Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 198205 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Suripto
"Untuk mendorong pelaksanaan pembangunan Daerah, Pemerintah Pusat melalui berbagai Program telah mengalokasikan berbagai dana bantuan yang dikemas ke dalam Bantuan Sektoral maupun Bantuan Inpres, yang salah satunya berbentuk Program Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat II (Inpres Dati II). Penyaluran dana Program Bantuan Inpres Daerah Tingkat II kepada Daerah Tingkat II diberikan ke dalam 4 (empat) tahap, yaitu triwulan I sebesar 25% dari total bantuan, triwulan II sebesar 25% dari sisa bantuan, triwulan III sebesar 25%, dan triwulan IV sisanya sebesar 25%.
Dalam implementasinya, dana bantuan tersebut harus dapat terserap secara optimal yaitu pada triwulan I sebesar 25% dari total bantuan, triwulan II sebesar 50%, triwulan III sebesar 75%, dan pada triwulan IV sebesar 100%. Data yang ada pada Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung dan Kabupaten Daerah Tingkat II Bekasi dalam 5 (lima) tahun anggaran yang lalu yaitu 1991/1992 - 1995/1996 menunjukkan, bahwa realisasi daya serap keuangan tidak sesuai target.
Berangkat dari permasalahan tersebut, maka penelitian dilakukan untuk mengetahui lambannya daya serap keuangan Program Bantuan Inpres Dati II dan mengkaji secara mendalam faktor-faktor yang mempengaruhinya, yaitu koordinasi, desentralisasi, dan mutulkualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang terlibat dalamnya. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan menganalisa kinerja faktor yang mempengaruhi tersebut.
Penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, sementara untuk mendapatkan data dalam melakukan analisa dilakukan 2 (dua) pendekatan, yaitu pengkajian literatur, data, laporan (data sekunder) dan mengkaji informasi yang terjaring melalui wawancara yang sangat mendalam dan tidak terstruktur dengan para pejabat yang terlibat langsung sebagai key informan.
Hasil penelitian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi lambannya realisasi daya serap keuangan Program Inpres Dati II, menunjukkan mekanisme koordinasi antar satuan kerja/dinas yang terkait tidak berjalan sebagaimana mestinya, belum ada pemberian kewenangan (desentralisasi) yang lebih besar kepada Pemerintah Daerah Tingkat II, dan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang terlibat belum memadai, dan belum tersebar secara merata sesuai kebutuhan daerah."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T7432
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susarto Subianto
"ABSTRAK
Puskesmas sebagai pusat pembangunan kesehatan yang berfungsi mengembangkan dan membina kesehatan masyarakat serta menyelenggarakan pelayanan kesehatan terdepan dan terdekat kepada masyarakat memerlukan penanganan yang mengikuti prinsip-prinsip manajemen. Untuk itu faktor petugas puskesmas memegang peranan yang cukup penting dalam menyelenggarakan fungsi-fungsi tersebut di atas.
Tenaga kesehatan puskesmas di wilayah Kotamadya Dati II Bogor diharapkan mampu melaksanakan semua program upaya kesehatan pokok puskesmas seperti yang diharapkan. Dengan demikian diharapkan cakupan program upaya kesehatan pokok puskesmas meningkat.
Tujuan penelitian ini secara umum adalah diperolehnya gambaran mengenai hubungan antara faktor ketenagaan yang menyangkut lama kerja, pendidikan, motivasi, pendidikan dan latihan, jumlah tenaga dengan cakupan program upaya kesehatan pokok puskesmas pada 11 puskesmas di Kotamadya Dati II Bogor. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik yang dilakukan terhadap tenaga kesehatan puskesmas di wilayah Kotamadya Dati II Bogor.
Hasil penelitian ini menunju.kkan bahwa cakupan program upaya kesehatan pokok puskesmas tidak berhubungan dengan faktor lama kerja, pendidikan, motivasi, pendidikan dan latihan; jumlah tenaga pada 11 puskesmas di Kotamadya Dati II Bogor. Tidak adanya hubungan bermakna secara statistik kemungkinan disebabkan jumlah sampel yang relatif kecil, yakni hanya 11 puskesmas.
