Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 160256 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zulfikri
"Penguasaan tanah untuk kepentingan pembangunan dalam rangka membangun sarana kepentingan umum maupun untuk kepentingan perusahaaan harus berpedoman kepada peraturan perundang-undangan. Perlindungan hukum terhadap pemilik tanah adalah hal yang mutlak untuk di lakukan, jika dalam proses penguasaan tanah dapat dilakukan dengan hal biasa (jual beli, pelepasan hak dan sebagainya), maka hal itulah yang harus dilakukan, sedangkan pencabutan hak adalah jalan terakhir jika penguasaan seperti biasa tidak bisa dilakukan dan penggunaannya mutlak untuk kepentingan umum. Kepentingan umum dapat dijadikan pedoman jika penggunaan pembangunan di atas tanah tersebut tidak mencari keuntungan melainkan adalah untuk sarana pemenuhan kepentingan umum, jika pembangunannya mencari keuntungan kepentingan umum tidak dapat dijadikan dasar untuk menguasai tanah. Keputusan Presiden No 55 tahun 1993 Tentang Penguasaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, memberikan perlindungan kepada pemilik tanah, masyarakat yang berhak atas tanah dapat melakukan banding ke Pengadilan Tinggi jika tidak puas atas pemberian ganti rugi. Pengusaan tanah oleh pengembang bertujuan untuk mencari keuntungan, dalam melakukan penguasaan tanah dengan Pelepasan Hak dari pemilik tanah kepada pengembang, lalu hak tersebut dimohonkan lagi kepada instansi yang berwenang. Tidak diperkenankannya pengembang menggunakan perantara dalam melakukan pembebasan tanah, adalah suatu upaya untuk melindungi pemilik tanah dan pengembang. Dalam pelaksanaan pembebasan tanah baik untuk kepentingan umum maupun untuk kepentingan swasta masih terdapat adanya sengketa, pada umunya sengketa itu karena nilai ganti rugi yang diberikan belum layak, kemudian adanya camper tangan dari aparat yang tidak menempatkan diri secara proporsional. Dalam peraturan perundang-undangan, nilai ganti rugi harus bedasarkan nilai pasar dan Nilai Jual Objek Pajak (NJDP) terakhir. Di lapangan nilai ganti rugi diberikan pada umumnya adalah sedikit diatas nilai NJOP, sedangkan nilai pasar telah menunjukkan nilai yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan NJOP. Akibat tidak adanya ketetapan yang tegas dari penentuan nilai ganti rugi ini dapat memberikan peluang kepada pemilik tanah dan pihak yang akan melakukan pembebasan untuk menafsirkan sendiri-sendiri. Akibatnya bukan tidak mungkin akan memakan waktu yang panjang kalau dipaksakan dapat menimbulkan sengketa. Alangkah baiknya jika ada lembaga yang sifatnya independen untuk memberikan penilaian atas nilai tanah yang sesungguhnya, hasil dari penilaian lembaga ini dapat dijadikan acuan bagi para pihak. Disamping itu aparat yang ikut campur dalam membebaskan tanah sebaiknya menempatkan diri secara proporsional. Nilai ganti rugi yang diberikan kepada pemilik tanah dalam pembebasan untuk kepentingan swasta sebaiknya dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada pemilik tanah untuk menanamkan sahamnya di perusahaan swasta tersebut sebesar nilai tanah yang dibebaskan, dengan cara seperti ini akan lebih menguntungkan bagi kedua belah pihak."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Hilaliawaty
"Ajudikasi adalah kegiatan dan proses pengumpulan dan pemastian kebenaran atas kepemilikan tanah, yang meliputi data fisik dan data yuridis mengenai sebidang tanah atau lebih untuk keperluan pendaftarannya. Penelitian ini diarahkan pada (a) bagaimana pelaksanaan kerja pendaftaran tanah di Kelurahan Rangkasbitung Barat, Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak; (b) Hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi dalam pelaksanaan Ajudikasi dan (c) se j auh mana tercapa inva jaminan kepastian hukumnya dalam pelaksanaan pendaftaran tanah tersebut. Hal ini ditujukan untuk mengetahui apakah Peraturan Pemerintah Nomor. 24 Tahun 1997 (PP 24/1997) Tentang Pendaftaran Tanah dan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor. 3 Tahun 1997 (PMNA/Ka. BPN nornor.3/1997) tentang Ketentuan Pelaksanaan PP 24/1997 sudah berlaku effektif dalam praktek di lapangan atau tidak.
