Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 212304 dokumen yang sesuai dengan query
cover
INP Aryawan Wichaksana
"Latar belakang
Pajanan MEK dan sinar ultraviolet di Departemen Stock Fit dapat menggangu kesehatan, khususnya kesehatan mata pekerja. Prevalensi kasus konjungtivitis sebesar 3 % dikalangan pekerja, termasuk pekerja di Departemen Stock Fit, sangat menarik untuk diteliti lebih jauh, apakah kasus konjungtivitis yang terjadi disini sebagai akibat pekerjaan, atau bukan sebagai akibat pekerjaan.
Metode
Menggunakaan metode potong lintang (cross sectional) dan dianalisis secara internal comparation. Sampel diambil dari seluruh pekerja perempuan di 4 bagian Departemen Stock Fit, yang proses produksinya menggunakan cairan primer MEK dan sinar ultraviolet. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara manajemen perusahaan, rekam medis poliklinik, pegisian kuesioner dan informed concept oleh pekerja dan pemeriksaan fisik dan status kesehatan mata oleh dokter perawat.
Hasil
Prevalensi konjungtivitis akibat kerja sebesar 10,9% dari 175 pekerja perempuan Departemen Stock Fit. Pajanan MEK mempunyai risiko 3,56 kali dibandingkan pajanan MEK + sinar ultraviolet untuk menyebabkan konjungtivitis akibat kerja.
Kesimpulan
Faktor yang berhubungan dengan terjadinya konjungtivitis akibat kerja adalah pajanan MEK dan radiasi sinar ultraviolet.

Background
The exposure of Methyl Ethyl Ketone (MEK) fume and Ultra Violet (UV) light at Stock Fit Department of Shoes industry could influence the eye health of the workers. The prevalence of conjunctivitis among the workers is approximately 3%, including the workers at the Stock Fit Department. Therefore, it is very interesting to find out whether the cases of conjunctivitis in this matter are occupation medicine or not.
Method
This is a cross-sectional study using internal comparison analysis. The sample was all women workers of four Sub-department at Stock Fit Department. which the production process uses MEK liquid and UV light. The data was collected by conducting interview with the manager, reviewing the medical records, filling out questionnaires, and performing physical and eye examination by physician and nurses. Informed consent was obtained from the subjects prior to data collection.
Result
The prevalence of occupational conjunctivitis is approximately 10.9% among 1 75 women workers at Stock Fit Department. The exposure of MEK fume is the only one statistically significant factor to occupational conjunctivitis. It is increasing the risk of occupational conjunctivitis 3.56 times greater than the exposure of both MEK fume and UV light.
Conclusion
Factors related to occupational conjunctivitis are MEK liquid and UV light exposure.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T13635
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tampubolon, Timbul
"Latar belakang : Pajanan uap MEK yang dijumpai di Departemen Stock Fit mengganggu kesehatan mata pekerja dimana pada penelitian terdahulu oleh Aryawan, prevalensi konjungtivitis akibat kerja sebesar 10.9%. Oleh karena ini peneliti tertarik untuk meneliti pekerja secara studi kohort prospektif, untuk mengikuti perjalanan terjadinya KAK yang diobservasi selama jam kerja (8 jam).
Metode merupakan studi kohort prospektif, dengan mengambil sampel sebesar 144 orang di departemen Stock fit dan Stitching. Data dikumpulkan dengan melakukan wawancara pada pekerja, pengisian kuesioner, pengamatan selama 8 jam kerja dan pemeriksaan fisik mata. Pekerja juga mengisi informed consent pada saat sebelum penelitian dilakukan.
Hasil : Pada penelitian ini ditemukan insiden Konjungtivitis Akibat Kerja sebesar 43.66%. Diantara kelompok terpajan uap MEK. Faktor-faktor yang berhubungan secara statistik dengan terjadinya konjungtivitis akibat kerja adalah usia, masa kerja dan jenis pekerjaan. Konjungtivitis akibat kerja terjadi mulai jam ke 2 dan meningkat tajam sampai jam ke 4, kemudian bertambah sedikit kasusnya pada jam ke 5 sampai jam ke 8.
