Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 126512 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Joko Tripujono Sunaryo
"LATAR BELAKANG
Dengan meningkatnya kegiatan industri dalam beberapa tahun belakangan ini khususnya di beberapa kota besar di Indonesia mengakibatkan kecenderungan naiknya tingkat urbanisasi dari daerah pedesaan ke daerah perkotaan. Kegiatan industri dan urbanisasi ini sangat berpengaruh terhadap penyediaan prasarana (infrastuktur) perkotaan diantaranya penyediaan air minum baik untuk keperluan penduduk maupun kawasan industri, pariwisata dan rumah sakit maupun kegiatan pemerintahan lainnya. Air menjadi komoditi yang langka dan berharga dengan selalu meningkatnya permintaan air minum dari tahun ke tahun sejalan dengan kegiatan-kegiatan tersebut. Pada beberapa kota besar usaha-usaha untuk memenuhi kebutuhan ini telah dilakukan dengan cara menaikkan tingkat produksi dan memperluas jaringan distribusi air minum yang dibangun dengan biaya yang relatif besar. Namun demikian disadari bahwa kemampuan keuangan pemerintah Indonesia untuk membangun sarana infrastruktur termasuk sarana penyediaan air minum ini sangat terbatas. Laporan Bank Dunia 1994, menyatakan bahwa negara-negara berkembang setiap tahunnya harus menginvestasikan lebih dari 200 milyar US $ untuk pembangunan sarana infrastruktur yang berarti senilai lebih dari 4% pendapatan nasional. Dalam periode lima belas tahun terakhir ini walaupun peningkatan penggunaan sarana air minum telah meningkat lebih dari 50 %, tetapi lebih dari 1 milyar manusia masih membutuhkan sarana air minum. Presiden Suharto dalam pidatonya dimuka forum World Infrastructure Forum Asia '94 di Jakarta pada bulan Oktober 1994 mengungkapkan bahwa dibutuhkan adanya kerja sama internasional dalam pembangunan prasarana. Jumlah dana yang diperlukan selama Pelita VI untuk pembangunan sektor prasarana perkotaan ini akan menyerap biaya tidak kurang dari Rp.100 triliun. Departemen Pekerjaan Umum memperkirakan bahwa biaya pembangunan sarana air minum saja dalam Pelita VI ini akan menyerap investasi sebesar Rp. 7 triliun, tetapi anggaran yang dapat disediakan dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Tingkat I dan Pemerintah Daerah Tingkat II serta Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM/PAM) hanya sebesar 25 % saja. Dengan demikian maka diharapkan kekurangan pembiayaan sebesar 75 % ini akan dapat diisi oleh sektor swasta melalui sistem pendanaan/investasi swasta , kerja sama atau bentuk partisipasi swasta lainnya.
Dalam beberapa tahun belakangan ini pada sisi yang lain dampak globalisasi ternyata juga mempengaruhi kecenderungan dari perusahaan internasional untuk lebih meluaskan usahanya. Dengan melemahnya kegiatan pembangunan sarana air minum di negara maju karena telah terpenuhinya kebutuhan air minum misalnya maka beberapa perusahaan internasional terutama yang berasal dari Inggris dan beberapa negara Eropa lainnya berusaha untuk mengembangkan aktivitas usahanya dengan menginvestasikan modalnya ke negara-negara di Amerika Latin, dan Asia termasuk Indonesia. Dengan terbatasnya dana pemerintah untuk melakukan investasi dalam sarana publik ini maka peluang swasta terbuka untuk masuk dalam program privatisasi termasuk diantaranya investasi dengan pola built operate dan transfer.
Dari segi hukum Pemerintah RI telah mengeluarkan Undang-Undang Penanaman Modal No: 1 tahun 1967 dan diperbaharui dengan UU No: 11 tahun 1970. Demikian pula dalam rangka deregulasi dengan PP No: 20 tahun 1994 telah dikeluarkan peraturan agar lebih menarik investor untuk ikut berpartisipasi dalam program privatisasi di Indonesia khususnya dalam bidang prasarana umum perkotaan seperti jalan, listrik, persampahan dan juga air minum."
