Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 145528 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yusharmen
"Penelitian kasus kontrol telah dilakukan terhadap 520 jamaah haji pada 17 kabupaten/ kotamadya di Indonesia, yang Baru kembali dari perjalanan haji dari Arab Saudi tahun 1996. Penelitian bertujuan ingin mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian "carrier" nasofaring Neisseria meningitidis pada jamaah haji. Adapun variabel penelitian, meliputi; karakteristik jamaah haji, seperti; usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, asal daerah, status vaksinasi meningitis dan pengetahuan jamaah haji tentang Meningitis meningokokus. Disamping itu, variabel lain yang diteliti, seperti; kepadatan hunian jamaah haji di pondokan kota Madinah dan Makkah, kebiasaan pemakaian masker, pencarian pengobatan, riwayat gejala pilek dan batuk ketika di Arab Saudi. Hasil penelitian menunjukan beberapa variabel faktor risiko berhubungan bermakna secara statistik dengan kejadian "carrier" nasofaring Neisseria meningitidis, yaitu; riwayat gejala batuk/sakit tenggorokan ( OR = 7,05 ); kebiasaan pemakaian masker ( OR = 4,72 ); kepadatan hunian jamaah haji satu kamar di kota Makkah ( OR = 1,40 ); tingkat pengetahuan tentang Meningitis meningokokus ( OR = 2,46). Dari analisis regresi logistik multivariat sebagai variabel dominan adalah riwayat gejala batuk/ sakit tenggorokan. Informasi hasil dari penelitian diharapkan bermanfaat masyarakat yang akan menunaikan ibadah haji atau berpergian ke negara endemis Meningitis meningokokus, asupan bagi penentu kebijakan dalam peningkatan upaya pencegahan dan penanggulangan penyebaran kuman penyebab Meningitis meningokokus di Indonesia. Disamping itu, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dalam pendekatan studi analitik terhadap faktor risiko yang berhubungan kejadian "carrier" nasofaring Neisseria meningitidis pada jamaah haji Indonesia dan diharapkan dapat sebagai rujukan penelitian lanjutan dengan ruang lingkup yang lebih luas dan mendalam.

Case control study has been conducted among 52U Indonesian pilgrims, who just returning from Saudi Arabia( 1996 ) in 17 Regencies/ Municipalities in Indonesia. The purposes of the study to get the factors related with the carrier nasopharynx Neisseria meningitidis. The following are the variables used in the study: roommates density in Madinah and Makkah, habits of using masker, health seeking behavior, histories of cough or common cold in Saudi Arabia. In addition, the following variables are included individual characteristics, such as : age, sex, education, job, residence, vaccination status, knowledge on Meningitis meningoccocal. It is shown as the result of the study, some factors are statistically significant related with the carrier nasopharynx Neisseria meningitidis, such as; cough history( OR = 7,05 ); using masker( OR = 4,72 ); average roommates density in Makkah( OR = 1,40 ); the knowledge level on meningitis meningoccal( OR = 2,46 ). Base on the logistics regression multivariate analysis, the dominant factor is cough history. It is concluded that this study is useful for the people who fill like going for hajj mission. Besides it can be used as reference for health authority on meningitis meningoccocal prevention program. It is also suggested that the study might be increased the analytic approach for others studies in the same field especially the factors related with the carrier nasopharynx Neisseria meningitidis among Indonesia pilgrims."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Regina Tiolina Sidjabat
"Setiap tahun, kurang Iebih 200.000 jemaah haji Indonesia menunaikan ibadah haji.. Hingga saat ini,angka mortalitas haji Indonesia masih tinggi, kcmatian pada kelompok usia lanjut lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelompok jemaah lainnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penyakit pemafasan yang sudah diidap sebelum ibadah haji terhadap kematian jemaah usia lanjut Indonesia pada musim haji 1428 H(2007 - 2008). Subyek pcnelitian ini adalah 42.885 jemaah usia lanjut Indonesia,dengan 311 kasus kematian. Desain penelitian kohort retrospektiiimasa pcngamatan 68 hari sejak 17 November - 23 Januari 2008. Analisis mcnggunakan Iogistik regresi ganda.
Jemaah yang sudah mengidap penyakit pemafasan sebelum ibadah haji secara statistik berpengaruh secaza bermakna tcrhadap kematian jemaah usia lanjut Indonesia (RR= 2,57 ; 95% CI:l,60 - 4,13 ; nilai p=0,00 ). Insiden kematian jemaah pcngidap penyakit pemafasan (2,00%),sedang.ka.': yang tidal; mengidap penyakit pernafasaan sebesar (0,'70%). Jemaah yang mengidap penyakit serebrovaskular mempunyai risiko kematian 2,10 kali dibandingkan jemaah yang tidak mengidap penyakit serebrovaskular (95%CI: 1,44 - 3,04 ; nilai p=0,00). Sedangkan jemaah yang mengidap penyakit endokrin dan metabolik mempunyai risiko kematian 2,05 kali lebih tinggi dibandingkan jemaah yang tidak mengidap penyakit endokrin dan metabolik (95%CI: 1,37 - 3,06 ;nilai p=0,00).
Data rawat jemaah JI-II di Arab Saudi menyebutkan bahwa alasan terbanyak JHI untuk berobat dan dirawat adalah karena penyakit pemafasan. Karena penyakit pemafasan yang berisiko tinggi kematian berkisar 40% pada usia lanjut adalah pneumonia,dan mengingat tahun 1428 H adalah musim dingin, kemungkinan besar JI-II usia lanjut wafat disebabkan oleh pneumonia Hanya saja data rekam medik .THI tidak lengkap untuk menjelaskan keadaan tersebut.
Karakteristik individual jemaah haji yang berkontribusi terhadap kematian adalah faktor usia, jenis kelamin, gelombang pemberangkatann. JH1 dengan usia 2 80 tahun mempunyai risiko kematian 5,10 kali Iebih tinggi (95% Cl : 3,38 - 7,67 ; nilai p 0,00) dibandingkan dcngan jemaah berusia 60-69 tahun, Jemaah berusia 70 - 79 tahun mempunyai risiko kematian 2,13 kali Iebih tinggi (95%CI: 1,88 - 2,67; nilai 0,00). Jemaah laki-Iaki yang berusia 260 tahlm berisiko untuk wafat 1,88 kali (95% CI:I,48 - 2,37 nilai p 0,00) dibandingkan dcngan jemaah perempuan. Jemaah yang tiba lebih awal dengan gelombang pemberangkatan I mempunyai risiko untuk wafat Iebih tinggi 1,31 kali (95% CI: 1,05 - 1,64 ; nilai p 0,02) dibandingkan jemaah yang diberangkatkan dengan gelombang II.
Saran penelitian adalah agar jemaah pengidap penyakit pemafasan, khususnya PPOK menghentikan kebiasaan merokok, melakukan Iatihan pemafasan, dan diberi pengetahuan tentang penyakit-penyakit yang kemungkinan diderita. Perlu diberikan pelatihan pembekalan khusus untuk para dokter dalam deteksi dini, diaglosis dan penanganan penyakit yang tcpan Juga dianjurkan pemeriksaan faal pam berkala dengan spirometer khususnya calon jemaah yang mengidap asthma dan PPOK.