Kesimpulan : Pajanan uap Metil Etil Keton berhubungan dengan terjadinya Konjungtivitis Akibat Kerja. Proses tahapan terjadinya Konjungtivitis Akibat Kerja terjadi pada jam ke 2 (satu jam setelah bekerja) sampai jam ke 8, sehingga pekerja perlu mematuhi SOP secara benar.

Background: Exposure of Methyl Ethyl Ketone fume made an effect of the human health, especially for the visual. Aryawan in 2004 has been researched for the conjunctivitis among the women worker and got the prevalence 10.9. %. According to that result, this research has been developed in order to know the conjunctivitis process during working hours among the women worker. The design was cohort prospective study with 144 respondents in stock fit and stitching department in a shoe factory in Tangerang. Data has been collected by interview, measuring and observing the symptom of visual effect during 8 hours (working hours). All the respondents filled in the informed consent prior to the research.
The Result: Incidence of conjunctivitis work related among the exposure group is 43.66%. The factors related to conjunctivitis work related are age, duration of work and occupation. The dominant factor caused to conjunctivitis work related is occupation. Process of conjunctivitis work related begin on the second hour, and increased dramatically until the fourth hours. It slowed down at the fifth until the eight of working hours.
Conclusion: Occupation of the worker (synonym as the exposure of methyl ethyl ketone fume is related to conjunctivitis work related). The effect takes place in the second hour (one hour after starting) until the eighth or last hour. Therefore the workers have to follow the standard operating procedure.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T16204
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andreas Ridwan Purnadi
"ABSTRAK
PT.X adalah pabrik Keramik perlengkapan makan dengan sistem produksi
terintegrasi yang menghasilkan produk mulu kualitas eksport. Pemakaian bahan baku dan
mekanisme peralatan kerja di industri keramik pada umunmya menggunakan panas tinggi
Serta bahan baku yang dapat menimbulkan pajanan debu di tempat kerja. Dampak dari
debu di tempat kerja salah satunya dapat menyebabkan gangguan pada mata berupa
Konjungtivitis dengan keluhan mata terasa gatal, pedih, rasa berpasir, silau serta mata
merah dan berair.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan studi pengamatan, terhadap |96 orang
pekerja bagian produksi sebagai responden selama 8 jam. Pengumpulan data dilakukan
dengan cara pengisian kuesioner , pemeriksaan mata dan hasil pengukuran Tes Schirmer
Serta pengukuran lingkungan.
Hasil penelitian dari responden pada PT.X didapatkan insidens Konjungtivitis
sebesar l4,8% dari seluruh populasi. Dari 196 responden , yang terdiri dari Iaki-laki dan
wanita , didapmkan tiga keluhan terbanyak yaitu mata terasa gatal (35,2%), mam terasa
pedih (34,7%), dan mata terasa silau (25,5%) clan tanda-tanda pada mata merah pada
konjungtiva (35,7%) Serta mata berair (20,4%). Hasil analisa slatistik multivariat
didapatkan responden dengan nilai tes Schirmer yang abnormal (5 10 mm) dan mempunyai
riwayat alergi mempunyai risiko yang lebih besar mengalami Konjungtivitis .

Abstract
The ?X? Factory manufacturing tablewares ceramic with integrated system production.
The Ceramic raw material substances, machinery and the ceramic process exposed airbome
dust which hazardous to worker?s health. The employee who suffered by those exposed
dust will cause Conjunctivitis.
The Research method is Observational Cohort, toward 196 employee as sample in 8 hours
time work. The source data were collected with a self rating questionnaire. The workers
were surveyed and screened with physical examination on eyes, Schrimer?s test and
environment measurement.
The result show the ?X? factory insidens of Conjunctivitis is about l4,8% of total
population. From |96 respondents amongst male and female workers, the most common
affecting inconvenience are itching eye (35,2%), pain eye (34,7%), and photofobhia (25,5%),
Conjunctiva injection or red eye (35,7%) and watering eye (20,4%). Workers who have an
abnormal values of Schrimer?s test (5 10mm), working under high temperature and
exposure of dust in working area , suffered more risks of Conjunctivitis."
