Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 108512 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Budiana Tanurahardja
"Infeksi Helicobacter pylori (H. pylori) masih merupakan masalah kesehatan yang serius, karena infeksi ini dihubungkan dengan serangkaian kelainan gastrointestinal seperti gastritis kronik, ulkus ventrikulus, ulkus duodenum, karsinoma gaster, hiperplasia folikel limfoid dan limfoma malignum (maltoma). Prevalensi H. pylori pada gastritis kronik dengan ulkus bervariasi antara 40% - 90% (1), sedangkan pada gastritis kronik tanpa ulkus antara 30% - 60% (2). Walaupun prevalensi cukup tinggi, tetapi terdapat kelompok yang menderita infeksi H. pylori tanpa menunjukkan gejala klinik yang bermakna (3,4).
Mekanisme terjadinya kerusakan epitel mukosa lambung pada infeksi H. pylori masih diperdebatkan oleh para ahli apakah oleh efek langsung H. pylori terhadap sel epitel mukosa larnbung atau oleh reaksi inflamasi yang ditimbulkan, Chan (5) dan Hui (6) berpendapat bahwa kerusakan mukosa lambung merupakan akibat langsung dari H. pylori, dan tidak berhubungan dengan reaksi inflamasi, Genta (7,8) menemukan bahwa jumlah folikel limfoid dan limfosit pada lamina propria berhubungan dengan kerusakan epitel., sedangkan sebukan sel radang akut dan normalisasi epitel permukaan sejalan dengan densitas H. pylori.
Hubungan antara atrofi kelenjar, metaplasia intestinalis dan kerusakan epitel permukaan lambung belum banyak dibicarakan, tetapi ada pendapat (9) bahwa: atrofi mukosa gaster ialah hilangnya jaringan kelenjar, sehingga menyebabkan tipisnya mukosa dan menyebabkan kerusakan keras mukosa. Hilangnya jaringan kelenjar ini dapat karena proses inflamasi yang lama dan digantikan oleh fibrosis. Pergantian epitel antrum dengan epitel intestinal disebut metaplasia intestinal yang menimbulkan kesan adanya atrofi kelenjar secara mikroskopik, walaupun metaplasia sebenarnya adalah proses yang berdiri sandhi.
Atrofi mukosa oxyntic berhubungan dengan hilangnya sekresi asam lambung dan terjadinya metaplasia intestinal. Atrofi keras mukosa antrum biasanya dihubungkan dengan metaplasia intestinal dan meninggikan resiko terjadinya keganasan. Atrofi dapat juga ditemukan tanpa adanya metaplasia intestinal terutama pada gastritis autoimun. Penilaian derajat infeksi H. pylori dan perubahan patologi mukosa lambung yang meliputi sebukan sel radang mendadak dan menahun, metaplasia intestinal dan atrofi kelenjar pada sediaan biopsi lambung dapat juga untuk memprediksi prognosis gastritis kronik."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Sharon Gondodiputro
"Di rumah sakit pendidikan dengan kapasitas 925 tempat tidur, telah dilakukan program pengendalian infeksi nosokomial sejak tahun 1985. Tahun 1988 rumah sakit ini ditunjuk menjadi Rumah Sakit Model untuk pengembangan program pengendalian infeksi nosokomial di Indonesia.
Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi faktor-faktor penyebab kegiatan Panitia Pengendalian Infeksi Nosokomial menurun sejak tahun 1990 dengan menitikberatkan pada faktor organisasi, sumber daya, dan kegiatan tim.
Adapun rancangan penelitiannya adalah deskriptif kualitatif dan berupa studi kasus dimana sasaran penelitian diambil secara purposif.
Hasil yang didapat adalah
Sejak akhir tahun 1990, rumah sakit ini memusatkan perhatiannya kepada persiapan " Rumah Sakit unit Swadana ", sehingga seluruh kegiatan dan penggunaan sumber daya baik sumber daya manusia, dana, sarana diarahkan dalam persiapan ini. Sedangkan program-program lainnya dipersiapkan untuk tahap berikutnya.