Annually, about 200.000 Indonesian pilgrims come to perform the ritual Haji.'I`ilI now, mortality rate of Indonesian pigrims is still high , and old age death is relative higher compared to group pilgrims of other age. The aim ofthe study is to know the iniluence of respiratory disease that is suffered before pilgrimace to the number of the d th of old Indonesian hajj pilgrims in haji season 1428 H (2007 - 2008). This study conducted 42.885 old Indonesian pilgrims with 311 numbers of death. The study design is retrospective cohort, to observe subject about 58 days from 17 November 2007 to 23 January 2008. The method used in this study is multiple logistic regressions.
The influence of respiratory disease that is suffered before pilgrimage has statistic significantly to the death of old Indonesian pilgrims in hajj season 1428 H ( RR= 2,57 ; 95% CI:1,60 - 4,13 ; p value =0,00).The incidence mortality rate in pilgrims who have a respiratory disease that is suffered before pilgrimace (2,00%) is much the same to pilgrims in normal health condition (0,70 %). Pilgrims who have cerebrovascular disease have 2,10 times risk of death (95%CI: 1,44 - 3,04 ; p value 0,00), and pilgrims who have endocrine and metabolic disease have 2,05 times tisk of death ( 95% CI : 1,37 - 3,06 ; p value 0,00).
From data which is taken by taking care of Indonesian pilgrims in Arab Saudi mention that mostly the reason to cure and taken care of Indonesian pilgrims is because of respiration system disease. Because respiration disease which has a high risk of death approximately 40% for the elderly people is pneumonia and to keep in mind that 1428 H is winter time it’s quite possible that old age Indonesian pilgrims pass away caused by pneumonia. But record data medic Indonesian pilgrims is incomplete to explain that situation.
Individual characteristic of hajj pilgims factors that contribute to the death of ordinary old age Indonesian hajj pilgirns are age, sex, and length of stay in Arab Saudi. The pilgrims of the ages 2 80 years have 5,10 times higher risk of death ( 95% CI : 3,38 - 7,67 ; p value 0,00) compared to the pilgrims of 60 to 69 years old. The pilgrims of 70 to 79 years old have 2,13 times risk of death (95%CI: 1,88 - 2,67; p value 0,00). The men of the ages 2 60 years have 1,88 times risk of death ( 95% CI: 1,48 - 2,37 ; p value 0,00) compared to the women. Pilgrims who arrived earlier in the iirst tum have 1,31 times higher risk of death (95% CI: 1,05 - 1,64 ; p value 0,02) compared to those who arrive in the second tum.
The suggestion is in order that pilgrims who have respiratory disease that is suifered before pilgrimage, especially with COPD is to stop the habit of smoking, conduct exhalation practice, and given the science of diseases that will possible be suifered. Special trainning must be given to doctors in early detection, diagnosis and handling disease correctly. Also is suggested that physiological respiratory examination must carried out periodically with spirometer especially pilgrim candidate with asthma bronchiale and COPD.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
T34233
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Adi Radityo Prabowo
"Latar Belakang : Major Adverse Cardiac Events (MACE) adalah penyebab penting morbiditas dan mortalitas perioperatif pasien usia lanjut yang menjalani operasi non kardiak. Geriatric Sensitive Cardiac Risk Index diketahui memiliki akurasi yang baik dalam memprediksi kejadian henti jantung dan infark miokardium pada usia lanjut yang menjalani operasi non kardiak. Namun, belum pernah dilakukan uji performa index tersebut di Indonesia dengan perbedaan karakteristik usia dan komorbiditas yang berbeda.
Tujuan: Mengetahui performa index GSCRI dalam memprediksi kejadian MACE (Major Adverse Cardiac Event) pada pasien usia lanjut yang menjalani operasi non kardiak dengan karakteristik usia lanjut pada populasi geriatri Indonesia.
Metode : Studi retrospektif berbasis uji prognostik dengan data rekam medis pasien usia > 60 tahun yang menjalani operasi non kardiak di poliklinik perioperatif dan rawat Inap Gedung A yang menjalani operasi pada tahun 2021-2022 di RSCM dengan memasukkan data-data determinan sesuai kalkulator GSCRI dengan luaran berupa persentase kejadian dan dilihat luaran berupa henti jantung dan infark miokardium pasca operasi. Studi ini dianalisa dengan uji diskriminasi dengan Area Under the Curve (AUC).
Hasil : Analisa dilakukan pada 225 subjek dengan median usia 65 tahun dengan proporsi MACE sebesar 3.1% (7 subjek) yang mengalami kejadian MACE pasca pembedahan non kardiak. Performa diskriminasi yang baik (AUC 0.888, IK95% 0.831-0.944).
Kesimpulan : Index GSCRI memiliki performa diskriminasi baik dalam memprediksi kejadian MACE pasien usia lanjut yang menjalani pembedahan non kardiak.

