Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 237312 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rusdy Djalil
""The Relation Of Knowledge, Attitude And Practice And The Fulfillment Of Cummulative Credit Points For Widyaiswara In The Center For Education And Training (Pusdiklat) Ministry Of Health And Sub Center (Bapelkes) In Jakarta And West Java".Based on the decree of the State Minister for Administrative Reform No.68/Menpan/1985 concerning cumulative credits for the official widyaiswara, the functional position of widyaiswara in the Ministry of Health was approved. As the staff of Bapelkes of the Ministry of Health, widyaiswara has a main task, which is to train Ministry of Health staffs. This study attempted to see the performance of widyaiswara in several Bapelkes in Jakarta and West Java.
There are many widyaiswaras who could not fulfill their tasks to gather cumulative credit points for them as arranged by the rule. The study observed factors affecting the cumulative credit points. The study design was cross sectional one to see the relationship of widyaiswara's characteristics and the fulfill-meat of cumulative credit points.
The respondents of this study are the widyaiswaras in the Pusdiklat and Bapelkes of Cilandak (Jakarta) and West Java consisting of the Bapelkes of Ciloto, Lemahabang and Bandung.
The data were collected through structured interview based on a set of questionnaire. A multivariate logistic regression analysis was performed to see factors whose relation to the cumulative credit points of widyaiswara were simultaneous observed.
The results showed that the factors having close relations to the cumulative credit points were the skills and ability in writing scientific papers, the knowledge of many kind of credit point forms used, the attitude to the position or job they have, and their kind attention to the process of gathering cumulative credit points.
Based on the findings we conclude that most of the widyaiswaras who fulfilled their cumulative credit points were the young age group, who graduated from university (S1), the groups who supported attitude to their position or job, levels of understanding to the learning process and the insight of many kinds of credit point forms used, groups who pay attention to the process of gathering cumulative credit points and have skill and ability to write scientific papers.
To improve the cumulative credit points gathered we would pay attention to some factors beyond that, especially the skill and ability to write a scientific papers.

Sejak ditetapkannya Surat Keputusan Menteri Penertiban Aparatur Negara Nomor 68/Menpan/1985 tentang angka kredit bagi jabatan widyaiswara, maka sejak itulah jabatan fungsional widyaiswara di Departemen Kesehatan diakui keberadaannya. Sebagai staf tetap Balai Pelatihan Kesehatan (Bapelkes) Departemen Kesehatan, widyaiswara mempunyai tugas utama memberikan pelatihan. Penelitian ini mengenai kinerja widyaiswara dibeberapa Bapelkes di DKI Jakarta dan Propinsi Jawa Barat.
Masih banyak widyaiswara yang belum dapat melaksanakan kewajibannya mengumpulkan angka kredit yang diwajibkan sesuai ketentuan dan peraturan yang berlaku. Penelitian ini melihat faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan perolehan pemenuhan angka kredit tersebut. Jenis penelitian adalah cross sectional untuk melihat' hubungan antara karakteristik widyaiswara dengan perolehan pemenuhan angka kredit yang disyaratkan dalam jabatan widyaiswara.
Sebagai responden dalam penelitian ini adalah widyaiswara yang bertugas pada Pusat Diktat Pegawai Depkes dan Bapelkes Cilandak di DKI Jakarta dan Propinsi Jawa Barat (Bapelkes Ciloto, Bapelkes Lemah Abang dan Bapelkes Bandung).
Pengambilan data dilakukan dengan wawancara terstruktur yakni berpedoman kepada kuesioner dan data sekunder dari Pusat Diktat Pegawai Departemen Kesehatan Selanjutnya analisis statistik dilakukan dengan uji regresi logistik multivariat (secara bersama-sama), dimaksudkan untuk melihat faktor mana yang paling erat hubungannya dengan pemenuhan angka kredit.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang erat hubungannya dengan perolehan pemenuhan angka kredit adalah ketrampilan dalam penulisan karya tulis ilmiah, pengetahuan tentang macam/jenis formulir, sikap terhadap jabatan yang dipangku serta perhatian terhadap pengumpulan angka kredit.