Penelitian ini menggunakan tipe perencanaan penelitian case study. Dan pengolahan hasilnya secara deskriptif-analitis. Pelaksanaan kerja Proyek Administrasi Pertanahan (PAP) di Kelurahan Rangkasbitung Barat ada beberapa kegiatan yang menyimpang dari peraturan yang berlaku sehingga ada beberapa pasal yang tidak effektif dilapangan. Dengan adanya PAP ini maka sertipikat yang diterbitkan mempunyai kekuatan hukum sama dengan sertipikat pendaftaran sporadik. Sertipikat sebagai tanda bukti hak yang terdaftar dan dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan inilah tujuan utama Pendaftaran Tanah khususnya dalam penelitian ini Pendaftaran Tanah Secara Sistematik."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T19830
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sodiqur Rifqi
"Kegiatan pengadaan dan penguasaan tanah khususnya untuk keperluan transmigrasi adalah salah satu kegiatan yang masih banyak menimbulkan masalah, baik masalah yang berkaitan dengan peraturan perundang-undangan maupun masalah di luar peraturan perundang-undangan. Tata cara perolehan tanah untuk keperluan transmigrasi telah cukup diatur di dalam peraturan perundang-undangan. Namun demikian hal tersebut ternyata belum cukup untuk memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada para transmigran, karena dalam pelaksanaannya ternyata masih banyak timbul masalah-masalah di bidang pertanahan. Dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan dan metode wawancara, penulis menemukan bahwa masalah-masalah tersebut biasanya timbul pada tahap pertama pelaksanaan program transmigrasi yaitu pada saat dilaksanakannya pembukaan tanah (land clearing).
Adanya masalah-masalah tersebut membawa akibat timbulnya berbagai macam tuntutan berkaitan dengan penguasaan tanahnya oleh para transmigran, termasuk terhadap tanah yang telah dikuasai oleh para transmigran dengan status hak milik yang telah bersertipikat, yang diajukan oleh masyarakat setempat. Tuntutan tersebut seringkali disertai dengan kekerasan fisik kepada para transmigran, seperti yang terjadi pada penyelenggaraan transmigrasi yang berada di desa Kertasari, kecamatan Tulang Bawang Udik, Kabupaten Tulang Bawang, Propinsi Lampung. Adanya masalah-masalah tersebut mengakibatkan perlunya diketahui sejauhmana cara perolehan tanah dan pemberian tanah kepada para transmigrasi dilaksanakan sesuai menurut hukum yang berlaku, apa yang melatarbelakangi timbulnya permasalahan hukum berkaitan dengan pengadaan dan penguasaan tanah transmigrasi serta bagaimana penyelesaian atas masalah-masalah tersebut dilakukan. Sehubungan dengan hal tersebut setidaknya diperlukan adanya pembahasan yang mendalam mengenai bagaimana sesungguhnya permasalahan hukum berkaitan dengan pengadaan dan penguasaan tanah transmigrasi pads umumnya dan khususnya di Desa Kertasari."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T19163
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Ratnawaty
"Indonesia memiliki banyak pulau (+ 17.500 pulau) dan sebagian besar adalah pulau-pulau kecil yang banyak mengandung kekayaan alam berupa tambang mineral, kekayaan laut, maupun keindahan alam yang sangat potensial untuk pembangunan ekonomi sehingga banyak pihak yang berkepentingan menginginkan pulau-pulau tersebut bahkan oleh pihak asing, beberapa pihak sangat mengkhawatirkan penguasaan pulau-pulau tersebut oleh pihak asing, karena dianggap akan membahayakan Integrasi dan Kedaulatan negara kesatuan Republik Indonesia. Kita masih trauma dengan direbutnya Pulau Simpadan dan Ligitan oleh Negara Malaysia. Pulau Bidadari yang merupakan salah satu dari 300 gugusan pulau yang ada di Nusa Tenggara Timur saat ini dikuasai Ernest Lewandowski warga negara Inggris, selaku kuasa dari PT. REEFSEEKERS KATHERNEST LESTARI telah memperoleh Hak Guna Bangunan dari Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Manggarai Barat sesuai surat Keputusannya tanggal 23 Mei 2005 Nomor 01/550.2/24.16/2005 dan telah diterbitkan sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 17 Labuan Bajo. Permasalahannya adalah apakaah penguasaan Pulau Bidadari oleh PT. REEFSEEKERS KATHERNEST LESTARI sah menurut hukum? Bagaimana proses pemberian Hak Guna Bangunan kepada PT. REEFSEEKERS KATHERNEST LESTARI; PT. REEFSEEKERS KATHERNEST LESTARI memasang rambu-rambu larangan bagi penduduk