Tidak tertutup kemungkinan adanya faktor-faktor lain di luar unsur ketenagaan yang benar-benar mempunyai hubungan dengan cakupan program upaya kesehatan pokok puskesmas, tetapi tidak termasuk dalam penelitian ini. Seperti faktor peran serta masyarakat, KIE, faktor lingkungan, sosial budaya dan lain-lain.
Berdasarkan hash penelitian tersebut di atas disarankan beberapa hal, yakni perlu dilakukan mutasi tenaga kesehatan puskesmas agar tercipta gairah kerja yang lebih baik dan keberhasilan program upaya kesehatan pokok puskesmas akan meningkat, perlu dilakukan seleksi dalam hal jenis pendidikan tenaga kesehatan puskesmas mengingat berbeda pula kemampuan dalam pengelolaan program. Untuk itu perlu dilakukan analisis pekerjaan yaitu merinci tugas dan tanggung jawab dalam pelaksanaan program upaya kesehatan pokok puskesmas, pembagian tugas yang ada di setiap program perlu dipertegas lagi karena seperti terlihat dalam penelitian ini masih adanya tugas rangkap yang dipegang oleh tenaga kesehatan hampir di setiap puskesmas, perlu diadakan penelitian lanjut untuk menggali lebih dalam mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan program upaya kesehatan pokok puskesmas diluar unsur ketenagaan, perlu ditingkatkan peranan faktor-faktor di luar unsur tenaga kesehatan puskesmas untuk ikut berperan dalam meningkatkan keberhasilan program upaya kesehatan pokok puskesmas. Dengan demikian diharapkan cakupan program upaya kesehatan pokok puskesmas akan meningkat sesuai yang diharapkan."
Depok: Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Defri Andri
"Instansi pemerintah merupakan instansi penting pada setiap negara yang bertugas melayani kepentingan masyarakat secara umum. Agar dapat beroperasi efektif, instansi tersebut harus memiliki mekanisme pengawasan intern yang efektif, karena itu skripsi ini membahas sejauh mana efektifitas pengawasan intern pada instansi pemerintah dilingkungan Pemda Dati II Padang. Terdapat delapan instansi yang diamati, yaitu Dinas Pasar, Dinas Kebersihan Kota, Dinas Perpakiran, Dinads Tata Kota, Dinas Perizinan, Dinas Pendapatan Daerah, Perusahaan Daerah Air Minum dan Inspektorat Wilayah Kotamadya. Penelitian dilakukan berdasarkan kuesioner pengendalian intern yang selanjutnya dianalisa baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Analisa kuantitatif dilakukan terhadap kuesioner yang bersifat tertutup dan terbuka. Sedangkan terhadap kuesioner yang bersifat terbuka dilakukan analisa kuantitatif saja. Sistematika analisa terdiri dari analisa efektifitas struktur organisasi dan uraian tugas, analisa efektifitas pengawasan pengeluaran kas, analisa efektifitas pengawasan aktiva tetap, analisa efektifitas pengawasan terhadap pegawai dan analisa efektifitas pengawasan intern oleh Inspektorat Wilayah Kota. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efektifitas struktur organisasi dan uraian tugas masing-masing instansi masih kurang, efektifitas pengawasan penerimaan kas masih kurang, efektifitas pengawasan pengeluaran kas masih kurang, efektifitas pengawasan aktiva tetap sudah baik, efektifitas pengawasan pegawai sudah cukup. Instansi yang dinilai paling efektif adalah Dinas Pendapatan Daerah sedangkan yang paling tidak efektif adalah Dinas Kebersihan Kota. Dari hasil tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa efektifitas Pengawasan Intern pada instansi pemerintah yang diamati masih lemah karena itu tidak mengherankan kalau hipotesa selama ini bahwa banyak kebocoran yang terjadi selama ini masih dianggap benar. Banyak penyebab kelemahan inin terutama dari segi struktur organisasi dan mekanisme kerja dan pelaporan serta dari segi kualitas sumber daya manusia dan perlatan kerja yang tidak memadai. Salah satu hal utama yang dapat disarankan untuk memperbaiki hal ini adalah dengan memperbaiki sistem kerja dan kualitas pegawai serta memikirkan usaha untuk melakukan swastanisasi beberapa instansi yang sudah dianggap layak."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1995
S18997
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rusi Iriani
"Keteraturan membayar iuran yang merupakan salah satu komponen penting untuk dapat terselenggaranya dana sehat, sangat ditentukan oleh kemauan membayar iuran secara teratur oleh sehuuh anggotanya. Kemauan membayar iuran secara teratur yang merupakan bentuk perilaku kesehatan yang berhubungan dengan dana sehat dipengaruhi oleh faktor-faktor predisposing, enabling dan reinforcing dimana ketiganya secara bersama-sama ataupun masing-masing dapat mempengaruhi perilaku tersebut.
