Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 197543 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Djoni
"Tesis ini merupakan penelitian tentang kebijakan diskriminasi harga minyak tanah untuk keperluan industri dan rumah tangga. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dampak disriminasi harga minyak tanah untuk keperluan industri dan rumah tangga degan menggunakan model permintaan.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder di peroleh dari PT Pertamina, BPS dan instansi terkait Iainnya. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah ; pertama, analisis deskriptif yaitu untuk menggambarkan kondisi tentang minyak tanah. Kedua , analisis kuantitatif dilakukan untuk melihat pengaruh permintaan minyak tanah terhadap kebijakan diskriminasi harga minyak tanah. Program SPSS digunakan untuk memperoleh model permintaan minyak tanah dan Metode Eksponensial Smoothing untuk melakukan peramalan variabel bebas terhadap permintaan minyak tanah. Parameter yang dipakai dalam analisis permintaan adalah elastisitas harga dan elastisitan permintaan.
Hasil Analisis
Elastisitas harga minyak tanah di DKI Jakarta untuk sektor industri -0,642 dan sektor rumah tangga - 0,857. Sedangkan di Jawa Barat elastisitas harga minyak tanah untuk industri -0,591 dan sektor rumah tangga - 0,935. Berdasarkan elastisitas harga tersebut dapat dijelaskan dampak diskriminasi harga minyak tanah untuk sektor industri dan rumah tangga."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T13613
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Rahmi
"Sejak terjadinya krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1997, secara rata-rata pengeluaran konsumsi rumah tangga sebagian besar dialokasikan untuk pengeluaran konsumsi makanan baik di perkotaan maupun di pedesaan. Oleh karena itu kebijakan yang berhubungan dengan barang makanan atau kebijakan pangan merupakan salah satu kebijakan strategis untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk memformulasikan kebijakan tersebut, maka terlebih dahulu diperiukan studi yang membahas perilaku konsumsi makanan masyarakat, baik menurut wilayah pedesaan atau perkotaan maupun menurut tingkat pendapatan masyarakat. Salah sate pendapatan yang digunakan dalam studi tersebut yaitu model Alomost Ideal Demand System (AIDS), dimana dalam penulisan ini diaplikasikan untuk menganalisa permintaan makanan di Jawa Barat, yang dikelompokkan menjadi 8 kelompok.
Berdasarkan hasil studi dapat disimpulkan bahwa pola konsumsi makanan rumah tangga di pedesaan dan perkotaan Jawa Barat relatif sama , dengan proporsi pengeluaran yang terbesar yaitu untuk konsumsi kelompok path - padian, kelompok ikan & daging, kelompok sayuran dan kelompok makanan jadi. Semakin tinggi tingkat pendapatan rumah tangga , maka terjadi pergeseran pola konsumsi dari kelompok sayuran & kacang - kacangan dan kelompok padi-padian ke konsumsi kelompok ikan & daging , kelompok telur & susu dan kelompok buah - buahan."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T20589
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Thomas Tion Sution
Pontianak: Lembaga Bela Banua Talino (LBBT), 2005
305 THO d
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Johanes Herlijanto
"Meskipun orang-orang Tionghoa seringkali digambarkan sebagai entitas tunggal yang bersifat statis, namun pengamatan-pengamatan yang dilakukan terhadap tingkah laku mereka justru menghasilkan kesimpulan yang sebaliknya. Serangkaian penelitian terhadap orang-orang Tionghoa yang menyebar di berbagai negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia, memperlihatkan bahwa mereka temyata bukan hanya beragam namun juga memiliki potensi untuk beradaptasi, berubah dan mengusahakan suatu perubahan.
Berdasarkan pemahaman semacam itu pulalah, maka ketika akhir-akhir ini orang-orang Tionghoa di Indonesia (atau lebih tepatnya, orang-orang Indonesia keturunan Tionghoa) membangun suatu gerakan sosial untuk melawan berbagai diskriminasi yang mereka alami, usaha untuk menguak kembali keberagaman identitas, pandangan, dan pola dalam gerakan ini akan memiliki daya tahan tersendiri. Usaha inilah yang dilakukan di dalam penelitian ini.