2009
T31627
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Triwijayanti
"Penelitian ini merupakan uji klinis acak tersamar ganda yang bertujuan menilai pola kuman di konjungtiva bayi baru lahir dan membandingkan penurunan jumlah koloni kuman sebelum dan sesudah profilaksis tetes mata povidone iodine 2.5% dan salep mata kloramfenikol 1%. Sebanyak 60 bayi dibagi secara acak menjadi 2 kelompok. Dilakukan pemeriksaan jenis kuman di konjungtiva sebelum diberikan profilaksis, dan dinilai jumlah koloni kuman sebelum profilaksis dan sesudah perofilaksis. Hasil penelitian mendapatkan jenis kuman terbanyak adalah Kokus gram positif. Kedua kelompok profilaksis sama efektif dalam menurunkan jumlah kuman di konjungtiva.

This was a prospective, double blind randomized clinical trial . the purpose of this study were to compare the efficacy of 1% chloramphenicol eye ointment with 2.5% povidone iodine ophthlamic solution in reducing bacterial colony in newborn conjunctiva and to evaluate bacterial pattern in newborn conjunctiva. Sixty newborn divided randomly into 2 groups. Swab was taken from conjunctiva before and after prophlyaxis. The result of this study were 2.5% Povidone iodine ophthamic solution as effective as chloramphenicol 1% eye ointment in reducing bacterial colony forming unit. The most common bacterial found in neonatus conjunctival was Gram positive coccus.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sausan Shalihah
"Fungsi partikel konjungtif (setsuzokujoshi/接続助詞) to dalam Kamus Pola Kalimat Bahasa Jepang untuk
Pengajar dan Pemelajar (Nihongo Kyoushi to Gakushuusha no Tame no Bunkei Jiten/日本語教師と学習者のた
めの文型辞典) dijabarkan ada enam macam, yaitu: kondisi umum (ippan jouken/ 一般条件),
pengulangan/kebiasaan (hanpuku, shuukan/反復.習慣), kondisi hipotetis (katei jouken/仮定条件), kondisi tetap
(kakutei jouken/確定条件), to sugu (とすぐ), dan prakata (maeoki/前置き). Setelah menelaah tiap-tiap fungsi
beserta subfungsi di dalamnya, penulis jurnal ini menemukan bahwa tiap kelas klasifikasi partikel konjungtif to
tersebut mempunyai fungsi dan makna tersendiri yang berbeda, namun ada ketumpangtindihan di antara keenam
fungsi tersebut. Maka penulis mengusulkan penyederhanaan teori, mereduksinya menjadi empat fungsi dengan
mengeliminasi fungsi to sugu (とすぐ) dan prakata (maeoki/前置き).
Dictionary of Japanese Sentence Pattern for Teacher and Learner (Nihongo Kyoushi to Gakushuusha no Tame no
Bunkei Jiten/日本語教師と学習者のための文型辞典) explains six types of conjunctive particle to
(setsuzokujoshi/接続助詞) functions, namely: general condition (ippan jouken/一般条件), repetition/custom
(hanpuku, shuukan/反復.習慣), hypothetical condition (katei jouken/仮定条件), fixed condition (kakutei jouken/
確定条件), to sugu (とすぐ), and preface (maeoki/前置き). After examining each function with its subfunction,
the writer of this journal finds that each class of the conjunctive particle to classification has its own use and
distinct meaning, yet there are some overlaps among the six functions. So the writer proposes to simplify the
theory, reducing them into four functions by eliminating to sugu (とすぐ) and preface (maeoki/前置き)
function.
"
Depok: [Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia;Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia], 2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Jusran Ampulembang
"Latar Belakang. Lebih dari 750 bahan kimia dan beberapa kelompok senyawa kimia termasuk pelarut organik diduga bersifat neurotoksik. Namun pada umumnya bahan kimia tersebut belum pernah dilakukan tes untuk menilai efek neurotoksik yang ditimbulkan. Pelarut organik seperti MEK digunakan secara luas pada industri alas kaki yang pada umumnya bersifat padat karya, sehingga jumlah pekerja yang terpajan juga sangat besar. Pelarut organik dapat mengakibatkan ensefaloti toksik kronik pada pekerja yang terpajan berlebihan. Oleh karena keluhan subyektif mungkin mengindikasikan suatu ensefalopati maka deteksi dini sangatlah penting. Kuesioner Swedish Q16 adalah kuesioner deteksi dini yang paling sering digunakan untuk skrining pekerja yang terpajan pelarut organik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi gejala dini neurotoksik akibat terpajan pelarut organik metil etil keton, serta pengaruh faktor umur, jenis kelamin, pendidikan , masa kerja, status gizi, pemakaian APD, kebiasaan minum alkohol, minum kopi, merokok, kadar pajanan tempat kerja, serta hasil pemantauan biologis terhadap timbutnya gejala dini neurotoksik.