Penelitian ini adalah penelitian survey dengan rancangan potong lintang. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder, dilaksanakan di desa tertinggal di Kecamatan Sukaraja Kabupaten Dati II Bogor, dengan jumlah sampel 322 KK.
Tujuan penelitian ini adalah mempelajari faktor-faktor yang berhubungan dengan kemauan membayar iuran dana sehat secara teratur. Variabel dependen penelitian adalah kemauan membayar iuran dana sehat secara teratur, sedangkan variabel independennya adalah faktor predisposing yang meliputi pendidikan, pengetahuan, persepsi, kebiasaan berobat dan tanggungan keluarga, faktor enabling yang meliputi pendapatan/pengeluaran keluarga, kelengkapan sarana pelayanan kesehatan, kemudahan pengumpulan iuran dan jarak tempuh, serta faktor reinforcing yang meliputi perilaku petugas.
Analisa data dilaksanakan dengan menggunakan analisa Univariat dengan distribusi frekuensi dan analisa Bivariat dengan uji Kai kuadrat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemauan membayar iuran dana sehat secara teratur yang masuk dalam kategori baik hanya 35,5 % dan sisanya 66,5 % masuk dalam katagori tidak baik, dimana yang masuk kategori baik adalah peserta yang telah membayar iuran Dana Sehat secara terus menerus selama dua belas bulan dari bulan April 1997 sampai bulan Maret 1998, dan yang masuk kategori tidak baik adalah yang kurang dari itu.
Disamping itu variabel yang menunjukkan hubungan yang bermakna secara statistik (p<0,05) dengan kemauan membayar iuran dana sehat secara teratur adalah variabel pendidikan, pengetahuan, persepsi, kebiasaan berobat selama satu tahun, kelengkapan sarana pelayanan kesehatan, jarak tempuh dan faktor reinforcing yaitu perilaku petugas. Sedang kebiasaan berobat periode satu bulan terakhir, tanggungan keluarga dan pendapatan /pengeluaran menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna secara statistik.
Peneliti menyarankan agar program Dana Sehat di desa tertinggal di Kecamatan Sukaraja harus ditangani lebih profesional antara lain dengan meningkatkan fungsi Yayasan Rereongan Tegar Beriman dari sekedar hanya sebagai pengumpul dana menjadi suatu Badan Penyelenggara, menghitung kembali iuran peserta berdasarkan besarnya resiko kelompok, menyelenggarakan pelatihan/penyegaran program dana sehat bagi petugas untuk meningkatkan motivasi dalam menyelenggarakan program ini, mencari cara terbaik untuk kemudahan pengumpulan iuran, memberi insentif bagi kolektor, meningkatkan pemasaran social dana sehat, secara berkala perlu memilih desa yang menjadi penyelenggara dana sehat terbaik dan menyempurnakan keanggotaan Tim Pembina yang secara rutin akan melaksanakan pembinaan, monitoring dan evaluasi.
Apabila langkah-langkah diatas tidak dilaksanakan, akan sulit bagi Dana Sehat untuk dapat berkembang, bahkan dapat diprediksi akan mengalami kebangkrutan sehingga saran berikutnya adalah program Dana Sehat di desa tertinggal di Kecamatan Sukaraja sebaiknya dihentikan saja mengingat demikian berat dan kompleksnya kendala yang melingkupi pelaksanaan program tersebut. Selanjutnya diperkenalkan bentuk lain misalnya seperti pola JPKM (asuransi sosial terkendali) dimana keanggotaannya meliputi seluruh masyarakat Kabupaten Dati II Bogor, sehingga tercipta subsidi silang dari masyarakat yang mampu dan tidak mampu.
Disamping itu perlu adanya penelitian lanjutan yang lebih luas dan dalam tentang faktor kemampuan membayar iuran dana sehat sehingga informasi yang didapat akan saling melengkapi dan dapat dijadikan bahan masukan bagi penentuan kebijakan penyelenggaraan dana sehat yang lebih baik.