Menyadari pentingnya program pengendalian infeksi nosokomial, maka perlu adanya kesepakatan di tingkat pimpinan Rumah Sakit mengenai perlunya Panitia Pengendalian Infeksi Nosokomial diaktifkan kembali.
Struktur organisasi Panitia Pengendalian Infeksi Nosokomial sangatlah kompleks, sehingga perlu disederhanakan dan dibutuhkan uraian tugas yang jelas dan terperinci.
Susunan anggota Panitia Pengendalian Infeksi Nosokomial sebagian besar terdiri dari kalangan medis. Program Pengendalian Infeksi Nosokomial merupakan program terpadu, sehingga dibutuhkan anggota anggota yang berasal dari kalangan medis maupun penunjang medis. Selanjutnya ketua Panitia Pengendalian Infeksi Nosokomial dan anggota-anggotanya perlu dipilih yang dapat melaksanakan kegiatan program ini secara aktif dan mempunyai minat yang besar pada program ini.
Anggota-anggota program pengendalian infeksi nosokomial mau ikut serta secara aktif, tetapi mereka sadar akan kemampuan mereka yang terbatas, sehingga perlu terus menerus diberi pengarahan dan ilmu yang memadai.

Factors that Cause Activities of the Infection Control Committee Decline in " RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung"In a 925 bedded teaching hospital, Infection Control Program (ICP) was done since 1985 was chosen to be a model of developing infection control program for Indonesia.
The aim of this study is, to identify factors, that cause the activities of Infection Control Committee (ICC) declined since the end of 1990.
The result of this study , discovered :
Since the end of 1990 , Hospital attention has focused in preparing this hospital to become a " Rumah Sakit unit Swadana " which needed all the sources including human , financial and other facilities. Because ICP is very important, the hospital should be committed to this program.
The organization structure of ICC is very complex. Up till now, there are no detailed job descriptions.
The members of the ICC are only from the medical staff. Since ICP is a hospital wide program, its membership should have also representatives from other services/departments in the hospital. The chairman and all its members should be active involved and should have a special interest in this program.
In principal the members of ICC are willing to join this program, but they are aware, that they need much more information about infection control in the hospital.
References : 44 (1979-1996)
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1996
T2002
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ajib Diptyanusa
"Status imunodefisiensi pada individu yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dapat mengakibatkan adanya peningkatan risiko infeksi, salah satunya adalah diare kronis yang disebabkan oleh Cryptosporidium spp. dan Giardia duodenalis. Pada populasi anak, infeksi tersebut dapat berdampak pada gangguan fungsi kognitif dan tumbuh kembang. Gambaran beban kedua penyakit tersebut masih belum jelas, sehingga diagnosis dan tata laksana menjadi terhambat. Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi prevalensi, mendeskripsikan karakteristik klinis, dan mengidentifikasi faktor risiko infeksi Cryptosporidium dan Giardia pada anak yang terdiagnosis HIV. Penelitian bersifat potong lintang pada anak terdiagnosis HIV berusia 6 bulan hingga <18 tahun di RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta selama tahun 2021. Penegakan diagnosis infeksi Cryptosporidium dan Giardia adalah berdasarkan hasil pemeriksaan PCR feses setelah diskrining secara mikroskopis dan pemeriksaan coproantigen. Karakteristik klinis dan identifikasi faktor risiko didapatkan dari data rekam medis dan pengisian kuesioner oleh pasien/walinya. Dari total 52 subjek, prevalensi kriptosporidiosis adalah 42,3%, sedangkan prevalensi giardiasis adalah 3,8%. Tidak ditemukan infeksi ganda Cryptosporidium spp. dan G. duodenalis. Gejala yang paling banyak dilaporkan adalah penurunan berat badan (19/52; 36,5%) dan diare (11/52; 21,2%). Analisis multivariat menunjukkan bahwa adanya gejala diare (AOR 6,5; 95%CI 1,16–36,67), sumber air minum air sumur (AOR 6,7; 95%CI 1,83–24,93), dan air minum yang tidak direbus (AOR 5,8; 95%CI 1,04–32,64) merupakan faktor risiko independen kejadian kriptosporidiosis pada studi ini. Penelitian ini menunjukkan tingginya prevalensi kriptosporidiosis asimtomatik dengan faktor prediktor adanya diare, sumber air minum berupa air sumur, dan air minum yang tidak direbus, sedangkan prevalensi giardiasis rendah dengan gejala yang tidak spesifik.