Metode. Penelitian ini menggunakan disain penelitian cross-sectional dengan jumlah subyek penelitian 123 orang pekerja pada sebuah kelompok perusahaan sepatu. Pengukuran pajanan dilakukan dengan personal sampling dan pemantauan biologis. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Desember 2003 sampai Januari 2004. Hasilnya diolah menggunakan program statistik SPSS 11,5.
Hasil dan Kesimpulan. Prevalensi gejala dini neurotoksik pada pekerja yang terpapar pelarut organik metil etil keton sebesar 52%, jika prevalensi didasarkan alas kadar pajanan MEK lingkungan kerja, maka pekerja yang terpajan tinggi prevalensinya sebesar 72,1%, sedangkan yang terpajan rendah 41,3%. Secara statistik yang menunjukkan hubungan bermakna dengan timbulnya gejala dini neurotoksik adalah kadar MEK lingkungan kerja (OR 3,68; p 0,001; 95% CI 1,65 - 8,20), basil pemantauan biologik pads urine (OR 4,17; p 0,000; 95% CI 1,87 - 9,29) dan faktor umur (OR 4,07; p 0,001; 95% CI 1,78 - 9,30).

The Correlation Between Metil Etil Keton Exposure And Early Symptoms Of Neurotoxicity Among Footwear Factory Workers (Based On Swedish Q16 Questionnaire)Back Ground. More than 750 chemicals and several classes of chemical compound including organic solvent are suspected to be neurotoxic, but majority of chemicals are never been tested for neurotoxic properties. Organic solvent such as MEK are widely use in footwear industry. Footwear manufacturing is a labour intensive industry, as a result large group of workers are exposed. Organic solvent can cause a chronic toxic encephalopathy in overexposed workers. Because subjective complaint may indicate an encephalopathy, early recognition is important. Swedish Q16 questionnaire is the most commonly used for screening workers who are exposed to organic solvent . The aim of the study was to examine the effect of exposure to MEK on the prevalence of complaints. Further objective were to analyse the influences of sex, education, alcohol consumption, smoking habits, caffeinated beverage, nutriotional status, PPE, length of service, MEK concentration, and Bio-monitoring result.
Method. In a cross sectional study, 123 workers with occupational exposure to MEK were interviewed by means of Swedish Q16 questionnaire. Exposure estimation was made by personal sampling and biological monitoring. Data collecting was conducted from December 2003 to January 2004. The statistical analysis was performed with SPSS 11,5 statistical software.
Result and conclusions. Prevalence of workers with early symptoms of neurotoxicity was 52%. Age (OR 4,07; p 0,001; 95% CI 1,78 - 9,30), Exposure level of MEK (OR 3,68; p 0,001; 95% CI 1,65 - 8,20), and result of biomonitoring (OR 4,17; p 0,000; 95% CI 1,87 - 9,29) showed statistical significant influence on the early symptoms of neurotoxicity.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T 13647
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mujiono
"Pendahuluan: Dampak kesehatan akibat pajanan pelarut organik cukup serius baik yang bersifat akut maupun kronis. Pengendalian lingkungan kelja dan pemantauan kesehatan pekerja harus dilakukan sedini mungkin. Penggantian bahan pelarut organik dengan bahan lain yang lebih aman adalah pilihan terbaik untuk mengurangi dampak pada kesehatan pekelja. Namun pcnggantian bahan pelarut dengan bahan lain dapat berdampak pada proses produksi maupun mutu produksi. Oleh karena itu analisis dampak kesehatan pekelja sedini munglcin menjadi bagian yang sangat penting, sehingga ganggllan kesehatan pekcrja dapat diketahui secara dini untuk dilakukan penanganan.
Metode: Menggunakan metode penelitian potong lintang (Cross-Sectional study). Variabcl bebas adalah kadar MBK di udara tempat kexja dan kadar MEK di dalam air seni. Variabel terikat berupa gangguan kesehatan {penyakit lculit, saluran napas, iritasi mata dan gejala dini gangguan sistem sarat), Data penelitian adalah data primer dan sekunder dari hasil pengukuxan, pemeriksaan dan catatan medis.