Daftar Pustaka : 31 (1975-1998)

Contribution is one of the most important component for the viability of a health fund. It depends on the willingness to pay contribution regularly by all members. The willingness to pay contribution regularly is a health behavior that is influenced by predisposing, enabling and reinforcing factors, collectively or separately.
This research is a survey carried out in two under developed villages in Sukaraja Sub District Bogor, West Java. Using list of health fund members, primary and secondary data, were collected. We interviewed 322 families using a questionnaire developed specifically for this study.
The aim of this research is to identify factors related to the willingness to pay health fund contribution regularly. Dependent variable in this research is regular (12 consecutive months) contribution, while the independent variables are predisposing factors that include education, knowledge, perception, health seeking behavior and family responsibility. The enabling factors cover family income and expenditure, perception of health service facilities, ease of contribution collection, and distance to health providers, while the reinforcing factor covers officials' behavior.
Univariate and Bivariate analyses were performed:. we defined good willingness to pay if house hold pay contribution for 12 consecutive months while bad WTP if the house hold pay other wise. The result showed that 33,5 % of house hold surveyed had good WTP and 66,5 % did not pay contribution for full one year (bad WTP)
We conclude that seven out of ten dependent variables significantly related to good WTP. Sustainability of health fund in these two villages is very much determined by those seven variables.
Based on the results, we recommend that health fund programmed in under developed village should be prepared by adequate training for officials in order to increase the performance of this programmed. More over, implementation of health fund should not be imposed in poor and low educated communities.
Some financial Incentives for collectors can be considered, to increase their motivation in collecting contribution. We suggest to increase contribution and benefit to achieve optimum level of health fund.
If the performance remains poor we recommend that health funds in under developed villages should be stopped because of too many complex and handicaps while the costs of promoting it is too expensive
I recommend further comprehensive and long term research for policy decision to implement more sustainable insurance scheme.
References : 31 (1975-1998)
"
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soedirman M.
"ABSTRAK
Salah satu tugas Pemerintah Daerah adalah mengadakan pelayanan air minum kepada masyarakat melalui Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Keberadaan Perusahaan Daerah merupakan wujud nyata dari desentralisasi yang mensyaratkan adanya otonomi Pemerintah Daerah. Perusahaan Daerah Air Minum mampu meningkatkan Penghasilan Asli Daerah (PAD), apabila dikelola oleh tenaga yang profesional.
Untuk meningkatkan kemampuan PDAM, Pemerintah Pusat memberi pinjaman guna meningkatkan kemampuan kinerja PDAM. Salah satu BUMD yang memperoleh dana pinjaman dari Pemerintah Pusat adalah PDAM Tangerang, baik dana pinjaman dari luar negeri maupun dana pinjaman dari dalam negeri.
Pengelolaan PDAM Tangerang dipengaruhi oleh antara lain :
1. Kebijaksanaan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
2. Sumber Daya Manusia di PDAM
3. Kinerja keuangan
4. Dana pinjaman dari Pemerintah Pusat
Tugas PDAM Tangerang sangat berat khususnya untuk mengembalikan dana pinjaman serta bunganya. Untuk mengetahui kemampuan keuangan PDAM Tangerang akan dianalisis kinerja keuangan PDAM dengan menggunakan indikator rasio keuangan. Sebelum melakukan penilaian kinerja keuangan PDAM, akan ditelaah teori-teori yang berkaitan dengan manajemen keuangan.
Salah satu indikator untuk mengukur kinerja keuangan PDAM Tangerang ialah Pedoman Penilaian Kinerja PDAM berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri No.690.900-327/1994. Indikator rasio keuangan dikelompokkan dalam:
1. Struktur Hutang
2. Efisiens, dan
3. Keuntungan.
Berdasarkan kelompok rasio keuangan tersebut diatas, PDAM Tangerang akan diukur tingkat kesehatannya menjadi:
1. sehat sekali dengan nilai 41-48
2. sehat degan nilai 31-40
3. kurang sehat dengan nilai 21-30
4. tidak sehat dengan nilai 12-20
Dan akhirnya setelah hasil penelitian dibahash ditarik kesimpulan-kesimpulan dan diajukan saran-saran."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djoko Wihantoro
"Dalam mengemban tugas pendistribusian hasil-hasil pembangunan, pelaksanaan pembangunan di daerah masih menghadapi berbagai masalah, beberapa diantaranya justru membutuhkan pemecahan yang mendasar, seperti pelimpahan wewenang perencanaan, ketimpangan pendapatan antar daerah dan laju pertumbuhan, serta penciptaan lapangan kerja di daerah. Menghadapi permasalahan tersebut, pemerintah mengeluarkan kebijakan yang bersifat darurat, yang dikenal dengan program Instruksi Presiden (Inpres). Program ini juga ditujukan untuk menunjang otonomi daerah.
Program Inpres Dati II (Inpres No.611984) bertujuan: mempertinggi hasil produksi, memperlancar distribusi bahan dan basil pertanian dalam waktu singkat serta memperbaiki lingkungan hidup masyarakat berpenghasilan rendah, menciptakan dan memperluas lapangan kerja, meningkatkan partisipasi penduduk dalam pembangunan daerah.
Maksud dari Program Inpres Dati II untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah, yaitu : penyerahan urusan pembangunan daerah kepada Pemerintah Daerah, penciptaan kemandirian daerah (Keuangan Daerah), meningkatkan sistem perencanaan pembangunan daerah dengan sistem buttom up planning, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah serta meningkatkan profesionalisme aparatur daerah.
Penelitian ini bersifat kualitatif dan kesimpulannya lebih bersifat deskriptif. Di dalam penelitian menggunakan sumber data sekunder dan data primer. Data sekunder berupa peraturan perundang-undangan, keputusan pemerintah dan berbagai kebijaksanaan lainnya. Data primer di sini adalah data yang diperoleh langsung dalam penelitian di lapangan, baik berupa hasil wawancara maupun observasi.
Program Inpres Dati II telah memberikan dampak positif, yaitu transportasi lancar, meningkatnya hasil pertanian, meningkatnya taraf hidup masyarakat dan perekonomian daerah. Dan dampak utama yang diharapkan tersebut di atas Program Inpres Dati II telah menimbulkan dampak sampingan yang tidak diharapkan yaitu ketergantungan Pemerintah Daerah terhadap Pemerintah Pusat. Di samping itu, tujuan/maksud Program Inpres Dati II sebagian besar tidak tercapai dan Program Inpres Dati II berdasarkan analisis/penelitian di Kab. Sleman belum berperan dalam pelaksanaan otonomi daerah, disarankan kepada Pemerintah Pusat segera mengambil kebijakan agar Program Inpres Dati II berperan dalam pelaksanaan otonomi daerah."
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Indra Hanafiah
"ABSTRAK
Pendahuluan. Kebijakan RS menjadi Unit Swadana mendorong peningkatan kepedulian manajemen rumah sakit terhadap efisiensi pengelolaan dan mutu pelayanan rumah sakit. Lama Hari Rawat merupakan salah satu indikator efisiensi pengelolaan dan mutu pelayanan rumah sakit. Kebijakan program kesehatan untuk mempercepat penurunan Angka Kematian Maternal (safe motherhood) menjadikan makin pentingnya peran dan fungsi rumah sakit sebagai pusat rujukan kesehatan, khususnya RSU Dati II yang berada di setiap ibu kota-Kabupaten sebagai ujung tombak (front line) pelayanan rujukan tingkat pertama yang langsung mengayomi pelayanan kesehatan dasar. Kasus obstetri patologik tetap terjadi pada sekitar 10% - 15% kehamilan walaupun telah dilakukan perawatan ante natal yang adekuat sekalipun. Kasus obstetri patologik yang memerlukan pembedahan Seksio Sesarea akan dirawat di rumah sakit umum Kelas C di ibu kota Kabupaten melalui alur dari sistem rujukan medik Ditemukan variasi yang terlalu lebar LHR pasien obstetri pulang menjalani pembedahan Seksio Sesarea di RSU Baturaja Dati II OKU, yaitu 4 sampai 20 hari. Gambaran ini menunjukkan belum efisiennya pengelolaan dan masih rendahnya mutu pelayanan rumah sakit.