Berdasarkan hasil temuan dapat disimpulkan bahwa sebagian besar widyaiswara yang dapat memenuhi angka kredit yang diwajibkan adalah widyaiswara dari kelompok usia muda, berpendidikan sarjana (S1), kelompok yang memiliki sikap mendukung terhadap jabatan yang dipangku, tingkat pengetahuan tentang proses belajar mengajar dan pengetahuan tentang macam /jenis formulir cukup baik, kelompok yang memiliki perhatian penuh terhadap pengumpulan angka kredit dan yang memiliki ketrampilan dalam penulisan karya tulis ilmiah.
Agar perolehan pemenuhan angka kredit dapat ditingkatkan, beberapa hal perlu mendapat perhatian, utamanya mengenai ketrampilan dalam penulisan karya tulis ilmiah."
Depok: Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2013
331.1 DEK
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Luddin, Muchlis Rantoni
"ABSTRAK
Dimensi persoalan pekerja anak di perkebunan teh tidak hanya berkaitan dengan persoalan pendidikan, kemiskinan, ekonomi keluarga dan budaya lokal, melainkan pula berhimpitan dengan aspek lain di balik fenomena pekerja anak itu yakni perhatian perusahaan dan pemerintah daerah yang kurang, tempat tinggalnya yang di isolir dari pusat kegiatan ekonomi dan tidak ada program aksi oleh institusi yang berkompeten dalam membina kehidupan masyarakat.
Pekerja anak di perkebunan teh Ciliwung perlu diteliti karena dianggap mengalami perlakuan eksploitasi. Eksploitasi dilakukan karena pekerja anak dianggap produktif, bekerja tanpa menimbulkan masalah, menerima sedikit upah tanpa protes. mudah diatur dan penurut. Karena itu, di balik fenomena pekerja anak ada masalah eksploitasi. Pertanyaannya adalah bagaimana eksploitasi itu dilakukan?; mengapa eksploitasi dilakukan pada anak yang masih belia?; siapa saja yang melakukan tindakan eksploitasi?; apa yang menyebabkan anak-anak itu terjerumus dalam tindakan eksploitatif orang tua dan majikannya?; bagaimana pola eksploitasi dilakukan kepada anak-anak yang bekerja?; bagaimana peta, struktur dan hirarki eksploitasi pekerja anak itu?; bagaimana motif kemiskinan dijadikan sebagai alat melakukan eksploitasi pekerja anak?; bagaimana dampak tindakan eksploitasi itu terhadap perkembangan jiwa dan Fisik pekerja anak.
Bagi kaum Marxis, eksploitasi dianggap sebagai upaya menarik keuntungan yang tidak adil oleh hak-hak istimewa dari pemilikan pribadi. Menurut Wright konsep eksploitasi terkait dengan analisis kelas yakni kelas kapitalis sebagai pemilik sarana produksi dan kelas pekerja yang tidak memiliki sarana produksi. Dalam terminologi libetarian, eksploitasi sering diikuti pemaksaan. Karena itu, Best memandang eksploitasi sebagai pengambilan keuntungan secara tidak adil oleh satu pihak kepada pihak lain. Eksploitasi memiliki ciri, al.: (a) berlangsung dalam relasi antar manusia, (b) setidaknya ada dua pihak yang terlibat yakni pihak yang mengeksploitisir dan pihak yang dieksploitisir, (c) ukurannya adalah keadilan, (d) terdapat distribusi yang tidak wajar dalam hubungan itu. Ukuran ketidakadilan dalam eksploitasi juga dinyatakan oleh Calvert dan Calvert bahwa ketidakadilan sering muncul dalam pekerjaan sehingga menimbulkan masalah, termasuk masalah pekerja anak yang dieksploitasi.
Penelitian ini memakai pendekatan kualitatif-analitis. Data dikumpulkan melalui berbagai sumber yaitu dari informan kunci yakni pekerja anak itu sendiri, teman sebaya dan keluarganya dan sumber tertulis. Penelitian diawali dengan pengenalan lapangan dan observasi guna beradaptasi dengan kehidupan pekerja anak. Kemudian, peneliti menggunakan teknik observasi, "quasi-partisipasi", interview mendalam dan focus group discussion agar peneliti dapat berinteraksi secara optimal dengan pekerja anak dan menyelami perangainya di tempat kerja, di rumah dan di lingkungannya. Peneliti juga menerapkan teknik dokumentasi untuk rnemperoleh data sekunder dan tertier.
