Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 16020 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tresye Utari
"ABSTRAK
Alumina anhidrat terdapat dalam bentuk alumina metastabil (÷ -, ç -, ã-, ê-, ä- dan è-alumina) dan alumina stabil (á-alumina). Beberapa bentuk alumina mempunyai struktur berpori dan tuas permukaan besar, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai adsorben. Umumnya adsorben alumina dibuat dari bauksit dengan proses Bayer. Penelitian ini bertujuan membuat adsorben alumina dari kaolin.
Percobaan dilakukan dengan pemanasan campuran kaolin dan amonium sulfat pada suhu tertentu untuk menghasilkan amonium alum sebagai basil antara. Dekomposisi amonium alum untuk menghasilkan alumina dilakukan pada suhu tertentu. Suhu pembentukkan amonium alum dan suhu pembentukkan alumina ditentukan berdasarkan basil analisis DTA-TGA. Amonium alum dan alumina yang diperoleh dibuktikan dengan analisis difraksi sinar-X. Perbandingan dan waktu pemanasan campuran kaolin dengan amonium sulfat divariasikan untuk memperoleh jumlah amonium alum optimum. Untuk memperoleh alumina dengan daya adsorpsi terbesar, dilakukan variasi waktu pemanasan amonium alum. Data adsorpsi alumina yang dihasilkan ditunjang oleh pengukuran kehilangan berat, luas permukaan dan struktur kristal.
Dari penelitian ini, jumlah optimum amonium alum dihasilkan dari pemanasan campuran kaolin dan amonium sulfat dengan perbandingan berat 1:4 pada suhu 363°C selama 10 jam. Adsorben alumina dengan daya adsorpsi terbesar dihasilkan dari pemanasan amonium alum pada suhu 900°C selama 3 jam. Adsorben alumina tersebut mempunyai struktur kristal yang terdiri dari campuran ÷-, ç- dan ã-Al203 dengan struktur dominan ÷-Al203, luas permukaan 139,83 m2/g dan kapasitas adsorpsi ortofosfat 0,391 mek/g. Perolehan adsorben alumina dad kaolin sebesar 14,68%.

Anhydrate alumina, M203, consist of a stable- (á -alumina) and a metastable (÷ -, ç -, ã-, ê-, ä- dan è-alumina) forms. Some of the metastable form of alumina has a high porosity and very high surface area; these properties are commonly exploited as an adsorbent. The most commonly process for a preparation of alumina adsorbent is the "Bayer process", which employees of bauxite as a raw materials. The purpose of this research is to prepared adsorbent alumina from kaolin.
It is well that when the mixture kaolin and ammonium sulphate are heated at certain temperature, intermediate compound of ammonium alum will be produced. Later, this intermediate compound decomposes to form alumina. The forming temperature ammonium alum and alumina determined by using the DTA-TGA analysis. X-Ray Diffraction (XRD) analizes ammonium alum and alumina produced at the observed temperature. To obtain the maximum amount of ammonium alum, the ratio of kaolin and ammonium sulphate mixture and the heated time at certain temperature is varied. To obtained the alumina with the maximum adsorption, the heated time of the decomposition ammonium alum also varied. Measuring the reduced weight, surface area and structural analysis supports the adsorption data.