Hasil: Kadar MEK di tempat kexja textinggi adalah 249 ppm, sedangkan pajanan terendah adalah 103 ppm. 30,2% responden ditemukan terpajan di alas NAB. Kadar IPB di dalam air scni tcrtinggi adalah 5,21 mg/1, sedangkan hasil terendah adalah 0,01 mg/l. Sebanyak 27,9% responden di atas IPB. Prevalensi gangguan kesehatan peke1ja akibat pajanan pelarut organik MEK adalah: penyakit kuiit (34,9%); penyakit saluran napas (55,8%); iritasi mata (4,7%); dan gejala dini gangguan sistem saraf (44,2%). Prevalensi gangguan kesehatan lebih banyak ditemukan pada pekerja yang terpajan MEK di atas NAB dibandingkan dengan di bawah atau sama dengan NAB.
Kesimpulan: Hasil analisis muitivaliat membuktjkan adanya hubungan yang bermakna antara kadar MEK di udara tcmpat kcrja, kadar MEK di dalam air seni, status gizi dan lama kerja dengan gejala dini gangguan sistem sarai.

Introduction: The effect on health due to the exposure of Methyl Ethyl Ketone organic compound is a serious condition which related to acute and chronic eifccts. Exposure controlling work environments and monitoring the health status of employees must be done properly. Substituting the MEK organic compound with another safer substance is the best solution to reduce the health effect. However, it will give an impact to the product line and quality product. Early health effect detection is an important to find out the possibility of adverse health effect and manage the finding.
Method: Cross-Sectional Study is thc method in this research. The independent variables are the level of MEK in the work place and the level of MEK in the urine. The dependent variables are health effects (skin diseases, respiratory tract, eye irritation and early neurotoxic symptom). The data are taken from the Primary and Secondary Sources that are obtained by conducting a measurement, a physical exam as well as collecting and analyzing the medical records.
Results: The highest level of MBI( in the work place is 249 ppm and the lowest is 103 ppm. There are 30.2% respondents exposed to MEK above the Thresh Hold Limit Value (TLV). The highest Biological Exposure Index (BEI) urine is 5.2lmg/l and the lowest is 0.01 mg/l. There are 27.9% respondents with the level of MEK above the BEI. The prevalence of health effect due to the exposure of MEK is skin diseases (34.9%), 'respiratory tract diseases (55.8%), eye irritation (4.7%) and early neurotoxic symptom (44.2%). The prevalence of health problem is more Hequent to the respondents who are above the TLV than less than the TLV.
Conclusion: Multivariate analysis indicated a significant correlation among MEK, BEI, nutritional status and length of work with early neurotoxic symptom.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T34442
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inneke Magdalena
"LATAR BELAKANG : Para pekerja perempuan yang bekerja dalam pabrik sepatu sangat rawan terhadap pajanan uap pelarut organik, dalam hal ini Methyl Ethyl Ketone (MEK) yang masuk melalui jalur inhalasi. Cleh sebab itu perlu diteliti pengaruhnya terhadap fungsi paru.
METODE : Desain penelitian adalah crass sectional. Data yang dipakai adalah data sekunder hasil pemeriksaan kesehatan pekerja tahun 2002. Sampel diambil dari pekerja perempuan dari departemen yang paling banyak terpajan uap pelarut MEK, dengan data-data lengkap sesuai dengan faktor yang akan diteliti. Kemudian dibandingkan antara pekerja dari dua departemen untuk melihat pengaruh uap pelarut organik berdasarkan kadar uap pelarut di udara tempat kerja.
HASIL DAN KESIMPULAN : Data yang diolah sebanyak 88 kasus. Faktor risiko yang diteliti berkaitan dengan umur, masa kerja dan status gizi. Didapatkan hasil yang tidak bermakna untuk semua faktor risiko lersebut (p.0,05). Hasil penelitian juga tidak menunjukkan adanya hubungan yang bermakna dari pengaruh pajanan uap MEK terhadap fungsi paru.