Berdasarkan studi yang dilakukan, diperoleh beberapa temuan penelitian. Derajat eksploitasi yang terjadi sifatnya berjenjang. Semakin ke bawah tingkat eksploitasi akan semakin besar implikasinya, sebaliknya, semakin ke atas tingkat eksploitasi akan semakin rendah implikasinya. Eksploitasi yang dilakukan oleh majikan menghujam ke bawah kepada para pekerja, di mana dilakukan secara sistimatis, lebih terbuka dan dibarengi dengan penekanan. Pada kenyataannya, anak bekerja karena "dipaksa" oleh orang tuanya dan menjadi agen penyetor yang memberi konstribusi bagi kelangsungan hidup keluarganya dan menghidupi dirinya sendiri. Bahkan, prinsip no work, no pay dijadikan sebagai analogi bahwa jika anak mau jajan maka harus mencari uang sendiri. Temuan ini sekaligus menunjukkan bahwa asumsi selama ini mengenai anak-anak bekerja karena ingin membantu orang tuanya, tidak sepenuhnya benar. Anak yang tidak bekerja akan diberi sanksi, yakni sanksi kehilangan haknya sebagai anak untuk dipenuhi kebutuhan hidupnya yang elementer dan sanksi moral karena dianggap tidak bertanggung jawab terhadap orang tua dan keluarganya. Eksploitasi oleh pihak yang memiliki otoritas di perkebunan terhadap pekerja anak juga dibarengi dengan tindakan pelecehan, termasuk pelecehan seksual yang dilakukan oleh mandor terhadap wanita pekerja anak. Derivasi bentuk eksploitasi ini dianggap masih relatif jarang dalam kajian teoritis tentang eksploitasi. Selain itu, tindakan eksploitasi berlangsung secara formal dan informal. Bagi masyarakat miskin di perkebunan teh, ikatan sosial semakin kuat dalam kerangka membangun relasi sosial-kemasyarakatan, namun sebaliknya semakin rendah dalam relasi ekonomi, guna mempertahankan aset-aset ekonomi keluarga. Perusahaan perkebunan teh Ciliwung menempuh kebijakan bahwa setiap penduduk yang berdomisili di areal perkebunan teh wajib menjadi pekerja sehingga anak-anak yang sudah tidak bersekolah 'diminta' menjadi pekerja. Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian terdahulu yang menjelaskan bahwa anak-anak yang tidak melanjutkan sekolah disuruh menjadi pekerja.
Namun demikian, asumsi bahwa bekerja di perusahaan merupakan simbol kesejahteraan keluarga besar perusahaan, tidak sepenuhnya benar sebab ternyata pekerja anak dan keluarganya di Perkebunan Teh Ciliwung senantiasa dieksploitasi dan hidup dalam batas subsistensi.
Seorang pekerja anak yang datang dari keluarga miskin cenderung selalu miskin atau dimiskinkan oleh kondisi yang mendera kehidupannya. Kepentingan pekerja anak dan keluarganya untuk mempertahankan eksistensinya juga diliputi konflik, meskipun masih bersifat latent kecuali kasus Entin dengan mandor Ali, karena posisi para pekerja, terutama pekerja anak selalu diletakkan dalam relasi yang eksploitatif, di mana majikan akan selalu memperoleh keuntungan dari para pekerja anak.
Gaya hidup majikan selalu identik dengan prestise dan pola konsumsi yang merefleksikan tingkat kekayaannya. PeneIitian juga menemukan bahwa pekerja anak yang memberikan kontribusi yang cukup besar kepada perusahaan, justru tidak mempunyai akses terhadap pemanfaatan aset perusahaan. Pekerja tidak diberi kesempatan mengontrol jalannya perusahaan, termasuk mengontrol besarnya perolehan perusahaan dari hasil kerjanya. Pekerja dibatasi haknya untuk memperoleh informasi tentang perusahaan, bahkan birokrasi perusahaan sengaja dibuat berjenjang agar dapat membatasi akses pekerja kepada pimpinan perusahaan, sehingga pekerja hanya dapat berhubungan dengan petugas atau penanggungjawab lapangan. Pekerja anak juga tidak berhak untuk memiliki aset produktif. Nilai seorang pekerja di hadapan majikan ditentukan oleh seberapa banyak penghasilan yang diperoleh dan biaya transaksi upah yang disepakati. Lebih banyak nilai perolehan upah dan hasil kerja yang bisa dipotong atau dieksploitasi oleh majikan, maka pekerja akan semakin merasa dieksploitasi.