setempat memasuki Pulau Bidadari, apakah pemasangan ramburambu larangan tersebut diperkenankan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan metode pengumpulan data studi dokumen dilengkapi wawancara dengan masyarakat dan pejabat pertanahan setempat diperoleh kesimpulan bahwa penguasaan Pulau Bidadari oleh PT. REEFSEEKERS KATHERNEST LESTARI adalah sah menurut hukum pertanahan karena subyeknya memenuhi syarat sebagai badan hukum Indonesia yang boleh mempunyai hak guna bangunan, dan tanahnya diperoleh secara sah berdasarkan penyerahan dari H. Yusuf yang selanjutnya telah diberikan Hak Guna Bangunan yang bukan merupakan keseluruhan pulau dan bukan sepadan pantai sehingga tidak melanggar ketentuan pasal 60 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 yis Surat Edaran Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional tanggal 3 Juni 1997 Nomor 500-1197 dan tanggal 14 Juli 1997 Nomor 500-1698. Proses pemberian haknya karena dilaksanakan oleh pejabat yang tidak berwenang menurut Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 tahun 1999 maka Surat Keputusan Pemberian Hak Guna Bangunan atas nama PT. REEFSEEKERS KATHERNEST LESTARI harus dibatalkan. Pemasangan rambu-rambu larangan masuk bagi penduduk setempat adalah melanggar hukum sehingga pemasangan rambu-ramhu tersebut hares dilarang.

Indonesia is the home of vast archipelago consisting of many islands (approximately 17,500 islands), the most of which are minor islands containing vast amount of natural resources and beauty, which are potential particularly for the economic development. Despite the positive side, it nevertheless also brings about other less desirable consequence such as the intention of many parties to possess them privately for the sake of their own interest, some of which are even the foreigners. There are people who worried about this condition, especially recalling what just happened between Indonesia and Malaysia regarding the Sipadan-Ligitan dispute, one of the cases of which considered as threat to our sovereignty. Pulau Bidadari, one of three hundred islands stretched in the region of East Nusa Tenggara, currently is under the possession of an Englishman named Ernest Lewandowski, as the representative of PT REEFSEEKERS KATHERNEST LESTARI who has attained the concession right from the Chief of Land Office of the Western Manggarai District, referring to the Decision dated at May 23`d 2005 No.01/550.2/24.16/2005, and the follow up of which is the issuing of the Certificate of Structure Concession No.17 from Labuan Baja. This research is conducted to find out whether the concession is legally appropriate, particularly with respect to the Land Law? How was the process that eventually Ieads to the issuing of the certificate, and whether the act to put the signs prohibiting the native people to cross is appropriate through the legal point-of-view? Based on the physical research and written data gathered by the writer, within this research will be analyzed several matters as follow: the concession right owner, the possession, the process of the issuing of the concession right, related to the local official who granted it as well as the implementation of the law concerning the transfer of possession right of a land which is part of the whole area on the coast-bordered land (Article 60 of the Government Law No.40 Year 1996 elaborated in the Circular Letter of the State Minister of Agrarian Affairs/ the Chief of National land Bureau dated at June 3rd 1997 No.500-1197 and July 14th 1997 No. 500-1698. In this thesis it is also elaborated the matters concerning the prohibition signs for the native people to cross into the Pulau Bidadari area, with respect to the applicable law."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19580
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahrudin
"Skripsi ini menguraikan pranata penguasaan tanah pada kelompok petani tambak di Kelurahan Marunda Kecamatan Cilincing Jakarta Utara. Fokus perhatian dalam skripsi ini pada pembentukan dan pemeliharaan pranata penguasaan tanah pada kelompok petani tambak. Pranata penguasaan ini mengatur bagaimana suatu tanah dimanfaatkan dan dikuasai oleh petani tambak. Pranata penguasaan ini terwujud dalam suatu mekanisme di antara aktor-aktor yang terlibat dalam penguasaan tanah.