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novie Dianing Hayusudina
"Era reformasi telah menawarkan banyak perubahan dan peluang investasi. Hal ini dilakukan dengan memberikan kemudahan bagi berbagai jenis investasi, termasuk investasi proyek bangunan gedung. Tren pasar yang berkembang menjadikan strategi dan analisis yang tepat dibutuhkan untuk menjamin kesuksesan dalam melakukan pengambilan keputusan untuk berinvestasi. BOT (Build-Operate-Transfer) adalah salah satu alternatif jenis kerjasama yang tepat dengan tren pasar dalam berinvestasi pada bangunan gedung saat ini. Pemilihan skema BOT sebagai sistem pengadaan proyek dapat membantu pemanfaatan lahan-lahan berpotensial dan strategis yang tidak dapat dijual.
Penelitian ini diadakan dengan tujuan untuk mengkaji investasi jenis bangunan gedung apakah yang tepat menggunakan skema kerjasama BOT pada suatu lahan. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah studi kasus pada statu lahan, yaitu lahan milik Departemen Agama di Jl. MH. Thamrin No. 6, Jakarta Pusat, dengan melakukan kajian pemilihan jenis investasi bangunan gedung apa yang tepat dilakukan pada lahan tersebut. Data-data yang diperoleh berasal dari hasil wawancara terhadap pakar-pakar yang berpengalaman di bidang investasi properti lebih dari 12 tahun. Hasil dari wawancara tersebut kemudian akan diolah dengan analisa kualitatif menggunakan metode AHP yang didukung dengan analisa bangunan dan pasar properti. Sedangkan pada data kuantitatif yang diperoleh akan dilakukan simulasi cashflow dan analisa sensitivitas terhadap parameter-parameter kelayakan investasi secara finansial yang kemudian akan disimulasi menggunakan Opquest.
Berdasarkan analisa-analisa yang telah dilakukan maka diperoleh hasil bahwa jenis investasi bangunan gedung yang tepat dilakukan pada lahan milik Departemen Agama melalui jenis kerjasama BOT adalah gedung perkantoran. Berdasarkan penilaian terhadap parameter kelayakan investasi juga diperoleh bahwa investasi gedung perkantoran pada lahan milik Departemen Agama dinyatakan layak dengan nilai IRR sebesar 17,02%, NPV Rp 87.977.219.968,02, dan BEP pada tahun ke-14. dengan suku bunga 12% dan equity 20%, dimana kelayakan tersebut berlaku untuk investor dengan karakteristik konservatif.

Reformation era has offering many chances as well as change in investment. In this regard is by providing the investor with an easy access to invest, including in it is the investment in the building structures project. Successful investment requires both strategy and analysis of market demand. BOT (Build-Operate-Transfer) scheme is one of the alternatives in join-investment that is suitable and in accordance with the increasing demand of building structures. The selection of BOT scheme as a project procurement system in the building structures could support the utilization of potential land located in the strategic area but not worth to sell.
The objective of the study is to evaluate the investment in building structures by applying the BOT scheme, whether it is a proper and right way to invest in a potential land located in the strategic area. Case study by evaluating the selection of investment in the type of building structure on the land owned by the Department of Religion (Departemen Agama) located in Jl.MH. Thamrin no.6 Jakarta Pusat is used as the approach of the study. Data to support the evaluation was collected by interviewing the experts specializing in the property investment for more than 12 year. Supporting with the property market and the structure analysis, the data collected is evaluated qualitatively by applying the AHP method. To evaluate the quantitative data the cash-flow simulation and the sensitivity analysis to the parameters of feasible investment will be applied, finally it will be simulated by using Opquest method.