ABSTRACT
The Exploitation Of The Child Worker On The Tea Plantation In Cisarua BogorThe dimensions of child worker issue at the plantation not only deals with the education, poverty, family economic life, and local culture but also other aspects like less attention of the company and local government (PEMDA), isolated setting away from business centers, no implementation program by institutions competent in developing and sustaining the economic and social life of community.
The child worker case at Ciliwung tea plantation assumed have been exploited needs to be researched. The exploitation happens because child workers are considered productive, relatively no-causing work problem. accepting little wage without complaint easily managed, and obedient. Thus, behind this child worker phenomenon lies exploitation issue. The question is how this exploitation is carried out?: why this exploitation makes use of very young children?; what make these children arc exploited by their parents and employers?; what the exploitation pattern applied on these children are?; what the exploitation structure and hierarchy of these child workers are?; how this poverty motive is made use to exploit these child workers?; what is the impact of this exploitation on the physical and psychological development of child workers?.
For Marxists, exploitation is defined as an effort to make profit in such an unfair way by using privileged right of the private ownership. According to Wright, the exploitation concept is related to the class analysis, that is the capitalist class as the owner of the means of production and the worker class with no means of production. In Libertarian terminology, exploitation is usually followed by force. That is why, Best views exploitation as the unfair profit taking from one party by the other one. Exploitation has the following characteristics: (a) it takes place in the relationship among humans, (b) there are as least two parties involved; the exploiting and the exploited ones, (c) the parameter is justice, (d) there is an unequal-distribution in the relationship. The injustice parameter in exploitation is also stated by Calvert and Calvert that injustice often anises in work world and brings problems, including the problem of exploited child workers.
This research use qualitative-analytic approach. Data were collected from various sources. They are the key informant; the child workers themselves, their colleagues and families and also the written information. The research was initiated with the field observation in order to adapt with the child worker life. Than by using the observation technique, "quation-participation", in depth interview, and focus group discussion, the researcher interacted optimally with the child workers and learned their behavior at the work site, home, and neighbourhood. The researcher also applied the documentation technique in other to gain secondary and tertiary data.
On the basis of the study conducted, it was gained several research findings. It was found that degrees of exploitation was gradual. The lower the exploitation degrees is, the bigger its implication will be, on the contrary, the higher the degree of exploitation is the smaller its implication will be. Exploitation done by the employer is directed straight to the workers. In which it is carried out systematically, more open and with pressure. As a matter of fact, this children work because they are "forced" by they parents and economically become the contributors to the sustainability of their family and their own lives_ Even, the principle of "no work no pay" is used as an analogy that if a child needs to buy something, be alone has to earn money for that. This finding shows that the assumption that children work for helping their parents is not completely right. A child who does not work will be sanctioned, that is the loss of his right to full his elementary need and morally considered irresponsible for his parents and family. The exploitation of these child workers at the plantation by the authorized employers is also signed with the harassment, including the sexual harassment by the male supervisors to the female child workers. The derivation of the exploitation form is relatively are in the theoretical study of the exploitation. Besides, exploitation occurs formal and informal ways. For poor community at tea plantation, social cohesion is getting stronger in building their social relation, but it's getting weaker in building their economic relation in order to keep the family economic assets. The company of Ciliwung tea plantation implements the policy that at people living in the plantation are must work at the plantation including their children who no longer go to school. This finding is in line with the former research finding that children are who no longer go to school are 'asked' to work at the plantation. However, the assumption that working at the plantation is the prosperity symbol of the company big family is not completely right, because in fact the child workers and their parents are exploited and live in substantial limit.
A child worker from poor family tend to always be poor or to be 'pored' {made poor) by such life condition. The need of the child workers and their parents to survive and keep their existence is also covered with latent conflict, except the case of Entin and Supervisor that happens because the workers position, especially child workers is always placed in an exploitative relation in which the employer always take advantage from them.
