Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 169031 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sitti Fardaniah
"ABSTRAK
Pada pemakaian gigi tiruan sebagian jarak lengan cengkeram kawat ke gingival crest sering menimbulkan masalah , antara lain terjadi pengumpulan plak padsa permukaan gigi penjangkaran tersebut.Untuk mengatasi hal ini maka dilakukan penelitian jarak lengan cengkeram kawat ke gingival crest yang berbeda pada gigi posterior bawah dan atas di daerah bukal.Yang diamati adalah 35 sampel gigi penjangkaran posterior bawah dan atas dan 35 sampel gigi tanpa cengkeram di dekat gigi penjangkaran sebagai grup control Jarak lengan cengkeram kawat ke gingival crest dibagi dalam 2 kelompok,yaitu jarak 0,5mm-2mm dan lebih besar dari 2mm. Sedangkan nilai Indeks Plak dibagi dalam 2 kelas,yaitu Indeks Plak Berat dan Indeks Plak Ringan.. Data. '.dianalisis dengan Tes Chi Square dan Tes Fisher dengan koreksi dari Yates dalam program Epi Info 5,yang hasilnya menunjukkan bahwa pengumpulan plak lebih-banyak pada gigi'penjangkaran posterior rahang bawah dengan jarak lengan cengkeram ke gingival crest 0,5mm-2mm.Sedangkan untuk gigi posterior atas tidak terdapat perbedaan bermakna dalam pengumpulan plak antara kelompok gigi penjangkaran dan gigi tanpa cengkeram.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada gigi penjangkaran posterior rahang bawah terdapat hubungan antara jarak lengan cengkeram kawat ke gingival crest dan pengumpulan plak."
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Candrika Kusuma Pujnadati
"Latar belakang : Tingginya prevalensi karies dan penyakit periodontal merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang dapat menyebabkan kehilangan gigi. Kehilangan gigi dapat mengganggu keseimbangan sistem stomatognati dan menyebabkan perubahan struktural dan fungsional serta menyebabkan dampak negatif pada kualitas hidup. Untuk memperbaiki kondisi kehilangan gigi, klinisi dapat merekomendasikan perawatan prostodontik. Namun kebutuhan (need) terhadap perawatan prostodontik tidak selalu diikuti oleh permintaan (demand) gigi tiruan. Faktor lokal dan sosiodemografi dapat mempengaruhi proses perubahan kebutuhan (need) menjadi (permintaan) terhadap gigi tiruan.
Tujuan : Menganalisis hubungan antara kebutuhan dan permintaan gigi tiruan serta faktor-faktor yang berperan.
Metode : Subyek terdiri dari 129 orang dan diwawancarai oleh pewawancara yang telah dikalibrasi untuk menjawab pertanyaan kuesioner mengenai kebutuhan dan permintaan gigi tiruan. Kemudian dilakukan pemeriksaan rongga mulut untuk memeriksa kehilangan gigi dan penggunaan gigi tiruan. Desain penelitian yang digunakan adalah analitik potong lintang dan analisis uji Chi-square.
Hasil : Terdapat hubungan antara kebutuhan dan permintaan gigi tiruan (p<0,05). Biaya perawatan merupakan faktor yang berperan terhadap permintaan gigi tiruan.
Kesimpulan : Terdapat hubungan antara kebutuhan (need) dan permintaan (demand) gigi tiruan dan terdapat hubungan antara permintaan (demand) gigi tiruan dan biaya perawatan. Selain itu, terdapat ketidaksesuaian antara jumlah kebutuhan terhadap gigi tiruan dengan jumlah kehilangan gigi dan terdapat ketidaksesuaian antara jumlah permintaan gigi tiruan dengan jumlah pemakai gigi tiruan.

Background : High prevalence of caries and periodontal disease was main oral health problem causing tooth loss. Tooth loss could interfere stomatognatic system balance and causing structural and functional changes and also had negative effect to quality of life. Clinician could recommended prosthodontic treatments to treat condition of tooth loss. Prosthodontic treatment need does not always followed by denture demand. Local factor and sociodemography could affect prosthodontic treatment need-demand process.
Purpose : To analyze association between need and demand for denture also its confounding factors.
Method : Subjects of this research were 129 person. They were interviewed by callibrated interviewers to answer questionnaire about denture need and demand. After the interviewed, subjects tooth loss and use of denture were examined intraorally. This research design was cross sectional and analyzed with Chi-square test.
Result : There was association between need and demand for denture (p<0,05). Treatment cost found as influencing faktor of denture demand.
Conclusion : There was an association between need and demand for denture and there was association between demand for denture and treatment cost. Beside that, there was inconsistence between need of denture number and tooth loss amount was found, also inconsistence found between demand of denture and number of denture wearer.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sophia Hermawan
"Penyakit karies gigi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup serius. Hal ini terlihat dari angka prevalensi karies gigi pada murid sekolah usia 14 tahun di seluruh propinsi Indonesia pada akhir Pelita III, IV dan tahun 1995 sebesar 72,76 %, 73,41 % dan 74,41 %. DKI Jakarta merupakan daerah yang mempunyai prevalensi karies gigi yang cukup tinggi, yaitu sebesar 93,38 % dan rata-rata angka pengalaman karies gigi (DMF-T) =2,82 gigi per anak dan angka PTI (jumlah gigi yang ditambal dibanding dengan pengalaman karies) sebesar 9,06 %. Angka ini masih jauh dibawah standar indikator target derajat kesehatan gigi dan mulut tahun 2000 yaitu minimal 50% pada usia 12 tahun. Hal ini menunjukkan kurangnya motivasi untuk berobat. Dengan demikian di DKI penyakit karies gigi masih merupakan masalah yang perlu diprioritaskan untuk dilakukan upaya penanggulangan. Namun upaya kuratif termasuk relatif mahal, sehingga dipilih altematif pencegahan karies yang antara lain dengan kumur Fluor. Berdasarkan altematif tersebut maka dapat digambarkan masalah penelitian yaitu belum adanya evaluasi tentang hubungan antara pemberian kumur Fluor dengan angka DMF-T, serta faktor lain yang diduga turut berperan dalam hubungan tersebut.
Adapun tujuan penelitian adalah diketahuinya rata-rata angka pengalaman karies gigi murid SD di DKI Jakarta dan diketahuinya hubungan pemberian kumur Fluor dengan angka DMF-T pada murid SD di DKI Jakarta, setelah dikontrol dengan variabel kebiasaan sikat gigi, konsumsi gula, pekerjaan orang tua, pendidikan orang tua dan pengetahuan pemeliharan kesehatan gigi.
