Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 52881 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anna Maria Sriwulan Astuti Suradja
"LATAR BELAKANG
Roman remaja berjudul Gute Nacht Zuckerpuppchen karya Heidi Glade Hassenmuller *) ini adalah sebuah roman remaja yang menarik, karena roman remaja ini membicarakan sebuah tema yang masih tabu, yaitu pemerkosaan seksual anak perempuan. Di semua negara, pemerkosaan merupakan hal yang bertentangan dengan berbagai moral seperti moral agama, moral seksualitas dan moral sosial kemasyarakatan.
Jika sebuah karya sastra mampu mendobrak sebuah tabu besar yang ada dalam masyarakat, maka dua pertanyaan besar akan muncul dalam ilmu susastra. Pertanyaan pertama adalah menyangkut unsur estetis yang seolah-olah berada di belakang kepentingan sosial kemasyarakatan. Dengan kata lain, hubungan antara unsur estetis dan kepentingan sosial harus disejajarkan.Pertanyaan kedua adalah bagaimana sebuah tema baru yang masih tabu dalam masyarakat dapat direalisasikan dalam sebuah karya seni. "
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wirdah Yanti Nofalani
"Penelitian ini adalah bagian dari kajian penerjemahan yang berorientasi pada teks terjemahan sebagai produk. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan cara penerjemahan ungkapan tabu dan pergeseran graduation yang terjadi dalam proses penerjemahan. Data penelitian ini adalah satuan-satuan terjemah yang mengandung ungkapan tabu dalam novel berbahasa Inggris It Ends with Us karya Colleen Hoover sebagai teks sumber (TSu) dan terjemahan bahasa Indonesianya oleh Nur Anggraini sebagai teks sasaran (TSa). Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Teknik yang diterapkan dalam penelitian ini adalah simak dan catat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa TSu dan TSa mengandung ungkapan tabu, yang tergolong ke dalam lima jenis, yaitu cursing, profanity, obscenity, insults and slurs, dan scatology, serta diterjemahkan menggunakan strategi penerjemahan sensor, substitusi, tabu ke tabu, dan eufemisme. Penerjemahan ungkapan tabu ini berpengaruh pada pergeseran graduation dari TSu ke TSa dalam bentuk penghapusan dan penurunan ungkapan tabu. Penelitian ini juga menunjukkan upaya kompromi penerjemah dalam menjaga prinsip kesopanan berbahasa sekaligus mempertahankan kehadiran ungkapan tabu.

This research is part of product-oriented translation study. This paper seeks to identify how each type of taboo words was translated and how graduation shifts occurred during translation. Data consists of translation units which contain taboo words that were obtained from Colleen Hoover’s It Ends with Us as source text (ST) and its Indonesian translation by Nur Anggraini as target text (TT). This research used the descriptive qualitative approach. This research was carried out using two techniques: reading and note-taking. Results show that both ST and TT contain five types of taboo words: cursing, profanity, obscenity, insults and slurs, and scatology. The taboo words were translated using various translation strategies, such as censorship, substitution, taboo for taboo, and euphemism. Translation of the taboo words caused ST graduation shifts in which the words’ intensity tended to be neutralized and softened in TT. Results also show the translator’s attempt to compromise maintaining language politeness while preserving the presence of taboo words."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
I Ketut Darma Laksana
"Kajian tabu dalam bahasa Bali ini bertolak dari masalah "Bagaimana tabu dalam kebudayaan Bali diwujudkan dalam tingkah laku verbal?. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah penelitian dalam bidang bahasa dan atau kebudayaan Bali. Kajian ini dilakukan dengan melibatkan kebudayaan untuk memahami makna di balik tabu bahasa. Dari kepustakaan tentang tabu yang berhasil dikumpulkan, pada umumnya penulisnya berorientasi pada kajian tabu nonverbal (ritual). Oleh karena itu, sumbangan lainnya yang dapat diberikan adalah bagaimana analisis tabu bahasa itu dilakukan.