Based on the evaluation, office building procured by applying the BOT scheme on the land owned by the Department of Religion is a right investment. Based on the evaluation to the parameters of feasible investment on the land owned by the Department of Religion shows that office building structures is a feasible investment, as the IRR is 17.02 % and the Net Present Value is Rp.87,977,219,968.00. With the interest rate or 12 % per annum and equity 20 %, the BEP will be obtained in the year-14th. It applied to the conservative investor."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
T24795
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Worotikan, Inez Karina
"Build, Operate, and Transfer (BOT) merupakan istilah singkat yang digunakan untuk menggambarkan suatu sistem dalam pendanaan atau pembiayaan pembangunan suatu proyek. Pembiayaan untuk membangun proyek atas dasar sistem Build, Operate, and Transfer (BOT) dilakukan oleh suatu pihak yang bukan pemilik proyek dengan tujuan akan mendapatkan keuntungan berdasarkan izin yang diberikan oleh pemilik proyek untuk mengoperasikan proyek tersebut serta mengambil seluruh atau sebagian penghasilan dari proyek tersebut selama jangka waktu tertentu yang telah disepakati. Setelah izin untuk mengoperasikan proyek tersebut berakhir, pemiliknya kembali menguasai proyek tersebut.
Dengan sistem Build, Operate, and Transfer (BOT), Pemerintah dapat dengan segera memenuhi kebutuhan akan suatu infrastruktur tanpa perlu mengeluarkan dana untuk pembangunannya. Pemerintah hanya menyiapkan lahan untuk pembangunannya dan mengeluarkan konsesi untuk pembangunan dan pengoperasian infrastruktur tersebut. Setelah konsesi berakhir, infrastruktur tersebut sepenuhnya menjadi milik Pemerintah.
Salah satu upaya Pemerintah Daerah Kota Jambi untuk penyediaan dan pengembangan fasilitas perekonomian adalah memanfaatkan lahan yang belum berfungsi atau belum memberikan manfaat maksimal. Dalam perjanjian Build, Operate, and Transfer (BOT) antara Pemerintah Daerah Kota Jambi dan PT XYZ selaku pihak investor, terdapat tiga tahapan tindakan, yaitu tahap pertama berupa tindakan pembangunan proyek yang dilakukan oleh pihak investor, tahap kedua berupa pengoperasian proyek bangunan yang merupakan hak dan wewenang investor, serta tahap ketiga berupa tindakan penyerahan proyek bangunan dari investor kepada pihak Pemerintah Daerah Kota Jambi selaku pemilik lahan, yang dilakukan pada saat berakhirnya masa konsesi yang telah disepakati sebelumnya sesuai yang diatur dalam masing-masing perjanjian dengan tetap merujuk pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Build, Operate, and Transfer (BOT) is a shorthand term used to describe a system in the funding or financing of constructing the project. Financing to build the project will be based on Build, Operate, and Transfer (BOT) system which performed by a party who is not the owner of the project with the goal to obtain benefit based on the permissions granted by the project owner in order to operate the project and take the whole or part of the income from the project during the certain period of time agreed upon both parties. After the license to operate the project ends, the owner regained control of the project.
In conjunction with the Build, Operate, and Transfer (BOT) system, the Government can immediately meet the need for an infrastructure without the need to spend funds for its construction. The Government will only need to prepare the land for development and issue a concession for the construction and operation of such infrastructure. After the concession ends, the infrastructure will fully owned by the Government.