Immunodeficiency in individuals infected with Human Immunodeficiency Virus (HIV) may lead to increased risk of infection, particularly chronic diarrhea caused by Cryptosporidium spp. and Giardia duodenalis. These parasitic infections may cause long-term impact in children, including impaired growth and cognitive function. Actual disease burden is not well studied, hence delay in diagnosis and patient management. Current study aimed to estimate prevalence of cryptosporidiosis and giardiasis, to describe their clinical characteristics, and to identify risk factors of disease transmission in pediatric HIV patients. The cross-sectional study involved participants of children aged 6 months through 18 years with confirmed HIV infection in Sardjito General Hospital, Yogyakarta. Diagnosis of cryptosporidiosis and giardiasis was made using PCR after being screened with microscopic and coproantigen examinations. Clinical characteristics and risk factors were obtained from medical records and structured questionnaires. A total of 52 participants were included in the final analysis. The prevalence of cryptosporidiosis was 42.3%, while prevalence of giardiasis was 3.8%. There was no mixed infection observed. Most frequently reported symptoms include weight loss (19/52; 36.5%) and diarrhea (11/52; 21.2%). Multivariate analysis identified the following variables as independent risk factors of cryptosporidiosis: presence of diarrhea (AOR 6.5; 95%CI 1.16–36.67), well water as drinking water source (AOR 6.7; 95%CI 1.83–24.93), drinking untreated water (AOR 5.8; 95%CI 1.04–32.64). Current study showed the prevalent asymptomatic cryptosporidiosis with risk factors including diarrhea, well water for drinking, and drinking untreated water, whereas prevalence of giardiasis was found to be low with nonspecific symptoms."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Afrinda Mega Kencana
"ABSTRAK
Menurut Kemenkes No.129 tahun 2008 angka kejadian infeksi luka operasi adalah le;1,5 dimana di RSIA Selasih Medika terdapat 5,9 pada tahun 2016. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran lingkungan sebagai pengendalian infeksi nosokomial di RSIA Selasih Medika. Jenis penelitian ini disusun dengan desa indeskriptif. Menilai gambaran lingkungan rumah sakit melalui hasil laboratorium,observasi dan wawanvara. Penelitian ini menunjukan sistem ventialasi dengan suhu rata rata ruang perawatan nifas Mawar 25.10C dengan kelembaban udara 62.5 dan ruang perawatan nifas Aster dengan rata-rata suhu 27.50C dengan kelembaban74.02 , ruang operasi memiliki ventilasi udara yang baik yaitu suhu udara 25.2 0C dengan kelembaban udara 46,75 . Angka kuman udara dalam ruang adalah 5000C FU/m pada ruang perawatan nifas Mawar dan 36000 CFU/m pada ruangan nifas Aster. Angka kuman dilantai ruang Mawar 0 CFU/cm dan Aster 7 CFU/cm juga ruang operasi memenuhi standar. Alat operasi pada set 1 terdapat 15 CFU/cm dan pada set 2 terdapat 13 CFU/cm dan alat pengganti verban yaitu terdapat 0 CFU/cm. Angka kuman dalam linen set 1 terdapat 0 CFU/cm dan linen set 2 terdapat 6CFU/cm. Perilaku cuci tangan petugas kesehatan RSIA Selasih Medika adalah sebesar 82.7 baik dan 17.3 tidak baik.