Pada penelitian ini digunakan disain Cross Sectional , dengan populasi adalah seluruh murid SD di 5 wilayah DKI Jakarta, baik yang mendapat kumur Fluor maupun tidak. Sedangkan sampel adalah murid SD kelas 5 dan 6 yang berusia 12 tahun pada SD tertentu yang dipilih secara acak bertingkat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata angka DMF-T pada murid SD di DKI Jakarta adalah 3,020 gigi per anak, berarti sedikit melampaui Batas maksimal indikator derajat kesehatan gigi tahun 2000 ( lebih kecil dari 3 ). Namun rata-rata angka DMF-T pada kelompok kumur Fluor lebih kecil /lebih baik (2,74) gigi per anak, dibandingkan kelompok non kumur Fluor yaitu 3,30 gigi per anak. Dilihat dari segi hubungan, maka terdapat hubungan yang bermakna antara variabel kumur Fluor, kebiasaan sikat gigi dan pengetahuan pemeliharaan kesehatan gigi, sehingga cocok dimasukkan dalam permodelan. Dari faktor kekuatan hubungan dan peluang meningkatnya kekuatan hubungannya dengan angka DMF-T , faktor kebiasaan sikat gigi adalah yang paling kuat hubungannya, diikuti kumur Fluor dan pengetahuan kesehatan gigi. Ditinjau dari segi efektivitas kegiatan sikat gigi masal dalam program UKGS disertai penyuluhan tentang kebiasaan sikat gigi merupakan Cara yang paling efektif, efisien dan serta alternatif yang paling tepat.
Pada penelitian ini penulis menyarankan agar kegiatan sikat gigi masal dan penyuluhan tentang kebiasaan sikat gigi terus dilakukan secara intensif dan berkesinambungan di seluruh Indonesia. Sedangkan kumur Fluor khusus pada daerah dengan konsentrasi Fluor dalam air minum rendah. Khusus DKI Jakarta dan kota besar lainnya dengan sosial ekonomi cukup baik, dianjurkan kegiatan sikat gigi masal disertai penyuluhan tentang kebiasaan sikat gigi dengan menggunakan pasta mengandung Fluor.

The Association between fluorides mouth rinsing and Caries Experience (DMF-T) score in primary school students at DKI Jakarta in 1995-1996.Caries dentist is still a serious health problem. It was shown by dental caries prevalence in 14 years students in Pelita III, IV and 1995, is 72,76 %, 73,74 °/o and 74,41 %. DKI Jakarta has a high caries prevalence, that is 93,38 % and DMF-T = 2,82 teeth for each student and PTI (Performance Treatment index or the amount of teeth have been filled compared by DMF-T score) = 9,06 %. This percentage is much lower than the standard of dental health indicator in the year of 2000, which will be achieved as 50% at 12 years students. It was proved that there is lack of motivation to treat dental caries. That's why dental caries is still a main priority problem to solve. But as we know, curative effort is relative more expensive, so it was chosen alternative for preventing caries by fluorides mouth rinsing. Due to this alternative, there are several research problems : there are no evaluation about association between fluorides mouth rinsing and DMF-T score after controlling by another factor had relationship.
The purpose of the research is getting the mean of DMF-T score at primary school students at DKI Jakarta and knowing the association between fluorides mouth rinsing and DMF-T score after controlling by several factors such as tooth brushing habitual, sugar consumption, level of education of the parents, job of the parents and knowledge about dental health care. In this Cross Sectional research, we use population of all primary school students in 5 area in DKI Jakarta. The sample are the 5 and 6 years primary school students who are 12 years old, and chosen by multistage random sampling method.
This research shows that the mean of DMF-T score is 3.020 teeth for each student, or little bit higher than the standard of dental health target in the year of 2000. (< 3). But if we compare in 2 groups, the mean DMF-T score in fluoridation group (2.74) is smaller or better than in non fluoridation group (3.30). Concerning about the association, there is a association between flour mouth rinsing, tooth 'brushing habitual and knowledge of dental health care, so it was fit to be a best model. If we note about the strength of the association and the probability estimate of the association to DMF-T score, tooth brushing habitual has a strongest association and followed by fluorides mouth rinsing and knowledge of dental health care. Mass tooth brushing in School Dental Programmed (UKGS) and promotion about tooth brushing habitual is the most effective and the best alternative.
In this research the writer suggests that mass tooth brushing and promotion about tooth brushing habitual would be done intensively and continuously in the whole area of Indonesia. Fluorides mouth rinsing is recommended for certain area, which are fluorides concentration in water supplies is low. Especially for DKI Jakarta and other big cities, which are the sicio-economic condition is relative good , it was suggested mass tooth brushing and promotion about tooth brushing habitual with fluorides paste.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suzan Elias
"Salah satu terapi yang umum untuk kehilangan gigi 076I678 yang kita kenal sebagai kasus K1 I Kennedy,adalah gigi tiruan sebagian lepas ekstensi distal.Pada pem-
buatan gigi tiruan tersebut umumnya gigi penjangkaran yang digunakan adalah gigi gigi 54I45 yang merupakan gigi penjangkaran yang lemah.
Jaringan pendukung gigi tiruan tersebut terdiri atas jaringan keras yaitu gigi penjangkaran beserta periodonsiumnya dan jaringan lunak yaitu mukosa yang berada dibawah basis gigi tiruan tersebut.Kedua jaringan pendukung mempunyai kekenyalan yang berbeda.Pada pemakaian gigi tiruan sebagian lepas ekstensi distal perbedaan kekenyalan itu sering mengakibatkan goyangnya gigi penjangkaran.Salah
satu penyebab goyangnya gigi penjangkaran tersebut adalah gerak distal gigi penjangkaran tiap kali gigi tiruan mandapat beban kunyah.
Yang menjadi masalah adalah bagaimana menentukan disain cengkeram serta upaya,memperoleh gigi penjangkaran yang kuat agar kesehatan jaringan pendukung gigi tiruan tersebut dapat dipertahankan sebaik-baiknya dan untuk wak-
tu yang lama.
Sehubungan dengan itu telah diteliti adanya perbedaan gerak distal yang bermakna dari gigi penjangkaran yang displint dan yang tidak displint dengan disain cengkeram 3 jari (sirkumferensial) dan disain cengkeram 3 jari panjang (continous). Penelitian ini dilakukan secara laboratorik dan beban kunyah yang digunakan adalah komponen beban kunyah yang jatuh tegak lurus pada bidang kunyah.