One of the attempts by Jambi City Government for the development of the economy is to use the land that is not functioning or not providing maximum benefit. In Build, Operate, and Transfer (BOT) agreement between the Jambi City Government and PT XYZ as investor, there are three stages of action, as follows: the first stage, projects development undertaken by the investor, the second stage, in the form of the operation of a building project which is the right of investors and authorities, and the third stage is handing over the project at the end of term of cooperation to Jambi City Government as the landowner, which is carried out at the expiration of the concession period as been agreed in the agreement by both parties which is still referring to the provisions of the applicable regulations.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T46085
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Gede Aldi Pradana
"Badan Usaha Milik Daerah Perusahaan Daerah Pembangunan Sarana Jaya DKI Jakarta merupakan salah satu pelaku usaha bidang properti yang keuntungan atau kerugiannya dapat berdampak langsung kepada penghasilan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Pendapatan Asli Daerah PAD, dalam melakukan kegiatan usahanya PD. Pembangunan Sarana Jaya melakukan kerjasama dengan pihak lain untuk mendayagunakan aset-aset yang dimiliki secara maksimal untuk menghasilkan keuntungun bagi perusahaan. Kerjasama terebut salah satunya dalam bentuk perjanjian Build Operatae and Transfer BOT atau dalam hukum indonesia dikenal dengan nama perjanjian Bangun Guna Serah BGS perjanjian BOT memiliki 3 tiga tahapan yaitu build/membangun operate/mengelola dan transfer/menyerahkan kepada pemilik lahan, perjanjian BOT merupakan perjanjian dengan jangka waktu dan biaya investasi tinggi sehingga perjanjian harus dibuat dengan baik dan benar dan telah mengakomodir segala kemungkinan yang terjadi untuk jangka waktu perjanjian, penerapan dan pelakanaan perjanjian BOT oleh PD. Pembangunan Sarana Jaya terikat oleh aturan-aturan yang diterbitkan oleh pemeintah baik pusat maupun daerah, sehingga asas kebebasan berkontrak tidak dapat diterapkan secara mutlak dalam menyusun perjanjian, dalam perjanjian dikenal adanya asas pacta sun servanda yang berarti bahwa perjanjian mengikat para pihak dan menjadi undang-undang yang harus ditepati dan dijalankan, adanya opsi perpanjangan pengelolaan dalam perjanjian BOT di PD. Pembangunan Sarana Jaya berpotensi menimbulkan masalah, asas Rebus Sic Stantibus yang berarti perubahan suatu keadaan yang fundamental dapat dijadikan dasar untuk salah satu pihak melakukan renegosiasi atas suatu perjanjian terlebih perjanjian yang berjangka waktu panjang dan dengan biaya besar, asas Rebus Sic Statibus diwujudkan dalam klausul hardship dalam suatu perjanjian.

DKI Jakarta's State Owned Enterprise Pembangunan Sarana Jaya Local Company Perusahaan Daerah Pembangunan Sarana Jaya is one of the business actor in the property line of business whose profit or losses may directly affect to the DKI Jakarta Local Government's revenue through the Original Regional Revenues Pendapatan Asli Daerah PAD , in conduting their business activities, PD Pembangunan Sarana Jaya commences mutual cooperation with other parties to use effectively the owned assets in maximum to produce profit for company. One of the cooperation is in Build Operate and Transfer BOT agreement or in Indonesia Law is known as Bangun Guna Serah BGS agreement. BOT agreement has 3 three stages which are build, operate and transfer to the land owner, BOT Agreement is the agreement with certain period of time and high investment cost therefore such agreement must be made well and correct and already accomodate all possibilities who may occur during the time period, application and execution of BOT Agreement by PD Pembangunan Sarana Jaya is bound with regulations issued by the central government or local government, therefore the freedom of contract principle cannot be absolutely applied in drafting the agreement, in the agreement is already known the pacta sun servand principle which means that agreement binds the parties and becomes law that must be fulfilled and executed, the management extension option in PD Pembangunan Sarana Jaya's BOT Agreement potentially create issues, Rebus sic Stantibus principle which means the fundamental change of condition on which could be the basis to one of parties conduct renegotiation of the agreement even more the agreement who has long period of time and with big cost, Rebus sic Stantibus principle is transformed in hardship clause in the agreement.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T50993
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fransiscus Wahyu Baskoro
"Pada tahun 2004, PT A dan PT B menandatangani perjanjian bangun-guna-serah (BOT) proyek X. Kontrak berlaku selama 30 tahun dengan opsi perpanjangan 20 tahun. Selama periode BOT, PT A memperoleh kompensasi tahunan dari PT B. Studi kasus ini akan menganalisa kewajaran kompensasi berdasarkan benchmark dari PT A dan kepatuhan PT B terhadap legalitas kontrak dalam menjalankan proyek BOT. Kompensasi dapat dianggap wajar berdasarkan benchmark. Tetapi ketidak patuhan PT B terhadap legalitas kontrak dapat membuatnya menjadi tidak wajar bagi PT A.

