Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 194473 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Frans Reumi
"Konsep hak ulayat di Indonesia dikenal luas melalui literatur hukum adat yang ditulis oleh sarjana-sarjana hukum antara lain : Van Vollenhoven dan Ter Haar (1980); Soepomo (1977); Iman Sudiyat (1981); Bushar Muhammad (1991), dan Hilman Hadikusuma (1992). Konsep hak ulayat atau hak pertuanan yang dikemukakan para sarjana tersebut kebanyakan terjemahan dari istilah beschikkingsrecht, yang oleh Van Vollenhoven diartikan sebagai hak masyarakat atas tanah yang ada di Indonesia untuk menguasai tanah dalam lingkungan daerah persekutuan hukum guna kepentingan para warga masyarakat, dan hak tersebut mempunyai dasar keagamaan. Cakupan konsep hak ulayat sebagaimana tersirat dalam rumusan-rumusan para penulis tersebut di atas tidak hanya terbatas pada hak atas tanah tetapi juga mencakup hak atas perairan atau laut. Bushar Muhammad (1991:105) misalnya, mengemukakan objek hak ulayat ini meliputi tanah atau daratan; air atau perairan seperti : kali, danau, pantai beserta perairannya; tumbuh-tumbuhan yang hidup liar, binatang liar yang hidup bebas dalam hutan. Namun demikian, pembahasan tentang hak ulayat perairan atau laut masih belum banyak dilakukan dibandingkan dengan pengkajian mengenai hak-hak yang berhubungan dengan penguasaan dan pemanfaatan tanah.
Di Indonesia, kelompok-kelompok masyarakat yang memiliki konsep hak-hak ulayat perairan (laut) ini masih tetap hidup dan mempertahankan keberadaannya berkaitan dengan penguasaan dan pemanfaatan sumber daya yang tersedia dalam perairan yang berada di sekitarnya. Sebagian besar kelompok masyarakat itu berada di daerah-daerah pantai dan kepulauan atau pulau-pulau di luar pulau Jawa yang masih menerapkan sistem ekonomi subsistensi. Penguasaan dan pemanfaatan sumber daya laut ini secara tradisional tidak dapat dipisahkan, karena merupakan satu kesatuan yang oleh masyarakat telah diakui eksistensinya yaitu hak ulayat, dan hak ini sangat dihormati dan dipertahankan oleh kelompok masyarakat yang memilikinya maupun kelompok masyarakat hukum yang lain di sekitar pemilikan itu. Hal ini tercermin pada sanksi-sanksi yang dipakai untuk melindungi wilayah laut termasuk habitat yang terkandung di dalamnya. Kelompok masyarakat ini struktur sosial ekonominya mempunyai ketergantungan yang sangat besar pada hasil laut. Artinya sumber daya alam yang berada di laut dalam wilayah kekuasaan masyarakat tersebut secara tradisional benar-benar dipergunakan untuk meningkatkan dan mempertahankan taraf hidup mereka.
Konflik berkenaan dengan penguasaan dan pemanfaatan sumber daya di perairan laut ini banyak timbul belakangan ini, setelah pihak luar mulai memasuki dan memanfaatkan sumber daya yang berada di kawasan-kawasan perairan laut yang secara turun-temurun di kuasai penduduk setempat (lihat : kasus bab IV). Konflik yang dimaksud diseni timbul sebagai akibat pertentangan kepentingan dan perebutan sumber daya yang persediaannya terbatas. Hal ini secara empiris dalam perkembangannya, mengundang perhatian sebagaimana di maksudkan oleh Gerrett (1968; dalam Mamar, 1989) mengenai munculnya konsep milik bersama (common property) terhadap sumber daya alam."