The employer's life style is always identical with the prestige and consumption pattern reflecting his wealth. Research also found that even a child worker giving a significant contribution to the company, does not have access to use company asset. Workers are not given opportunity to control the operation of the company, including to control the amount of profit that they contribute. Workers' right of getting information on the company is restricted, even the company bureaucracy is composed in such a gradual way that higher the workers to have direct access to the top leader, that the workers just have the access to the supervisor or field officer. A child worker has no right to own productive asset. The value of a worker for the employer is determined by the amount of gain he earns and the cost of the wage transaction having been agreed. The more the amount of wage and the work gain that can be reduced or exploited that more exploited the worker is"
2002
D199
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tjahyo Purwanto
"ABSTRAK
Sejalan dengan tugas Pertamina yang berlandaskan atas Undang-Undang RI, Nomor 8 tahun 1971, maka PT. Pelita Air Service (PT. PAS) yang semula adalah Dinas Penerbangan Pertamina, menjalankan kegiatan jasa angkutan udara yang bersifat General Aviation, yaitu hanya melayani kebutuhan operasional perusahaan induknya. Dengan makin bertumbuh kembangnya perusahaan penerbangan, yang mampu menembus ke dalam industri perminyakan, berarti PT. Pelita Air Service menghadapi ancaman persaingan terbuka, yang kenyataannya hampir 50% pangsa pasarnya benar-benar telah berada di tangan perusahaan pesaing. Kondisi ini mengharuskan PT. PAS mulai mencari peluang keluar Pertamina dengan orientasi profit, disamping tetap mengemban tugas utamanya sebagai anak perusahaan Pertamina yang mendukung operasional MIGAS.
Orientasi kepada profit, berarti setiap langkah kegiatan Perusahaan harus dengan wawasan bisnis, agar tetap hidup berkembang. Langkah baru ini harus diikuti oleh kesiapan SAM untuk menyambutnya, baik dari SIKAP maupun PENGETAHUAN-nya yang bisa rneningkatkan MUTU PELAYANAN JASA. Aspek pentingnya Mutu Pelayanan Jasa adalah ciri utama dari Jiwa Kewiraswastaan, yang mengutamakan kepuasan pelanggan demi peningkatan produktivitas usaha.
Dari hasil penelitian, ternyata sikap pegawai menanggapi keadaan Perusahaan cenderung baik, namun kinerja yang ditampilkan cenderung hanya Sedang. Hal ini terlihat, ada keinginan untuk mempertahankan perusahaan, namun tidak mengerti bagaimana harus berbuat. Kondisi ini memerlukan perhatian dari manajemen untuk mengembangkan motivasi kerja khususnya melalui program pendidikan dan pelatihan yang lebih intensif. Sikap lama yang cenderung manja karena adanya monopoli penerbangan bidang Migas, mengakibatkan lalai dan kurang tanggap terhadap perkembangan di luar organisasi. Hal ini menyebabkan sangat lambannya upaya untuk selalu menyempurnakan diri, terutama pada upaya meningkatkan mutu pelayanan.
Peranan pengembangan Motivasi kerja dari Manajemen, dituntut agar mampu mengubah pola Pikir, pola Sikap, maupun pola Tindak pegawai, dan Sikap lama menjadi Sikap baru yang lebih inovatif dan kr-eatif, serta lebih mandiri. Sikap positif yang bercirikan kedewasaan dan kematangan, harus dapat ditumbuhkan pada diri pegawai, agar masing-masing dapat memahami dan menyadari kondisi perusahaannya. Selanjutnya diharapkan dapat tumbuh rasa ikut memiliki dan rasa ikut bertanggung jawab atas perusahaannya, dengan kesadaran untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan demi pelaksanaan tugasnya. Dengan demikian mutu pelayanan jasa dapat ditingkatkan, yang pada akhirnya produktivitas usaha dari PT. PAS akan meningkat pula."
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dedi Supriadi
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan menelaah peranan migrasi dan mutu
modal manusia dalam pembangunan di Jawa Tengah dan di Jawa Timur
dengan menggunakan data Susenas 1982 dan Produk Domestik Regional
tahun 1982.