Background : Major Adverse Cardiac Events (MACEs) is an important cause of perioperative morbidity and mortality in elderly patients undergoing non-cardiac surgery. The Geriatric Sensitive Cardiac Risk Index is known to have good accuracy in predicting cardiac arrest and myocardial infarction in the elderly undergoing non-cardiac surgery. However, this performance index has never been tested in Indonesia with different age characteristics and different comorbidities.
Objective: We aimed to determine the performance of the GSCRI index predicting the incidence of MACE (Major Adverse Cardiac Event) in elderly patients undergoing non-cardiac surgery with elderly characteristics in the Indonesian geriatric population.
Methods : Retrospective study based on prognostic test with medical record data of patients aged > 60 years who underwent non-cardiac surgery at the perioperative outpatient and inpatient who underwent surgery in 2021-2022 at RSCM by entering determinant data according to the GSCRI calculator with outcomes form of cardiac arrest and myocardial infarction postoperative. This study was analyzed by discrimination test with Area Under the Curve (AUC).
Results : The analysis was carried out on 225 subjects with an median age of 65 years with a proportion of MACE of 3.1% (7 subjects) who experienced MACE events after non-cardiac surgery. GSCRI had good discrimination performance (AUC 0.888, CI95% 0.831-0.944).
Conclusion: GSCRI index has good discriminatory performance in predicting the incidence of MACE in elderly patients undergoing non-cardiac surgery.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Katharina Setyawati Sutrisno
"Latar Belakang:  Penggunaan PD hanya 2-11% dari total terapi pengganti ginjal, dengan angka drop out PD sebesar 35% setiap tahun. Faktor-faktor yang ingin diteliti yaitu faktor yang berpengaruh dengan kejadian drop out pada penderita penyakit ginjal kronik stadium 5 dengan Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD)  yaitu: usia, tingkat pendidikan, riwayat peritonitis, infeksi exit site dan/ tunnel, hipoalbumin, diabetes melitus, hipertensi, obesitas, hiperkalemia, teknik pemasangan, fungsi ginjal sisa, dan besarnya unit CAPD.

Tujuan: Mempelajari pengaruh usia, tingkat pendidikan, peritonitis, infeksi exit site dan tunneling, hipoalbumin, hipokalemia, diabetes melitus, hipertensi, obesitas, tehnik pemasangan, penurunan fungsi ginjal sisa dan besarnya unit CAPD terhadap kejadian drop out pada penderita penyakit ginjal kronik stadium 5 dengan CAPD. Menghasilkan model prediksi kejadian drop out pada penderita penyakit ginjal kronik stadium 5 dengan CAPD.

Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif dengan subjek penelitian pasien dengan penyakit ginjal kronik stadium 5 dengan CAPD di RSUPN dr Cipto Mangunkusumo, RS Fatmawati dan RSUD Syamsudin SH periode Januari 2017 hingga Mei 2023. Data diambil dari rekam medis, sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Performa pengembangan model prediksi kejadian drop out dilakukan dengan menentukan nilai kalibrasi (uji Hosmer-Lameshow) dan diskriminasi.

Hasil Penelitian: Didapatkan 293 pasien yang telah memenuhi kriteria dan dapat dianalisis. Dari hasil multivariat didapatkan usia mulai CAPD  ≥ 55 tahun HR 1,687 (95% IK 1,095 – 2,598); p=0,018, diabetes melitus HR 1,497 (95% IK 1,005 – 2,229); p=0,047,  fungsi ginjal sisa ≤ 200 ml HR 1,960 (95% IK 1,349 – 2,846); p= <0,0001 dan hipoalbumin HR 1,510 (95% IK 1,046 – 2,180); p=0,028 bermakna mempengaruhi kejadian drop out pada pasien penyakit ginjal kronik dengan CAPD.

Simpulan: Usia mulai CAPD ≥ 55 tahun, diabetes melitus, fungsi ginjal sisa ≤ 200 ml dan hipoalbumin merupakan faktor yang berhubungan secara bermakna dengan drop out pasien penyakit ginjal kronik stadium 5 yang menjalani CAPD. Model prediksi kejadian drop out pada pasien penyakit ginjal kronik stadium 5 yang menjalani CAPD berdasarkan faktor prediktor diatas memiliki kualitas kalibrasi dan diskriminasi yang cukup.

Kata kunci: CAPD; drop out, model prediksi.

Latar Belakang:  Penggunaan PD hanya 2-11% dari total terapi pengganti ginjal, dengan angka drop out PD sebesar 35% setiap tahun. Faktor-faktor yang ingin diteliti yaitu faktor yang berpengaruh dengan kejadian drop out pada penderita penyakit ginjal kronik stadium 5 dengan Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD)  yaitu: usia, tingkat pendidikan, riwayat peritonitis, infeksi exit site dan/ tunnel, hipoalbumin, diabetes melitus, hipertensi, obesitas, hiperkalemia, teknik pemasangan, fungsi ginjal sisa, dan besarnya unit CAPD.