Kerangka acuan yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari pandangan sejumlah pakar kebudayaan dan linguistik. Pembicaraan mengenai konsep tabu dalam penelitian ini bertumpu pada Douglas (1966/1992); pembicaraan mengenai penggolongan tabu penelitian ini bertumpu pada Frazer (1911/1955), dan pembicaraan mengenai sumpah serapah penelitian ini bersandar pada Montagu (1967/1973). Secara garis besamya tabu bahasa dibedakan atas dua macam, yaitu nama atau katakata tertentu yang ditabukan dan sumpah serapah yang ditabukan. Yang pertama dapat dielakkan dengan cara penyulihan. Untuk itu, penelitian ini menggunakan kobsep-konsep linguistik (dan juga antropologi) dari para ahli yang berikut: penyulihan dengan metafora, metonimia (bahasa majasi), dan eufemisme dari Moeliono (1989), Crystal (1973), dan Apte (1994); penyulihan dengan parafrase dari Kridalaksana (1988) dan Matthews (1997); penyulihan dengan alih kode dari Foley (1997) dan Salzmann (1998); penyulihan dengan diglosia dari Ferguson (1964), dan penyulihan dengan teknonim dari Geertz (1992). Khususnya pembicaraan mengenai pelanggaran sumpah serapah, yang pengumpulan dan analisis datanya menggunakan metode kuantitatif, penelitian ini bertolak dari pandangan Brown dan Gilman (1972), yang diadposi oleh Foley (1997), dan di dalam bahasa Indonesia diadopsi oleh Gunarwan (1997), yang berbicara tentang "kekuasaan? (power) dan "keakraban? (solidarity), dalam hal ini, yang mempengaruhi penggunaan sumpah serapah.
Data yang dianalisis adalah data bahasa Bali "lumrah?, yaitu bahasa Bali sebagaimana yang digunakan oleh orang Bali sehari-hari. Korpus penelitian ini dikumpulkan secara kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif digunakan dalam analisis nama dan kata-kata tertentu yang ditabukan dan sumpah serapah yang ditabukan (identifikasi dan klasifikasinya, serta fungsi dan sanksinya); sedangkan data kuantitatif digunakan dalam analisis langgaran sumpah serapah yang ditabukan.
Analisis kualitatif dilakukan secara emik (Pike, 1966), atau dapat juga disebut analisis secara sistemik (Douglas, 1966/1992), yaitu makna setiap unsur bahasa atau perilaku kebudayaan harus dikaji dengan mengacu kepada distribusinya, baik yang mengacu kepada perilaku verbal maupun yang nonverbal, perilaku kultural. Sementara itu, analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan statistik.
Temuan yang diperoleh dari penelitian ini: pertama, cara orang Bali mewujudkan perilaku verbalnya atas tabu dalam kebudayaannya dengan menggunakan metafora dan metonimia (bahasa majasi), eufemisme, parafrase, alih kode (dan diglosia), dan teknonim; kedua, penggunaan sumpah serapah, yang tidak dapat diwujudkan dengan cara lain, seperti makian, hujatan, kutukan, sumpahan, (ke)carutan, dan lontaran/seruan. Khususnya mengenai pelanggaran sumpah serapah pada umumnya variabel yang dominan mempengaruhi perbedaan penggunaan sumpah serapah adalah asal kabupaten dan jenis kelamin.

The study of taboo in Balinese language is an attempt to analyze 'How taboo in Balinese culture is represented in their verbal behavior'. This study is intended to enrich the inventory of research on Balinese language and culture which has been done before. This study is conducted by involving culture ;o discover the meaning behind use of language taboo. From a number of books about taboo that have been read and analyzed, in general, the writer gives their orientation to nonverbal taboo. Therefore, this research proposes a model about how taboo in language should be analyzed.