In 2004, PT A and PT B signed an agreement to operate X project in CBD area. The contract was build-operate-transfer (BOT)in which PT B would act as theinvestor while PT A would be the land owner, for 30 years with extension option of 20 years. During the BOT period, PT A would receive yearly compensation from PT B. This study would analyze the fairness of the compensation based on PT A’s benchmark and PT B’s legal compliance in running the BOT project. The compensation could be considered fair for PT A based on the benchmark assessment. However PT B breached the legal boundaries in operating the project, which could make the compensation less fair."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nazihatul Muna
"PT Hotel Indonesia Natour sebagai BUMN yang mengelola hotel Indonesia bekerjasama dengan PT Cipta Karya Bumi Indah melalui skema Build Operate Transfer (BOT) atau Bangun Guna Serah (BGS). PT Cipta Karya Bumi Indah sebagai mitra strategis menerima hak BOT dari PT Hotel Indonesia Natour. Penerima hak BOT tersebut membangun, mengelola, dan mengoperasikan tanah dan bangunan dari PT HIN. Berdasarkan kontrak melalui skema BOT, PT CKBI merenovasi dan membangun hotel Indonesia, Mall Grand Indonesia dan gedung parkir. Namun, pada pelaksanaannya terdapat penambahan dua bangunan yaitu menara BCA dan apartemen Kempinski. Selama jangka waktu BOT atau konsesi, PT CKBI berhak untuk mengambil manfaat ekonomi atas bangunan yang telah dibangun. Kontrak BOT antara PT CKBI dengan PT HIN ditandatangani pada tahun 2004 memuat hak penerima BOT untuk melakukan perpanjangan jangka waktu kontrak atau konsesi BOT. Sehingga, waktu pengoperasian untuk memperoleh manfaat ekonomi dapat dilakukan dalam jangka waktu yang panjang untuk mengembalikan biaya investasi selain dari keuntungan ekonomi untuk korporasi. Namun, terdapat permasalahan ketika waktu pelaksanaan dari perpanjangan jangka waktu kontrak dilakukan pada tahun ke enam kontrak atau tahun 2010. Perpanjangan yang dinilai dini mengakibatkan kerugian secara ekonomi bagi PT HIN. Sebab, terdapat kompensasi atas perpanjangan tersebut dimana perhitungan nilai kompensasi tersebut menggunakan dua cara (dipilih mana yang paling besar). Penelitian ini menggunakan metode penelitian doktrinal yaitu menganalisis hukum secara normatif, berfokus pada peraturan, prinsip, dan doktrin hukum yang bersumber pada peraturan perundang-undangan sebelum tahun 2004, literatur hukum. Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer yaitu peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, dan kontrak, bahan hukum sekunder yaitu buku, jurnal ilmiah, laporan sumber referensi lainnya dan sumber data tersier yaitu kamus hukum, ensiklopedia, dan indeks. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan. Analisis data penelitian ini dihubungkan dengan permasalahan yang kemudian diteliti dan diuraikan dalam bentuk narasi. Hasil dari penelitian ini bahwa perpanjangan jangka waktu kontrak atau masa konsesi telah diatur dalam kontrak BOT antara PT HIN dengan PT CKBI. Pada kontrak tersebut tidak diatur waktu pelaksanaan nya, sehingga dapat dilakukan sewaktu-waktu atau kapan saja. Namun, kontrak dengan PT HIN sebagai BUMN terdapat pembatasan atas kontrak yang berdasarkan asas kebebasan berkontrak tersebut. Pembatasan tersebut berupa Surat Menteri BUMN No. 5-136/MBU/2004 sebagai persetujuan dari kontrak tersebut. Pada surat tersebut, ditentukan kapan dilakukan perpanjangan yaitu pada tahun terakhir dari kontrak BOT tersebut.Sehingga, atas perpanjangan yang tidak dilakukan sesuai surat tersebut mengakibatkan kerugian bagi PT HIN sebagai penerima BOT.