Tujuan: Mempelajari pengaruh usia, tingkat pendidikan, peritonitis, infeksi exit site dan tunneling, hipoalbumin, hipokalemia, diabetes melitus, hipertensi, obesitas, tehnik pemasangan, penurunan fungsi ginjal sisa dan besarnya unit CAPD terhadap kejadian drop out pada penderita penyakit ginjal kronik stadium 5 dengan CAPD. Menghasilkan model prediksi kejadian drop out pada penderita penyakit ginjal kronik stadium 5 dengan CAPD.

Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif dengan subjek penelitian pasien dengan penyakit ginjal kronik stadium 5 dengan CAPD di RSUPN dr Cipto Mangunkusumo, RS Fatmawati dan RSUD Syamsudin SH periode Januari 2017 hingga Mei 2023. Data diambil dari rekam medis, sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Performa pengembangan model prediksi kejadian drop out dilakukan dengan menentukan nilai kalibrasi (uji Hosmer-Lameshow) dan diskriminasi.

Hasil Penelitian: Didapatkan 293 pasien yang telah memenuhi kriteria dan dapat dianalisis. Dari hasil multivariat didapatkan usia mulai CAPD  ≥ 55 tahun HR 1,687 (95% IK 1,095 – 2,598); p=0,018, diabetes melitus HR 1,497 (95% IK 1,005 – 2,229); p=0,047,  fungsi ginjal sisa ≤ 200 ml HR 1,960 (95% IK 1,349 – 2,846); p= <0,0001 dan hipoalbumin HR 1,510 (95% IK 1,046 – 2,180); p=0,028 bermakna mempengaruhi kejadian drop out pada pasien penyakit ginjal kronik dengan CAPD.

Simpulan: Usia mulai CAPD ≥ 55 tahun, diabetes melitus, fungsi ginjal sisa ≤ 200 ml dan hipoalbumin merupakan faktor yang berhubungan secara bermakna dengan drop out pasien penyakit ginjal kronik stadium 5 yang menjalani CAPD. Model prediksi kejadian drop out pada pasien penyakit ginjal kronik stadium 5 yang menjalani CAPD berdasarkan faktor prediktor diatas memiliki kualitas kalibrasi dan diskriminasi yang cukup.


Background: The total use of PD is only 2-11% of total renal replacement therapy, with technique failure causing PD drop out by 35% annually. Factors associated with Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) dropout in patients with stage 5 chronic kidney disease consist of age, education level, history of peritonitis, exit site and/or tunnel infection, hypoalbumin, diabetes mellitus, hypertension, obesity, hyperkalemia, implantation technique, residual kidney function, and the size of the CAPD unit.

Purpose: This study aims to see the effect of age, education level, peritonitis, exit site infection and tunneling, hypoalbumin, hypokalemia, diabetes mellitus, hypertension, obesity, operation technique, decreased residual kidney function, and CAPD unit size on the incidence of drop out in patients with stage 5 chronic kidney disease with CAPD, creating a predictive model for the incidence of drop out in patients with stage 5 chronic kidney disease with CAPD.

Methods: This study was a retrospective cohort study using data from patients with stage 5 chronic kidney disease with CAPD at RSUPN dr Cipto Mangunkusumo and RSUD Syamsudin SH for the period January 2017 to May 2023. Data were taken from medical records, according to inclusion and exclusion criteria. The performance of the development of the drop out prediction model is carried out by determining the calibration value (Hosmer-Lameshow test) and monitoring.

Results: A total of 293 patients who met the criteria and could be analyzed were obtained. From the multivariate analysis, it was found that age at the start of CAPD  ≥ 55 years old  had a hazard ratio (HR) of 1.687 (95% CI 1.095 – 2.598); p=0.018, diabetes mellitus had a HR of 1.497 (95% CI 1.005 – 2.229); p=0.047, residual kidney function ≤ 200 ml had a HR of 1.960 (95% CI 1.349 – 2.846); p < 0.0001, and hypoalbuminemia had a HR of 1.510 (95% CI 1.046 – 2.180); p=0.028, all significantly influencing the occurrence of dropouts in patients with chronic kidney disease undergoing CAPD.

Conclusion: Age at the start of CAPD  ≥ 55 years old, diabetes mellitus,  residual kidney function ≤ 200 ml, and hypoalbuminemia are factors significantly associated with dropout occurrences in stage 5 chronic kidney disease patients undergoing CAPD. The predictive model for dropout occurrences in stage 5 chronic kidney disease patients undergoing CAPD based on the above predictor factors demonstrates moderate calibration and discrimination quality."

