Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 199935 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ratu Tri Yulia Herawati
"The cases of Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) in Indonesia tends to increase and widespread around. Those conditions has tight relation to the high mobility of the populations parallel to the betterment of transportations, and the wide-spread of virus and the mosquitoes vector. To lower and depress the incidence rate of DHF, so many efforts done through the involvement of the health centers, sub centers, first and second level of health services, central government, and intersectoral collaboration. All of the activities should be supported by the sufficient Health Information Systems (HIS), especially reporting, while the report should fulfill the quality of report conditions.
The quality of report in Kotif Depok is not so good. This study tend to know the relations of knowledge, attitude, and practice of health personnel to the quality of report of the DHF which held in Kotif Depok for the year of 1993, by developing cross-sectional design and statistically analyzed with the Spearman's rank statistic.
From the study we could infer that there's relations between knowledge and quality of report of the personnels with rs =0.8667 and p=0.005; attitude and quality of report with rs =0.70Q0 and p=0.005; and work-load and practice to make DHF report, with rs =0.8156 and O.Ol
We suggested that there's need (badly needed) to improve the knowledge of the health centers personnels in the reporting of DHF through the regular training, and improved the attitude of the personnel by kin supervision and motivation, and the job descriptions.

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia cenderung menyebar dan meningkat jumlah penderitanya. Keadaan ini, erat kaitannya dengan meningkatnya mobilitas penduduk sejalan dengan semakin lancarnya hubungan transportasi, dan tersebar luasnya virus dengue serta nyamuk penularnya diberbagai wilayah. Untuk menurunkan insidens DBD berbagai upaya telah dilakukan dengan melibatkan Puskesmas, Puskesmas pembantu, Dinas Kesehatan daerah tingkat I dan daerah tingkat II, pusat, instansi lain yang terkait serta peran serta masyarakat. Semua kegiatan ini harus ditunjang oleh sistem informasi kesehatan yaitu mengenai pelaporan, dimana laporan tersebut harus memenuhi syarat-syarat kualitas laporan.
Kualitas laporan di wilayah Kotip Depok masih kurang baik. Pada penelitian ini bertujuan untuk menentukan hubungan antara pengetahuan, sikap, dan praktek petugas pelaporan, dengan kualitas laporan penyakit DBD yang dilakukan di wilayah Kotip Depok tahun 1993 dengan menggunakan rancangan cross sectional serta analisis statistiknya menggunakan koefisien korelasi rank Spearman.
Dari hasil penelitian ini didapatkan adanya hubungan antara pengetahuan petugas dengan kualitas laporan penyakit DBD (r5 = 0.8667, p = 0.005); ada hubungan antara sikap petu gas dengan kualitas laporan penyakit DBD (r5 = 0.7000, p = 0.05) serta ada hubungan antara beban kerja petugas dengan praktek dalam pelaporan penyakit DBD (rs = 0.8156, p = 0.02 - 0.01). Kesimpulan : Ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dan sikap petugas dengan kualitas laporan penyakit DBD serta ada hubungan yang bermakna antara beban kerja petugas dengan praktek dalam pelaporan penyakit DBD.
Saran : Perlu adanya peningkatan pengetahuan petugas Puskesmas dalam hal pelaporan penyakit DBD melalui pelatihan dan perlu peningkatan sikap petugas melalui supervisi dan motivasi serta ada pembagian kerja yang merata pada petugas Puskesmas."
Depok: Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kusnadi
"Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue ( PSN-DBD ) merupakan kegiatan yang ditujukan dalam pemberantasan vektor DBD yang dilakukan oleh masyarakat secara kontinyu dan berkesinambungan. Kegiatan ini dikatakan berhasil jika dapat menurunkan populasi nyamuk, dengan mengunakan indikator Angka Bebas Jentik (ABJ) harus lebih atau sama dengan 95 % . Angka Bebas Jentik di Kota Padang khususnya didaerah endemis DBD belum mencapai target yang diharapkan (masih < 95 %), sebagai salah satu akibatnya resiko penularan DBD masih tinggi.