Secara statistik dari penelitian ini dibuktikan bahwa pada gigi tiruan sebagian lepas ekstensi distal, gerak distal yang diterima gigi penjangkaran dengan splint lebih kecil bila dibandingkan dengan gerak distal gigi penjangkaran tanpa splint.Selain itu gigi tiruan dengan disain cengkeram 3 jari panjang,gigi penjangkarannya juga menerima gerak distal lebih kecil dibandingkan dengan yang diterima oleh gigi tiruan dengan di-
sain cengkeram 3 jari.Sedangkan gerak distal yang terkecil diterima oleh gigi penjangkaran dengan splint dan disain cengkeram 3 jari panjang."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1987
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winawati Radijanto
"Sejak PELITA III, perihal penyakit gigi dan mulut tercantum sebagai masalah kesehatan nasional yang perlu ditangani secara intensif karena prevalensi penyakit gigi dan jaringan penyangga gigi pada anak-anak usia sekolah (7-14 tahun) dan orang dewasa di Indonesia mencapai 80% dari jumlah penduduk.
Untuk mengatasinya diperlukan upaya peningkatan kesehatan gigi dan mulut dengan meninjau berbagai aspek antara lain aspek lingkungan yang meliputi faktor sosial ekonomi, sosial budaya serta kesadaran dan perilaku masyarakat terhadap masalah kesehatan gigi dan mulut.
Pencegahan penyakit gigi dan mulut anak-anak sebaiknya dilakukan sedini mungkin, yaitu sejak gigi sulung mulai tumbuh karena kerusakaan gigi merupakan proses patologis yang bersifat irreversible. Bila kerusakan gigi dibiarkan berlanjut akan berakibat tidak baik bagi pertumbuhan gigi tetapnya, antara lain kerusakan pada benih gigi tetap akibat infeksi gigi sulung yang berlanjut dan tumbuhnya gigi tetap yang kurang teratur.
Sampai saat ini di Indonesia belum ada indikator prevalensi karies gigi sulung maupun kebersihan mulut anakanak. Di samping itu penelitian di Indonesia mengenai hal tersebut di atas masih sangat sedikit.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menambah informasi tentang prevalensi karies gigi sulung dan tingkat kebersihan mulut anak-anak serta pengaruh faktor sosial ekonomi terhadap penyakit karies gigi dan kebersihan mulut anak-anak usia prasekolah yang ditinjau dari faktor pendapatan keluarga pendidikan ibu, status kerja ibu dan perilaku ibu yang berhubungan dengankesehatan gigi dan mulut anaknya.
Penelitian dilakukan dalam lingkup kecil yaitu pada anak-anak di Taman Kanak-Kanak (TK) Putra sebanyak 7 buah di Wilayah Jabotabek yang dikelola oleh Yayasan pendidikan Putra di lingkungan Departemen Pekerjaan Umum.
Metoda penelitian yang digunakan adalah survai diskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Sejumlah 165 sampel diambil secara acak proporsional dan acak sederhana. Cara pengambilan data melalui pemeriksaan gigi dan mulut langsung pada anak-anak dan wawancara dengan ibu anak-anak tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi karies gigi anak-anak TK Putra cukup tinggi (90,97) dengan rata-rata def-t 7,5 dan indeks kebersihan mulut rata-rata sedang (0,97). Hasil penelitian tersebut menyatakan adanya pengaruh faktor sosial ekonomi dan kebersihan mulut terhadap karies gigi walaupun dalam korelasi yang lemah. Dari faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut ternyata kebersihan mulut merupakan faktor yang mendominasi faktor lainnya.
Untuk mencegah risiko terjadinya karies gigi sulung perlu dilakukan upaya peningkatan kebersihan mulut, peningkatan pengetahuan serta kesadaran para orang tua anakanak TK Putra akan pentingnya pencegahan penyakit karies gigi sedini mungki, yaitu melalui penyuluhan dan pemeriksaan secara teratur yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang terlatih dari lingkungan Departetnen PU serta melakukan perawatan secara singkat dan sederhana bagi anak-anak yang telah menderita karies gigi."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harindra
"Tenaga kesehatan gigi dan mulut, merupakan salah satu sumber daya yang mendukung dan menentukan keberhasilan layanan kesehatan. Pendidikan tenaga kesehatan gigi dan mulut dilakukan agar kualitas layanan kesehatan gigi dan mulut secara terus menerus meningkat, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendidikan Sekolah Pengatur Rawat Gigi, merupakan lembaga yang besar peranannya dalam meningkatkan kualitas layanan.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran kualitas layanan kesehatan gigi dan mulut, dan hubungan antara karakteristik siswa yang terdiri dari pengetahuan, sikap terhadap profesi dan keterampilan pre-klinik siswa dengan kualitas layanan kesehatan gigi dan mulut Selain itu penelitian ini untuk melihat bagaimana faktor Pendidikan orang tua/wali siswa dan pengalaman praktek klinik siswa mempengaruhi hubungan karakteristik siswa dengan kualitas layanan kesehatan gigi dan mulut. Penelitian ini menggunakan data sekunder, kuesioner dan pengamatan.
Jumlah siswa yang melakukan praktek di klinik Sekolah Pengatur Rawat Gigi Tanjungkarang yang menjadi subjek penelitian ini ada 67 orang. Penelitian ini bersifat kuantitatif, menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Hipotesis yang diajukan adalah : Ada hubungan positip antara pengetahuan, sikap terhadap profesi perawat gigi dan keterampilan praktikum pre-klinik siswa dengan kualitas layanan kesehatan gigi dan mulut. Hubungan positip ini semakin lemah dengan semakin tingginya pendidikan orang tua siswa dan semakin lamanya pengalaman praktek klinik siswa.