This research showed that the maximum amount of ammonium alum could be produced when the mixture kaolin and ammonium sulphate 1: 4 was heated at 363°C for 10 hours period. Alumina with maximum adsorption capacity could be produced when ammonium alum decomposed at 900°C for 3 hours period. Alumina produced from this method are dominantly composed of the -Al2O3 xstructure, with a measured surface area is 39,83 m21g and the phosphate adsorption capacity is 30,43 meg/g. The yield of alumina from kaolin is 14,68%.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maisarah
"Toksisitas logam berat seng akibat proses produksi yang menghasilkan air limbah industri telah menjadi ancaman bagi lingkungan dan makhluk hidup selama beberapa dekade terakhir terutama di negara berkembang seperti Indonesia, yang mana efektivitas biaya dari proses penyisihan merupakan faktor utama. Pada penelitian ini akan dimanfaatkan jenis alga wild algal biomass (WAB) dari situ agathis UI mixed-culture dalam keadaan biomassa mati (inaktif) sebagai agen penyisihan logam berat seng dengan menggunakan proses biosorpsi. Efek parametrik dilakukan dengan melakukan variasi perlakuan aktivasi, waktu, pH, temperatur, konsentrasi logam, jumlah biomassa alga, dan penambahan senyawa lain sebagai parameter uji dengan bentuk eksperimen sistem batch dalam skala laboratorium. Efisiensi penghilangan seng meningkat secara signifikan dengan perlakuan aktivasi dengan perlakuan larutan basa NaOH jika dibandingkan metode aktivasi panas dan larutan CaCl2. Dalam pengujian pemilihan perlakukan aktivasi dilakukan pula analisis dengan menggunakan pendekatan evaluasi siklus hidup atau life cycle assessment (LCA) sebagai dasar dalam pengambilan keputusan untuk menilai dampak lingkungan dan kesehatan dari biosorben dalam menyisihkan logam berat seng. Didapatkan bahwa perlakuan larutan basa NaOH juga memiliki dampak lingkungan terendah dibandingkan tiga metode aktivasi lainnya. Hasil penelitian menunjukan biosorben alga situ agathis UI dalam kondisi optimum dapat digunakan untuk menyisihkan konsentrasi logam seng hingga sesuai dengan ambang batas konsentrasinya berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014 tentang baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri pelapisan logam dan galvanis sebesar 1 mg/L. Sehingga analisis penggunaan biosorben alga dapat dijadikan acuan sebagai salah satu alternatif pengolahan logam berat seng dan penggunaan limbah alga dari algae bloom sebagai bahan baku merupakan alternatif yang relevan untuk pembuangan limbah ini dan bahkan memberikan nilai tambah pada limbah.

Toxicity of heavy metal zinc due to the production process that produces industrial wastewater has become a threat to the environment and living things over the last few decades, especially in developing countries such as Indonesia, where the cost-effectiveness of the removal process is a major factor. In this study, wild algal biomass (WAB) from the Situ agathis UI mixed-culture in a state of dead (inactive) biomass will be utilized as an agent for removing heavy metals for zinc using the biosorption process. The parametric effect was carried out by varying the activation treatment, time, pH, temperature, metal concentration, dose of algal biomass, and the addition of other compounds as test parameters in the form of a batch system on a laboratory scale. The efficiency of zinc increased significantly with activation treatment with alkaline solution of NaOH when compared with heat activation method and solution of CaCl2. In the activation treatment experiment, the life cycle evaluation or life cycle assessment (LCA) approach was also used as a basis for making decisions to assess the environmental and health impacts of biosorbents in zinc heavy metal. It was found that the treatment of alkaline NaOH also had the lowest environmental impact compared to the other three activation methods. The results showed that the Situ agathis UI algae biosorbent in optimum conditions could be used for decreased zinc metal concentrations up to the concentration threshold based on the Regulation of the State Minister of the Environment (PermenLH) Number 5 of 2014 concerning Wastewater Quality Standards for Businesses and/or Metal Coatings and Galvanized Industrial Activities of 1 mg/L. So that the analysis of the use of algae biosorbents can be used as an alternative for zinc heavy metal processing and the use of algae waste as raw material is a relevant alternative for the disposal of this waste and even provides added value to the waste."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gita Andani