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Riahdo Juliarman
"Latar Belakang: Penyakit ginjal diabetik (PGD) merupakan salah satu penyebab terbanyak penyakit ginjal kronik tahap akhir. Podositopati sebagai gambaran dini PGD dapat ditandai oleh adanya protein spesifik podosit (nefrin dan podosin) di urin. Asymmetric dimethylarginine (ADMA) merupakan penanda disfungsi endotel yang diketahui meningkat pada hiperglikemia serta berhubungan dengan albuminuria dan progresivitas kerusakan ginjal. Mekanisme terjadinya gangguan ginjal akibat disfungsi endotel belum sepenuhnya diketahui. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi ADMA plasma dengan kadar nefrin, podosin, dan rasio podosin nefrin (RPN) urin pada pasien PGD. Metode: Studi potong lintang dilakukan terhadap pasien PGD pada dua rumah sakit di Jakarta sepanjang periode April sampai Juni 2023. Dilakukan pengumpulan data karakteristik subjek, riwayat penyakit dan pengobatan, serta data laboratorium yang relevan. Pemeriksaan ADMA dilakukan dengan metode liquid chromatography dari darah, sedangkan nefrin dan podosin dilakukan dengan metode ELISA dari urin. Uji korelasi dilakukan untuk menilai hubungan ADMA dengan nefrin, podosin, dan RPN. Regresi linier dilakukan untuk menilai pengaruh variabel perancu terhadap hubungan tersebut. Hasil: Dari data 41 subjek yang dianalisis ditemukan rerata ADMA 70,2 (SD 17,2) ng/mL, median nefrin 65 (RIK 20-283) ng/mL, dan median podosin 0,505 (RIK 0,433-0,622) ng/mL. Ditemukan korelasi bermakna antara ADMA dengan nefrin (r=0,353; p=0,024) dan korelasi bermakna antara ADMA dengan RPN (r=–0,360; p=0,021). Tidak ditemukan korelasi bermakna antara ADMA dengan podosin (r=0,133; p=0,409). Analisis multivariat menunjukkan indeks massa tubuh sebagai faktor perancu. Simpulan: Terdapat korelasi positif lemah antara ADMA dengan nefrin urin dan korelasi negatif lemah antara ADMA dengan RPN urin pada pasien PGD. Tidak ditemukan korelasi antara ADMA dengan podosin urin.

Background: Diabetic kidney disease (DKD) is the leading cause of end-stage kidney disease, and podocytopathy is an early manifestation of DKD characterized by the urinary excretion of podocyte-specific proteins, such as nephrin and podocin. Asymmetric dimethylarginine (ADMA), a biomarker of endothelial dysfunction, is associated with progressive kidney dysfunction. However, the mechanism of endothelial dysfunction in DKD progression is unclear. Objectives: The aim of this study was to investigate the correlations of ADMA levels with nephrin, podocin, and the podocin nephrin ratio (PNR) in DKD patients. Methods: A cross-sectional study of 41 DKD outpatients was performed in two hospitals in Jakarta from April to June 2023. The collected data included the subjects’ characteristics, histories of disease and medication, and relevant laboratory data. Serum ADMA was measured using liquid chromatography, while urinary podocin and nephrin were measured using the enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) method. A correlation analysis was performed to evaluate the correlation of ADMA with nephrin, podocin, and PNR. Regression analysis was performed to determine confounding factors. Results: The mean value of ADMA was 70.2 (SD 17.2) ng/mL, the median for nephrin was 65 (20-283 ng/mL), and the median of podocin was 0.505 (0.433-0.622) ng/mL. ADMA correlated significantly with nephrin (r = 0.353, p = 0.024) and PNR (r = -0.360, p = 0.021), but no correlation was found between ADMA and podocin (r = 0.133, p = 0.409). The multivariate analysis showed that body mass index was a confounding factor. Conclusion: This study revealed weak positive correlations between ADMA and urinary nephrin, and weak negative correlations between ADMA and PNR in DKD patients. No correlation was found between ADMA and urinary podocin.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hana Karina
"Chronic kidney disease adalah suatu kondisi kerusakan ginjal atau seseorang dengan nilai eGFR kurang dari 60 ml/min/1.73m2 pada setidaknya dua kali pemerikasaan klinis dengan rentang waktu 90 hari. Metode UUO merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk hewan uji model chronic kidney disease. Salah satu mekanisme UUO dalam menggambarkan kondisi CKD pada hewan uji adalah melalui pembentukan ROS secara molekuler. Ekstrak etanol daun binahong diketahui memiliki senyawa antioksidan berupa kuersetin yang dapat melindungi ginjal dari kerusakan. Penelitian tentang efek pemberian ekstrak etanol daun binahong pada tikus model UUO masih jarang diakukan. Tujuan dilakukan percobaan kali ini adalah membuat hewan model UUO dan mengetahui dosis optimum dari ekstrak etanol daun binahong berdasarkan nilai serum kreatinin. Hewan yang digunakan pada percobaan kali ini adalah tikus galur Sparague-dawley sebanyak 21 ekor yang dibagi kedalam 7 kelompok, yaitu kelompok normal, kontrol negatif, kontrol positif, kontrol pembanding, kelompok dosis 1, kelompok dosis 2, kelompok dosis 3. Parameter serum kreatinin diketahui setalah perlakuan UUO dan pemberian bahan uji dilakukan selama 14 hari. Dosis 150 mg/kg BB sebagi kelompok dosis 2 memiliki kemampuan yang optimum dalam mengurangi nilai serum kreatinin pada hewan model UUO.