Pemaharnan terhadap suatu gerakan sosial seyogyanya dimulai dengan sebuah upaya penelusuran kembali hal-hal yang menjadi dasar dari berbagai keresahan dan ketidakpuasan yang memunculkannya. Dan mengingat gerakan orang Tionghoa ini mengusung tema diskriminasi, maka patutlah 'dicurigai' bahwa dicriminate inflate yang menjadi basis dari merebaknya ketidakpuasan mereka. Kecurigaan ini semakin menguat ketika penelusuran sejarah melalui berbagai literatur yang ada memperliharkan bahwa orang-orang Tionghoa pun menjadi korban dari sistem yang diskriminatif yang dibangun oleh pemerintahan kolonial Belanda dan yang dikembangkan secara lebih sistematis semasa tiga dasawarsa pemerintahan Orde Baru (Orba).
Dalam kurun waktu itulah, hak hak sosial, politik, dan budaya orang Tionghoa dicukur habis dan dikurung di balik tembok-tembok rumah mereka, berbagai peraturan yang oleh seorang tokoh Tionghoa digolongkan sebagai sebuah cultural genocide. Diskriminasi dalam bidang sosial, politik dan budaya inilah yang agakmya mendasari munculnya gerakan sosial ini, sebuah gerakan yang bukan berbasis kepentingan kelas ataupun ekonomi.
Namun keresahan dan ketidakpuasan ini barulah berkembang menjadi perlawanan setelah situasi yang kondusif tercipta. Situasi ini adalah berakhirnya Perang Dingin menyusul bubarnya negara Uni Sovyet, perkembangan situasi pasca Peristiwa Mei, Berita berakhirnya pemerintahan Orba. Selain itu, adanya jaringan yang telah Iama berkembang, yaitu jaringan gerakan pro-demokrasi dan jaringan tradisional Tionghoa yang berlandaskan pun turut mendukung penyebaran gerakan ini.
Yang menarik untuk diperhatikan adalah bahwa gerakan yang dihasilkan oleh ketidakpuasan di atas ternyata tidak seragam. Ada orang-orang Tionghoa yang memahami masalah diskriminasi ini sebagai masalah bagi etnik Tionghoa dan mengharapkan penyelesaian melalui penghidupan kembali identitas dan budaya Tionghoa. Kelompok ini tampaknya dapat dikategorikan sebagai kelompok yang berorientasi lebih banyak ke dalam dan sangat rentan terhadap pengaruh etnosentrisme.
Namun ada pula sekelompok orang Tionghoa yang menganggap masalah diskriminasi ini semata-mata sebagai salah satu kasus dari intervensi negara yang berlebihan, dan oleh sebab itu upaya penyelesaiannya harus dilakukan dalam kerangka yang lebih luas : hengkangnya negara dari wilayah-wilayah sipil dan pembentukan civil society yang kuat, yang merupakan akar dari suatu masyarakat yang demokratis. Kelompok ini tampaknya lebih tepat dikategorikan sebagai kelompok yang berorientasi keluar. Perbedaan pandangan di antara kelompok-kelompok ini pada gilirannya menghasilkan berbagai variasi pula pada pola-pola gerakan yang mereka kembangkan yang menyebabkan gerakan ini dipenuhi dengan keberagaman. Dengan demikian, fenomena gerakan sosial ini sekali lagi memperkuat pemahaman yang ditampilan pada awal tulisan ini, yaitu bahwa masyarakat Tionghoa adalah masyarakat yang beragam."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T2317
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuan, Zhang Ji
"Tema budaya Tionghoa menjadi salah satu hal menarik dalam khazanah kesusastraan Indonesia. Marginalisasi dan gambaran penderitaan kaum peranakan Tionghoa menjadi bukti bahwa masih terdapat intoleransi dan ketimpangan dalam masyarakat Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data berupa studi pustaka. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan pendekatan sosiologi sastra dengan melihat gagasan diskriminatif yang disampaikan melalui tokoh dan penokohan. Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa bentuk diskriminasi sosial yang dialami oleh peranakan Tionghoa pada tiga cerpen dalam kumpulan cerpen Kelurga Tan mengacu kepada diskriminasi gender, fisik, dan status sosial. Faktor diskriminasi sosial pada tiga cerpen dalam kumpulan cerpen Kelurga Tan dipengaruhi oleh aspek politik, pergaulan, dan stereotipe lingkungan sekitar. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi segala pihak yang tertarik pada isu diskriminasi dalam karya sastra, khususnya pada tokoh peranakan Tionghoa.