"Superabsorben nanokomposit berbasis natrium karboksimetil selulosa tercangkok poli akrilat-co- akrilamida yang dikomposisikan dengan abu sekam padi RHA , dan dengan penambahan pupuk NPK ke dalam superabsorben nanokomposit dengan metode polimerisasi in situ telah berhasil disintesis. Pada awal penelitian, dilakukan pembuatan RHA yang sebagian besar terdiri dari nanopartikel silika dengan rendemen rata-rata yang diperoleh sebesar 24,44 . Selanjutnya, natrium karboksimetil selulosa dikopolimerisasi dengan asam akrilat dan akrilamida sebagai monomer, kalium persulfat sebagai inisiator, N,N rsquo;-metilenbisakrilamida sebagai agen pengikat silang, dan RHA untuk memperkuat sifat mekanik dari superabsorben nanokomposit. Superabsorben nanokomposit dikarakterisasi menggunakan instrumen FT-IR untuk analisis gugus fungsi, XRD untuk analisis indeks kristalinitas, dan SEM untuk melihat morfologi permukaan. Kapasitas swelling terbaik dari superabsorben nanokomposit terhadap air, urea, KH2PO4, NH4 H2PO4, dan NPK secara berturut-turut didapatkan sebesar 468,2 g/g, 720,9 g/g, 130,0 g/g, 167,4 g/g, dan 189,3 g/g. Sedangkan kapasitas release dari air, urea, KH2PO4, NH4 H2PO4, dan NPK berturut-turut sebesar 77.4 . 69,9 , 67,4 , 64,4 , dan 64,1.
Kapasitas swelling optimum dari superabsorben nanokomposit pupuk lepas lambat in situ urea, KH2PO4, NH4 H2PO4, dan NPK secara berturut-turut adalah 320,4 g/g, 65,2 g/g, 91,5 g/g, dan 115,4 g/g. Sedangkan kapasitas release optimum dari superabsorben nanokomposit pupuk lepas lambat in situ urea, KH2PO4, NH4 H2PO4, dan NPK secara berturut-turut adalah 42,4 , 51,4 , 45,9 , dan 39,4 . Kinetika orde swelling optimum SC3 terhadap larutan air, urea, KH2PO4, NH4 H2PO4, dan NPK mengikuti hukum laju orde pseudo pertama. Sedangkan kinetika orde release optimum SC3 terhadap larutan air dan urea mengikuti hukum laju orde pseudo kedua, sementara KH2PO4, NH4 H2PO4, dan NPK mengikuti hukum laju orde pseudo pertama. Kinetika orde swelling optimum superabsorben nanokomposit pupuk lepas lambat in situ urea dan NH4 H2PO4 mengikuti hukum laju orde pseudo kedua, sedangkan in situ KH2PO4 dan in situ NPK mengikuti hukum laju orde pseudo pertama. Sedangkan kinetika orde release optimum superabsorben nanokomposit pupuk lepas lambat in situ urea dan in situ NH4 H2PO4 mengikuti hukum laju orde pseudo pertama, dan in situ KH2PO4 dan in situ NPK mengikuti hukum laju orde pseudo kedua.

Superabsorbent nanocomposite based on sodium carboxymethyl cellulose grafted by poly acrylic acid co acrylamide compounded by rice husk ash RHA , along with the addition of NPK fertilizers into the superabsorbent nanocomposite through in situ polymerization method has been successfully synthesized. At the beginning of the study, RHA, which mostly was composed of silica nanoparticles, was made, with the average yield of 24,44 . Then, sodium carboxymethyl cellulose was copolymerized using acrylic acid and acrylamide as monomers, potassium persulfate as inisiator, N,N rsquo methylenebisacrylamide as crosslinker, and RHA to enhance physical properties of the superabsorbent nanocomposite. Superabsorbent nanocomposites were characterized using FT IR to analyze their functional groups, XRD to analyze their crystallinity index, and SEM to view their morphological analysis. The optimal swelling capacity of superabsorbent nanocomposite for water, urea, KH2PO4, NH4 H2PO4, and NPK is 468,2 g g, 720,9 g g, 130,0 g g, 167,4 g g, and 189,3 g g, respectively. Meanwhile, the release capacity of water, urea, KH2PO4, NH4 H2PO4, and NPK is 77,4 , 69,9 , 67,4 , 64,4 , and 64,1 , respectively.
