mencapai Rp 3 milyar per tahun. Artinya pendapatan dari tarif yang dikenakan kepada pasien tidak dapat menutup biaya operasional atas ruang perawatan rawat inap tresebut. Keadaan ini jelas tidak sehat bagi suatu organisasi terlebih dengan semakin minimnya sumbangan dari kaum dermawan ataupun pemerintah yang diterima oleh rumah sakit, hal ini jelas akan menyebabkan terhentinya kegiatan operasional pada suatu ketika pada saat rumah sakit tidak mampu lagi menutup defisit keuangan yang terjadi terus menerus.
Break even analysis terhadap jumlah hari rawat maupun tingkat pengisian tempat
tidur (BOR) serta tarif dibutuhkan untuk mengetahui secara pasti titik impas (break
even). Dengan mengetahui break even point (BEP) tersebut maka hasil tersebut dapat
dijadikan acuan guna mengurangi kerugian yang timbul dengan berusaha meningkatkan
jumlah pasien maupun penyesuaian tarifruang perawatan rawat inap sampai pada tingkat
tertentu. Perhitungan BEP tarif baik pada kondisi saat ini (BOR rata-rata 60%) maupun
skenario BOR rata-rata 50%, 70%, 80%, dan 90% dibuat sebagai asumsi dalam analisis.
Pada kenyataannya penetapan tarif tidak hanya berdasarkan unit cost semata tetapi juga harus memperhatikan marked based atau tarif rumah sakit swasta lain, sehingga tarif yang ditetapkan merupakan tarif yang kompetitif dan juga berada dalam aturan-aturan yang dibuat oleh Kanwil Depkes DKI Jakarta. Berdasarkan 3 (tiga) alternatifyang dibuat dengan memperhatikan situasi pesimis (BOR 50%), situasi normal (BOR 60%) serta situasi optimis (BOR 70%) diperoleh 3 macam tarifyang disarankan untuk ditetapkan oleh rumah sakit berdasarkan situasi yang diproyeksikan.
Kesimpulan yang dapat ditarik adalah perlu adanya penyesuaian tarif ruang perawatan rawat inap di Rumah Sakit HUSADA sesuai dengan hasil analisis yang dilakukan guna mengurangi tingkat kerugian yang di alami saat ini dan dapat menjalankan konsep subsidi silang serta meningkatkan efisiensi penggunaan tempat tidur agar dapat menekan unit cost serendah mungkin."
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1992
S18262
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Slamet Iman Santoso
"Tujuan dari penelitian adalah untuk mewujudkan gambaran tentang Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Piutang Pasien Rawat Inap Bayar Sendiri dengan Cara mengikuti proses pasien masuk perawatan sampai dengan lepas rawat di Rumah Sakit Jiwa Pusat Jakarta. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Kualitatif dengan menggunakan Pendekatan Studi Kasus. Dengan kata lain penelitian ini adalah PENELITIAN KUALITATIF DESKRIPTIF, dimana pengumpulan data dilakukan dengan Penganratan Berperan Serta, Focus Group Discussion (FGD), Indepth Interview dan Pengamatan Atas Bukti-bukti Tagihan Rekening yang ada dari bulan Januari I996-Desember 1996. Kesimpulan dari penelitian ini adalah Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Piutang Pasien RawatInap Bayar Sendiri seperti Pemilihan Kelas Perawatan, Jumlah Lama Hari Rawat, dan Domisi Tempat tinggal dapat merupakan faktor-faktor yang memungkinkan terjadinya piutang. Saran-saran yang bisa disampaikan adalah mengoptimalkan fungsi-fungsi yang terkait dengan manajemen piutang terutama dalam Proses Pra Penerimaan Pasien dan Penagihan. Monitoring ketat atas pemilihan kelas dan kemampuan dari penanggung jawab pasien, pelaksanaan prosedur tetap dalam manajemen piutang yang terjadi serta meningkatkan kemampuan dan motivasi kerja petugas melalui pendidikan, latihan dan Reward yang memadai.