Influence Of Gas Of Methyl Ethyl Ketone Toward Lung Function Of Female Labor Of Footwear Factory X In Tangerang, 2002BACKGROUND : Female labour, who work at footwear factory, are very fragile toward gas of organic solvent exposure that absorbs through inhalation. This study is performed to analize the influence of gas of Methyl Ethyl Ketone toward lung function.
METHOD : The research uses cross sectional study design with secondary data which is result of labour medical examination in 2002. Samples are female labour from department that mostly expose to gas of MEK whom have complete data. Comparison is also made between two department to analize the influence of gas of organic solvent based on the concentration in working environment air.
RESULT AND CONCLUSION : Total sample are 88 cases. Study is made upon risk
factors as age, working time and nutritional status. Results show there are no relationship between those factors to lung function disorder (p>0,05). There are also no relationship between influence of gas of MEK toward lung function.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T13650
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmaniwati Sulaiman
"Latar belakang. Hubungan antara pajanan timbal ditempat keija dengan peningkatan tekanan darah masih diperdebatkan. Oieh karena itu perlu dilakukan identifikasi faktor pajanan plumbum terhadap hipertensi. Metode. Desain penelitian ialah cross sectional Dengan tujuan untuk mengetahui risiko hipertensi pada pekeija yang terpajan timbal dalam darahnya. Data diambil berdasarkan kuesioner, pemeriksaan tekanan darah dan tinggi/berat badan. Pb darah diperiksa berdasarkan AAS(Atomic Absorption Spectrophotometry)-GV(Graphite Vamis). Penelitian dilaksanakan di antara karyawan yang positif kadar timbal dalam darahnya pada bagian welding dan painting pabrik motor PT X di Jakarta bulan Mei 2007 dengan jumlah responden 101 orang. Hasil. Diperoleh 18 orang penderita hipertensi dari 101 responden yang positif kadar timbal dalam darahnya. Jenis pekeijaan, lama bekerja, kebiasaan merokok, minum kopi, makan ditempat kega, cuci tangan sebelum makan tidak terbukti mempertinggi risiko hipertensi. Sedangkan umur, pendidikan, status gizi, penggunaan alat pelindung diri serta kadar timbal dalam darah berhubungan dengan risiko hipertensi (p<0,25). Berdasarkan hasil analisa multivariat didapatkan bahwa kadar timbal dalam darah yang rendah merupakan faktor protektif terhadap risiko menderita hipertensi 2,27 kali lipat dibandingkan yang kadar timbal tinggi [p=0,19 OR 2,27; 95%interval kepercayaan (CI) 0,66-7,78]. Kesimpulan. Dari penelitian ini didapatkan pajanan kronis timbal dalam darah tidak meningkatkan risiko terjadinya hipertensi pada pekeija yang terpajan timbal. Kadar timbal yang rendah memperkecil risiko menderita hipertensi.

Background. To assess the relation between occupational lead exposure and elevated blood pressure was debated. Therefore, it is beneficiary to identify the risk factors. Methods. This study used cross sectional. To know the risk factor for hypertension in responden who had blood lead Data were collected by using questionaire, including standard measurement of blood pressure, body height/weight, and blood lead was analyzed by AAS (Atomic Absorption Spectrophotometry)-GV(Graphite Varnis). This study was conduted on 101 responden who work in welding or painting of motorcycle factory in Jakarta. Results. Among 101 blood lead positive, there were 18 responden with hypertension. After considering all posible confounding variables, multivariate regression analyses demonstrated that age, education, body mass index, and masker used was not significant predictor for hypertension. And the blood lead low level (<3,99pg/dl) is protective factor for hypertension risk[p=0,19 OR 2,27; 95%interval kepercayaan (CI) 0,66-7,78]. Conclusions. The present study suggest that long term lead exposure, blood lead level, was not related to blood pressure change among workers who had been exposed at work to occupational lead. And the blood lead low level (<3,99pg/dl) is protective factor for hypertension risk."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2007
T59062
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panggabean, Christianti Asrida
"Latar belakang: Bahan perekat/lem merupakan bahan utama yang digunakan untuk merekatkan bagian-bagian dari sepatu dalam proses industri alas kaki. Pelarut organik yang terkandung di dalam bahan perekat dapat mempengaruhi kesehatan antara lain iritasi mata yang kemudian menjadi konjungtivitis. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara pajanan uap pelarut organik dengan terjadinya konjungtivitis dan keluhan iritasi mata serta faktor-faktor yang berhubungan pada pekerja laki-laki industri alas kaki sektor informal, Kecamatan Ciomas,Bogor.