Berbagai teori dan penelitian terdahulu menyatakan bahwa pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat adalah faktor-faktor yang berpengaruh dalam upaya Pemberantasan Sarang Nyamuk DBD dalam menurunkan kasus DBD, di samping itu tak kalah pentingnya adalah penyuluhan kesehatan tentang PSN-DBD yang kurang, sikap tokoh masyarakat dan tim pokjanal DBD dalam melaksanakan PSN - DBD belum optimal.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat dalam upaya Pemberantasan Sarang Nyamuk DBD di Kecamatan Padang Barat Kota Padang pada tahun 2003 dengan desain penelitian Cross Sectional.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat dalam upaya PSN-DBD memiliki nilai median 6,90 pada nilai terendah 3,80 dan tertinggi 13,80, sedangkan penyuluhan, sikap tokoh masyarakat dan sikap tim pokjanal memperlihatkan bahwa sikap tim pokjanal dimasukkan kedalam kategori paling kurang. Dari hasil analisis bivariat diketahui penyuluhan, sikap tokoh masyarakat dan tim pokjanal DBD mempunyai hubungan yang bermakna terhadap gabungan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat dalam upaya Pemberantasan Sarang Nyamuk DBD. Dalam uji multivariat variabel sikap tokoh masyarakat mempunyai hubungan yang paling dominan dengan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat dalam upaya Pemberantasan Sarang Nyamuk DBD.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, disarankan agar peran serta tokoh masyarakat perlu ditingkatkan dalam upaya menurunkan kasus DBD dengan cara melakukan pertemuan kelompok, memberikan peyuluhan serta ikut mendukung kegiatan pokjanal DBD.

Factors Related to Community is Knowledge, Attitude, and Practice on Dengue Haemorrhogie Fever Vector Nest Control in Padang Barat Sub District, Padang Municipality 2004Dengue Hemorrhagic Fever control is a community action in order to control DHF vector through source reduction program that should be conducted in a continuous way. This action is considered success ful if it could reduce mosquito population indicated by Larvae-Free Rate (Angka Bebas Jentik=AJB) of ? 95%. The AJB rate in Padang municipality and particularly in Dengue Hemorrhagic Fever endemic area was still under 95% and might cause high risk of Dengue Hemorrhagic Fever transmission.
Community knowledge, attitude, and practice on Dengue Hemorrhagic Fever mosquito nest control are important factor to reduce prevalence of Dengue Hemorrhagic Fever case. Other important factors are health education on PSN-DBD, attitude of informal leader, and the implementation of PSNDBD by national Dengue Hemorrhagic Fever taskforce.
This study aimed to obtain information on factors related to knowledge, attitude, and practice of community regarding PSN-DBD in Padang Barat sub district, Padang City year 2003. This study was a cross-sectional study and data were analyzed in univariate, bivariate, and multivariate logistic regression analyzes.
The study shows that knowledge, attitude, and practice of community on PSNDBD was less than 6,90 while analysis on education, attitude of informal leader, and attitude of national Dengue Hemorrhagic Fever taskforce showed that the attitude of national Dengue Hemorrhagic Fever taskforce was the least category. Bivariate analysis indicated that education, informal leader's attitude, and national Dengue Hemorrhagic Fever taskforce's attitude were all significantly related to knowledge, attitude, and practice of community regarding PSN-DBD. Multivariate analysis showed that the most dominant factor was informal leader's attitude.
It is suggested to improve and increase the quantity and quality of health education, participation of informal leader, and participation of national DHF taskforce in order to reduce the prevalence of Dengue Hemorrhagic Fever case.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T13059
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Wati Soetojo
"Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Pertama kali dilaporkan tahun 1968 sampai dengan sekarang telah menyebar ke sebagian besar kabupaten dan kota di seluruh Indonesia. Selama periode 1992-2002 terdapat 69.330 kasus di wilayah DKI Jakarta, dengan jumlah kematian 595 orang, sedangkan untuk Jakarta Pusat selama tahun 2000-2003 terdapat 4.905 kasus dengan jumlah kematian 23 orang, rata-rata IR 121,44 dan ABJ (Angka Bebas Jentik) 92.3%.
Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue (Type 1, 2, 3 dan 4) dan ditularkan oleh vektor nyamuk Aedes aegtpti, ditandai dengan demam mendadak 2-7 hari tanpa penyebab yang jelas, lemah/lesu, gelisah, nyeri ulu hati, disertai tanda perdarahan di kulit berupa bintik-bintik perdarahan, lebam atau roam, kadang-kadang mimisan, berak darah, muntah darah, kesadaran menurun/shock. Disamping virus dan agent, faktor-faktor risiko seperti iklim (suhu, curah hujan, kelembaban), faktor demografi (kepadatan penduduk), serta faktor geografi (penggunaan tanah) dalam satu kesatuan ekosistem dapat mempermudah penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD).