The theme of Chinese culture is one of the interesting things in Indonesian literature. The marginalization and depiction of the suffering of Chinese-Indonesian descendants is proof that there is still intolerance and inequality in Indonesian society. This research uses descriptive qualitative methods with data collection techniques in the form of literature study. In addition, this study also uses a sociology of literature approach by looking at discriminatory ideas conveyed through characters and characterizations. In this research, it was found that the form of social discrimination experienced by Chinese-breeders in the three short stories in the collection of Tan Family short stories refers to gender, physical and social status discrimination. The factor of social discrimination in the three short stories in the collection of Tan Family short stories is influenced by political aspects, association, and stereotypes of the surrounding environment. This research is expected to be useful for all parties who are interested in the issue of discrimination in literary works, especially the figures of Chinese descent.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Kurnia Agustin
"Jurnal ini membahasa membahas tindakan diskriminasi terhadap para pekerja asing di Korea Selatan dalam film Banga? Banga! Tindakan diskriminasi yang dibahas merupakan tindakan diskriminasi yang diterima oleh pekerja asing di Korea Selatan yang diceritakan dalam film komedi Banga? Banga! Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif yang berupa deskriptif-analitis. Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami tindakan diskriminasi yang diterima oleh para pekerja asing di Korea yang digambarkan melalui film Banga? Banga!. Kesimpulan dari penelitian ini adalah film Banga? Banga! merupakan representasi kecil dari tindakan diskriminasi yang dialami oleh para pekerja asing di Korea.

This journal discusses the discrimination against foreign workers in South Korea in Banga? Banga! movie. The discrimination in this thesis is the discrimination acts that received by foreign workers in South Korea which is told in the Banga? Banga! movie. This thesis is using the qualitative method with descriptive analysis. The purpose of this thesis is to find out the discrimination acts that received by foreign workers in South Korea which is portrayed through Banga? Banga! movie. As the result, Banga? Banga! movie is a small representation of the discrimination acts experienced by foreign workers in South Korea."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2-15
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
MMJA 8(1-2)2010
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Hari Sukarno
"Studi ini tentang penilaian harga saham berdasarkan analisa fundamental dengan pendekatan PER. Meskipun ada modifikasi, tapi model yang digunakan tetap mengacu pada multiple regression model yang dipergunakan para peneliti sebelumnya, baik dalam maupun luar negeri.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui relevansi penentuan PER dalam keputusan investasi di BEJ. Kemudian dirinci, untuk mengetahui : apakah growth rate, dividen payout ratio dan financial leverage mempengaruhi besarnya PER; variabel manakah (earning growth atau dividen growth) yang paling berpengaruh dan lebih mampu menjelaskan perubahan PER; apakah pengaruh masing-masing variabel eksplanatori terhadap PER tetap konsisten dari tahun ke tahun dan apakah model empiris yang diajukan dapat dipakai sebagai security selection serta mengkaji apakah kebijaksanaan BAPEPAM tentang PER maksimal 15 kali memadai.
Hasil analisa tahun 1989-1993 maupun keseluruhan menunjukkan bahwa semua persamaan regresi (kecuali 1989) memiliki F-test signifikan dan adjusted R2 minimal 75%. Berarti di samping secara serentak berpengaruh, perubahan variabel eksplanatori mampu menjelaskan perubahan variabel PER paling rendah 75%. Pengaruh secara parsial, berdasarkan t-test, umumnya variabel growth rate dan dividen payout ratio signifikan berpengaruh. Tapi variabel financial leverage tidak signifikan berpengaruh.