Metode penelitian : Penelitian ini menggunakan disain cross sectional. Data dikumpulkan dengan melakukan wawancara, pengamatan dan pengukuran lingkungan serta pemeriksaan kesehatan mata pekerja. Wawancara digunakan untuk mengumpulkan data mengenai demografi, riwayat penyakit, keluhan pada mata, kebiasaan merokok, sedangkan pengamatan dilakukan untuk mengumpulkan data tentang pemakaian APD saat bekerja, merokok sambil bekerja dan intensitas pajanan. Indentifikasi jenis pelarut organik dilakukan dengan menganalisis kandungan dan proporsi jenis pelarut organik pada kedua jenis bahan perekat kemudian dilakukan penilaian skoring berdasarkan parameter konsentrasi, daya uap dan daya iritasi. Pelarut dengan skor tertinggi dijadikan pajanan utama untuk dilakukan pemeriksaan kadamya di lingkungan kerja. Pemeriksaan mata dilakukan untuk mendiagnosis konjungtivitis berdasarkan gejala dan tanda Minis sedangkan keluhan iritasi mata berdasarkan gejala klinis. Terhadap semua variabel dilakukan uji bivariat menggunakan tes CM square atau Mann-Whitney dan kemudian variabel yang rnempunyai nilai p<0,25 dilakukan uji multivariat menggunakan Regresi Logistic Binary
Hasil : Berdasarkan penilaian skoring terhadap konsentrasi, daya uap, daya iritasi masingmasing pelarut organik didapatkan bahwa toluen merupakan pajanan utama. Didapatkan bahwa prevalensi konjungtivitis 10% dan keluhan iritasi mata 21,6 %. Dari hasil analisis mutivariat didapatkan bahwa variabel yang paling berhubungan dengan keluhan iritasi mata adalah intensitas pajanan. Kelompok responder yang terpajan tinggi mempunyai risiko 4,6 kali lebih besar untuk terjadinya keluhan iritasi mata dibandingkan kelompok dengan pajanan rendah (OR=4,6; p=0,004; CI=1,65-12,84)
Kesimpulan dan Saran : Hasil penelitian menunjukkan bahwa intensitas pajanan toluen berhubungan dengan terjadinya iritasi mata. Perbaikan sistem dan pola kerja termasuk pelatihan kepada tenaga kerja perlu dilakukan.

Glue, the main substance in shoes industry, is widely used to assemble shoe parts. Organic solvent contained in glue influence worker's health such as eye irritation/conjunctivitis. The aim of this study was to know the relation between exposure of organic Solvent Fume with Conjunctivitis and Eye Irritation among men workers in shoes industry (informal sector) at Ciomas District, Bogor.
Method
The study design was a cross-sectional study which data was collecteu by using questionnaire, field observation, measurement of workplace environment and eye examination. Interview and their questionnaire were used to collect data about demography, health and smoking habits of the workers. Observations were used to know habitually in their being duties. The identification of organic solvent was done by
analyzing the content of two kinds glues and the/: scoring them based on the solvent concentration, volatility and irritably in the eye. The organic solvent which had the highest
score was chosen to be main exposure in this study. Eye examination was done to diagnose conjunctivitis on the basis of clinical symptoms and signs while eye irritation was determined by clinical symptoms. All variable were bivariate tested by using Chi-square test or Mann-Whitney test. The variables which have p value < 0.25 were included into multivariate analysis by using binary logistic regression.
Result
Based on the assessment of substance concentration, volatility and irritably, it was found that toluene was the main exposure organic solvent. It was found that prevalence of conjunctivitis was 10% and eye irritation was 21.6%. Multivariate analysis shows that the most related variable to the eye irritation was exposure intensity. Workers who were high exposed to toluene have 4.6 times more risk to get eye irritation than those who were low exposed (OR =4.6; p=0.006; CI=1.65-12.8)
Conclusion
This study shows that toluene exposure intensity have a relation with the prevalence of eye irritation. Improving system and activity of work are necessary including training for workers.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T21138
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>