Chronic kidney disease is a condition of kidney damage or someone with an eGFR value of less than 60 ml/min/1.73m2 at least twice the clinical examination with a span of 90 days. The UUO method is one method that can be used for animal models of chronic kidney disease. One mechanism of UUO in describing CKD conditions in test animals is through molecular formation of ROS. The ethanol extract of binahong leaves is known to have antioxidant compounds in the form of quercetin which can protect the kidneys from damage. Research on the effects of the administration of binahong leaf ethanol extract in UUO model mice is still rarely conducted. The purpose of this experiment is to make an animal model of UUO and find out the optimum dose of binahong leaf ethanol extract based on serum creatinine values. The animals used in this experiment were Sparague-Dawley strain rats with 21 animals divided into 7 groups, namely normal group, negative control, positive control, comparison control, dose group 1, dose group 2, dose group 3. Serum creatinine serum parameters it is known after the UUO treatment and the provision of test material carried out for 14 days. The dosage of 150 mg/kg body weight as group 2 has the optimum ability to reduce serum creatinine values in animal models of UUO."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Jefri Hasurungan
"Hipertensi merupakan penyakit kronik akibat gangguan sistem sirkulasi darah telah menjadi masalah besar bagi kesehatan masyarakat. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 menyebutkan bahwa penyakit sirkulasi ini pada kelompok umur 45-60 tahun mencapai 20.9%, sedang pada umur diatas 60 tahun angka ini mencapai 29.5%. Demikian juga pada tahun 1995 penyakit sirkulasi menduduki urutan pertama-penyebab kematian pada lansia, yakni sebesar 18.9%.
Penelitian pendahuluan terhadap 90 lansia di Kota Depok pada tahun 2001 didapatkan proporsi hipertensi sebesar 50.0%, dan berdasarkan jenis kelamin pada laki-laki sebesar 41.9%, sedang pada perempuan 57.4%, dan angka ini jauh lebih besar dari prevalensi hipertensi yang ditetapkan oleh Depkes RI (20-30%) untuk lansia di tahun 2000.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan hipertensi pada lansia di Kota Depok. Sampel dalam penelitian sebanyak 310 orang lansia (181 perempuan dan 129 laki-laki) berumur 55-93 tahun, dimana pengambilan sampel dilakukan secara rancangan stratifikasi proporsional di 4 wilayah puskesmas dari 24 puskesmas yang ada di Kota Depok.
Penelitian ini melihat hubungan antara umur, jenis kelamin, riwayat keluarga, konsumsi natrium, konsumsi lemak, konsumsi kalsium, IMT, merokok, stress, aktivitas fisik, dan faktor sosial ekonomi (status perkawinan, status pendidikan, status pekerjaan, dan penghasilan keluarga), dengan hipertensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi pada responden di Kota Depok sebesar 57.4%. Persentase ini lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian sebelumnya.
Berdasarkan analisis multivariat didapatkan hasil sebagai berikut: responden yang berumur 70 tahun berpeluang mendapat hipertensi 2.97 kali (95% CI: 1.3640-6.4610; p=0.0061) dibandingkan yang berumur 55-59 tahun, responden yang berumur 65-69 tahun berpeluang mendapat hipertensi 2.45 kali (95% CI: 1.2517-4.8134; p=0.0090) dibandingkan yang berumur 55-59 tahun dan responden yang berumur 60-64 tahun berpeluang mendapat hipertensi 2.18 kali (95% CI: I.0971-4.3350; p=0.0261) dibandingkan yang berumur 55-59 tahun. Responden yang mempunyai riwayat keluarga hipertensi berpeluang mendapat hipertensi 1.97 kali (95% CI: 1.0816-3.5997) dibandingkan yang tidak punya riwayat keluarga hipertensi. Responden dengan derajat stres tinggi berpeluang mendapat hipertensi 3.02 kali (95% CI: 1.5262-6.0087; p=0.0015) dibandingkan yang derajat stres rendah, dan responden dengan derajat stres sedang berpeluang mendapat hipertensi 2.47 kali (95% CI: 1.3594-4.4900; p=0.0030) dibandingkan yang derajat stres rendah. Responden dengan aktivitas kurang berpeluang mendapat hipertensi 2.73 kali (95% CI: 1.6296-4.5649; p=0.0001) dibandingkan yang aktivitas cukup. Dan responden yang tidak kawin berpeluang mendapat hipertensi 2.07 kali (95% CI: 1.1414-3.7561;p=0.0166) dibandingkan yang kawin. Selanjutnya disimpulkan bahwa dari kelima variabel tersebut, derajat stres tinggi merupakan variabel yang paling dominan berhubungan dengan hipertensi.
Berdasarkan faktor-faktor yang berhubungan secara signifikan dengan hipertensi, pada penelitian di atas, maka faktor yang dapat diintervensi adalah aktivitas fisik dan stres.
Oleh karenanya sehubungan dengan faktor di atas, serta tingginya angka kejadian hipertensi pada lansia, maka saran yang dapat diberikan kepada Dinas Kesehatan Kota Depok serta jajaran di bawahnya, adalah meningkatkan program promosi penanggulangan hipertensi pada lansia melalui kegiatan latihan fisik berupa senam terapi 2 kali seminggu dan gerak jalan pagi, serta melakukan pembinaan mental/ kerohanian. Perlu diperhatikan untuk membentuk kelompok-kelompok lansia baru, terutama untuk komunitas yang sosial-ekonominya rendah.