The optimal swelling capacity of slow release fertilizer superabsorbent nanocomposite with in situ urea, KH2PO4, NH4 H2PO4, and NPK is 320,4 g g, 65,2 g g, 91,5 g g, and 115,4 g g, respectively. On the other hand, the optimal release capacity of superabsorbent nanocomposite with in situ urea, KH2PO4, NH4 H2PO4, and NPK is 42,4 , 51,4 , 45,9 , and 39,4 , respectively. The optimal swelling kinetics order of SC3 towards water, urea, KH2PO4, NH4 H2PO4, and NPK follows the pseudo first order rate law. Meanwhile, the optimal release kinetics order of SC3 towards water and urea follows the pseudo second order rate law, when KH2PO4, NH4 H2PO4, and NPK follows the pseudo first order rate law. The optimum swelling kinetics of slow release fertilizer with in situ urea and NH4 H2PO4 follows the pseudo second order rate law, while the ones with in situ KH2PO4 and NPK follows the pseudo first order rate law. The optimum release kinetics of slow release fertilizer with in situ urea and NH4 H2PO4 follows the pseudo first order rate, while the ones with in situ KH2PO4 and NPK follows the pseudo second order rate.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adiyanti Firdausi
"Metode IPN (Interpenetrating Polymer Network) baik semi maupun full IPNdapat digunakan untuk mensintesis hidrogel superabsorben (HSA) kitosan dan poli(N-vinil-kaprolaktam) (PNVCL) atau HSA kitosan-PNVCL. Pada metode full IPN jaringan polimer disintesis secara bertahap (sequential). Tahap pertama adalah sintesis jaringan polimer kitosan terikat silang asetaldehida dan homogenisasi dengan monomer N-vinil-kaprolaktam (NVCL) Tahap kedua adalah sintesis jaringan polimer PNVCL terikat silang N Nmetilenbisakrilamida (MBA) melalui polimerisasi radikal bebas monomer NVCL dengan inisiator amonium persulfat (APS) Hasil sintesis HSA kitosan-PNVCL full-IPN memiliki kekuatan struktur ikat silang dan kemampuan swelling yang baik Kekuatan struktur ikat silang meningkat dengan bertambahnya waktu reaksi, konsentrasi agen pengikat silang, inisiator, dan dipengaruhi rasio kitosan-PNVCL Kemampuan swelling HSA kitosan-PNVCL dengan kekuatan struktur ikat silang yang baik didapat pada rasio kitosan/PNVCL 70:30 (b/b %). HSA kitosan-PNVCL full-IPN memberikan persen derajat ikat silang yang tinggi (78,2%) dan kemampuan swelling yang baik (390,2%) Karakterisasi.