The main objective this study is to give the figure about factors to create debt of private patient (own expenses) at inpatient room by following the normal procedure at Jakarta Mental Center Hospital. Debt is one of the problems and has become the main focus of the hospital financial management. Nevertheless, any hospital with good management cannot avoid the fact that patient's account receivable is the largest part of its current assets. The hospital biggest source of income is obtained from the revenue of inpatient room, so that it is understood that account receivable of private patient has become an important aspect for the hospital management. Private patient has the highest risk to cause debt if this latter one at a hospital with quite big amount and it will affect the hospital operations. Financial report of Jakarta Mental Center Hospital in 1996. Indicated thatta,tal debt of private inpatient is high enough. The methodology used to study case and problem solving. In another word is qualitative descriptive study with the data collecting is held through participatory observation, focus group discussion (FGD), indepth interview and observation to bill from Januari 1996 - Desember 1996. Based on this study have been obtained data about factor to create debt of private patient (own expenses) at in patient room. The conclusion of the study as follow : domicile, selection of class of patient and length of stay of patient in hospital, constitute potential factors to create debt. Suggestion which may be withdraw from this study is to optimalization various function related to the debt management, particularly bill and claim arrangement, procedures implementation for patient and to improve ability and motivation staff's through education, training and reward."
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Munthe, Syahrawi
"ABSTRACT
Penelitian bertujuan untuk mendapatkan biaya satuan (unit cost) kamar Rawat
Inap Umum Kelas II Rumah Sakit X dalam penentuan tarif layanan dengan
menggunakan metode analisis biaya distribusi ganda (dauble distribution cost
analysis). Studi ini bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan kualitatif dan
kuantitatif, Dalam menentukan biaya satuan {unit cost) dilakukan terlebih dahulu
identifikasi pusat pendapatan (revemte center) dan pusat biaya (cost center),
kemudian identifikasi biaya langsung (direct cost), biaya tidak langzung (indirect
cosf) dan alokasi biaya dari unit pendukung {supporting unit)- Data yang
digunakan meliputi data primer dan data sekunder.
Hasil dari penelitian pada Rumah Sakit X, jika semua biaya dimasukkan dalam
perhitungan biaya satuan pada Rawat lnap Umum Kelas II, maka didapat total
biaya operasional sebesar Rp"3,596,303,780 selama tahun 2A12. Total biaya
kemudian dibagi dengan 7.151hari perawatan sehingga didapat biaya satuan (unit
cosr) sebesar Rp. 502.909 per hari perawatan. Kemudian, perhitungan biaya
satuan (unit cost) berdasarkan Permenkes Nomor 12 tahun 2013 yaitu dengan
tidak memasukkan unsur biaya Gaji Pokok PNS dan biaya penyusutan atas aset
yang dibeli dengan dana APBN, didapat bahwa pada Rawat Inap Umum Kelas Il
mempunyai total biaya operasional sebesar Rp.1,900,15 6,704. Total biaya dibagi
dengan 7.151 hari perawatan sehingga diketahui bahwa biaya satuan (unit cosl)
pada Rawat Inap Umum Kelas II berdasarkan Permenkes Nomor 12 tahun 2013
adalah sebesar Rp. 265.719 per hari perawatan. Hasil perhitungan biaya satuan ini
dapat dijadikan pertimbangan bagi manajemen untuk melakukan penyesuaian tarif
layanan karena tarif saat ini dibawah biaya satuan. Disarankan juga agar
manajemen rumah sakit membenahi sistem akuntansi biaya supaya dapat
melakukan perhitungan biaya satuan semua layanan rumah sakit.

ABSTRACT
This study aims to get the unit cost Class II of general hospitalization at Hospital
X in determining the senvice rates by using double distribution cost analysis. This
research is a descriptive analyic study with qualitative and quantitative
approaches- Unit cost determined by first identification of revenue and cost
center, then direct costs, indirect costs and cost allocation from supporting unit.
Data used include primary data and secondary data .