ABSTRACT
According to Ministry of Health No.129 year 2008 the incidence of wound infection is ≤ 1.5% where in RSIA Selasih Medika there is 5.9% in 2016. This research is very useful to identify environmental picture as control of nosocomial infection at RSIA Selasih Medika. Type of research is prepared with descriptive design. Assess the hospital environment overview of laboratory, observation and wawanvara results. This study shows the ventation system with the average temperature of 255 ° C maturity treatment with air humidity of 62.5% and the Aster nifas room with an average temperature of 27.50C with humidity 74.02%, the operating room has good air ventilation ie 25.2 0C air temperature with humidity Air 46.75%. The number of indoor airborne germs is 5000 CFU / m³ in the treatment room of the Mawar and 36000 CFU / m³ in the Aster room. The germ on the floor of the Rose room 0 CFU / cm² and Aster 7 CFU / cm² also the operating room meets the standards. The operational tool on set 1 is 15 CFU / cm² and in the 2nd set there is 13 CFU / cm² and the verban replacement tool is 0 CFU / cm². The number of germs in linen set 1 is 0 CFU / cm² and linen set 2 is 6 CFU / cm². Behavior of handwashing health officer RSIA Selasih Medika is equal to 82,7% good and 17,3% not good."
2017
S68857
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitra Yelda
"LATAR BELAKANG: lnfeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat di rumah sakit karena rumah sakit merupakan tempat penampungan pasien dengan berbagai mikroorganisme yang merupakan faktor predisposisi terjadinya infeksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko yang berpengaruh terhadap infeksi nosokomial di beberapa rumah sakit di DKI Jakarta.
METODE : Desain penelitian yang digunakan adalah kasus kontrol dengan menggunakan data sekunder. Jumlah kasus yang diperoleh pada penelitian ini adalah 50 dengan perbandingan control 1:2, sehingga kekuatan uji dari studi ini menjadi 60%. Analisis juga dilakukan mulai dari analisis univariat sampai analisis multivariate dan juga dilakukan berdasarkan jenis infeksi nosokomial yaitu infeksi saluran nafas dan infeksi non saluran nafas.
HASIL : Berdasarkan analisis diperoleh bahwa dari 11 variabel yang diteliti ternyata ada enam variabel yang mempunyai pengaruh yang bermakna antara lain lama hari rawat dengan OR=5,19 (95% CI 2,48-10,87), pemasangan kateter dalam waktu lama OR=5,95 (95% CI 2,55 - 13,91), pemasangan ventilator mekanik dalam waktu lama OR=27 (95% CI 5,88 - 123,99), Pemasangan infus dalam waktu lama OR=4,97 (95% CI 1,39 - 17,82), tindakan invasif lain OR= 3,22 (95% CI 1,37 - 7,58), dan penggunaan antibiotika aR=3,45 (95% CI 1,69 - 7,04). Dari ketiga analisis yang dilakukan ternyata variabel lama hari rawat selalu masuk menjadi salah satu prediktor.
SIMPULAN : lama hari rawat merupakan faktor penting yang mempengaruhi infeksi nosokomial.
Daftar pustaka 45 (1981;2004)

Risk Factors Affected to Nosocomial Infection at Some Hospitals In DKI Jakarta 2003BACKGROUND: Nosocomial infection is an infection got from hospital, because hospital represent place relocation of patients with various microorganisms representing predisposition factors of infection. The main purpose of this research is to identify risk factors which affect on nosocomial infection at some hospitals in DKI Jakarta.
METHOD: This Research is a case control study by using secondary data. The amount of obtained case at this research is 50 with control comparison 1:2, so the power of the test of this study becomes 60%. Data Analysis contains univariate analysis, bivariate analysis, and multivariate as well as conducted to nosocomial infection type that is respiratory infection and non-respiratory infection.
RESULT : According to the analysis, 6 variables from total 11 variable are significantly affected to Nosocomial Infection which are length of stay with OR=5,19 ( 95% CI 2,48-10,87), Long duration in cauterization OR=5,95 ( 95% CI 2,55 - 13,91), long duration in mechanic ventilator OR=27 ( 95% CI 5,88 - 123,99), Long duration in Infuse OR=4,97 ( 95% CI 1,39 - 17,82), other invasive action OR= 3,22 (95% CI 1,37 - 7,58), and usage of antibiotics OR=3,45 (95% CI 1,69 - 7,04). From the three types of analysis, length of stay is one of the predictor.