The IPN (Interpenetrating Polymer Network) method, both semi and full IPN, can be used to synthesize chitosan and poly (N-vinyl-caprolactam) (PNVCL) superabsorbent hydrogels or HSA chitosan-PNVCL. In the full method of IPN polymer networks are synthesized sequentially. The first stage is the synthesis of crosslinked acetaldehyde chitosan polymer tissue and homogenization with N-vinyl-caprolactam (NVCL) monomer The second stage is synthesis of PNVCL polymer network bound by N Nmetilenbisakrilamida (MBA) through NVCL monomer free polymerization with ammonium persulfate (APS) initiator Synthesis of HSA chitosan-PNVCL full-IPN has crosslinked structure strength and good swelling ability The strength of crosslinking structure increases with increasing reaction time, concentration of crosslinking agent, initiator, and influenced by chitosan-PNVCL ratio Swelling ability of HSA chitosan-PNVCL with good cross-link structure strength is obtained at the chitosan / PNVCL ratio of 70:30 (b / b%). Full-IPN HSA chitosan-PNVCL gives a high percentage of crosslinking (78.2%) and good swelling ability (390.2%) Characterization Characterization."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S66888
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Fitriyani
"ABSTRAK
Pada penelitian ini, komposit superabsorben berbasis selulosa jerami padi dan bentonit telah berhasil disintesis. Selulosa jerami padi berhasil diisolasi dengan rendemen rata-rata sebesar 30,332%. Selanjutnya, selulosa hasil isolasi dipolimerisasi masing-masing menggunakan monomer asam akrilat dan akrilamida serta kalium persulfat digunakan sebagai inisiator dan N-N? dimetil bisakrilamida sebagai agen pengikat silang. Pada uji kapasitas swelling didapatkan bahwa superabsorben selulosa isolasi memiliki kapasitas swelling maksimum untuk air sebesar 189,894 g/g untuk monomer asam akrilat dan 149,77 g/g untuk monomer akrilamida. Kapasitas swelling maksimum untuk urea didapatkan nilai sebesar 604,543 g/g untuk monomer asam akrilat dan 137,308 g/g untuk monomer akrilamida. Kapasitas release superasorben selulosa jerami padi untuk air didapatkan nilai sebesar 77,508% untuk monomer asam akrilat dan 69,106% untuk monomer akrilamida. Kapasitas swelling untuk larutan urea diperoleh nilai 47,034% untuk monomer asam akrilat dan 18,835% untuk monomer akrilamida. Kinetika swelling dari superasorben didapatkan mengikuti kinetika pseudo orde satu untuk masing-masing superabsoben dengan hukum laju v=k[absorbat]. Dengan menggunakan metode kecepatan, didapat orde terhadap aborbat untuk swelling superabsorben monomer asam akrilat adalah 1,440 dan monomer akrilamida memiliki orde 1,476. Orde terhadap superabsorben didapatkan sebesar -0,777 pada monomer asam akrilat dan -0,065 pada monomer akrilamida. Superabsorben yang disentesis diuji menggunakan FTIR untuk mengetahui gugus fungsi, XRD untuk mengetahui derajat krstalinitas, SEM untuk mengetahui morfologi permukaan dan DSC untuk mengetahui fenomena dari pemanasan.

ABSTRAK
In this research, composite superabsorbent cellulose-based rice straw and bentonite have been successfully synthesized. Rice straw cellulose was isolated obtained an average yield 30.332%. After that, cellulose is polymerized using acrylic acid and acrylamide as monomer ,potassium persulfate as initiator and N-N 'dimethyl bisacrylamide as crosslinking agent. Through swelling capacity test,it was known that maximum swelling capacity of the rice straw cellulose superabsorbent grafted acrylic acid for water was about 189.894 g / g and by superabsorbent grafted acrylamide was about 149.77 g, while the maximum swelling capacity of urea by superabsorbent grafted acrylate acid was about 604,543 g/g and by superabsorbent grafted acrylamide was about 137,308 g/g. Then, the release capacity of water by superabsorbent grafted acrylic acid was about 77.508% and superabsorben grafted acrylamide was about 69.106%. The release capacity of urea by superabsorbent grafted acrylic acid was about 47.034% and superabsorbent grafted acrylamide was about 18.835%. The swelling kinetic from superabsorbent was obtained following the kinetic of pseudo first-order for each superabsorbent using rate law v=k[absorbat]. By using initial velocitiy method is obtained the order for the swelling superabsorbent grafted acrylic acid and acrylamide is 1,440 and 1,476 of the order for absorbate. Order of the superabsorbent obtained by -0.777 for superabsorbent grafted acrylic acid and superabsorbent grafted acrylamide is -0.065. Superabsorbent was tested using FTIR to determine the functional groups, XRD for knowing the degree of cristalinity, SEM to determine the surface morphology and DSC for knowing the the heat phenomenon"