Results of research on Hospital X if all costs included in the calculation of unit
cost on the general hospitalization Class il, the importance of the total operational
expensss of Rp 3,596,303,780 . The total cost is then divided by 7,151days of
care in order to get the unit cost of Rp. 502 909 per day care - Then" the
calculation of unit cost based on Health Minister Regulation No. 12 of 2013,
namely by excluded elernents of PNS Base Salary costs and depreciation expense
on assets purchased with APBN, found that the general hospitalization Class II
had total operational exponses of Rp. 1,900,156,704 . Total cost divided by the
7,151 days of care to note that the unit cost of general hospitalization Class II
based on Health Minister Regulation No. 12 of 2013 was Rp. 265,719 per day
care. This unit cost calculation results can be taken into consideration for
management to make adjusfrnerts due to tariff under the current unit cost. It was
also suggested that the hospital management to fix the cost accounting system in
order to perform the calculation of,unit costs all hospital services ."
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Prastowo Darminto
"RS "X" sebagai suatu unit yang memberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat dituntut untuk senantiasa meningkatkan dan mengembangkan pelayanannya baik secara kuantitas maupun secara kualitas. Peningkatan kuantitas pelayanan antara lain dilakukan penambahan jumlah bed, kamar maupun unit-unit pelayanan baru. Sementara peningkatan kualitas dilakukan antara lain melalui program pendidikan dokter dan paramedis, penambahan peralatan kedokteran dan sebagainya.
Konsekuensi dari tuntutan peningkatan pelayanan tersebut adalah bahwa RS "X" memerlukan dana yang besar. Kenyataannya, sebagai rumah sakit yang bernaung dibawah salahsatu BUMN, RS "X" dituntut untuk swadana dalam arti harus mampu membiayai sendiri semua kebutuhannya. Tanpa subsidi pemerintah maupun sumbangan dari para donatur menjadikan tarif yang dibebankan kepada pasien satu-satunya sumber dana penyelenggaraan pelayanan kesehatan.
Mengingat masalah rumah sakit menyangkut kepentingan rakyat banyak, maka tidaklah mengherankan apabila pemerintah masih memberikan pembatasan-pembatasan dalam hal penentuan tarif, khususnya bagi golongan masyarakat yang kurang mampu. Sebagai akibatnya RS "X" tidak dapat semaunya menentukan tarif yang dibebankan kepada pasien untuk masing-masing klas, khususnya untuk klas I, II, dan III. Untuk klas-klas tersebut oleh Kanwil Departemen Kesehatan telah ditentukan plafon tarif atas dasar masukan dari IRSJAM (Ikatan Rumah Sakit Jakarta Metropolitan). Dari sini nampak adanya tantangan yang dihadapi oleh rumah sakit-rumah sakit swasta, khususnya RS "X", yaitu keterbatasan dana untuk menjalankan usahanya.
Menghadapi tantangan dana tersebut, pihak manajemen rumah sakit harus pandai-pandai mencari dan memperbanyak alternatif sumber pendapatan, mengelola dana yang didapat, dan melakukan perencanaan dan pengendalian secermat mungkin dalam melakukan pengeluaran baik yang sifatnya investasi maupun yang bersifat operasional.
Salah satu upaya yang salama ini dilakukan oleh RS "X" untuk mengatasi keterbatasan sumber pendapatan karena adanya pembatasan tarif dari pemerintah tersebut, pihak manajemen telah membebankan tarif yang relatif tinggi kepada pasien yang mampu, yaitu pasien yang dirawat di klas VIP dan klas Utama. Tujuannya, tentu saja diharapkan agar tarif yang dikenakan kepada pasien yang kurang mampu. Hanya sayang bahwa tarif-tarif selama ini ditentukan tidak berdasarkan besarnya biaya yang seharusnya diperhitungkan, melainkan dengan cara mengikuti tarif rumah sakit lain. Sehingga tidak bisa dihindarkan bahwa besarnya tarif kadang-kadang justru lebih rendah dari biaya yang seharusnya diperhitungkan.
Berdasarkan hal-hal yang disebutkan di atas tentu saja RS "X" membutuhkan perangkat manajemen yang dapat digunakan sebagai alat perencanaan dan pengendalian. Dan dengan menggunakan analisis CVP maka pihak manajemen akan dapat menentukan tarif minimum yang harus dibebankan kepada pasien, menentukan komposisi klas yang tidak dibatasi tarifnya dan yang dibatasi, atau minimal untuk alat pengendalian biaya. Sehingga diharapkan rumah sakit bisa berkembang atau minimal mempertahankan kelangsungan usahanya. "
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>