Penelaahan peranan migrasi dan mutu modal manusia dilakukan
melalui pendekatan fungsi produksi Cobb-douglas, mengenai produk
tivitas pekerja. Atas dasar proses produksi, sektor ekonomi dibagi dalam empat sektor yaitu sektor pertanian sebagai penyedia bahan
komoditi baik untuk konsumen mau pun produsen, sektor industri
yang mengolahnya menjadi barang jadi atau setengah jadi, sektor
perdagangan yang merupakan mata rantai yang menghubungkan produsen dengan produsen lain dan dengan konsumen dan terakhir adalah
sektor jasa lainnya yang merupakan penunjang untuk memperlancar proses produksi tersebut.
Pembangunan ekonomi berarti adanya perubahan dalam struktur
output dan alokasi input pacta berbagai sektor perekonomian dan
adanya kenaikan output.
Salah satu input dalam pembangunan ekonomi tersebut adalah
pekerja, adanya kenaikan output dari sisi pekerja ~erarti dengan
jumlah peker ja yang tetap dihasilkan output yang lebih banyak
atau adanya kenaikan produktivitas pekerja, kenaikan produktivitas
ini karena adanya kenaikan mutu modal pekerja. Kenaikan mutu
modal pekerja bukan saja ditentukan oleh mutu modal pekerja akan
tetapi ditentukan juga oleh mutu modal fisik dan teknologi.
Mutu modal manusia adalah suatu benda ekonomi yang langka
dan karenanya dibutuhkan pengorbanan untuk memperolehnya. Penentu
mutu modal manusia tersebut adalah pendidikan, kesehatan/kesejahteraan,
keamanan, lingkungan dan partisipasi aktif pekerja serta migrasi.
Dalam penelitian ini hanya ditelaah pengaruh pendidikan,
kesejahteraan dan partisipasi aktif serta produk domestik regional
bruto pada empat sektor ekonomi tersebut di Jawa Tengah dan
di Jawa timur. Variabel keamanan dan lingkungan tidak di telaah
karena keterbatasan data.
Produk domestik regional bruto mempunyai hubungan yang posi
tif dengan produktivitas pekerja, artinya setiap kenaikan produk
domestik regioanl bruto sebesar 1 persen maka akan meningkatkan
produktivitas pekerja sebesar 0,36 persen.
Mutu modal pekerja migran umumnya lebih tinggi daripada mutu
modal pekerja non migran, namun pekerja migran memberikan sumbangan
terhadap produktivitas pekerja yang lebih kecil daripada
pekerja non migran.
Pendidikan pekerja di sektor pertanian memberikan sumbangan
yang negatif terhadap produktivitas pekerja. Artinya, meningkatnya
pendidikan pekerja di sektor pertanian akan menurunkan produktivitas
pekerja. produktivitas minimum akan tercapai pada saat
pendidikan rata-rata 15,5 tahun atau belum tamat perguruan
tinggi.
Pendidikan.pekerja di sektor industri dan perdagangan memberikan
sumbangan yang positif terhadap produktivitas pekerja.
Artinya, semakin tinggi tingkat pendidikan kian besar produktivitas pekerja. Produktivitas minimum di sektor industri telah tercapai pada saat tingkat pendidikan rata-rata kelas dua sekolah
dasar, dan produktivitas minimum di sektor perdagangan telah tercapai pada saat pendidikan rata-rata kelas tiga sekolah dasar.
Kesejahteraan pekerja memberikan sumbangan yang negatif terhadap
produktivitas pekerja. Artinya, semakin kecil proporsi pekerja
yang berpenghasilan di bawah kebutuhan fisik minimum maka
semakin tinggi produktivitas pekerjanya. Besarnya sumbangan kesejahteraan
tersebut terhadap produktivitas pekerja adalah -0,03
%, artinya, setiap penurunan 1 persen proporsi pekerja yang berpenghasilan
di bawah kebutuhan fisik minimum maka akan meningkatkan
produktivitas pekerja sebesar 0,03 persen.
Partisipasi aktif pekerja memberikan sumbangan yang positif
terhadap produktivitas pekerja, artinya semakin tinggi partisipasi
aktif kian besar produktivitasnya. Besarnya sumbangan partisi
pasi terse but adalah 0, 25%. Artinya, setiap kenaikan 1 persen
partisipasi aktif akan meningkatkan produktivitas pekerja sebesar
0,25 %."