Hasil penelitian membuktikan adanya hubungan positip antara pengetahuan, sikap terhadap profesi perawat gigi dan keterampilan praktikum pre-klinik siswa dengan kualitas layanan kesehatan gigi dan mulut. Dari hasil uji chi-square dengan tingkat kemaknaan a. = 0.05, didapatkan nilai p = 0.02568 untuk variabel pengetahuan,.p = 0.02273 untuk variabel sikap terhadap profesi, dan p = 0.00000. untuk variabel keterampilan pre-klinik. Analisis stratifikasi dengan variabel pendidikan orang tua siswa dan pengalaman praktek klinik siswa sebagai kontrol, menunjukkan keeratan hubungan positip antara pengetahuan, keterampilan praktikum pre-klinik dengan kualitas layanan kesehatan gigi dan mulut semakin lemah dengan semakin tingginya pendidikan orang tua dan semakin lamanya pengalaman praktek klinik siswa Sedangkan keeratan hubungan positip sikap terhadap profesi perawat gigi dengan kualitas layanan kesehatan gigi dan mulut semakin kuat dengan semakin tingginya pendidikan orang tua siswa, dan semakin lemah dengan semakin lamanya pengalaman praktek klinik siswa.

The teeth and mouth health personnel is one the human resource which support and important for success of the health service. Education of the mouth and teeth health personnel is intended to increase the continuity of the teeth and mouth health service according to the development of science and technology. The school of teeth maintenance is an institution which has an important role in increasing the quality of service.
This research is intended to obtain description of the teeth and mouth health service quality and its relationship with the student?s characteristics which consist of knowledge, attitudes toward the profession and the student?s pre-clinic skill with the teeth and mouth health service quality. Besides, this research is to study how the students' parents education and the students clinic experience influence the relationship of the teeth and mouth health service quality. This research use primary, secondary data, questioner and observation.
The number of students practice in the clinic of Tanjungkarang School of Teeth Maintenance which is the subject of this research is 67. This research is a quantitative one using a descriptive analytic methods with a cross sectional approach. The hypothesis is that there is a positive relationship between knowledge, attitudes toward the teeth and mouth health profession and the students pre-clinic practice skill with the teeth and mouth health service quality. The weaker the positive relationship, the higher the students' parent education and the longer the student clinic practice experience.
This research proved a positive relationship between knowledge, attitudes toward the teeth and mouth health profession and the students pre-clinic practice skill with the quality of teeth and mouth service. According to the chi-square test with a significance level a.= 0.05, p = 0.02568 for knowledge variable, p 0.02273 for the variable of attitudes toward the profession, p = 0.00000 for the pre-clinic skill variable. The stratification analysis with the students' parents education variable and the students' clinic practice experience as a control indicates that the closeness of positive relationship between knowledge, pre-clinic practice skill with the quality of teeth and mouth service. The relationship is weaker with the higher the education of the parents and the longer the students' clinic practice experience. While the closeness of the positive relationship of the attitudes toward the teeth and mouth health profession with the service quality of the teeth and mouth is stronger with a higher the education of the students' parents, and the weaker with the longer the students clinic practice experience.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadeak, Dahlia
"Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan atau menjelaskan perbedaan UKGS program dengan UKGS Percontohan ditinjau dari status kesehatan gigi dan factor- faktor yang berpengaruh di Kecamatan Ciputat Kabupaten Tangerang, Propinsi Banten.
Metode penelitian : Penelitian ini dilakukan dengan design pendekaan potong lintang /cross sectional dan menggunakan analisis univariat, bivariat (dengan T-test, U Mann Whitney , korelasi Spearmen's rho untuk independent sample) dengan pengambilan sampel secara purposive di dua Sekolah Dasar yaitu SD Negeri IV dan V Pondok Ranji di Kecamatan Ciputat Tangerang dengan jurnlah sample 240 rnurid kelas II, IV dan VI.
Hasil penelitian : Hasil menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna antara UKGS Program dan UKGS Percontohan yang ditinjau dari status kesehatan gigi (DMF-T )dan OHIS gigi (p > 0,05 ), dan terlihat bahwa perilaku kesehatan gigi anak memberi pengaruh terbesar 0.399, dan peran serta guru memberikan pengaruh sebesar 0.140 untuk status DMF-T gigi anak SD, sedangkan perilaku kesehatan gigi orang tua tidak mempunyai pengaruh. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa faktor yang berpengaruh terbesar untuk status kesehatan gigi anak SD adalah perilaku anak, partisipasi guru , dan perilaku orang tua.

School-linked preventive oral care programs for children were performed since Department of Health Republik Indonesia Objective : The ain of this study is to analyze the diffences contribution factors and oral health status that influence the UKGS Program and model UKGS.
Material and method : Research desing was cross-sectional, with use purposive sampling the intra oral examination of oral health status, and qustinair that used to know the contribution factor in UKGS Program and model UKGS, were carriet out in 240 school children that in 2nd, 4th, and 6th, class which belong to primary school of SD IV and SD V Pondok Ranji, Tangerang. All independent variables data were analyze in univariat, bivariat with T test, Mann Whitney U-test, Spearmen's rho test using computer software SPSS 30.1.
Result : Although DMF-T index ( 0,87) of model UKGS was lower than that of government programme UKGS ( 0,90 ) and good criteria of OHIS index model UKGS (75,4 %) but there were not significant different between model UKGS and government program UKGS (P > 0,05), In addition there were shown significance correlation between children and DMF-T index ( r = 0,399 , p < 0,000 ) and significant correlation between teacher participation, oral health behavior of school children and OHIS ( r .-0,539; p< 0,0001 )
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2005
T16250
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Fazwishni
"Tujuan umum: Mengetahui profil keamanan dan efek getah J. curcas terhadap jaringan gigi dan periapeks dalam persiapan untuk memanfaatkan pemakaian bahan alami getah J. curcas pada radang pulpa.
Tujuan khusus (1) Mengetahui kandungan golongan senyawa getah J. curcas. (2) Mengetahui sitotoksisitas getah J. curcas. (3) Mengetahui toksisitas akut pemberian secara oral dosis tunggal getah J. curcas pada hewan percobaan. (4) Mengetahui aktivitas hemolisis getah J. curcas pada darah manusia secara in vitro. (5) Mengetahui sifat mutagenisitas getah J. curcas. (6) Mengetahui efek getah J. curcas terhadap pembebasan interleukin-1β oleh sel makrofag. (7) Mengetahui efek getah J. curcas terhadap pembebasan kolagenase pada set fibroblast. (8) Mengetahui efek histopatologik getah J. curcas terhadap pulpa dan jaringan periapeks gigi pada hewan percobaan. (9) Mengetahui efek getah J. curcas terhadap kekerasan macro jaringan keras gigi manusia secara in vitro. (10) Mengetahui efek getah J. curcas terhadap jaringan keras gigi manusia dalam hal kelarutan unsur kalsium dan fosfat secara in vitro.