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis deskriptif faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan Lama Hari Rawat pasien obstetri pulang hidup yang menjalani pembedahan Seksio Sesarea dan menganalisis hubungan korelasionalnya.
Penelitian ini merupakan studi 'Cross Sectional' terhadap 335 kasus pembedahan Seksio Sesarea selama periode 5 tahun yang menjadi sampel penelitian. Seluruh kasus dijadikan sampel penelitian (over sampling) karena diperkirakan ada beberapa variabel yang memang variatif. Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari status Catatan Medik. Analisis statistik yang digunakan adalah tabel frekuensi, distribusi dan statistik deskriptif untuk analisis univariat serta uji ANOVA dan analisis korelasi untuk analisis bivariat.
Tenaga Bidan masih merupakan tenaga yang amat besar dan strategis perannya dalam melakukan perawatan ante natal serta mendeteksi dini kehamilan risiko tinggi dan melakukan rujukan medik yang benar dan tepat. Penanganan kasus pra rumah sakit sebelum dirujuk ke rumah sakit masih memprihatinkan yang ditunjukkan dengan gambaran operasi yang hampir seluruhnya bersifat akut. Satu variabel bebas (mar) menunjukkan adanya kesalahan dalam pengukuran (measurement bias) sehingga tidak valid untuk dianalisa secara statistik. Dari 4 faktor yang terdiri dari 15 variabel bebas yang diduga berhubungan dengan Lama Hari Rawat, 3 variabel bebas yang secara statistik menunjukkan perbedaan rata-rata LHR yang bermakna sedangkan 12 variabel bebas lainnya menunjukkan perbedaan rata-rata LHR yang secara statistik tidak bermakna. Dua variabel bebas yang bermakna (tempat tinggal dan jumlah pemeriksaan kehamilan), ternyata menimbulkan perbedaan rata-rata LHR yang relatif kecil shingga tidak mempunyai implikasi bagi kebijakan rumah sakit, sedangkan 1 variabel bebas (alasan kepulangan) yang bermakna temyata tidak bisa diinterpretasikan karena tidak cocok untuk dilakukan pengujian statistik berhubung datanya tidak variatif. Pengelolaan RSU cukup efisien dan pelayanannya cukup bermutu walaupun ditemukan rata-rata LHR selama 9 hari yang berarti lebih lama dari standar yang ditetapkan DEPKES dan IDL. Hal ini didasarkan karena angka tersebut masih merupakan suatu hal yang wajar untuk RSU Kelas C di Kabupaten Dati II sesuai dengan unsur masukan, proses dan lingkungan yang ada.
Konsep penelitian yang disusun ternyata tidak mampu membuktikan sebagian besar faktor-faktor yang berhubungan dengan Lama Hari Rawat pasien obstetri pulang hidup yang menjalani pembedahan Seksio Seaarea. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan konsep yang berbeda untuk mengetahui faktor-faktor !ainnya yang berhubungan dengan Lama Hari Rawat pasien obstetri pulang hidup yang menjalani pembedahan Seksio Sesaera, serta penelitian lain yang mengkaji faktor-faktor yang berhubungan dengan mutu pelayanan perinatal (ibu dan bayi) yang indikatornya lebih spesifik daripada LHR Hasil penelitian terhadap rata rata Lama Hari Rawat menunjukkan bahwa pengelolaan rumah sakit cukup efisien dan mutu pelayanan rumah sakit cukup bermutu. Status Catatan Medik yang ada perlu disempurnakan agar mampu merekam informal tentang upaya penanganan kasus pra rumah sakit yang telah dilakukan oleh tenaga kesehatan di tingkat pelayanan dasar, sekaligus juga perlu disempurnakan cara pengukurannya. Rumah sakit juga perlu mengembangkan standarisasi pelayanan rumah sakit yang spesifik berlaku sebagai standar di rumahsakit tersebut dan penyusunannya disesuaikan dengan unsur masukan, proses dan lingkungan yang ada. Dinas Kesehatan Dati II OKU bersama-lama RSII Baturaja (sebagai pusat rujukan kesehatan wilayah) dan IBI (sebagai Ikatan Profesi Bidan) perlu menyusun strategi, kebijakan dan program untuk meningkatkan efektivitas tenaga Bidan Desa yang sudah dan akan ditempatkan. Rumah sakit berperan secara tidak langsung sebagai tempat petatihan dalam upaya memperbaiki kualitas profesionalisme tenaga kesehatan di tingkat pelayanan dasar yang melakukan perawatan ante natal dan merujuk kasus obstetri patologik ke rurnah sakit.