Hasil penelitian saya menunjukkan bahwa masalah tanah di kota bukan hanya menyangkut hubungan penduduk dengan tanah, melainkan adanya hubungan atau relasi kekuasaan dalam memanfaatkan tanah di kota. Hubungan yang terjalin berlandaskan pada hubungan patron-klien. Hubungan patron-klien ini mampu memperlihatkan corak hubungan vertikal maupun hubungan horisontal. Hubungan vertikal terjadi di antara pemilik tanah, perantara, dan petani tambak. Sementara itu, hubungan horisontal terjadi di antara sesama petani tambak dan warga sekitar.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan teknik wawancara mendalam dan pengamatan terlibat. Analisa yang diterapkan dalam skripsi ini adalah lebih berlandaskan pada hasil-hasil kerja lapangan (field work) yang kemudian dapat disebut sebagai analisa terhadap data primer. Namun demikian, pada bagian-bagian tertentu, kajian ini dilengkapi pula dengan analisa terhadap data sekunder.

This thesis described about the institution of land tenure in a group of fish farmer in Marunda, sub-district Cilincing, North Jakarta. The main focus of this thesis is the creation process and the value-preserved for land tenure in that group. This institution of land tenure maintained how the land has its value in use and its authority for the fish farmer. This institution is showed in a mechanism which involved many actors / subjects.
The result of my research shows that problems of the land not only invoke the relation between society and land, but also the power relation for landmaintaining in the city. This relation grows based on the relation ?patron-client?. This kind of relation can really show the variety of vertical and horizontal relationship. Vertical relationship happens between the owner of land, mediator, and the fish famer. Mean while, horizontal relationship is the relation between the fish farmer and society.
Method used in the research is quality method with deeper observation and interview. The analysis applied in this thesis is based on the field works called by primer data analysis. But in certain part, the description also completed by the secondary data analysis.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011
S1406
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Huzairin
"Penelitian tesis dengan topik "Perubahan Struktur Kepemilikan dan Fungsi Tanah: Studi Kasus Masyarakat Desa Cibogo Kecamatan Cisauk Kabupaten Tangerang", merupakan suatu upaya untuk melihat lebih dalam perubahan yang terjadi pada masyarakat di pinggir Jakarta, yang diakibatkan oleh masuknya sistem kapitalisme dalam kehidupan mereka. Sistem kapitalisme yang telah merubah struktur kehidupan sosial masyarakat desa, yang sebelumnya hidup dalam kesederhanaan dan kebersahajaan.
Penelitian ini dilakukan di desa Cibogo Kecamatan Cisauk Kabupaten Tangerang, dengan menggunakan metode kualitatif. Penelitian ini berangkat dari pertanyaan Apakah terjadi perubahan nilai tanah dalam proses perubahan kemasyarakatan pada komunitas masyarakat di wilayah pinggiran Jakarta? Selanjutnya pertanyaan ini diturunkan menjadi beberapa pertanyaan mendasar yaitu bagaimana sejarah proses perubahan tersebut? Bagaimana relasi antara perubahan terhadap nilai tanah dengan tanah perubahan masyarakatnya? Serta apakah perubahan yang terjadi merubah pola produksi, reproduksi dan konsumsi yang berpengaruh terhadap kualitas hidup masyarakatnya?.
Dalam penelitian ini tanah merupakan pintu masuk untuk memetakan proses -- proses perubahan yang terjadi, dengan membagi beberapa periodeisasi yaitu periode sebelum tahun 1970, periode 1980-an dan periode 1990-an hingga sekarang.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan beberapa faktor pendorong terjadinya perubahan tersebut antara lain :
- Secara internal desakan terhadap pemenuhan kebutuhan ekonomi terutama kebutuhan terhadap barang-barang konsumsi, mengakibatkan munculnya kebutuhan pendapatan yang tinggi.
- Menyempitnya luas lahan pertanian perkeluarga yang dapat diolah akibat sistem pewarisan, dimana tiap generasinya akan memperoleh bagian lahan yang semakin kecil luasnya, maka altematif pekerjaan lain selain pertanian menjadi pilihan.
- Munculnya tambang pasir di desa Cibogo, menjadi alternatif pekerjaan bagi masyarakat desa, perlahan-lahan satu persatu penduduk desa pindah dan menekuni profesi sebagai kuli pasir dan meninggalkan pekerjaan sebagai petani. Ketika masyarakat beralih pekerjaan maka nilai tanah sebagai sumber penghidupan mereka mulai bergeser dan berubah.
- Faktor eksternal yang berpengaruh terhadap proses perubahan adalah perkembangan pembangunan wilayah sekitar terutama perumahan skala besar seperti Bumi Serpong Damai (BSD), terbangunnya jembatan sungai Cisadane dan perkerasan jalan yang melalui wilayah desa Cibogo membuka lebar akses terhadap desa Cibogo dan sekitarnya. Pada situasi inilah nilai - nilai kapitalisme memperoleh kesempatan yang luas, tanah - tanah mereka mengundang perhatian masyarakat luar untuk membelinya.