Study ekologis time trend (kecenderungan waktu) terhadap faktor-faktor risiko tersebut diatas dan melalui pendekatan spasial, dilakukan untuk melihat gambaran fenomena kejadian penyakit DBD. Pemakaian Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan perangkat lunak Arc View 32, dapat memperjelas gambaran penyebaran kejadian penyakit DBD selama tahun 2000 - 2003 per-kecamatan di Jakarta Pusat.
Pada tahun 2000-2003, rata-rata suhu udara minimum-maksimum (26,6 - 29,2°C) curah hujan (0 - 23,2 mm) dan kelembaban (66,9 85,9 %). Sebaran tertinggi selama tahun 2000 - 2003 yaitu pada kecamatan Kemayoran, Tanah Abang, Senen, Johar Baru. Lokasi-lokasi tersebut permukiman dan penduduknya padat, akibatnya faktor kelembaban dapat meningkat pada tempat tersebut, dan kondisi ini membuat nyamuk Aedes aegypti hidup serta berkembang biak dengan baik. Sebaran kejadian terlihat mulai meningkat pada akhir musim penghujan, dan sebaran kejadian pada musim kemarau lebih tinggi dari pada musim penghujan.
Melihat fenomena yang digambarkan dalam peta, bahwa kejadian penyakit lebih banyak pada permukiman dan penduduk yang padat dan jumlah kejadian penyakit DBD pada musim kemarau lebih banyak dan musim penghujan, serta jumlah kejadian meningkat pada akhir musim penghujan, maka untuk mengantisipasi peningkatan kejadian disarankan kepada Sudinkesmas setempat, untuk meningkatkan Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) dan penyuluhan kesehatan lingkungan kepada masyarakat agar berperan aktif dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), serta perlu pengembangan SIG dan analisa spasial serta peningkatan epidemiologi kesehatan lingkungan.

Spatial Analysis of Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) Incidence in Central Jakarta District on 2000-2003Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) continues to be serious public health problems and major cause of hospitalization and death in Indonesia. The epidemiological dimensions of the disease continue to increase across rural and urban areas in Indonesia since first time DHF was reported in 1968. During the period 1992 - 2002, several outbreaks have occurred in Jakarta Capital of Territory (DKI-Jakarta) with a total incidence of 69,330 cases and with total number of 595 deaths, parts of the above number whereas 4,905 cases in the Central Jakarta Municipality for year 2002-2003 with total number of 23 deaths, IR 121.44 and Larvae Free Index (ABJ) was 92.3 %.
Transmitted by the main vector, the Aedes aegypty mosquito these are four distinct, but closely related viruses that cause dengue (Type 1, 2, 3 and 4). DHF is characterized clinical manifestations: high fever, hemorrhagic phenomena, often with hepatomegaly and in, severe cases, signs of circulatory failure. Such cases may develop hypovolaemic shock resulting from plasma leakage. Beside agent and virus, other risk factors such as climate (temperature, rain drop, humidity), demography, and geographic (land use) in one ecosystem could easier the spread of disease DHF.
Time trend in ecological study with risk factors above and using a spatial approach, is used in this study to find out the phenomena of DHF. Using the Geographical Information System (GIS) with ArcView 3.2, could bold the view of DHF spread during 2000-2003 for each sub districts in Central Jakarta Municipality.
In year 2000-2003, the average of the minimum-maximum temperature was (26.6 - 29.2 °C), rain drop was (0 - 23, 2 mm) and humidity was (66.9 - 85.9 %). The highest spreading of DHF in 2000-2003 was in Kemayoran Sub District, Tanah Abang Sub District, Senen Sub District, lobar Baru Sub District. The above areas which have housing with high density population have relation to increase the humidity then the high humidity could become a reinforcing factor for Aedes aegyply growing and living. The occurrence of DHF tends to increase at the end of rain season, and spreading of disease in dry season does higher compare to rain season.