CONCLUSION: Length of stay representing important factor which influence nosocomiai infection.
Bibliography 45 ( 1981;2004)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T13115
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhina Kemala
"ABSTRAK
Infeksi luka operasi nosokomial merupakan infeksi nosokomial kedua terbanyak setelah saluran kemih. Infeksi yang terjadi pada luka operasi selain menimbulkan morbiditas dan mortalitas juga menimbulkan dampak yang merugikan pihak rumah sakit dalam mengelola sumber dayanya dan merugikan penderita beserta keluarganya.
Rumah Sakit Islam Jakarta merupakan salah satu rumah sakit swasta kelas utama yang sejak tahun 1986 telah memulai upaya meningkatkan mute layanan. Dalam meningkatkan upaya kualitas pelayanan, pihak rumah sakit menyadari pentingnya untuk mengetahui besarnya masalah infeksi nosokomial di rumah sakit tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran karakteristik kasus infeksi luka operasi nosokomial pasca appendiktomi selama bulan Januari sampai Juli 1995.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif berdasarkan data pada rekam medik. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kejadian infeksi luka operasi nosokomial pasca appendiktomi di Rumah Sakit Islam Jakarta lebih banyak terjadi pada kelompok pasien berumur diatas 45 tahun, kelompok pasien berjenis kelamin laki-laki, kelompok lama hari rawat prabedah 0 (nol ) hail, kelompok operasi cito, kelompok waktu operasi jam 14.01 sampai 21.00 dan pada kelompok operasi kotor. Kejadian infeksi luka operasi nosokomial pasca appendiktomi juga lebih banyak terjadi pada kelompok pasien yang tidak menderita anemia, kelompok pasien yang dirawat di kelas 1 dan kelas 2, kelompok lama operasi kurang atau sama dengan 30 menit.
Disarankan agar Rumah Sakit Islam Jakarta dalam membuat tatalaksana bedah lebih memperhatikan pasien pasien dengan risiko tinggi. Juga disarankan agar Komite Nosokomial Rumah Sakit Islam Jakarta dapat memasyarakatkan pengertian infeksi nosokomial dikalangan masyarakat rumah sakit.

ABSTRACT
The Charactersitic of Nosocomial Infection in Post Appendectomy Surgical Wound and The Efforts of Increasing The Quality of Care in "Rumah Sakit Islam", Jakarta.
Nosocomial infection of surgical wound is the most frequent nosocomial infection after urinary tract infection. Infection in surgical wound increasing the risk of morbidity and mortality in hospitalized patients and also had economical impacts to hospital and patients.
Rumah Sakit Islam Jakarta, is one of the top private hospital in Jakarta which had begun quality of care program since 1986. In the effort of increasing the quality of care, the hospital management realize the importance of nosocomial infection in that hospital.
This study is attempted to describe the characteristics of nosocomial infection in post appendectomy surgical wound in January to July 1995.
This study is a descriptive study which used medical record's data. It can be concluded that nosocomial infection in post appendectomy surgical wound are more likely to occur in elderly patients (7 45 years old), male, short length of stay (0 day), emergency surgery, time of operation at 14.01 to 21.00 and dirty surgery. The infection is also more likely to occur in non anemic patients, patients in class 1 and 2 duration of surgery less than 30 minutes.
We recommend Rumah Sakit Islam Jakarta in developing surgical protocol to be more seriously for patients with high risk of nosocomial infection. We also recommend the nosocomial committee of Rumah Sakit Islam Jakarta to give information about nosocomial infection to medical personnel in the hospital."
1996
T3744
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Zaki Dinul
"HIV/AIDS merupakan salah satu penyakit communicable disease yang merusak sistem kekebalan tubuh. Infeksi Oportunistik adalah infeksi yang timbul akibat penurunan sistem kekebalan tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran karakteristik individu dan faktor risiko terhadap terjadinya infeksi oportunistik pada penderita HIV/AIDS di Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti saroso tahun 2011. Desain penelitian ini adalah cross-sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh penderita HIV/AIDS yang berkunjung ke klinik VCT yang memiliki kelengkapan data yang lengkap.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proprsi infeksi oportunistik (84,4 %) dan ada hubungan antara jumlah CD4 dan stadium HIV/AIDS terhadap terjadinya infeksi oportunistik pada penderita HIV/AIDS (pvalue = 0,037). Diharapkan penelitian ini dapat berguna bagi perumusan program pencegahan dan tatalaksana HIV/AIDS di masa yang akan datang.