Akumulasi dari faktor internal yang dipengaruhi oleh aspek kultural dan faktor eksternal perkembangan wilayah yang meningkatkan permintaan kebutuhan akan tanah, mengakibatkan proses transaksi jual-beli tanah di desa Cibogo mulai berlangsung dengan marak. Nilai ekonomi tanah yang tinggi, serta keuntungan yang besar dalam proses transaksi jual belinya, mengakibatkan tanah berubah menjadi komoditas primadona yang menguntungkan. Akhirnya proses transaksi tanah melembaga dalam masyarakat Cibogo, munculnya profesi sebagai calo tanah yang ditekuni oleh masyarakat Cibogo sebagai mata pencaharian sampingan semakin memperkuat posisi tanah hanya sebagai komoditas yang diperjual belikan dan sarana investasi spekulasi kapital.
Dari proses perubahan terlihat bahwa motivasi utama adalah masuknya sistem kapitalisme yang menempatkan tanah sebagai komoditas yang diperdagangkan, pada saat yang sama didorong oleh terbukanya akses transportasi dan perkembangan wilayah sekitar, serta faktor sosio - kultural yang mengakar dari sistem pembagian warisan, yang berpengaruh terhadap semakin kecilnya luas lahan pertanian yang diolah sehingga kemampuan lahan pertanian sangat minim untuk mencukupi kebutuhan hidup masyarakat Cibogo. Ketiga faktor perubah di atas bekerja secara sinergis yang secara erlahan menempatkan masyarakat desa Cibogo pada posisi yang miskin dan marjinal."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T2398
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Sandoro
"Penyelesaian sengketa tanah adat pada pengadilan negeri telah kerap dilakukan. Beberapa Putusan Mahkamah Agung telah menjadi yurisprudensi dalam penyelesaian sengketa tanah adat, terutama yang berhubungan dengan masyarakat hukum adat Batak. Dewasa ini, perkara sengketa tanah adat antara kaum pendatang dan masyarakat hukum adapt Batak yaitu Raja Ni Dapot (Raja Tanah) masih kerap terjadi. Mengingat hal itu, peranan Raja Ni Dapot (Raja Tanah) dalam urusan pertanahan yang masih lazim dilakukan perlu untuk ditinjau. Apabila, transaksi tanah yang dilakukan secara terang dan tunai di hadapan Raja Ni Dapot (Raja Tanah), diperkarakan di pengadilan negeri perlu untuk ditelusuri lebih jauh. Terlebih, bagi hakim dalam menentukan kedudukan Raja Ni Dapot (Raja Tanah) akan menentukan penyelesaian sengketa tanah itu nantinya. Sementara itu, masyarakat hukumadat yang sangat dinamis dan bersifat konkrit barangkali tidak selalu sejalan dengan prosedur hukum acara perdata dalam pengadilan negeri, sehingga yurisprudensi Mahkamah Agung dari tahun-tahun sebelumnya mungkin tidak akan selalu relevan dengan ke beradaan masyarakat hukum adat pada tahun-tahun berikutnya.

Customary land disputes in the courts has often done. Several decisions the Supreme Court has become common in costumary lands, in particular those related to the Batak jural community conflict resolution. Currently, the case of customary land disputes between settlers and natives Batak's Raja Ni Dapot (Land King) are still common. Before this, the role of Raja Ni Dapot (Land King) in the affairs of the land that is still in fact should be reviewed. If real estate transactions are made in cash, in front of Raja Ni Dapot (Land King), sued in state courts should be tracked more. On the other hand, for judges in the determination of the position of Raja Ni Dapot (Land King) determines the resolution of land conflicts later. Meanwhile, the jural community who are very dynamic and concrete, not always cannot be according to the prvate procedure law in State Court, so that the jurisprudence of the Supreme Court of the previous years not always may be relevant to the existence of jural community in the following years."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S289
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Elsa Kurniawan
"Pasal 20-27 Undang-Undang Pokok Agraria mengatur tentang kepemilikan tanah hak milik di Indonesia termasuk didalamnya telah ditetapkan subjek hak milik dan akibat-akibat hukum jika hak milik jatuh ketangan pihak asing. Bentuk penyelundupan hukum yang umum dilakukan adalah dengan mengadakan perjanjian nominee. Praktek nominee agreement dapat menjadi bumerang bagi pihak asing karena sertipikat atas nama beneficiary maka secara jurudis mereka adalah pemilik sah tanah hak milik tersebut. Penulis berusaha menjelaskan resiko yang akan ditanggung oleh orang asing serta penulis berharap dapat memberikan saran bagi orang asing maupun kepada Pemerintah Indonesia sehubungan dengan praktek nominee agreement.