PT Hotel Indonesia Natour as a BUMN that manages Indonesian hotels collaborates with PT Cipta Karya Bumi Indah through the Build Operate Transfer (BOT) or Build to Handover (BGS) scheme. PT Cipta Karya Bumi Indah as a strategic partner received BOT rights from PT Hotel Indonesia Natour. The recipient of the BOT rights builds, manages and operates land and buildings from PT HIN. Based on the contract through the BOT scheme, PT CKBI renovated and built the Indonesian hotel, Grand Indonesia Mall and parking building. However, in its implementation there were the addition of two buildings, namely the BCA tower and the Kempinski apartment. During the BOT or concession period, PT CKBI has the right to take economic benefits from the buildings that have been constructed. The BOT contract between PT CKBI and PT HIN signed in 2004 contains the right of the BOT recipient to extend the term of the contract or BOT concession. Thus, the operating time to obtain economic benefits can be carried out over a long period of time to recover investment costs in addition to economic benefits for the corporation. However, there was a problem when the implementation time for the extension of the contract period was carried out in the sixth year of the contract or 2010. The extension which was considered early resulted in economic losses for PT HIN. Because, there is compensation for the extension where the compensation value is calculated using two methods (whichever is the largest). This research uses a doctrinal research method, namely analyzing law normatively, focusing on legal regulations, principles and doctrines originating from legislation before 2004, legal literature. The legal materials used in this research are primary legal materials, namely regulations, jurisprudence and contracts, secondary legal materials, namely books, scientific journals, reports from other reference sources and tertiary data sources, namely legal dictionaries, encyclopedias and indexes. The data collection technique in this research is library research. This research data analysis is connected to problems which are then researched and explained in narrative form. The results of this research are that the extension of the contract term or concession period has been regulated in the BOT contract between PT HIN and PT CKBI. The contract does not regulate the implementation time, so it can be carried out at any time or at any time. However, the contract with PT HIN as a BUMN provides for a contract based on freedom of contract. These restrictions are in the form of a Letter from the Minister of BUMN No. 5-136/MBU/2004 as approval of the contract. In the letter, it is determined when the extension will be carried out, namely in the last year of the BOT contract. Thus, an extension that was not carried out according to the letter resulted in losses for PT HIN as the recipient of the BOT."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Mondo Jaya
"Pembangunan infrastruktur pelabuhan masih minim karena keterbatasan pendanaan dari pemerintah dan faktor risiko investasi yang selalu dikuatirkan oleh investor swasta, untuk berpartisisipasi dalam pembangunan infrastruktur publik. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi secara cermat potensi-potensi risiko yang mempengaruhi kinerja Nilai NPV pada pembangunan pelabuhan terminal kontainer. Sedangkan pengambilan data primer dengan kuisioner dan pengolahan data dengan menggunakan analisa statistik dan monte carlo. Hasil dari penelitian ini diperoleh risiko yang paling berpengaruh terhadap nilai NPV yakni risiko Peningkatan biaya proyek karena perencanaan yang buruk, Demand jasa kepelabuhanan lebih rendah dari yang diharapkan, Lalu lintas akses darat menuju pelabuhan stagnan dan Inflasi yang tinggi.
Development of port infrastructure is still minimal due to limited funding from the government and investment risk factors are always feared by private investors, to
take apart in public infrastructure development. This study aims to identify carefully the potential risks that affect the performance of NPV at port project. While the primary data collection by questionnaire and data processing using risk analysis. Results of this study showed that most affect the risk of NPV increase
the risk of project cost due to poor planning, traffic or port services demand is lower than expected, traffic access and land transport of stagnant and high inflation."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Mondo Jaya
"Pembangunan infrastruktur pelabuhan masih minim karena keterbatasan pendanaan dari pemerintah dan faktor risiko investasi yang selalu dikuatirkan oleh investor swasta, untuk berpartisisipasi dalam pembangunan infrastruktur publik.
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi secara cermat potensi-potensi risiko yang mempengaruhi kinerja Nilai NPV pada pembangunan pelabuhan terminal kontainer. Sedangkan pengambilan data primer dengan kuisioner dan pengolahan data dengan menggunakan analisa statistik dan monte carlo. Hasil dari penelitian ini diperoleh risiko yang paling berpengaruh terhadap nilai NPV yakni risiko Peningkatan biaya proyek karena perencanaan yang buruk, Demand jasa kepelabuhanan lebih rendah dari yang diharapkan, Lalu lintas akses darat menuju pelabuhan stagnan dan Inflasi yang tinggi.