Akan tetapi bila ditinjau koefisien regresi masing-masing variabel eksplanatori menunjukkan bahwa umumnya terdapat arah dan hubungan positif antara variabel growth rate dan dividen payout ratio terhadap PER. Sebaliknya terdapat arah dan hubungan negatif antara variabel financial leverage dengan PER . Jadi meskipun pengaruhnya kurang signifikan, dengan semakin meningkatnya financial leverage akan mendorong risiko financial makin tinggi dan PER menjadi makin menurun.
Sementara itu variabel earning growth diketahui lebih berpengaruh dan lebih mampu menjelaskan perubahan PER daripada variabel dividen growth. Hanya pada 1990 saja variabel dividen growth memiliki adjusted R2 dan t-test lebih signifikan. Diketahui pula bahwa variabel growth rate dari tahun ke tahun tetap dominan berpengaruh terhadap besarnya PER. Namun demikian besar dan arah pengaruhnya berubah-ubah. Dan model empiris yang diajukan ternyata kurang cocok untuk security selection.
Akhirnya, bertolak dari hasil penelitian ini dapat dinyatakan bahwa anjuran BAPEPAM tentang batas PER tidak lebih dari 15 kali untuk perusahaan yang akan go public semua sektor industri adalah kurang tepat. Memang rata-rata PER empiris dibawah 15 kali bila variabel eksplanatori konstan (=0). Yaitu 6,1271 kali (1989); -0,0027 kali (1990); -35,6735 kali (1991); 0,1289 kali (1992); 12,2483 kali (1993) dan 0,099 kali(1989-93).
Tapi jika salah satu variabel, misalnya growth rate, bernilai positif maka hasil P/NE menjadi diatas 15 kali. Tentunya setiap perusahaan memiliki prospek untuk tumbuh. Karenanya BAPEPAM disarankan meninjau kembali himbauan tentang batas PER."
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Yusuf Setiabudi
"Pengurangan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Listrik mengakibatkan kenaikan harga- kedua komoditas tersebut dan berdampak pada meningkatnya biaya produksi di banyak proses produksi sehingga memicu kenaikan harga jual barang-barang lain yang mengarah terjadinya inflasi. Naiknya harga'. barang secara umum tersebut juga disebabkan oleh naiknya biaya produksi yang dipicu oleh kenaikan upah pekerja yang tercermin dari naiknya Upah Minimum Regional (UMR).
KULA (1998) mengajukan metode untuk mengetahui perubahan tingkat harga yang rasional sesuai dengan kenaikan biaya input, yang disebut Input Output Costing Model. Penelitiannya di Turki berdasarkan data Statistical National Account (SNA) 1992 menunjukkan prediksi tingkat inflasi yang lebih rendah dibanding kondisi nil untuk tahun 1996 serta mengidentifikasi sektor-sektor yang memperoleh keuntungan ekstra atau sebaliknya.
Penelitian ini juga menggunakan metode 1-0 Costing Model untuk diterapkan pada perekonomian Jawa Tengah berdasar data tabel input-output tahun 2000. Untuk mengetahui sektor-sektor yang memperoleh keuntungan ekstra atau sebaliknya pada tahun 2001, dilakukan dengan membandingan indeks harga antara hasil analisis dengan IHPB dan IHK rill yang terjadi. Dengan mengasumsikan dan mensimulasikan tingkat harga yang terjadi tahun 2003, maka inflasi 2003 akan dapat diprediksikan. Prediksi infliasi tersebut dibandingkan dengan target inflasi sesuai dokumen perencanaan (Repetada), sehingga diperoleh kesimpulan berupa asumsi perubahan harga yang membatasi pencapaian target inflasi.
Hasil analisis menunjukkan bahwa selama periode tahun 2000-2001 terjadi perubahan harga BBM (32,09%), TDL (18,71%), UMR (32,43%), dan harga Impor (2,0%). Perubahan harga tersebut mengakibatkan perubahan harga sektor lainnya. Sebanyak 29 sektor memperoleh keuntungan ekstra, dimana keuntungan terbesar diperoleh sektor Industri Gula (25,20%), Padi (17,86%), Industri ' Penggilingan - Padi (16,50%), Industri Rokok dan Pengolahan Tembakau (12,66%), dan Industri Alat Angkutan dan Perbaikannya sebesar 10,99%.