The Indonesia Agrarian Law (Undang-Undang Pokok Agraria) article 20-27 regulate land ownership in Indonesia, including the owner and legal implications in the case that land ownership falls to the hand of foreign national. The normal practice to circumvent this obstacle is in the form of signing a Nominee Agreement. This practice may well be a boomerang for foreign national involved, due to the fact that the land ownership certificate is under the name of the nominee (beneficiary) thus legally they are the rightful owner of the land. The author attempts to discuss the risk towards the foreign national involved and in the same time wishes to convey suggestion to the Indonesian government in relation to the utilization of Nominee Agreement."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38729
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tantry Widiyanarti
"Tanah Jaluran adalah tanah ulayat etnik Melayu yang disengketakan antara rakyat penunggu (notabene etnik Melayu) dengan PTPN IX atas nama negara. Sengketa ini bermula ketika tanah jaluran yang dahulunya dikontrak oleh Belanda untuk dijadikan perkebunan tembakau, kemudian setelah RI merdeka, tanah jaluran tidak dikembalikan kepada pemiliknya. Oleh negara RI tanah jaluran diambil dan pengelolaannya diserahkan kepada PTPN IX Tentu saja hal ini menimbulkan konflik di antara mereka.
Pada perkembangan selanjutnya, persoalan sengketa tanah jaluran menjadi lebih kompleks dan rumit. Karena rakyat penunggu tidak hanya berhadapan dengan PTPN IX saja. tetapi juga berhadapan dengan penggarap liar dan para pengusaha yang juga mengklaim bahwa tanah jaluran kepunyaan mereka. Untuk mengatasi persoalan yang pelik ini maka rakyat penunggu membuat organisasi yaitu BPRPI (Badan Perjuangan Penunggu Rakyat Indonesia) yang berjuang untuk mengembalikan tanah ulayat rakyat Melayu.
Persoalan tanah ulayat yang diambil oleh pemerintah khususnya tanah jaluran tidak hanya berkisar pada persoalan pertanahan saja. Ada beberapa aspek ataupun dimensi yang menyelimutinya. Diantaranya adalah dimensi ekonomi dan hegemoni negara sehingga persoalan ini menjadi berlarut-larut.
Untuk dapat mengembalikan tanah jaluran yang disengketakan tersebut, BPRPI menggunakan berbagai macam strategi dalam konflik tersebut. Diantara strategi yang dijalankan oleh BPRPI adalah membangun sentimen ke-Melayuan, mengembangkan wacana tanah ulayat dan hak ulayat. Selain itu BPRPI juga melobi para birokrat lokal dan nasional, mengirim surat-surat dan delegasi ke pejabat-pejabat pemerintah, protes-protes terbuka, mengdakan kerjasama dengan pihak akademisi, menarik perhatian umum melalui peta, serta membawa isu tersebut ke pengadilan. Semua itu dilaksanakan demi untuk mengembalikan tanah ulayat mereka yang telah diambil oleh negara. Namun hingga saat ini hasil optimal yang diharapkan masih belum juga tercapai.
Semua ini terjadi karena negara tetap bersikukuh bahwa tanah jaluran adalah hak dan milik negara sedangknn PTPN IX berhak dalam pengelolaannya. Negara menafikkan rakyat penunggu selaku pemilik syah tanah jaluran dan tidak ada sedikitpun kemauan politik untuk mengambil tindakan win-win solution untuk kedua belah pihak dalam kasus sengketa tanah jaluran ini, sehingga sampai saat ini konflik masih tetap saja berlanjut dan BPRPI tetap berjuang untuk mengembalikan tanah ulayat mereka.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kwalitatif dengan teknik pengumpulan data melalui pengamatan terlibat dan wawancara mendalam. Wawancara mendalam dilakukan kepada beberapa informan yang saya anggap mengetahui benar tentang permasalahan yang ada. Selain itu sebagai data sekunder saya juga melakukan studi kepustakaan untuk menunjang data yang saya dapat selama di lapangan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T9854
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>