From the phenomena on the map in this study, the incidence of DHF occurred more at housing with high density population and DHF occurrence in dry season highest compare to rain season, and the number of incidents was increased in at the end of rain season. It is suggested that the Central Jakarta Municipality Health Office needs to increase the health education which emphasize the environmental health aspects such as Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) and Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB), and need to develop GIS with spatial analysis and increasing the epidemiology for environmental health.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T12865
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisa Kamila
"Selama tahun 2010-2014 Kota Semarang selalu menduduki tiga besar rangking Incidence Rate DBD di Provinsi Jawa Tengah. Penelitian ini bertujuan menganalisis pembiayaan program pemberantasan DBD bersumber pemerintah pada tahun 2013-2015 serta kesenjangan sumberdaya. Pendekatan akun biaya kesehatan (health account) digunakan untuk menelusuri pembiayaan menurut sumber, fungsi, penyedia layanan. Hasil studi menunjukkan bahwa total belanja program DBD bersumber APBD tahun 2013 adalah Rp. 4.018.927.020, tahun 2014 sebesar Rp. 4.070.437.715.020, dan tahun 2015 sebesar Rp. 8.889.646.145. Program terutama dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kota Semarang, dan fungsi layanan kesehatan terutama adalah Surveilans Epidemiologi dan Pengendalian Penyakit Menular. Belanja untuk kegiatan administrasi lebih tinggi daripada belanja untuk program promosi kesehatan dan penangan KLB. Tidak terdapat kesenjangan antara ketersediaan sumber daya yang dipotret dari belanja kesehatan program pemberantasan DBD dengan kebutuhan program berdasarkan perhitungan kebutuhan metode SPM. Namun, terdapat kesenjangan antara ketersediaan sumber daya atau belanja kesehatan dengan perencanaan yang dilakukan Dinas Kesehatan Kota Semarang. Disarankan agar perencanaan program lebih berfokus pada kegiatan promotif dan preventif.

During Year 2010 - 2014 Semarang municipality has been stated as the Big Three city with high incidence rate of dengue in Central Java province. This tracking expenditure of DHF Preventive Program has tried to analyze spending by the Local Government for Year 2013-2015, as well as the resources gap. The health account approach was used to analyze spending by source, function, and provider. Total spending for DHF supported by the local government in 2013 was Rp. 4.018.927.020, in 2014 was Rp. 4,070,437,715,020, and in 2015 was Rp. 8,889,646,145. The key player of the program was the Semarang Municipality Health Office. By function, the highest proportion of the spending was for Epidemiological Surveillance and Control of Communicable Diseases. The study also found that higher proportion of spending on administration as compared to direct activities such as community empowerment, and program to solve the outbreak. There was no resources gap if available resources was compared to the nedd according to SPM, however there was a resource gap if compared with the plan developed by the municipality health office. The study suggested to improved planning by focusing more on the direct activities such as promotive preventive."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T45971
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khalisa Zahra Khairunnisa
"Latar Belakang: Demam Berdarah Dengua (DBD) adalah infeksi virus yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi. Vektor utama yang menularkan virus Dengue adalah Aedes aegypti, dan Aedes albopictus. Kota dengan jumlah kejadian DBD tertinggi di Indonesia pada tahun 2021 adalah Kota Depok sebesar 3.155 kasus dengan angka Incidence Rate (IR) 151,2 kasus per 100.000 penduduk. Selama 10 tahun terakhir sejak tahun 2012-2020, trend kasus DBD di Kota Depok cenderung meningkat. Tujuan: Mengetahui hubungan antara faktor iklim dan kepadatan penduduk dengan kejadian DBD di Kota Depok tahun 2012-2021. Metode: Penelitian ini menggunakan studi ekologi dengan analisis korelasi untuk melihat hubungan antara faktor iklim (suhu, kelembaban, dan curah hujan) pada bulan yang sama (non-time lag), faktor iklim dengan jeda 1 bulan (time lag 1), dan kepadatan penduduk dengan Incidence Rate DBD. Hasil: Hasil analisis korelasi menujukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kelembaban non time lag dan kelembaban time lag 1 dengan Incidence Rate DBD (p=0,000 dan p=0,000) dengan kekuatan hubungan sedang berpola positif (r=0,332 dan r-0,451). Hasil uji regresi linear ganda menghasilkan bentuk model prediksi dengan persamaan IR DBD = -47.353 + 0.784 (Suhu) + 0.394 (Kelembapan) + 0.023 (Curah Hujan). Berdasarkan hasil persamaan regresi, jika disimulasikan dengan kombinasi suhu 26,1 oC, kelembaban 82,9%, dan curah hujan 14,9 mm, maka akan terjadi peningkatan IR DBD sebanyak 10 kasus per 100.000 penduduk.