Hypertension is a chronic disease, it caused to the problem on blood circulation system, and it has become a big problem to public health. Based on the Household Health Survey (SKRT) in 1995 mentioned that this disease at age group 45-60 years reach 20.9%, while at age over than 60 years this number reach 29.5%. It was also in 1995; this disease lies at the first line of death on elderly, i.e. 18.9%. The previous study to 90 elderly at Depok City in 2001, it was found that the proportion was 50.0%, and based on male it was 41,9%, while on female 57,4%, and this number was bigger than hypertension prevalence that stated by MOH RI (20-30%) for elderly in 2000.
The objective of this study was to determine the factors that estimated related to hypertension on elderly at Depok City. The number of sample in this study was 310 elderly (181 females and 129 males) their age 55-93 years, where the sample took proportionally in four areas of Health Centers out of 24 Health Centers that available at Depok City. This study see the relationship among age, sex, family history, sodium consume, fatty consume, calcium consume, IMT, smoking, stress, physic activity, and social economy factors (marital status, education status, profession status, and family income), with hypertension. The result of this study shows that hypertension prevalence on respondent at Depok City was 57.4%. This presentation was higher than the previous study.
Based on multivariate analysis it was found that the result as the followings: the respondent whose age z 70 years having tendency of hypertension 2.97 times (95% CI: 1.3640-6.4610; p=0.0061) compared to whose age 55-59 years. The respondent whose age 65-69 having tendency of hypertension 2.45 times (95% CI: 1.2517-4,8134; p=0.0090) compared with whose age 55-59 years. And the respondent whose age 60-64 having tendency of hypertension 2.18 times (95% Cl: 1.0971-4.3350; p=0.0261) compared with whose age 55-59 years. Respondent whose having family history on hypertension tend to have hypertension 1.97 times (95% CI: 1.0816-3.5997) compared to whose not having hypertension on family history. Respondent with higher stress tend to have hypertension 3.02 times (95% CI: 1.522622-6.0087; p=0.0015) compared whose is lower stress, and respondent with moderate stress tend to have hypertension 2.47 times (95% CI: 1,3594-4900; p=0.0030) compared to whose lower stress. Respondent with lack of activity tend to have hypertension 2.73 times (95% CI: 1.6296-4.5649; pO.0001) compared to whose enough activity. And respondent whose unmarried tend to have hypertension 2.07 times (95% CI: 1.1414-3756I;p=0.0166) compared with whose married. Then it concluded that from the fifth variables, the degree of high stress is a variable that the most dominant related to hypertension.
Based on the factors that related significantly to hypertension in this study, so the factors that can be intervention, i.e. stress and physical activity. Therefore, referring the factors above, also the high rate of hypertension on elderly, so the recommendation that can be given to the Local Health Service of Depok City also it?s related. They are improving the program on promotion to overcome the hypertension for elderly through physical exercise in the form of gymnastic therapy, twice a week and morning jogging, also doing mental management/spiritual. It is considering establishing the new groups of elderly, especially to community with lower social economy."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T10694
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Napitupulu, Halasan
"Salah satu upaya apabila seseorang berhasil mencapai usia lanjut adalah mempertahankan atau membawa status gizi yang bersangkutan pada kondisi optimal agar kualitas hidup yang bersangkutan tetap baik, gangguan gizi yang umumnya muncul pada lansia selain gizi kurang juga gizi lebih yang apabila dilihat dari sudut kesehatan, sama-sama merugikan dan dapat menyebabkan kematian dengan penyebab yang berbeda. Gangguan gizi pada lansia diduga berkaitan dengan perubahan lingkungan maupun kondisi kesehatan. Dengan demikian, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran status gizi dan faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi lansia di kota Bengkulu.
Desain penelitian yang digunakan adalah potong lintang (cross sectional) dengan jumlah sampel sebanyak 207 orang lansia yang berumur > 60 tahun dan dipilih dengan menggunakan systematic random sampling.Pengumpulan data variabel bebas seperti jenis kelamin, status perkawinan, status tempat tinggal, tingkat pendidikan, pengetahuan gizi, status ekonomi dan aktifitas fisik dilakukan dengan wawancara terstruktur sedangkan untuk konsumsi makanan (total energi, karbohidrat, protein dan lemak) dengan menggunakan dua pendekatan yaitu food recall dan food frequencies.
Hasil penelitian melaporkan proporsi lansia yang mengalami gizi lebih sebesar 18,4% dan gizi kurang sebesar 19,3%. Hasil uji t menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna (P>0,05) rata-rata IMT menurut jenis kelamin, status perkawinan dan status tempat tinggal serta tidak ada hubungan yang bermakna (p>0,05) antara pengetahuan gizi dengan IMT lansia. Akan tetapi, ada perbedaan yang bermakna (p<-0,05) rata-rata IMT antara lansia yang melakukan olah raga dengan yang tidak melakukan olah raga dan tidak ada perbedaan yang bermakna (p>0,05) rata-rata IMT menurut frekuensi, lama dan jenis olah raga. Selanjutnya ada hubungan yang bermakna (p<0,05) antara tingkat pendidikan dan status ekonomi dengan IMT lansia. Ada hubungan yang bermakna (p<0,05) antara total energi dengan IMT serta ada hubungan yang bermakna (p<0,05) antara asupan karbohidrat, protein dan lemak dengan IMT setelah di adjusted dengan total energi. Hasil analisis multivariat regresi linier juga menunjukkan bahwa faktor yang paling dominan dengan IMT lansia adalah jenis kelamin, tingkat pendidikan dan asupan karbohidrat dengan koefisien determinasi (R2 ) sebesar 0,10 yang artinya variabel jenis kelamin, tingkat pendidikan dan asupan karbohidrat hanya dapat menjelaskan IMT lansia sebesar 10%.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa lansia di kota Bengkulu mengalami masalah gizi ganda yaitu masalah gizi lebih sudah mulai timbul akan tetapi masalah gizi kurang masih terjadi. Untuk itu, perlu digalakkan promosi gizi melalui pendekatan keluarga dirnana lansia tinggal serta bila memungkinkan memberikan makanan tambahan kepada lansia yang kurang gizi terutama lansia dengan kondisi ekonomi yang kurang.