HIV / AIDS is a disease communicable disease that damages the immune system. Opportunistic infections are infections caused by the decrease in the immune system. This study aims to know the description of individual characteristics and risk factors for the occurrence of opportunistic infections in people with HIV / AIDS at the Hospital for Infectious Diseases Sulianti Saroso in 2011. This study design is cross-sectional. The sample in this study were all patients with HIV / AIDS who visited the VCT clinic that has a complete data completeness.
The results showed that proprsi opportunistic infections (84.4%) and no relationship between CD4 count and stage of HIV / AIDS on the occurrence of opportunistic infections in people with HIV / AIDS (pvalue = 0.037). It is hoped this research can be useful for the formulation of programs of prevention and management of HIV / AIDS in the future.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ketut Ratna Dewi Wijayanti
"Ibu hamil menjadisalah satu kelompok masyarakat yang rentan terinfeksi COVID-19 akibat adanya perubahan fisiologis tubuh. Beberapa penelitian menunjukkan pandemi COVID-19 memengaruhi perawatan selama kehamilan, meningkatkan angka kehamilan risiko tinggi, dan meningkatkan mortalitas padaibu dan bayinya. Menurut WHO, peningkatan jumlah persalinan dengan metode Sectio Caesaria (SC) berbanding lurus dengan peningkatan kejadian infeksi daerah operasi (IDO). Tujuan penelitian ini yaitu menganalisis faktor-faktor intrinsik (umur pasien, status gizi, anemia, kejadian perdarahan)dan faktor ekstrinsik ( pengetahuan tenaga kesehatan tentang pengendalian infeksi rumah sakit, kepatuah kebersihan tangan tenaga kesehatan, kepatuhan penggunaan alat pelindung diri tenaga kesehatan, lama waktu operasi dan penggunaan antibiotika profilaksis) yang menyebabkan kejadian IDO pada pasien pasca-SC selama pandemi COVID-19 di RSUD Bali Mandara. Penelitian menggunakan desain kuantitatif analitik korelasional cross-sectional. Sampel penelitian 183 tenaga kesehatan yang bertugas di ruang perawatan pasca- SC dengan menggunakan rule of thumb dan instrumen penelitiannya berupa kuisioner dan lembar observasi. Data faktor intrinsik diambil dari rekam medis (umur pasien, status gizi, anemia, serta kejadian perdarahan) kemudian dianalisis secara univariat dan bivariat. Dari variabel umur pasien rata-rata berusia 28,19 tahun (26,2–30,15) dengan pasien yang mengalami IDO cenderung lebih muda. Mayoritas subjek mengalami anemia, baik pada kelompok pasien yang mengalami maupun yang tidak mengalami IDO. OR pasien anemia yang mengalami IDO adalah 0,652 sehingga menunjukkan sifat protektif.
Dari faktor ekstrinsik diperoleh nilai median pengetahuan nakes tentang pengendalian infeksi sangat baik dengan rata-rata 90 (85,89–90,36). Selain itu, nilai mean kepatuhan kebersihan tangan nakes adalah 3,35 (3,23–3,47) yang berarti sangat baik. sementara nilai median dari faktor kepatuhan penggunaan APD nakes adalah 16 (14,66-15,59) dengan nilai maksimum 16. Pada lama operasi, dengan median yang didapat 42 (41,88–45,18) menit masih serupa dengan standar rerata lama SC (45 menit). Analisis Mann-Whitney menunjukkan bahwa terdapat perbedaan peringkat lama waktu operasi pasien yang tidak signifikan pada pasien yang mengalami IDO pasca-SC dan yang tidak mengalami IDO.Pada penggunaan antibiotika profilaksis, sebagian besar pasien penelitian menggunakannya (RR = 0,16), menunjukkan faktor umur pasien menjadi faktor intrinsik dan kepatuhan pengunaan APD menjadi faktor ekstrinsik yang memengaruhi kejadian IDO pasien COVID-19 pasca SC tahun 2020 di RSUD Bali Mandara. Asuhan antenatal yang terfokus bekerja sama dengan fasilitas kesehatan primer,serta pemangku kebijakan dalam menyiapkan fasilitas kesehatan yang memadai bagi pasien dan tenaga kesehatan serta membangkitkan kesadaran untuk menjaga kesehatan ibu dan bayi oleh pasien dan keluarga merupakan salah satu upaya menurunkan angka IDO.