Development of port infrastructure is still minimal due to limited funding from the government and investment risk factors are always feared by private investors, to take apart in public infrastructure development.
This study aims to identify carefully the potential risks that affect the performance of NPV at port project. While the primary data collection by questionnaire and data processing using risk analysis. Results of this study showed that most affect the risk of NPV increase the risk of project cost due to poor planning, traffic or port services demand is lower than expected, traffic access and land transport of stagnant and high inflation.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
T45427
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febri Indriyani Fasry
"Perjanjian Build, Operate and Transfer sering ditemukan dalam praktek pembangunan proyek berskala besar. Perjanjian BOT antara PT. Bank Rakyat Indonesia dan Dana Pensiun BRI dengan PT. Mulia Persada Pacific terjadi selama 30 tahun. Dikarenakan terbukti wanprestasi hakim memutuskan perjanjian berakhir padahal hak pengelolan Investor masih sampai 10 tahun lagi. Berdasarkan hal-hal tersebut maka permasalahan yang akan diteliti dalam skripsi ini adalah perlindungan hukum terhadap PT. Mulia Persada Pacific selaku Investor yang terbukti wanprestasi terhadap putusan hakim yang menyatakan perjanjian berakhir (pembatalan perjanjian) dan restorasi (pengembalian prestasi) tehadap PT. Mulia Persada Pacific selaku pihak yang terbukti wanprestasi.

Build Operate And Transfer (BOT) Agreement mostly found in some major development project. Build, Operate And Transfer (BOT) Agreement between PT. Bank Rakyat Indonesia and Dana Pensiun BRI with PT. Mulia Persada Pasific has been occured for thirty years. It because has been proven there is a default, The Judge had annuled that the agreement ended even though the invest management is still running for the next ten years. Based from the things above, this thesis will discuss the issues about the legal protection of PT. Mulia Persada Pasific as the investor who already been proven default of The Judge Annualment which stated about the end of agreement (agreement cancelation) and the restoration (returning pledge) of PT. Mulia Persada Pasific as the party who has been prove defaulted.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S62477
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Welly Sugiarto Raharjo
"Penelitian ini menggunakan pendekatan manajemen stratejik untuk memetakan faktor eksternal dan daya tarik industri jalan tol sebelum nantinya dapat mengidentifikasi dan memitigasi risiko yang ada untuk kemudian hasilnya dikategorikan berdasarkan kesamaan arti untuk nantinya memudahkan semua pihak dalam memprediksi risiko dominan apa yang akan dihadapi. Tiga proyek jalan tol yang dibangun oleh PT Jasa Marga, perusahaan operator jalan tol terbesar di Indonesia, menjadi sampel dalam penelitian ini. Proyek jalan tol tersebut memiliki keunikan yaitu fase pembangunan dan diperoleh dengan cara berbeda. Penelitian menunjukkan bahwa risiko dominan yang dihadapi pada tahap inisiatif proyek, persiapan, pengadaan, konstruksi dan operasi berturut - turut adalah risiko proyek, risiko performa, risiko proyek, risiko proyek dan risiko politis. Sedangkan solusi yang ditawarkan dapat dikategorikan menjadi dua yakni komunikasi yang baik terhadap stakeholders dan manajemen pengawasan yang kontinu terhadap jalannya sebuah perencanaan.

This research use strategic management approach to map external factors and toll road industry attractiveness before identify and mitigate all risks that will be classified later based on meaning similarity to ease all parties in predict what dominant risk that will be faced in the future. Three toll road projects will be built by PT Jasa Marga, the biggest toll road operator company in Indonesia, be samples in this research. These toll road projects have their uniqueness aspect such as their development phase and the operation permit that get in different ways. This research show that the dominant risk that faced in project initiative, preparation, tender, construction and operation sequentially project, performance, project, project and political risk. Then the solution that offered can be classified in two categories such as good stakeholders communication and continuous supervisory management against the project development process.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>