Depok: Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ulfa Riany Fajrin
"Dalam sejarah kepemilikan tanah, hak ulayat masyarakat adat telah diakui dan dihormati oleh negara dan terdapat pengaturannya pada perundang-undangan di Indonesia. Tanah ulayat di Papua menjadi penting karena mengikat budaya dan identitas masyarakat adat. Konflik di Papua sering terjadi mengenai sengketa tanah. Seperti yang ada pada putusan Mahkamah Agung Nomor 4241 K/Pdt/2022 dimana permasalahan timbul ketika warga lokal Papua yang bukan merupakan bagian dari masyarakat hukum adat membeli tanah ulayat untuk kepentingannya melalui masyarakat hukum adat di distrik Hubikiak, Wamena Kota. Jual beli dilakukan sesuai dengan proses hukum adat yaitu dengan cara pelepasan hak atas tanah adat yang diawasi oleh kepala adat atau Ondoafi, para tetua adat, ketua RT/RW. Setelahnya dilanjutkan dengan membuat permohonan penerbitan SHM kepada BPN. Dalam hukum adat, penerbitan sertifikat harus menyertakan bukti surat pernyataan pelepasan hak atas tanah. Pendaftaran tanah selain dapat memberikan kepastian hukum juga sangat penting karena merupakan alat bukti kepemilikan yang sah dan diakui oleh negara. Pengakuan hak milik seringkali bertentangan dengan hukum adat karena terdapat ketidakselarasan dengan konsep hukum modern. Oleh karena itu, adapun permasalahan mengenai bagaimana pengaturan tanah ulayat di masyarakat hukum adat Papua berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kedudukan surat hak milik yang berasal dari tanah ulayat masyarakat hukum adat Papua. Guna menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan metode penelitian doktrinal dengan melakukan kajian objek hukum berupa peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Data yang digunakan merupakan data sekunder yang berupa bahan hukum primer yang relevan dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini adalah peraturan hukum mengenai kesejahteraan masyarakat adat dalam peraturan UU Otsus Papua dan Perdasus Papua, namun implementasinya masih sangat kurang serta mengenai kedudukan surat hak milik yang berasal dari tanah ulayat masyarakat hukum adat meskipun bertentangan dengan hukum adat harus diakui karena merupakan bukti kepemilikan yang sah menurut hukum dan diakui oleh negara. Sehingga, objek tanah jika sewaktu-waktu diakui kembali oleh masyarakat hukum adat tidak dapat dipermasalahkan maupun diambil alih.

In the history of land ownership, the rights of indigenous peoples have been recognized and respected by the state and have been laid down in the laws of Indonesia. The land of rite in Papua has become important because it binds the culture and identity of indigenous peoples. Conflicts in Papua are often about land disputes. As in the decision of the Supreme Court Number 4241 K/Pdt/2022 where the problem arises when the local citizens of Papua who are not part of the customary law community buy land for their interests through the ordinary llaw society in the district of Hubikiak, Wamena Kota. The sale is carried out in accordance with customary legal processes that is by the way of realese of the right to the original land supervised by the chief or Ondoafi, ordinary elders, the head of RT/RW. Afterwards proceeded by making a request for the issuance of SHM to BPN. In customary laws, the issue of the certificate must include proof of th declaration of the release of rights to the land. Land registration, in addition to providing legal certainty, is also very important as it is a legitimate and state recognized proof of ownership. The recognition of property rights is often contrary to customary law because it is inconsistent with modern legal concepts. Therefore, with regard to the problem of how the arrangement of land in Papua customary law society is based on the rules of the laws in force and the position of the title of property originating from the land of the Papua common law society. In order to answer these questions, this study uses the method of doctrinal research by conducting a study of legal objects such as regulations of laws and judgments of courts. The data used is secondary data that is primary legal material relevant to this research. The results of this research are legal regulations concerning the welfare of indigenous peoples in the regulations of the Otsus Papua and the Perdasus Papua, but their implementation is still very poor as well as regarding the position of the title of property originating from the land of the communities the customary land law although contrary to customary laws must be recognized as proof of legitimate ownership according to the law and recognized by the state. Thus, the object of land if at any time recognized by the common law society cannot be challenged nor taken."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mulyana W. Kusumah
Bandung: Alumni, 1981
340.115 MUL b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Thamrin Hamdan