Background: Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is a viral infection transmitted to humans through the bite of an infected mosquito. The main vectors that transmit the dengue virus are Aedes aegypti and Aedes albopictus. The city with the highest number of dengue cases in Indonesia in 2021 is Depok City with 3,155 cases with an Incidence Rate (IR) of 151.2 cases per 100,000 population. During the last 10 years from 2012- 2020, the trend of dengue cases in Depok City tends to increase. Objective: To determine the relationship between climatic factors and population density with the incidence of DHF in Depok City in 2012-2021. Methods: This study uses an ecological study with correlation analysis to see the relationship between climatic factors (temperature, humidity, and rainfall) in the same month (non-time lag), climatic factors with a 1-month lag (time lag 1), and density population with DHF Incidence Rate. Results: The correlation analysis results showed a significant relationship between non-time lag humidity and time lag 1 humidity with DHF Incidence Rate (p = 0.000 and p = 0.000) with the strength of the relationship being positive (r = 0.332 and r-0.451). The results of the multiple linear regression test produce a predictive model with the equation IR DBD = -47.353 + 0.784 (Temperature) + 0.394 (Relative Humidity) + 0.023 (Rainfall). Based on the results of the regression equation, if it is simulated with a combination of the temperature of 26,1oC, humidity of 82.9%, and rainfall of 14.9 mm, there will be an increase in IR of DHF by 10 cases per 100,000 population."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heni Fariatul Aeni, Lis Triswanah
"Salah satu faktor yang memberikan pengaruh terhadap kondisi kesehatan atau kejadian suatu penyakit adalah lingkungan, dan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan dan dipengaruhi pula oleh perilaku individu adalah demam berdarah dengue (DBD). Tipologi kelurahan jagasatru yang relatif padat penduduk dan pusat perdagangan lintas daerah, dimungkinkan menyimpan berbagai persoalan kesehatan, khususnya berkaitan dengan kesehatan lingkunagn (santiasi), baik di lingkungan perumahan maupun tempat-tempat umum lainnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan, sikap dan praktek dalam pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan kejadian demam berdarah dengue (DBD). penelitina ini merupakan jenis penelitian eksplanasi (explanatory research) dengan pendekatan metode cross sectional. Jumlah sampel yang diamati dalam penelitian ini sebanyak 333 kepala keluarga (KK) dari popolasi sebesar 2.497 KK secara sampel acak sistematis (sistematic random sampling) di Keluarah Jagasatru Kecamatan Pekalipan Kota Cirebon. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah dengan cara wawancara langsung dan uji sistematic yang digunakan adalah chi square. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dalam PSN dengan kejadian DBD, ada hubungan antara sikap terhadap PSN dengan kejadian DBD, tidak ada hubungan antara praktek dalam PSN dengan kejadian DBD. berdasarkan hasil penelitian tersebut disarankan dilakukannya penelitian lebih lanjut dengan teknik pengumpulan melalui metode self-report dan menambah cakupan penelitian, serta kerjasama antara pemerintah dengan masyarakat lebih ditingkatkan dalam gerakan PSN melalui 3M plus. "
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Siliwangi, 2005
JKKI 7:1 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Djoko Trimoyo
"Salah satu masalah kesehatan masyarakat yang berdampak luas bagi kehidupan adalah timbulnya penyakit pada seseorang yang dapat merugikan bagi penderita, keluarga dan ekonominya. Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang sering menyerang masyarakat yang sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.
Di Kabupaten Lampung Utara, setiap tahun terjadi kasus DBD secara berflutuaksi. Dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 jumlah kasus sebanyak 79 penderita dengan kematian/penderita CFR (1,27 %). Walaupun kasusnya reatif kecil namun faktor risiko terjadinya kejadian luar biasa (KLB) sangat mungkin, karena Kabupaten Lampung Utara merupakan perlintasan dari pulau Jawa ke Sumatera, mobilisasi penduduk yang tinggi, kepadatan penduduk, curah hujan tinggi (192,8 mm), perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) khususnya pembuangan sampah sembarangan (83,3 %) dan adanya wilayah endemis DBD.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran rinci tentang penggunaan anggaran program pemberantasan DBD tahun 1999-2004, serta pengobatan penderita tahun 1999-2004, dan komitmen pejabat yang berwenang dalam kebijakan anggaran.
Desain penelitian ini adalah riset operasional untuk mengetahui dan mengevaluasi pelaksanaan program dan kasus DBD juga mengetahui komitmen pejabat tentang pedoman program dikaitkan dengan usulan untuk dana pengobatan kasus.
Dari analisis diperoleh bahwa pendanaan anggaran program pemberantasan DBD tahun 1999-2004 terbesar bersumber dana dari APBD II sebesar Rp. 141.943.000,00 (70,7%), kemudian APBN sebesar Rp 43.637.000,00 (21,74 %), dan PLN sebesar Rp 15.180.000,00.
Dana pemberantasan yang bersumber APBD II selalu tersedia setiap tahun, ini menunjukkan adanya konsistensi dari Pemda untuk program tersebut.