Sebanyak 4 sektor yang memperoleh keuntungan ekstra merupakan sektor pertanian 'dengan harga output yang masih dikendalikan Pemerintah melalui kebijakan tata niaga. Sehingga sampai pada batas ini, pemerintah dianggap terlalu tinggi menetapkan harga tersebut. Namun disisi lain, keuntungan ekstra yang diperoleh sektor pertanian clan industri pertanian tersebut, tidak mencerminkan tingkat kesejahteraan petani penghasil. Sehingga diduga masih ada mata rantai distribusi yang menikmati laba ekstra antara Pedagang Besar Pertama dengan petani penghasil. Sedang sektor lainnya, harga yang tinggi tersebut disebabkan tingginya mark up yang diraih pengusaha.
Sebanyak 7 sektor menerima harga output dibawah harga yang wajar, dengan sektor Industri Mesin dan Perlengkapan Listrik menerima harga terendah sebesar 3,66% dibawah harga wajar. Namun dengan struktur produksi yang didominasi input produksi berasal clad out-put sektor perdagangan serta sepertiga total input berasal dari impor, maka selisih harga yang relatif tidak besar tersebut (dibanding rata-rata 36 sektor) dapat mengindikasikan perlunya pembenahan sektor perdagangan, khususnya pasar input industri tersebut.
Semakin banyak sektor yang memiliki selisih dengan rata-rata perbedaan harga tersebut, akan memicu pergerakan perusahaan dari sektor yang menerima harga dibawah harga yang wajar ke arah sektor yang memperoleh laba ekstra, sehingga dapat mengancam stabilitas perekonomian.
Akibat kenaikan harga tahun 2000 berupa BBM, TDL, Nilai Tukar, dan UMR, diperkirakan mengakibatkan inflasi 8,24% (berdasar Indeks Harga Perdagangan Besar/IHPB) yang lebih rendah 4,49% dari inflasi riil sebesar 12,73%. Sumbangan inflasi tahun 2001 yang terbesar adalah perubahan harga Upah Minimum Provinsi (UMP) yaitu sebesar 7,18%. Berdasarkan Indeks Harga Konsumen (IHK), prediksi inflasi sebesar 7,89%, yang Iebih' rendah 4,74% dari inflasi Kota Semarang sebesar 12,63%.
Hasil simulasi model untuk tahun 2003 menunjukkan bahwa target inflasi sesuai dengan dokumen Rencana Pembangunan Tahunan Daerah (Repetada) ]awa Tengah 2003 sebesar 9,90% akan tercapai dengan asumsi : harga BBM sama dengan harga tahun 2002, nilai tukar US $ 1 sebesar Rp 8.500, TEL Iayak ekonomi sebesar US$ 7 sen/KWh (dengan asumsi nilai tukar US$ 1 = Rp 8.500, dan tercapai pada tahun 2003), UMR sebesar Rp. 400.000/bulan/pekerja, dan peningkatan perolehan pajak tidak Iangsung rata-rata 10%/tahun. Namun apabila mempertimbangkan hasil analisis tahun 2001 yang menunjukkan hasil prediksi lebih rendah dari inflasi riil dan selisihnya digunakan sebagai angka koreksi, maka tingkat inflasi yang terjadi berdasar harga konsumen akan melampaui target inflasi sebesar 0,32% (tingkat inflasi mencapai 10,42%), walaupun dengan pendekatan HPB masih tetap dibawah 2 digit. Berdasarkan pertimbangan data yang digunakan dalam analisis, maka perhitungan dengan menggunakan HPB lebih kecil biasnya. HPB hanya menggunakan sebagian data HPB Nasionai, sementara Harga Konsumen menggunakan pola pengeluaran RT sesuai SNSE Indonesia 1999."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T12575
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>