"Tesis ini merupakan suatu hasil studi mengenai tradisi penyelesaian sengketa yang dilandasi oleh adanya pluralisme hukum yang hidup (berlaku) pada masyarakat di wilayah hukum Polsek Pendopo, yang mempunyaì implikasi terhadap pelaksaan tugas pokok dan fungsi utama kepolisian di wilayah itu. Tradisi penyelesaian sengketa tersebut terimplementasi ke dalam 5 (lima) ?pola alternatif pilihan penyelesaian sengketa bagi warga masyarakat setempat, yang mereka gunakan secara selektif berdasarkan pertimbangan-pertimbangan: (a) paling masuk akal; (b) paling menguntungkan dari segi efisiensi waktu dan biaya; (d) paling sesuai dengan rasa keadilan menurut persepsi mereka; serta (e) paling efektif dan bersifat wín-win solution bagi para pihak yang bersengketa. Sedangkan aparat Polsek Pendopo juga telah melakukan penginterpretasian terhadap ?pola-pola alternatif penyelesaian? yang digunakan oleh warga masyarakat setempat, dengan bersikap tegas dan aktif sepanjang hal ¡tu berkaitan dengan hukum positif, serta bersikap pasif ? tidak melarang dan juga tidak mau terlibat ? sepanjang ?pola alternatif pilihan? penyelesaian sengketa yang digunakan warga masyarakat berkaitan dengan upaya musyawarah untuk mencapai kesepakatan damai berdasarkan tradisi masyarakat setempat. yelesaian sengketa pada masyarakat di wilayah hukum Polsek Pendopo ini dapat disimpulkan sebagai salah satu perwujudan dari apa yang di dalam terminologi ilmu hukum dinamakan sebagai model ?PSA Tradisional.? Suatu model penyelesaian sengketa yang telah lama dikenal dan berlaku di berbagai daerah di Indonesia dalam berbagai bentuk dan sifat yang beraneka ragam, tetapi mekanisme pemanfaatannya secara yuridis-formal belum diatur di dalam sistem hukum dan sistem peradilan di Indonesia. Secara teoritis, hasil studi ini bemianfaat bagi pengembangan khazanah Kajian Ilmu Kepolisian yang bersifat antar-bidang, terutama di dalam upaya mengembangkan konsep dan teori yang lebih relevan untuk: (a) memahami ?realitas hukum? (law ¡n action) dalam konteks penegakan hukum oleh aparat kepolisian pada Iingkungan suatu masyarakat tertentu; (b) memahami salah satu perwujudan ?hukum yang hidup di dalam masyarakat? (living law) dalam konteks pluralisme hukum yang berlaku pada lingkungan masyarakat tertentu; (c) memahami salah satu model PSA Tradisional pada língkungan suatu masyarakat tertentu; dan (d) memahami bagaimana hak-hak korban kejahatan maupun hak hak pelaku kejahatan, balk sebagal individu maupun sebagal kelompok, telah tertindungi atau terakomodasikan di dalam tradisi penyelesaian sengketa yang bertaku pada lingkungan suatu masyarakat tertentu di Indonesia.

This thesis is a result of a study on the tradition of dispute resolution based on the existence of legal pluralism that lives (applies) in the community in the Pendopo Police jurisdiction, which has implications for the implementation of the main tasks and main functions of the police in the area. The tradition of dispute resolution is implemented into 5 (five) alternative patterns of dispute resolution choices for local residents, which they use selectively based on the following considerations: (a) the most reasonable; (b) the most profitable in terms of time and cost efficiency; (d) the most in accordance with their sense of justice; and (e) the most effective and win-win solution for the disputing parties. Meanwhile, the Pendopo Police apparatus has also interpreted the alternative patterns of resolution used by local residents, by being firm and active as long as it is related to positive law, and being passive - not prohibiting and also not wanting to get involved - as long as the alternative pattern of choice is not used. dispute resolution used by community members is related to deliberation efforts to reach a peaceful agreement based on local community traditions. Dispute resolution in the community in the Pendopo Police jurisdiction can be concluded as one of the manifestations of what in legal terminology is called the "Traditional PSA" model. A dispute resolution model that has long been known and applied in various regions in Indonesia in various forms and diverse natures, but the mechanism for its use in a legal-formal manner has not been regulated in the legal system and judicial system in Indonesia. Theoretically, the results of this study are useful for the development of the inter-disciplinary Police Science Study treasury, especially in efforts to develop more relevant concepts and theories for: (a) understanding "legal reality" (law and action) in the context of law enforcement by the police in a particular community environment; (b) understanding one of the manifestations of "living law" in the context of legal pluralism that applies in a particular community environment; (c) understanding one of the Traditional PSA models in a particular community environment; and (d) understand how the rights of crime victims and the rights of crime perpetrators, both as individuals and as groups, have been protected or accommodated within the traditions of dispute resolution that apply to a particular society in Indonesia.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T2475
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"ABSTRAK
Tesis ini merupakan suatu hasil studi mengenai tradisi penyelesaian
sengketa yang dilandasi oleh adanya pluralisme hukum yang hidup (berlaku)
pada masyarakat di wilayah hukum Polsek Pendopo, yang mempunyaì implikasi
terhadap pelaksaan tugas pokok dan fungsi utama kepolisian di wilayah itu.