Pada analisis kasus diketahui bahwa pada tahun 2004 di Kabupaten Lampung Utara terdapat 3 Kelurahan endemis diwilayah satu kecamatan sehingga terdapat satu kecamatan endemis yaitu kecamatan Kotabumi Selatan. Berdasarkan umur pada tahun 1999-2003 risiko untuk terserang kasus pada usia sekolah (5-14 th) yaitu sejumlah 50 penderita, sedangkan untuk tahun 2004 pada usia produktif (15-44 th) sebesar 88 penderita, berdasarkan jenis kelamin tahun tahun 1999-2003 resiko terserang penyakit DBD lebih besar pada laki-laki 44 penderita sedang perempuan 35 penderita, untuk tahun 2004 (Januari-Juni 2004) risiko terserang hampir sama laki-laki 80 penderita perempuan 82 penderita.
Perawatan penderita dilaksanakan di tiga tempat perawatan yaitu RSU May.Jend.HM.Ryacudu, RS Swasta Handayani, dan Balai Pengobatan M. Yusuf yang semuanya berdomisili di Kotabumi.
Hasil wawancara mendalam diperoleh informasi bahwa dana program DBD dan sangat layak untuk dialokasikan dan dana pengobatan setuju untuk diusulkan dalam program pemberantasan penyakit DBD, akan tetapi dana program DBD terbesar hanya untuk kegiatan kuratif, sedang dana untuk promotif dan preventif relatif sangat kecil.
Biaya yang harus dikeluarkan penderita rata-rata Rp. 770.200,00 sedangkan Upah Minimum Regional; (UMR) sebesar Rp. 377.500,00. Apabila seorang diserang DBD (usia produktif), maka keluarga tersebut akan kehilangan penghasilan sebesar 2,04 bulan (tidak mempunyai penghasilan).
Proporsi antara dana pengobatan dibanding dana pemberantasan adalah 4 dibanding 1, sedangkan perkiraan pendanaan untuk program DBD tahun 2005 sebesar Rp. 48.604.600,00.
Kesimpulan yang dapat diambil, bahwa pendanaan program pemberantasan penyakit DBD terbesar bersumber APBD II, dari 16 Kecamatan di kabupaten Lampung Utara 15 Kecamatan (93,8 %) terserang DBD, pada tahun 2004 terjadi peningkatan kasus yang sangat bermakna terjadi KLB, komitmen pejabat Pemda mendukung anggaran program pemberantasan DBD dalam alokasi pendanaan baik untuk pemberantasan maupun pengobatan.
Disarankan untuk Dinas Kesehatan dan RSU meningkatkan koordinasi kepada instansi terkait bahwa penyakit DBD yang mempunyai dampak luas bagi kehidupan masyarakat. Demikian juga bagi Pemerintah Daerah agar memenuhi apa yang menjadi komitmen, sehingga penyakit Demam Berdarah tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat di Kabupaten Lampung Utara.
Daftar bacaan 37 (1983-2003)

Analysis of Financing Program and Dengue Diseases Medication in North Lampung Sub-district in the Year 1999-2004 One of the public health problems that have a great impact to life is the incidence of infecting by disease, which can harm to patients, their family and their economic. Dengue is a contagion that is often attack public, which until now still becomes the problem of public health in Indonesia.
In North Lampung Sub-district, happened Dengue case by fluctuated every year. From 1999 until 2003 there are 79 patient with one death of CFR patient (1,27%). Although the case is small, but the risk of extraordinary occurrence is very possible, because North Lampung Sub-district is a trajectory from Java to Sumatra, high civil mobilization, civil density, high rainfall (192,8 mm), clean life behavior, and healthy especially throwing garbage promiscuously (83,3%), and Dengue endemic area.
This research aim to get a detail vision about the use of Dengue eradication program budget in the year 1999-2004, and also patient medication in the year 1999-2004, and authority caretaker commitment in budget policy.
This research design is an operational research to know and to evaluate program execution and Dengue case also knowing the caretaker about guidance program correlated with suggestion for case medication budget from the analysis got that the highest budget program for Dengue eradication in the year 1999-2004 stemming from APBD II budget in amount of Rp_ 14I.943.000,- (70,7%), and then APBN in amount of Rp. 43.637.000,- (21,74%), and PLN in amount of Rp. 15.180.000,-.
Eradication fund, which is stemming from APBD II always provided every year, it showing the consistent from District Government for that program.