Metode penelitian: Disain penelitian eksperimental dan eksplorasi. Penelitian dibagi atas (1) skrining fitokimia, (2) tahap 1 dan (3) tahap 2 evaluasi biologik getah J. curcas. Untuk standardisasi getah J. curcas diambil dari satu petak tanaman dalam satu musim, kemudian diukur pH, volume basah, diliofilisasi, diukur berat kering, dan disimpan pada -20°C sebagai sampel.
(1). Skrining fitokimia getah J. curcas. Analisis kualitatif golongan senyawa diidentifikasi dari ekstrak eter, etil asetat, dan air.
(2). Uji toksisitas
1. Uji sitotoksisitas. (1) Metoga agar overlay. Getah J. curcas dan kontrol diserap oleh cakram selulosa, kemudian diletakkan di atas permukaan agar yang menutupi selapis sel Fib L929 yang telah diwarna neutral red. Evaluasi berdasar luas zona dekolorisasi dan zona lisis yang terbentuk setelah 24 jam. (2) Assay MTT. Getah J. curcas dalam medium diberikan pada kultur set Fib L929 cell line dan sel primer fibroblast gingiva manusia yang tumbuh dalam mikroplat 96-sumur. Setelah 1-4 hari, dilakukan assay MTT. Evaluasi berdasar perbandingan nilai OD kontrol dan perlakuan.
2. Uji toksisitas akut. Mencit diberi getah J. curcas secara intragastrik sebanyak 1 kali. Dihitung LD5O berdasar jumlah mencit yang mati. Dibandingkan antara kelompok perlakuan dan kontrol dalam hal tanda toksisitas, berat badan selama 2 minggu, pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik organ tubuh.
3. Uji hemolisis. Darah dicampur dengan berbagai konsentrasi getah J. curcas. Evaluasi berdasar pembebasan hemoglobin, dibandingkan OD kelompok perlakuan dengan kontrol positif air, dan kontrol negatif salin.
4. Uji mutagenisitas. Getah J. curcas dikultur dengan bakteri S. typhi dan E. coil mutan. Evaluasi berdasar penghitungan koloni reversi bakteri, dibandingkan kelompok perlakuan, kontrol positif dan kontrol negatif.
(3) Efek getah J. curcas terhadap makrofag dan fibroblast
1. Efek getah J. curcas terhadap pembebasan IL-1β. Lima dosis getah J. curcas dimasukkan ke dalam kultur makrofag peritoneum mencit BALB/c, secara bersamaan, sebelum, atau sesudah pemberian LPS. Setelah 1 dan 2 hari, IL-1β dalam supernatan diukur secara ELISA dengan Quantikine IL-1β for mouse kit.
2. Efek getah J. curcas terhadap pembebasan kolagenase oleh fibroblast. Empat dosis getah J. curcas dan IL-1β dimasukkan dalam kultur sel primer fibroblast gingiva manusia. Setelah 1-4 hari kolagenase dalam supematan diukur dengan assay kolagenase. Hasil degradasi kolagen dipisahkan dengan SDS-PAGE. Pita 3/4 αA diukur dengan program komputer Adobe Photo.
(4) Efek histopatologik getah J. curcas pada jaringan pulpa dan periapeks. Getah J. curcas dimasukkan ke dalam kavitas gigi monyet. Setelah 3 hari, gigi diproses untuk pembuatan sediaan histologik. Evaluasi berdasar perbandingan pemeriksaan keadaan mikroskopik jaringan pulpa dan peripeks dalam hal inflamasi dan nekrosis, antara kelompok kontrol dan perlakuan.
(5) Efek getah J. curcas terhadap jaringan keras gigi.
1. Efek getah J. curcas terhadap kekerasan mikro dentin dan email. Mahkota gigi premolar dibelah 4 longitudinal, lalu ditanam di dalam akrilik dengan 1 permukan tidak tertutup akrilik. Setelah direndam dalam 3 konsentrasi getah J. curcas, permukaan dentin dan email diberi indentasi oleh intan Knoop. Evaluasi berdasar perbandingan KHN kelompok kontrol dan perlakuan.
2. Efek getah J. curcas terhadap kelarutan kalsium dan fosfat. Mahkota gigi premolar utuh dibelah 4 secara longitudinal, lalu direndam dalam 3 konsentrasi getah J. curcas. Setelah 1-3 hari, kalsium dan fosfat yang larut dalam rendaman diukur berturut-turut dengan alat atomic absorption spectrophotometer (AAS) dan spektrofotometer (metoda asam askorbat).
Hasil penelitian pH getah J. curcas rata-rata 3,49 ± 0,09 dan perbandingan berat kering/volume basah 15,12 ± 0,31%.
(1) Skrining fitokimia: getah J. curcas mengandung golongan senyawa sterol, aglikon flavon, tanin, senyawa pereduksi, glikosida steroid, poliose, dan saponin.
(2) Uji toksisitas
1.(1) Sitotoksisitas getah J. curcas pada metoda agar overlay ditemukan zona dekolorisasi indeks 2 dari 5 indeks zona. Tak ada lisis sel, bentuk sel masih jelas.
(2) Assay MTT: pads getah J. curcas kadar 0,25% terhadap Fib L929 dan kadar 0,12% terhadap fibroblast gingiva, sel nekrosis.
2.(1) LD50 > 5 g/kg BB, sehingga getah J. curcas dapat diklasifikasi dalam toksik ringan. (2) Tidak ada perbedaan berat badan. (3) Tidak ada perbedaan makroskopik dan mikroskopik organ tubuh yang diperiksa. (4) Terjadi inaktivitas pada hari 1 pada kelompok perlakuan, selanjutnya tidak ada perbedaan.
3. Aktivitas hemolisis getah J. curcas 15% adalah 6,5% dibanding air. Tidak ada hemolisis pada konsentrasi getah J. curcas yang lebih rendah.
4. Tidak ada aktivitas mutagenisitas getah J. curcas.
(3) Efek getah J. curcas terhadap makrofag dan fibroblast
1. (1) LPS meningkatkan pembebasan 1L-1β oleh makrofag. (2) Pemberian getah J. curcas menghambat pembebasan 1L-1β oleh makrofag.
2. (1) Makin lama waktu kultur, produksi kolagenase makin banyak. (2) Getah J. curcas menurunkan pembebasan kolagenase oleh fibroblast.