Pregnant women are one of the groups of people who are vulnerable to being infected with COVID-19 due to physiological changes in the body. Several studies have shown that the COVID-19 pandemic is affecting care during pregnancy, increasing the rate of high-risk pregnancies, and increasing mortality for both mother and baby. According to WHO, the increase in the number of deliveries using the C-Section (CS) method is directly proportional to the increase in the incidence of surgical site infections (SSI). The purpose of this study was to analyze intrinsic factors (patient age, nutritional status, anemia, bleeding incidence) and extrinsic factors (knowledge of health care workers in hospital infection control, hand hygiene compliance, compliance with the use of personal protective equipment, duration of surgery and use of prophylactic antibiotics). which caused the incidence of SSI in post-CS patients during the COVID-19 pandemic at the Bali Mandara Hospital. This study uses a cross-sectional correlational analytic quantitative design. The research sample was 183 health workers who served in the post-CS treatment room using the rule of thumb and research instruments are form of questionnaires and observation sheets. Intrinsic factor data were taken from medical records (patient age, nutritional status, anemia, and bleeding incidence) and then analyzed by univariate and bivariate. From the age variable, the average patient was 28.19 years (26.2–30.15) with patients experiencing SSI which tended to be younger. The majority of subjects in this study were anemic, both in the group of patients with and without SSI. The OR of anemic patients with SSI was 0.652, indicating protective properties.
From extrinsic factors, the median knowledge of health workers about infection control was very good with an average of 90 (85.89–90.36). In addition, the mean hand hygiene compliance of health workers was 3.35 (3.23–3.47) which means very good. while the median value of the compliance factor for the use of PPE for health workers is 16 (14.66- 15.59) with a maximum value of 16. In the length of operation, the median obtained is 42 (41.88-45.18) minutes, which is still similar to the standard length of time CS(45 minutes). The Mann-Whitney analysis showed that there was a non-significant difference in the ratings for the duration of surgery for patients with post-CS SSI and those without SSI. In the use of prophylactic antibiotics, most of the study patients used them (RR = 0.16), indicating a factor The patient's age is an intrinsic factor and compliance with the use of PPE is an extrinsic factor that affects the incidence of SSI in post-CS COVID-19 patients in 2020 at the Bali Mandara Hospital. Antenatal care that focuses on collaborating with primary health facilities, as well as policy makers in preparing adequate health facilities for patients and health workers as well as raising awareness to maintain maternal and infant health by patients and families is one of the efforts to reduce SSI rates.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vera Fitra Molina
"Program pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial di Rumkital Dr. Mintohardjo sudah berjalan selama empat tahun. Saat ini pelaksanaan beberapa kegiatan mengalami penurunan. Penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif dilakukan untuk mengetahui gambaran pelaksanaan program tersebut ditinjau dari manajemen dan organisasi dengan pendekatan sistem. Pengumpulan data melalui telaah dokumen, observasi, wawancara mendalam, Focus Group Discussion.