In a case analysis, known that in the year 2004 in North Lampung Sub-district there are 3 chief of village endemic in one sub-district area so that got one endemic chief of village which is South Sukabumi sub-district. Based on age in the year 1999-2003 risk of infected by the case in school age (5-14 years) is 50 patients, in the year 2004 for productive age (15-44 years) is 88 patients. Based on gender in the year 1999-2004 the risk is higher in men than women which is men 44 patients and women 35 patients, for 2004 the risk is almost at the same rate which is men 80 patients and women 82 patients.
Patient treatment conducted in three treatments place that are RSU May.Jend.HM.Ryacudu, RS Swasta Handayani, and M. Yusuf medication hall, which all are in Kotabumi.
From interview result got information that Dengue program fund and very proper to allocate and medication fund accept to be proposed in Dengue eradication program, however the biggest Dengue program fund is just for curative activity, while promotion and prevention fund is relatively small.
Fund which has to be taken by patients is Rp. 770.200,- while UMR is Rp. 377.500,-. If someone got Dengue (productive age) so the family will lose earnings in amount of 2,04 months (don't have an earn).
The conclusion is the biggest Dengue eradication program budgeting is stemming from APBD II, from I6 sub-district in North Lampung chief of village 15 sub-district (93,8%) got Dengue. In the year 2004 there's an improvement of case, which is quite significant, happened KLB, District Government caretaker commitment supporting Dengue eradicating program budget in allocation of budgeting whether for eradicating or medicating.
It suggested to Health District and RSU to improve the coordination to the related institution that Dengue has large affect to public life. In addition, the District Government to obey what has to be a commitment, so Dengue disease will no longer become the health problem for public in North Lampung sub-district.
Bibliography: 37 (1983-2003)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T12876
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pratiwi Handayani
"Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular akibat virus dengue dan disebarluaskan nyamuk Aedes sp. Salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian DBD adalah iklim. DKI Jakarta merupakan wilayah yang rentan terhadap perubahan iklim. Setiap tahun DBD menjadi satu dari sepuluh kasus penyakit terbanyak di DKI Jakarta yang berpotensi Kejadian Luar Biasa (KLB). Penelitian ini merupakan studi ekologi yang dilakukan untuk mengetahui hubungan iklim dengan kejadian DBD di DKI Jakarta tahun 2008-2011.
Hasil penelitian menyatakan kejadian DBD memiliki hubungan sedang dengan suhu (r=-0,279;p=0,000), kelembaban (r=0,301;p=0,000), curah hujan (r=0,316;p=0,000), dan lama penyinaran matahari (r=-0,392;p=0,000), sedangkan dengan kecepatan angin hubungannya tidak siginifikan (p>0,05).

Dengue hemorrhagic fever (DHF) is an infectious disease caused by dengue virus and the spread of Aedes sp. One of the factors that influence the incidence of dengue is the climate. Jakarta is a region vulnerable to climate change. Each year, dengue became one of top ten cases of the disease in Jakarta that could potentially Extraordinary Events. This study is an ecological study conducted to determine the relationship of climate with the incidence of dengue fever in Jakarta in 2008-2011.
The study stated the incidence of dengue fever are being linked with temperature (r=-0.279, p=0.000), humidity (r=0.301, p=0.000), rainfall (r=0.316, p = 0.000), and duration of solar radiation (r=-0.392, p=0.000), whereas the wind velocity relationship is not significant (p> 0.05).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Agriani Dumbela
"Demam Berdarah Dengue DBD adalah penyakit yang disebabkan oleh nyamukbetina Ae. Aegypti. Sampai saat ini, belum ditemukan pengobatan yang spesifikuntuk menyembuhkan penderita DBD, meskipun strategi vaksinasi telah dilakukandi berbagai negara tropis. WHO menyatakan bahwa strategi pencegahan palingefektif untuk mengendalikan demam berdarah yaitu dengan mengendalikan vektornyamuk, seperti melakukan intervensi mechanical control, fumigasi dan larvasida.Sebuah model matematika pencegahan Demam Berdarah Dengue DBD denganpopulasi tidak tertutup akan dibahas dalam artikel ini. Intervensi kontrol mekanik,fumigasi dan larvasida diimplementasikan ke dalam model untuk memahami carapaling efektif untuk mencegah Demam Berdarah Dengue DBD. Analisis titikkeseimbangan dan kestabilan lokal serta Basic Reproduction Number R0 ditampilkan secara analitik. Beberapa hasil numerik untuk beberapa skenarioberbeda dilakukan untuk menunjukkan situasi yang mungkin ditemukan dilapangan.