(4) Efek histopatologik getah J. curcas terhadap jaringan pulpa dan periapeks
(1) Inflamasi dan nekrosis terj adi pads daerah yang terbatas dekat dengan daerah yang kontak dengan getah J. curcas. Di bawahnya terdapat jaringan pulpa normal. (2) Tingkat inflamasi pulpa kelompok perlakuan tidak lebih parah dari kelompok kontrol. (3) Tidak ada radang periapeks pads kelompok kontrol dan perlakuan.
(5) Efek getah J. curcas terhadap jaringan keras gigi.
1. Efek getah J. curcas terhadap kekerasan mikro dentin dan email. (1) Kekerasan mikro dentin tidak berbeda bermakna pada 1 dan 2 hari perendaman getah J. curcas antara kelompok kontrol dan perlakuan. Namur lebih kecil setelah 3 hari pada konsentrasi getah 15%. (2) Kekerasan mikro email tidak berbeda antara kelompok kontrol dan perlakuan pada 1 dan 3 hari, Namun lebih kecil setelah 2 hari pada konsentrasi getah J. curcas 15%.
2. Kadar kalsium dan fosfat yang larut meningkat sesuai dengan kenaikan konsentrasi getah J. curcas. Namun lama perendaman tidak berpengaruh secara bermakna terhadap kelarutan kalsium.
Kesimpulan (1) Getah J. curcas mengandung sterol, aglikon flavon, tanin, senyawa pereduksi, glikosida steroid, poliose, dan saponin. (2) Tahap 1 evaluasi biologik: getah J. curcas relatif aman pada hewan percobaan berdasar LD50>5 g/kg BB sehingga termasuk dalam klasifkasi toksik ringan; hemolisis 6,5% dibanding air; tidak mutagen; dan sitotoksik dengan nekrosis koagulasi. (3) Uji tahap 2: getah J. curcas cukup efektif dalam menanggulangi pulpalgia, berdasar nekrosis pulpa terbatas, tidak ada kelainan periapeks; kekerasan mikro email dan dentin tidak turun pada 1 hari; menghambat pembebasan IL-1β dan kolagenase. Namun getah melarutkan kalsium dan fosfat.
Kesimpulan penelitian: penelitian dapat dilanjutkan ke tahap uji klinik atau tahap 3.

Biological Study on the Effects of Jatropha Curcas (Euphorbiaceae) Latex on Dental and Periapical TissuesObjective: The objective of this study was to evaluate the safety level and the effects of J. curcas latex on dental and periapical tissues. The aims in details were (1) to identify the main classes of chemical constituent in J. curcas latex; (2) to evaluate the cytotoxicity of J. curcas latex; (3) to determine the acute toxicity of J. curcas latex after single oral administration on mice; (4) to assess hemolytic activity of J. curcas latex; (5) to evaluate mutagenic activity of J. curcas latex; (6) to evaluate the effect on J. curcas latex of IL-1 il release from macrophages; (7) to evaluate the effect of J. curcas latex on collagenase release from fibroblasts; (8) to assess the histopathological effects of J. curcas latex on monkey dental pulp and periapical tissues; (9) to determine the effects of J. curcas latex to dentin and enamel micro-hardness; (10) to assess the effects of J. curcas latex on dissolving calcium and phosphate.
Methods: Research design was experimental and explorative. To standardize the sample, J. curcas latex was collected from Balittro, Bogor in 1997, then the pH and wet volume were measured, the latex was lyophilized, dry weight was measured, and latex was stored at-20°C as sample. Biological evaluation was grouped into (1) phytochemical sreening, (2) toxicity test, (3) effects of J.curcas latex on cell, (4) effects of J.curcas latex on dental pulp and periapical tissues, and (5) effects of J.curcas latex on dental hard tissues,
(1). Phytochemical screening: the main classes of chemical constituents of J. curcas latex were analyzed qualitatively from ether, ethyl acetate, and water extracts.
(2). Toxicity test
1. Cytotoxicity test. (1) Agar overlay technique. J. curcas latex was imbibed in cellulose discs and put on the surface of agar overlaying a neutral red stained Fib L929 cell monolayer. Evaluation was judged on zone index and lysis index after 24 hours incubation. (2) MT assay. J. curcas latex was added to human gingival fibroblasts and Fib L929 cell culture in 96-well micro-plates. After 1-4 days of incubation, MTT assay was performed. Evaluation was based on comparing the OD values of control and test groups.
2. Acute toxicity. A single dose of J. curcas latex was given to male and female mice, intragastrically. LD50 was determined based on mortality rate. Assessment was also performed on 2 weeks observations of body weight, macroscopic and microscopic examinations of several organs.
3. Hemolysis test. Blood was mixed with several concentrations of J. curcas latex. The result was the extent of hemolysis expressed based on the absorbance of the test samples, negative and positive controls.
4. Mutagenicity test. L curcas latex was added to the S. ryphi and E. coil mutans culture. Assessment was based on bacterial revertant colonies, compare to positive and negative controls.
(3) Effects of J.curcas latex on macrophages and fibroblasts
1. Effects of .T. curcas latex on the release of IL-1 β from macrophages. Five doses of J. curcas latex from 75-1200 μg/ml were added into the culture of BALB/c mice peritoneal macrophages, along with, after, or before addition of LPS. Following 1-3 days of incubation, IL-1P presence in supernatant was measured by ELISA using Quantikine ]L-1P for mouse kit.
2. Effects of J. curcas latex on the release of collagenase. Four doses of J. curcas latex from 37.5-300 µg/ml were added to human gingival fibroblasts cell culture. After 1-4 days of incubation, collagenase in the supernatant was assayed with collagen. The degradation products were then separated by SDS-PAGE and the density of 3/4 αA bands was measured semi quantitatively by Adobe Photo computer program.
(4) Effects of J.curcas latex on dental pulp and periapical tissues. The latex of J. curcas was brought in contact with dental pulp and sealed. Assessment was based on the presence of inflammation and necrosis in dental pulp and periapical tissues, histopathologically.
(5) Effects of J.curcas latex on dental hard tissues
1. Effects of J. curcas latex on dentin and enamel micro-hardness. Intact premolar crowns were cut longitudinally into 4 fragments, followed by embedding of each fragment in acrylats leaving 1 free surface. The fragments were then soaked in 3 concentrations of J. curcas latex from 3.7-15% for 1-3 days. The dentin and enamel micro-hardness were assessed by Knoop hardness measurement.