Tradisi penyelesaian sengketa tersebut terimplementasi ke dalam 5 (lima) ?pola
alternatif pilihan penyelesaian sengketa bagi warga masyarakat setempat, yang
mereka gunakan secara selektif berdasarkan pertimbangan-pertimbangan: (a)
paling masuk akal; (b) paling menguntungkan dari segi efisiensi waktu dan biaya;
(d) paling sesuai dengan rasa keadilan menurut persepsi mereka; serta (e) paling
efektif dan bersifat wín-win solution bagi para pihak yang bersengketa.
Sedangkan aparat Polsek Pendopo juga telah melakukan penginterpretasian
terhadap ?pola-pola alternatif penyelesaian? yang digunakan oleh warga
masyarakat setempat, dengan bersikap tegas dan aktif sepanjang hal ¡tu
berkaitan dengan hukum positif, serta bersikap pasif ? tidak melarang dan juga
tidak mau terlibat ? sepanjang ?pola alternatif pilihan? penyelesaian sengketa
yang digunakan warga masyarakat berkaitan dengan upaya musyawarah untuk
mencapai kesepakatan damai berdasarkan tradisi masyarakat setempat.
Tradisi penyelesaian sengketa pada masyarakat di wilayah hukum Polsek
Pendopo ini dapat disimpulkan sebagai salah satu perwujudan dari apa yang di
dalam terminologi ilmu hukum dinamakan sebagai model ?PSA Tradisional.?
Suatu model penyelesaian sengketa yang telah lama dikenal dan berlaku di
berbagai daerah di Indonesia dalam berbagai bentuk dan sifat yang beraneka
ragam, tetapi mekanisme pemanfaatannya secara yuridis-formal belum diatur di
dalam sistem hukum dan sistem peradilan di Indonesia.
Secara teoritis, hasil studi ini bemianfaat bagi pengembangan khazanah
Kajian Ilmu Kepolisian yang bersifat antar-bidang, terutama di dalam upaya
mengembangkan konsep dan teori yang lebih relevan untuk: (a) memahami
?realitas hukum? (law ¡n action) dalam konteks penegakan hukum oleh aparat
kepolisian pada Iingkungan suatu masyarakat tertentu; (b) memahami salah satu
perwujudan ?hukum yang hidup di dalam masyarakat? (living law) dalam konteks
pluralisme hukum yang berlaku pada lingkungan masyarakat tertentu; (c)
memahami salah satu model PSA Tradisional pada língkungan suatu masyarakat
tertentu; dan (d) memahami bagaimana hak-hak korban kejahatan maupun hak
hak pelaku kejahatan, balk sebagal individu maupun sebagal kelompok, telah
tertindungi atau terakomodasikan di dalam tradisi penyelesaian sengketa yang
bertaku pada lingkungan suatu masyarakat tertentu di Indonesia."
2001
T2475
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Baharuddin Lopa, 1935-2001
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996
320 BAH m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Leni Ambar Muslihatin
"Korea Selatan memperlihatkan kematangan dalam pengelolaan perlindungan warisan budaya melalui pengesahan perundang-undangan perlindungan kekayaan budaya dan struktur administrasi pemrintah yang berorientasi jangka panjang, serta keaktipan di dunia internasional demi misi menguatkan kepribadian bangsa.

That Korea shows the maturity of the cultural heritage protection through the enactment act and the structure of goverment administration for long-term purpose, and also the particiption in international level for mission to affirm the national identity."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2010
S15983
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"In the area of Padang Lawas, there are many biaros as the archaeological remains, especially along DAS Barumun and DAS Batang Pane. The existence of various remains in the region due to the availability of natural resources needed by human to his life. Various existing natural resources are exploited by people with supported by its own technology."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Marpaung, B.
[Place of publication not identified]: [Publisher not identified], 1995
306 MAR m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>