Dengue is a mosquito borne viral disease which spread by female Ae. Aegyptimosquito. Until today, there are no specific treatment to cure people, althoughvaccination strategy are undergo in many tropical countries. WHO stated that themost efective prevention strategy to control dengue spread is by controllingmosquito strategy, such as with mechanical control, fumigation and larvacideintervention. A mathematical model of dengue spread among not closedpopulation will be discussed in this article. Intervention of mechanical control,fumigation and larvacide implemented into the model to understand the mostefective way to prevent dengue spread. Analysis of equilibrium points about theirexistence and local stability criteria along with basic reproductive ratio R0 willbe shown analytically. Some numerical results for some different scenario will beperformed to show a possible situation in the field."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S65819
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febriyetti
"Penelitian ini bertujuan mencari pola hubungan variasi cuaca secara spasial dengan kejadian DBD. Studi ini merupakan studi ekologi campuran berdasarkan tempat dan waktu yang dilakukan di DKI Jakarta, mengunakan data sekunder kasus DBD dan data cuaca/iklim (curah hujan, suhu udara, kelembaban, kecepatan angin dan lama penyinaran matahari) tahun 2000-2009. Dilakukan analisis spasial menurut tahun, bulan, kota administrasi dan kecamatan. Pengolahan data spasial yaitu dengan overlay peta antara variabel cuaca hasil interpolasi dengan kasus DBD per kecamatan, dengan grafik untuk data per kota administrasi dan didukung dengan uji statistik korelasi.
Korelasi antara curah hujan, suhu udara, kelembaban, kecepatan angin dan lama penyinaran matahari dengan kasus DBD, masing-masing r nya adalah 0,515, 0,304, 0,396, -0,082, -0,392 dengan p< 0,05. Berdasarkan kota administrasi Jakarta Pusat, masing-masing memiliki r 0,615, -0,329, 0,378, 0,274, -0,499; Jakarta Utara masing-masing 0,438, -0,360, 0,618, -0,414, 0,320; Jakarta Selatan, masing-masing 0,441, -0,289, 0,392, 0,091, -0,414; Jakarta Barat dan Jakarta Timur hanya menganalis curah hujan, suhu udara, kelembaban dan kecepatan angin, r untuk Jakarta Barat masing-masing 0,497, -0,042, 0,136, -0,280; Jakarta Timur masing-masing 0,502, 0,522. -0,148, 0,293.
Berdasarkan analisis spasial dengan model grafik dan peta overlay, curah hujan dan kelembaban menunjukkan pola hubungan yang sama dengan pola kasus DBD dan suhu udara, kecepatan angin dan lama penyinaran matahari menunjukkan pola hubungan yang berbeda dengan pola kasus DBD. Disimpulkan bahwa variasi cuaca memiliki pola hubungan secara spasial dan berkorelasi secara statistik dengan kejadian DBD di DKI Jakarta.

This study aims to find patterns of weather variations in spatial relationship with the incidence of DHF. This study is based on a mixture of ecology and which takes place in Jakarta, using secondary data of DHF and weather/climate data (rainfall, air temperature, humidity, wind speed and solar radiation) in 2000-2009. Spatial analysis by year, month, city and district administration. Spatial data processing is to overlay a map of interpolated weather variables with DHF cases per district, with graphs for data per city administration and supported by statistical correlation.
Correlation between rainfall, air temperature, humidity, wind speed and solar radiation with DHF cases, each with its r is 0.515, 0.304, 0.396, -0.082, -0.392 with p <0.05. Based in Central Jakarta city administration, each having r 0.615, -0.329, 0.378, 0.274, -0.499; North Jakarta respectively 0.438, -0.360, 0.618, -0.414, 0.320; South Jakarta, respectively 0.441, -0.289 , 0.392, 0.091, -0.414; West Jakarta and East Jakarta only to analyzed the rainfall, air temperature, humidity and wind speed, r for West Jakarta respectively 0.497, -0.042, 0.136, - 0.280; East Jakarta respectively 0.502, 0.522. -0.148, 0.293.West Jakarta respectively 0.497, -0.042, 0.136, -0.280; East Jakarta respectively 0.502, 0.522. - 0.148, 0.293.
Based on spatial analysis with charts and map overlay model, rainfall and humidity showed the same pattern of relations with the pattern of dengue cases and the air temperature, wind speed and solar radiation showed a different pattern of relationships with the pattern of DHF cases. It is concluded that weather variation in spatial patterns and relationships are statistically correlated with the incidence of dengue in Jakarta.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
T30820
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>