2. Effects of J. curcas latex on dissolved calcium and phosphate. Intact premolar crowns were cut longitudinally into 4 fragments, followed by soaking the fragments in 3 concentration of J. curcas latex from 3.7-15% for 1-3 days. The dissolved calcium and phosphate were measured according to atomic absorption spectrophotometer and spectrophotometer (ascorbic acid method), respectively.
Results: The mean ± SD of J. curcas latex pH was 3.49 ± 0.09. The dry weight/wet volume was 15.12 ± 0.31%.
(1). Phytochemical screening: sterols, flavone aglycones, tannins, reducing compounds, sterol glycosides, poliose, and saponins were identified in J. curcas latex.
(2) Toxicity test
1. (1) Agar overlay technique. 2-5 mm decoloration zones were observed, indicating that J. curcas latex was cytotoxic. No lysis of cells was observed within the decolorized zone. (2) MTT assay. At 2.5 mg/ml J. curcas latex no living Fib L929 cells were observed, while the same result was shown at 1.2 mg/ml J. curcas latex on human gingival fibroblasts.
2. LD50 was more than 5 g/kg BW, hence dry J. curcas latex may be classified into mildly toxic substance. No significant body weight difference was observed. Macroscopic and microscopic examination on several organs showed no differences between test and control groups.
3. 6,5% hemolytic activity of 15% J. curcas latex compared to water was observed, while no hemolisis was observed with lower concentrations of latex.
4. No mutagenic ativity was observed with J. curcas latex.
(3) Effects of J.curcas latex on macrophages and fibroblasts
1. (1) LPS increased the release of IL-1β. (2) J. curcas latex inhibited the release of IL-lβ from macrophages.
2. (1) The longer the duration of incubation, the more collagenase was released. (2)
J. curcas latex decreased collagenase release by human gingival fibroblast.
(4) Effects of I. curcas latex on dental pulp and periapical tissues. Inflammation and necrosis were observed in a limited area, which was in direct contat with J. curcas latex, underneath was normal pulp. Inflammation in the pulp of test group was not greater than in the control group. No inflammation or necrosis in periapical tissues was observed in all groups.
(5) Effects of J. curcas latex on dental hard tissues
1. (1) The micro-hardness of dentin was not lowered after 1 and 2 days treatment, but lower after 3 days at 15% J. curcas latex. (2) The enamel microhardness was not decreased after 1 and 3 days immersion in J. curcas latex, but decreased after 2 days at 15% J. curcas latex.
2. The calcium and phosphate release were increased in accordance to the concentration of J. curcas latex. The duration of treatment did not influence the release of calcium, while it influenced the release of phosphate.
Conclusions (1) J. curcas latex contains sterols, flavone aglycones, tannins, reducing compounds, sterol glycosides, poliose, and saponins. (2) Level 1 biological evaluation: J. curcas latex is relatively safe in animals based on LD50>5 g/kg BW, 6,5% hemolysis compared to water, not mutagenic, but cytotoxic with coagulative necrosis. (3) Level 2 biological evaluation: J. curcas latex seems to be effective in relieving pulpal pain. It caused coagulative necrosis in pulp, which was in direct contact with J. curcas latex while the tissue underneath was normal. It did not cause inflammation of periapical tissues, and did not lower the dentin and enamel micro-hardness after 1 day of exposure, but it lowered the microhardness after 3 days. It inhibited IL-1β and collagenase release. It dissolved dental calcium and phosphate."
2000
D373
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ananda Nandita Dewana
"Latar Belakang : Anomali gigi dapat menyebabkan berbagai masalah fungsional seperti, maloklusi, meningkatkan resiko karies, dan mengganggu estetika. Tingkat kejadian anomali gigi di Indonesia, masih belum banyak diteliti. Berdasarkan hal tersebut, maka penting untuk melakukan identifikasi untuk memperoleh data frekuensi distribusi anomali gigi pada radiograf panoramik di RSKGM FKG UI. Tujuan : Mendapatkan data frekuensi distribusi anomali gigi berdasarkan usia dan jenis kelamin pada radiograf panoramik di RSKGM FKG UI. Metode : Penelitian ini merupakan studi cross-sectional dengan total sampel 367 radiograf panoramik. Radiograf dievaluasi dan diinterpretasi oleh dua orang observer untuk mengidentifikasi anomali gigi sesuai klasifikasi berdasarkan anomali jumlah (gigi supernumerari), ukuran (makrodonsia dan mikrodonsia), erupsi (transposisi), serta morfologi (fusi, concrescence, geminasi, taurodonsia, dilaserasi, dens invaginatus, dens evaginatus, molar incisor malformation (MIM) , amelogenesis imperfecta, dentinogenesis imperfecta, dentin dysplasia, regional odontodisplasia, enamel pearl, talon cusp, dan congenital sifilis). Data usia, jenis kelamin, dan hasil interpretasi radiograf panoramik dicatat. Selanjutnya, dilakukan uji reliabilitas menggunakan uji Kappa untuk data kategorik dan uji ICC untuk data numerik. Hasil : Dari total sampel 367 radiograf pada rentang usia 6-79 tahun ditemukan 133 (36,2%) radiograf panoramik dengan anomali gigi, sebanyak 1-4 kasus pada setiap radiograf. Jumlah seluruh anomali gigi yang ditemukan adalah 395 kasus. Anomali gigi terbanyak ditemukan pada rentang usia 16-25 tahun. Berdasarkan klasifikasi, frekuensi distribusi anomali gigi yang ditemukan, secara berurutan yaitu anomali morfologi (63,15%), ukuran (32,33%), jumlah (18,05%), dan erupsi (7,52%). Jenis anomali morfologi gigi yang paling banyak ditemukan adalah dilaserasi (33,83%), anomali ukuran adalah mikrodonsia (32,05%), dan anomali jumlah adalah gigi supernumerari (23,64%). Berdasarkan jenis kelamin, frekuensi distribusi anomali gigi ditemukan lebih banyak pada laki-laki (45,83%) dibanding perempuan (31,87%). Anomali gigi yang paling banyak ditemukan pada laki-laki adalah gigi supernumerari, concrescence, dens invaginatus dan enamel pearl. Sedangkan, anomali gigi yang paling banyak ditemukan pada perempuan adalah makrodonsia, mikrodonsia, transposisi, geminasi, taurodonsia, dilaserasi, dens evaginatus, molar-incisor malformation (MIM), dan talon cusp. Kesimpulan : Prevalensi anomali gigi pada radiograf panoramik yang ditemukan pada penelitian ini cukup tinggi. Proporsi anomali gigi lebih tinggi ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan.