ABSTRACT
Government owner?s hospital policy is to become `Unit Swadana' supports hospital management concern improvement to management efficiency and hospital service quality. Length of Stay is one of hospital management efficiency indicator as well as hospital quality of care. National health program policy to accelerate reduction Maternal Mortality Rate (safe motherhood), make the role and function of the hospital more important as the health referral center, especially the government owner?s general hospital in Dati II where each capital of regency has and as the front line of first level of referral system which is directly aegis, support and encounter the basic health service. Pathological obstetrics case is still happened around 10% - 15% of pregnancy although it has been done strong adequate antenatal care. Pathological obstetrics case, which needed Cesarean Section surgery, will be admitted at Class C general hospital at the capital of regency through mechanism and flow of medical referral system. It is found so large variation of Length of Stay of Alive discharged obstetrics patients who undergo Cesarean Section surgery at Baturaja General Hospital that is 4 to 20 days. The illustration shows that hospital management has not been efficient and hospital quality of care still low.
The research objective is to describe and to analyze factors which is be estimated relating to Length of Stay of alive discharged obstetrics patient who undergo Cesarean Section surgery and to analyze its correlation.
The research is a 'Cross Sectional' study to 335 Cesarean Section surgery cases for 5 years period as research samples. All cases are become as research samples (over sampling) because there are several variables estimated less variation. Used data is secondary data, which got from medical record status. Statistical analyses use table of frequency, distribution and descriptive statistic for univariate analyses and ANOVA test and correlation analysis test for bivariate analyses.
Midwife is still a health personnel with big and strategic role in doing antenatal cares and early detection high-risk pregnancy and in doing the right and correct medical referral. Pre-hospital case management before be referred to the hospital is still weakened and shown by operation illustration that nearly all of them are acute. One independent variable (age) shows mistaken in measurement (measurement bias) so it is not valid to analyze by statistic. At 4 factors consist of 15 independent variables are estimated relating to Length of Stay, 3 variables by statistic show significant difference Average Length of Stay (ALOS) but others 2 variables show no significant. Two significant independent variables (residency and sum of pregnancy check) show a quite small difference of ALOS so it does not have implication of hospital policy, meanwhile 1 significant independent variable (discharged reason) actually cannot be interpreted because it is not suitable to do the statistical test because there is no variation of the data. Management of hospital is quite efficient and the quality of service is enough although it is found ALOS for 9 days it means longer than stated standard of Ministry of Health (Departemen Kesehatan) and Indonesian Medical Association (IDI). It is based on that the numbers are still appropriate condition for Class C of general hospital on regency according to input, process and environment elements available.
The research concept actually cannot prove most factors relating to Length of Stay of Alive discharged obstetrics patient who undergo Cesarean Section surgery. It is necessary to follow through this research by difference concept to know others variables relating to Length of Stay alive discharged obstetrics patient who undergo Cesarean Section surgery, and to develop another research to explore factors relating to perinatal (mother and child) quality of care where the indicators is more specific than Length of Stay. Available Medical Record status need perfections so it can record the information about pre hospital case management efforts which has been done by health personnel at basic health service level, and directly also need to be perfections its measurement way. The hospital also needs to develop the specific standardization as a standard and `hospital by laws' in the hospital and arrangement is suited with input, process and environment elements available. Health Board of Dati II OKU Regency (Dinas Kesehatan Kabupaten Dati II OKU) together with Baturaja General Hospital as `the area health referral center' and Indonesian Midwife Association (Ikatan Bidan Indonesia) as the profession unity need to arrange strategy, policy and program to improve the effectiveness of `village midwife' (Bidan Desa) who have been allocated. Hospital indirectly role as the training center of health man power in the way to improve the professional quality of health personnel at basic health service level and who does the antenatal care and refers the pathological obstetrics case to hospital.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Liswarti Hatta