1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soewono
"Produktivitas bagi suatu organisasi sangatlah terkait pada dua unsur yaitu unsur teknis dan unsur manusia. Oleh karena itu, maka pembinaan dan pengembangan pegawai yang dilakukan tidak hanya meliputi aspek teknis saja akan tetapi juga meliputi pembinaan terhadap aspek-aspek psikologis seperti peningkatan motivasi dan budaya organisasi.
Motivasi dan budaya organisasi sangat penting dalam hubungannya dengan produktivitas kerja. Motivasi yang tinggi akan mendorong pegawai untuk bekerja secara disiplin dan budaya organisasi merupakan falsafah yang mendasari kerja untuk mencapai keberhasilan yang pada gilirannya akan mendorong peningkatan produktivitas kerja. Dalam kaitan inilah, maka penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui kondisi motivasi, budaya organisasi dan produktivitas kerja pegawai.
Sedangkan secara khusus penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan korelasi antara motivasi dan budaya organisasi terhadap produktivitas kerja pegawai.
Populasi ponelitian adalah seluruh pegawai Biro Keuangan dan Tata Usaha BUMN yang berjumlah 121 orang, dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara dan penyebaran kuisioner dalam bentuk angket berjumlah 44 orang sampel dan diperoleh hasil bahwa kondisi motivasi pegawai di Biro Keuangan dan Tata Usaha BUMN cenderung baik, didasarkan pada indikator faktor motivator dan faktor hygienes . Kondisi budaya organisasi secara keseluruhan cenderung baik didasarkan dari seluruh indikator yaitu orientasi kualitas, keterbukaan, sistem imbalan, pembelajaran, dan kebersamaan. Kondisi produktivitas kerja berdasarkan pengukuran keseluruhan aspek indikator yaitu tindakan konstruktif, percaya pada din sendiri, bertanggung jawab, memiliki rasa cinta terhadap pekerjaan, mempunyai pandangan kedepan, mampu mengatasi persoalan, dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berubah-ubah, mempunyai kontribusi positip terhadap lingkungannya, dan memiliki kekuatan untuk mewujudkan potensinya cenderung baik. Terdapat hubungan yang positip dan signifikan antara faktor motivator dan faktor hygienes dengan produktivitas kerja pegawai, demikian juga dengan budaya organisasi hubungan yang positip dan sangat signifikan dari seluruh indikator budaya organisasi dengan produktivitas kerja pegawai."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T 10802
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"The potential land of Indonesia that serves its function as agriculture is about 162.40 million hectares. It consists of 33.4 hectares of swamp area is scatteres in several big island , among them are 9.37 million hectares of swamp area...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yadrifil
"ABSTRAK
Peningkatan produktivilas merupakan salah satu pokok bahasan strategis, mengingat bahwa kita hanya memiliki tenggang waktu sekitar tujuh tahun untuk mempersiapkan diri menghadapi era perdagangan bebas dalam rangka pemberlakuan AFTA, APEC dan WTO.
Pengukuran produktivitas sebagai elemen dalam daur produktivitas karenanya menjadi penting, sebab tanpa pengukuran akan sulit untuk mengetahui keberhasilan usaha­ usalm peningkatan produktivitas yang dilaksanakan. Pengukuran produktivitas dengan kasus bidang usaha realti PT X ini dilakukan dengan menggunakan model penilaian komprehensif dengan menggunakan model kinerja penilaian perusahaan dengan mempertimbangkan misi, tujuan dan sasaran Renstra, RKAP dan sasaran ISO 9001 series yang menjadi target klnerja menyeluruh perusabaan ini. Model pengukuran produktivitas ini dipilih karena kesesuaiannya dengan data yang tersedia, dan karena beberapa kelebihan yang dimllikinya, antara lain : lenggkap serta mudah untuk dianalisis dan dimengerti hasilnya.
Melalui pengukuran produktivitas ini diharapkan dapat diperoleh gambaran tentang kondisi produkttvitas PT X, serta faktor-faktor apa yang paling berpengaruh terhadap produktivitasnya, untuk kemudian melakukan setiap kriteria produktivitas substitusi."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1996
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>