Background : Dental anomalies can affect various functional problems such as, malocclusion, increase the risk of caries, and aesthetics problem. Incidence rate of dental anomalies in Indonesia has not yet been widely studied. Based on this, it is important to identification to get data frequency distribution of dental anomalies on panoramic radiographs at RSKGM FKG UI. Objective : To get data frequency distribution of dental anomalies based on age and gender in panoramic radiograph at RSKGM FKG UI. Method : This study is a cross-sectional study with total sample 367 panoramic radiographs. Radiographs were evaluated and interpreted by two observers to identify dental anomalies according to classification anomaly by number (supernumerary teeth), size (macrodontia and microdontia), eruption (transposition), and morphology (fusion, concrescence, gemination, taurodontisme, dilaceration, dens invaginatus, dens evaginatus, molar incisor malformation (MIM) , amelogenesis imperfecta, dentinogenesis imperfecta, dentin dysplasia, regional odontodisplasia, enamel pearl, talon cusp, and congenital syphilis). Data on age, gender, and interpretation of panoramic radiographs result were recorded. Reliability test were performed using Kappa test for categoric data and ICC test for numeric data. Result : From a total sample of 367 radiographs in the age range 6-79 years, 133 (36.2%) panoramic radiographs with dental anomalies were found, 1-4 cases in each radiograph. The total of all dental anomalies in were 395 cases. Based on classification, frequency distribution of dental anomalies found, respectively, are anomaly of morphology (63,15%), size (32,33%), number (18,05%), and eruption (7,52%). The most common type of anomaly of morphology was dilaceration (33,83%), anomaly of number was microdontia (32,05%), and anomaly of number was supernumerary tooth (23,64%). Based on gender, frequency distribution of dental anomalies were found higher 45,83% in male than 31,87% in female. The most common dental anomalies found in men are supernumerary tooth, concrescence, dens invaginatus and enamel pearl. Meanwhile, the most common dental anomalies found in women are macrodontia, microdontia, transposition, gemination, taurodontisme, dilaceration, dens evaginatus, molar-incisor malformation (MIM), and talon cusp. Conclusions : The prevalence of dental anomalies on panoramic radiographs found in this study is quite high. A higher proportion of dental anomalies was found in men than women."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ernawati S. Sanjoto
"Dengan diterapkannya otonomi daerah dan desentralisasi maka pembangunan di daerah termasuk pembangunan kesehatan menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, namun sampai saat ini masih mengalami kesulitan dalam penyediaan dana operasional bagi puskesmas. Dengan adanya UU nomor 34 tahun 2000 tentang perubahan atas UU nomor 18 tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, penggalian pembiayaan yang berasal dari pendapatan asli daerah dapat dimungkinkan.
Penelitian ini dilakukan pada Unit BPG Pancoran Mas karena dianggap mempunyai pelayanan heterogen dan jumlah kunjungannya mengalami peningkatan pada periode 2002-2003, dengan tujuan mengetahui biaya satuan jenis pelayanan konservasi, eksodonsia, periodonsia, konsultasi.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Activity Base Costing, karena metode ini lebih teliti dalam mengukur biaya berdasarkan aktivitas sehingga biaya yang timbul merupakan informasi yang sebenarnya
HasiI penelitian menunjukkan bahwa biaya total unit BPG Rp.130.955.509,-biaya satuan aktual (1) jenis pelayanan konservasi pada penambalan sementara perawatan karies gigi Rp. 12.97,- penambalan sementara perawatan endodonsia Rp.13.707,-, penambalan tetap amalgam Rp.23.117,-, penambalan tetap glass ionoiner Rp.25.107,-, (2) jenis pelayanan endodonsia pada pencabutan gigi sulung Rp.9.357,-pencabutan gigi tetap Rp.37.367,- (3) jenis pelayanan periodonsia Rp.24.980,- dan (4) jenis pelayanan konsultasi pada dewasa Rp.10,727,- pada anak-anak Rp.8.146; . Biaya rata-rata pelayanan Rp.18.300,- dan subsidi Pemerintah Kota Depok untuk tiap jenis pelayanan adalah Rp.7.357,- sampai Rp.32.367,- dan selama tahun 2003 telah memberikan subsidi ke Unit BPG sebesar Rp.120.454.025,﷓
Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa biaya satuan aktual tiap jenis pelayanan berdasarkan pelayanan yang diberikan masih diatas tarif saat ini Bari Rp.2.000,- sampai Rp. 7.500,-.
Peneliti merekomendasikan pemerintah tetap memberikan subsidi berupa investasi dan gaji pegawai sehingga puskesmas dapat meningkatkan mutu dan kinerjanya, dapat bersaing dengan kompetitor lain, serta dapat menutupi biaya operasionalnya.

In the midst of the implementation of local autonomy and decentralization, local development including health development are responsibility of local government, but still faces difficulty in allocating operational cost for Public Health Centre (PHC). The Law No. 34 year 2000 on changes of Law No. 18 year 1997 on local taxes and retribution was enabling the obtainment of funding from local income.
This study was conducted in DCU of Pancoran Mas PHC since it offered heterogeneous services and increase in number of visits in year 2002-2001 This study aimed to know the unit cost of conservation, exodontias, periodontal, and consultation.
Method used in this study was Activity Based Costing since this method is considered more accurate in calculating cost based on activity to reveal actual cost.
The result showed that the total cost of DCU was Rp.130.955.509,- with cost of conservation service at temporary filling of dental caries of Rp. 11197,-; temporary filling of endodontia of Rp. 13.707,-; amalgam permanent filling of Rp. 23.117,-; glass ionomer permanent filling of Rp. 25.107,-. Cost of exodontia service was Rp. 9.357,-for child tooth, Rp.37.367,- for adult tooth. For periodontia service, the cost was Rp. 24.980,- while for consultation service the cost was Rp.10.727,- for adult and Rp. 8.146,- for child. Average service cost was Rp. 18.300,- and government subsidy between Rp.7.357,- and Rp.32.367,-, also during 2003 subsidy to DCU was Rp.120.454.025,-.
Based on the results, it is concluded that the actual unit cost of DCU was larger than the current tariff Rp. 2.000,- until Rp. 7.500,-. It is recommended to government to keep providing the subsidy in form of investment and salary as to enable the PHC to improve its quality and performance, and able to compete with other competitors and cover iots operational cost.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T 12795
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>