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa faktor manajemen yang terdiri dari komitmen, kepemimpinan, komunikasi dan kerjasama dalam pelaksanaan program pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial di Rumkital Dr. Mintohardjo masih rendah disebabkan program tersebut belum menjadi prioritas utama dan seringnya terjadi pergantian pimpinan yang diikuti dengan perubahan kebijakan. Organisasi pelaksana program pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial secara struktural belum melibatkan orang-orang yang mempunyai pengaruh dan belum ada pembagian tugas antara penentu kebijakan dan pelaksana kebijakan. Pelaksanaan tugas komite pencegahan dan pengendalian infeksinosokomial masih rendah terbukti dengan tidak terlaksananya kegiatan rapat, sosialisasi, pengawasan dan umpan balik.
Saran yang dapat dilakukan dengan restrukturisasi organisasi dan meningkattkan kembali kegiatan sosialisasi, pertemuan, rapat dan orientasi agar informasi tentang program dapat dipahami dan dilaksanakan.

Programs of prevention and control of nosocomial infections in Rumkital Dr. Mintohardjo been running for four years. Currently the implementation of some activities has decreased. Descriptive qualitative study conducted to know the description of the programs in terms of management and organizational systems approach. The collection of data through document review, observation, depth interviews, focus group discussions.
Based on the results of the study concluded that the factor of management commitment, leadership, communication and cooperation in the implementation of prevention and control of nosocomial infections in Rumkital Dr. Mintohardjo still low because the program has not been a top priority and the frequent change of leadership, followed by policy changes. Organizations implementing prevention and control of nosocomial infections are structurally not involve people who have influence and there is no division of tasks between policy makers and policy implementers. Implementation of prevention and control committee assignment infeksinosokomial low as evidenced by not meeting the implementation of activities, socialization, supervision and feedback.
Suggestions to do with organizational restructuring and re-socialization meetings and orientation to information about the program can be understood and implemented.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
T31746
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Pradipta
"Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi masalah utama kesehatan global yang sedang dihadapi oleh berbagai negara, termasuk Indonesia. Penderita HIV lebih rentan untuk terkena infeksi oportunistik, salah satunya tuberkulosis. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan infeksi oportunistik tuberkulosis pada pasien HIV di RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso tahun 2015-2019. Studi case control dilakukan dengan menggunakan data register pra-ART dan rekam medis. Jumlah sampel sebanyak 465 responden, yang terdiri dari 155 kasus dan 310 kontrol. Pengambilan sampel kasus menggunakan total sampling, sedangkan kontrol menggunakan simple random sampling. Analisis yang dilakukan adalah analisis univariat, bivariat menggunakan chi-square, dan multivariat menggunakan regresi logistik. Hasil uji regresi logistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna secara statistik antara stadium HIV dengan infeksi oportunistik tuberkulosis (OR=33,03; 95% CI : 14,96 – 72,89) dengan nilai p <0,001, tetapi tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara usia, jenis kelamin, jumlah CD4, jumlah viral load, pendidikan, status bekerja, perilaku seks berisiko, transfusi darah, dan penggunaan napza suntik dengan infeksi oportunistik tuberkulosis. Dibutuhkan perhatian khusus terhadap pasien HIV stadium lanjut (III-IV) untuk segera melakukan pemeriksaan tuberkulosis (TB).

Human Immunodeficiency Virus (HIV) is a major global health problem currently being faced by countries, including Indonesia. People with HIV are more susceptible to opportunistic infections, including tuberculosis. This study aims to identify the factors associated with opportunistic tuberculosis infection in HIV patients in RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso in 2015-2019. Case control study was carried out using pre-ART register data and medical records. The total sample of 465 respondents consists of 155 cases and 310 controls. The case samples were collected using a total sampling technique, while the control ones were collected using a simple random sampling technique. The analysis conducted was univariate analysis, bivariate analysis using chi-square, and multivariate analysis using logistic regression. The logistic regression test results showed that there was a statistically significant relationship between the stage of HIV and opportunistic tuberculosis infection (OR=33,03; 95% CI: 14,96 – 72,89) with p value <0,001, but there was no significant relationship between age, sex, CD4 cell count, viral load, education, work status, sexual behavior, blood transfusion, and injection drug use with opportunistic tuberculosis infection. Special attention is needed for patients with advanced HIV stage (III-IV) to immediately conduct a tuberculosis (TB) examination.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>