Factors Related to Nutritional Status among Elderlies Bengkulu City,2001When reaches elderly age, one should maintain an optimal nutritional status to ensure a good quality of life. Nutritional problems that occur during old ages may take two forms, that is, under nutrition or over nutrition, both are health devastating and might cause death due to different reasons. Nutritional problems among elderly relate to changes in both environment and health conditions in general. Thus, this study aims to describe the nutritional status and its related factors among elderly in Bengkulu city.
The study design is cross-sectional with 207 subjects aged > 60 years of old and were selected using systematic random sampling. Structured interview was used to collect data such as gender, marital status, residential status, educational level, nutrition knowledge, economic status, and physical activity level. While for food consumption (to predict macronutrients consumption such as total energy, carbohydrate, protein, and fat), two methods, that is, food recall and food frequency questionnaires were employed.
The study showed that the proportion of elderlies with over nutrition was 18,4% and elderlies with under nutrition was 19,3%. T-test showed no significant difference (p>O,05) in BMI for gender, marital status, and residential status. Moreover, there was no significant difference (p>O,45) in BM[ for nutrition knowledge. Significant difference (p< 0,05) was found in BMI for elderlies who perform sport activities and those who do not. However, no significant differences were found for frequency, duration, and type of sport activities. Significant differences in BMI (p<0,05) were found for different level of education, economic status, total energy intake, carbohydrate, protein, and fat intakes (after being adjusted for total energy intake). The multivariate tinier regression analysis showed that the dominant factors determining the BMI of elderlies in this study were gender, educational level, and carbohydrate intake (adjusted) with coefficient of determination (R2) of 0,10, meaning that these variables could only explain 10% of the BMI among elderlies in this study.
The results of the study lead to conclusion that elderlies in Bengkulu city faced a double burden of nutritional problems, that is over nutrition and under nutrition at the same time. Therefore, an adequate nutrition promotion is to be embarked through family approach where most of elderlies stay. If possible, for elderlies with low economic status, a supplementary food should be provided.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T5129
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakhri Muhamad Rizaldi
"Proses penuaan dapat menyebabkan kualitas tidur pada lansia berubah dan menyebabkan gangguan tidur insomnia. Sebelumnya insomnia dipandang sebagai gejala depresi namun saat ini para peneliti menduga insomnia menjadi faktor risiko dari depresi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan insomnia dan depresi di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 03 Jakarta. Penelitian ini menggunakan studi cross sectional dengan jumlah sampel 79 responden dan dipilih menggunakan teknik proporsional random sampling. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa Insomnia Severity Index dan Geriatric Depression Scale 30 item.
Hasil penelitian menunjukkan 41,8 lansia di panti mengalami gangguan tidur insomnia dan 51,9 lansia mengalami depresi. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara insomnia dengan depresi p=0,001 < ?=0,05 . Pemberian edukasi dan skrining secara berkala mampu mengurangi insomnia dan depresi pada lansia. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengidentifikasi berkurangnya risiko depresi dengan mengatasi insomnia.

The aging process can cause sleep quality in the elderly to change and cause sleep disorders insomnia. Previously, insomnia was seen as a symptom of depression but recently researchers suspected insomnia to be a risk factor for depression.
This study aims to determine the relationship of insomnia and depression at the Social Institution Tresna Werdha Budi Mulia 03 Jakarta. This study used cross sectional study with 79 respondents and selected by using proportional random sampling technique. The instruments used in this study are Insomnia Severity Index and Geriatric Depression Scale 30 items.
The results showed 41.8 of elderly in the home experienced sleep disorders insomnia and 51.9 of elderly people depressed. The results showed there was an association between insomnia and depression p 0.001.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Roroputri Aprilia
"Hipertensi menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dengan prevalensi tertinggi pada kelompok lanjut usia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi dan faktor-faktor yang berhubungan dengan hipertensi yang belum terdiagnosis pada lansia di Indonesia. Desain penelitian ini adalah cross-sectional dengan menggunakan data sekunder dari hasil survei Riskesdas 2018. Sampel pada penelitian ini adalah seluruh penduduk berusia ≥60 tahun di Indonesia yang belum terdiagnosis hipertensi, yaitu sebanyak 70.127 orang. Data dianalisis secara regresi logistik sederhana (bivariat) dan regresi logistik berganda (multivariat). Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi yang belum terdiagnosis pada lansia di Indonesia sebesar 52,4%. Umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, wilayah tempat tinggal, konsumsi makanan asin, perilaku merokok, dan aktivitas fisik merupakan faktor- faktor yang berhubungan dengan hipertensi yang belum terdiagnosis pada lansia di Indonesia, dengan umur sebagai faktor yang paling berhubungan dengan AOR = 1,44 (95% CI: 1,36-1,52). Untuk mengurangi prevalensi hipertensi yang belum terdiagnosis pada lansia, pemerintah diharapkan dapat fokus pada penguatan promosi, skrining, dan surveilans kesehatan pada lansia.

Hypertension is one of the public health problems in Indonesia with the highest prevalence in elderly. The purpose of this study was to determine the prevalence and factors associated with undiagnosed hypertension among elderly in Indonesia. The design of this study is cross-sectional using secondary data from the results of the 2018 basic health research survey. The sample in this study was the entire population aged ≥60 years in Indonesia who had not been diagnosed with hypertension, which was 70,127 people. Data were analyzed by simple logistic regression (bivariate) and multiple logistic regression (multivariate). The results showed that the prevalence of undiagnosed hypertension among elderly in Indonesia was 52.4%. Age, gender, education level, area of residence, consumption of salty food, smoking behavior, and physical activity are the factors associated with undiagnosed hypertension among elderly in Indonesia, with age as the most associated factor (AOR = 1.44, 95% CI: 1.36-1.52). To reduce the prevalence of undiagnosed hypertension among elderly, the government is expected to focus on strengthening promotion, screening, and health surveillance on elderly."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>