"Program Inpres Desa Tertinggal (IDT) yang dilandasi oleh Kebijakan Keputusan Presiden (Kepres) No. 3 tahun 1993 tentang Peningkatan Penanggulangan Kemiskinan telah berjalan sejak 1 April 1994. Program ini secara ideal adalah untuk memberdayakan kaum miskin dan desa tertinggal baik di pedesaan maupun perkotaan Dari dimensi politis program ini adalah untuk menunjukkan bahwa pembangunan adalah untuk rakyat, artinya kepedulian pemerintah terhadap kaum tertinggal (penduduk dan desa miskin) bukan sekedar slogan pembangunan. Sebuah program adalah perencanaan yang terkadang antara konsep dan pelaksanaan di lapangan berbeda, perbedaan ini dapat disebabkan oleh konsep yang terlalu sulit untuk diterapkan, pelaksana di lapangan yang tidak mampu menterjemahkan suatu konsep ataupun kedua-duanya. Pelaksanaan program IDT di desa yang menjadi lokasi penelitian menunjukkan kurangnya sinkronisasi dan pengawasan program yang ketat terutama dalam pemberian dana dari pemerintah Kurangnya sinkronisasi menunjuk pada pembangunan infrastruktur desa yang kurang diarahkan pada variabel ketertinggalan desa (dalam penentuan desa tertinggal menggunakan 27 variabel, lihat lampiran 2); kurang tanggapnya Pemerintah Daerah dalam memberikan informasi dan mempersiapkan penduduk miskin calon penerima IDT sehingga terkesan program ini hanya'membagi-bagi dana tanpa membekali calon penerima dengan manajemen pengelolaan dana yang memadai. Sedangkan pengawasan yang kurang ketat menunjuk pada kurangnya instansi terkait dari pihak pemerintah dalam memberikan pengawasan pengelolaan uang dari para penerima dana IDT atau kurang ketat dalam mengevaluasi pengguliran dana, sehingga kurang jelas tingkat keberhasilan dari kelompok-kelompok masyarakat sebagai basis penerima dana IDT.
Program IDT yang memberikan dana kepada masyarakat tertinggal di desa tertinggal sebanyak Rp. 20.000.000,- per desa/tahun dan setiap desa penerima akan menerima selama 3 tahun berturut turut jadi dalam 3 tahun (1994, 1995 dan 1996) setiap desa penerima IDT mendapatkan dana sebanyak Rp. 60.000.000,- yang langsung diberikan kepada kelompok-kelompok masyarakat di desa yang sengaja telah dibentuk untuk menyongsong program ini. Dari banyaknya dana tersebut, jika dikelola dengan baik akan memberikan prospek yang cerah pada setiap desa tertinggal. Pengawasan yang ketat terhadap pengelolaan dana dari setiap penerima IDT sangat diperlukan demi tercapainya program ini yakni memberdayakan masyarakat miskin. Pemberdayaan masyarakat harus mencakup segala dimensi seperti sosial, ekonomi, budaya, politik dan hukum. Artinya dimensi ekonomi lewat pemberian dana IDT kepada masyarakat tertinggal harus pula dibarengi dengan pemberdayaan dimensi lain agar sesuai dengan maksud dan tujuan pemerintah yakni pembangunan disegala bidang. Pembangunan yang berhasil apabila semua program mampu membangkitkan daya masyarakat untuk secara otonom menjadi subjek dalam pembangunan."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1996
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Aghnia Mirra Evanthi
"Penelitian ini bertujuan untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengungkapan instrumen keuangan berdasarkan PSAK 50 (Revisi 2006). Pengujian dilakukan menggunakan analisa regresi, dengan menggunakan sampel 104 perusahaan non keuangan pada tahun 2011.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hanya transaksi multinasional yang berpengaruh negatif terhadap tingkat pengungkapan instrumen keuangan. Ukuran perusahaan, kualitas auditor, tingkat hutang, kepemilikan keluarga dan efektifitas dewan komisaris tidak terbukti mempengaruhi tingkat pengungkapan instrumen keuangan.

The purpose of this study is to examine the factors that affect the level of disclosure of financial instruments based on PSAK 50 (Revised 2006). This research using regression analysis on 104 sample of non financial companies in 2011.
The result of this study showed that only multinational transactions have an negatively affect the level of disclosure of financial instruments. Size of the company, quality of auditor, leverage, family ownership and the effectivity of the board of commissioners was not shown to affect the level of disclosure of financial instruments.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
S46034
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>