2016
S63695
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henny Purwaningsih
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2002
T40207
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Morina
"Mineral kaolin merupakan salah satu bahan alam yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan penyangga (support) katalis alumina (y-alumina). Untuk mendapatkan y-alumina dari mineral kaolin diperlukan perlakuan awal yaitu dengan proses pengaktifan menjadi metakaolin pada suhu550°C. Senyawa aluminium yang terkandung dalam meta kaolin dapat diekstraksi dengan menggunakan pengekstrak HCl-dietil eter, setelah direfluks dengan HCl selama 2 jam. Senyawa aluminium dalam bentuk kristal diendapkan menjadi Al(OH)3 dengan penambahan larutan amonia pada pH 9,24. Setelah pengendapan, dibiarkan atau dituakan dengan variasi waktu yaitu 0, 10, 48, 96 jam. Endapan yang diperoleh, setelah dituakan, dikeringkan pada temperatur 120°C selama 24 jam. Kemudian dikalsinasi pada suhu 550°C selama 13 jam. Hasil dari kalsinasi (oksida alumina) ini dikarakterisasi yaitu dengan alat XRD dan luas permukaannya. Luas permukaan yang diperoleh bertambah dari penuaan 0 sampai dengan 10 jam yaitu sebesar 240,9 dan 250,7 m2/g, tetapi menurun pada penuaan selanjutnya yaitu sebesar 238 dan 168,6 m2/g. Oksida alumina yang diperoleh merupakan penyangga katalis dan dipreparasi untuk katalis konverter dengan menambahkan logam aktif tembaga, Cu (5% berat), dengan metoda impregnasi basah dan diikuti dengan pengeringan dan kalsinasi. Katalis tersebut dikarakterisasi yaitu luas permukaan dengan hasil 221 m2/g . Uji aktivitas dilakukan dengan umpan model gas huang CO pada suhu 100° sampai dengan 400°C. Pada suhu 400°C katalis mampu mengkonversi gas huang sebesar 81,7%."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2000
T40309
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widajanti Wibowo
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Wenny Susana
"ABSTRAK
Alumina, A1203 banyak digunakan dalam penanganan masalah limbah yaitu sebagai adsorben dan telah banyak dilakukan penelitian mengenai kegunaan A1203 untuk mengadsorpsi senyawa-senyawa kimia. A1203 biasanya diperoleh dari mineral bauksit. Bahan mineral lain yang juga mengandung senyawaan aluminium adalah kaolin. Kaolin merupakan bahan mineral lempung (clay), banyak digunakan di industri kertas, industri karet, industri keramik dan lain-lain. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh A1203 dari bahan baku kaolin dan kemudian digunakan untuk mengadsorpsi ion Cu2+ dalam larutan Cu amoniakal dan ion
H2F04.
Proses yang digunakan untuk memperoleh A1203 dan kaolin adalah proses asam dan asam yang digunakan adalah HC1. Kaolin direfluks selama 2 jam, filtratnya kemudian dipisahkan dari pengotor lalu dijenuhkan sampai terbentuk kristal PlC131 Kristal mi setelah direkristalisasi kemudian dikalsinasi pada suhu 600 0 C dan 900°C dan didapatkan A1203 dengan struktur kristal yang berbeda.
A1203 pada pemanasan 600°C berbentuk amorf sedangkan A1203 pada pemanasan 900°C terdiri dari η-Al203 keduanya mampu mengadsorpsi ion Cu 2+ dalam larutan Cu amoniakal dan ion H 2PO 4 . dsorpsi maksimum Al203 600°C untuk ion Cu 2 terjadi pada pH 11 sebesar 68,94 7. dan 12O3 900 0 E pada pH 7 sebesar 76,47 7.. Sedangkan untuk ion H 2PO 4 , adsorpsi maksimum Al2O3 600°C berada pada pH 3 sebesar 99,2 7. dan 70,8 7. dengan Al 2 O 3 900°C.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1995
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2001
TA1142
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>