Theoretical frameworks used in this study is based on a number of ideas form scholars, such as Douglas (196611992), who discusses a critical analysis about the concept of taboo; Frazer (191111955) who presents the classification of taboo in general and categorization of taboo in language; and Montagu (196711973) who presents the classification of swearings which he calls a species of human behavior. Since name and certain words tabooed can be avoided by substitution, the study implies some linguistics concepts, such as metaphor, metonymy (figurative languages), euphemism which are taken from Moeliono (1989), Crystal (1993), and Apte (1994); paraphrases from Kridalaksana (1988) and Mathhews (1997); code-switching from Foley (1997) and Salzmann (1998), diglossia from Ferguson (1964); and technonymy from Geertz (1992). For the discussion of swearings which can not be avoided by respondents, in particular, this study needs the concept of "power" and "solidarity" proposed by Brown and Gilman (1972), which is adopted by Foley (1997) and Gunarwan (1997). in Indonesian version.
The Balinese language being analyzed is Bahasa Bali Lumrah (an ordinary Balinese language). The corpus is collected and analyzed by using qualitative and quantitative methods. The data which constitute names and words tabooed are collected and analyzed qualitatively, whereas some language taboo, such as abusive swearing, blasphemy, cursings, etc. are collected and analyzed quantitavely. The data analysis in this study uses an emic approach (Pike, 1966), or, it is also called by Douglas (196611992.) as systemic approach.
Some findings of this study are as follows. Firstly, Balinese people avoid taboo in language by using metaphor and metonymy (figurative languages), euphemism, paraphrases, code-switching, diglossia, and technonymy. Secondly, it is found out that there are some kinds of swearings, namely abusive swearings, blasphemy, cursings, swearings, obscenity, and expletives. Thirdly, the violation of swearings, in general, areSignificantly influenced by the regionsand the sexes of the respondents.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2003
D530
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Freud, Sigmund, 1856-1939
Yogyakarta: Octopus, 2017
392.33 FRE t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Binar Candra Auni
"Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang membahas strategi penerjemahan Gottlieb (1992) dan tingkat graduation (Martin & White, 2005) pada drama Squid Game. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis strategi yang digunakan oleh penerjemah dalam menerjemahkan ungkapan tabu dari bahasa Korea ke dalam bahasa Indonesia serta menganalisis tingkat graduation ungkapan tabu dalam terjemahan. Penelitian ini menggunakan teori strategi penerjemahan takarir dari Gottlieb (1992) dan teori tentang graduation (Martin & White, 2005) dalam teori appraisal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ungkapan tabu paling banyak diterjemahkan dengan strategi parafrasa (73,20%), lalu disusul oleh transfer (17,53%), penghapusan (8,25%), dan angkat tangan (1,03%). Hasil analisis terhadap tingkat graduation menunjukkan bahwa penerapan strategi penerjemahan mengakibatkan kenaikan, penurunan, dan persamaan tingkat graduation pada ungkapan tabu. Kenaikan graduation terjadi pada 8 ungkapan tabu (14,29%) yang diterjemahkan dengan strategi parafrasa. Persamaan tingkat graduation terjadi pada 3 ungkapan tabu (7,14%) yang diterjemahkan dengan strategi transfer. Sementara itu, penurunan tingkat graduation terjadi pada 86 ungkapan tabu (78,57%) yang diterjemahkan dengan parafrasa, transfer, penghapusan, dan angkat tangan.

This qualitative research examines Gottlieb's (1992) translation strategies and graduation rates (Martin & White, 2005) in the translation of taboo expressions in the subtitle of the drama Squid Game. This study aims to analyze the strategies used by translators in translating taboo expressions from Korean into Indonesian and to analyze the graduation rates of the taboo expressions found in the translated text. This study uses Gottlieb's (1992) theory of subtitle translation strategies and the theory of graduation (Martin & White, 2005) in appraisal theory. The result shows that most taboo expressions are translated using the paraphrasing strategy (73.20%), followed by transfer (17.53%), deletion (8.25%), and resignation (1.03%) strategies. The result of the analysis of the graduation rate reveals that there are raised, lowered, and neutral graduation levels due to the implementation of translation strategies. There are 8 taboo expressions (14.29%) with rising graduation rates translated using the paraphrasing strategy and 3 taboo expressions (7.14%) with maintained graduation rates translated using the transfer strategy. Also, it was found that there are 86 taboo expressions (78.57%) with lower graduation rates translated by paraphrasing, transferring, deleting, and resignation strategies."
2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Regina Pangestu Lautan
"Penelitian ini membahas jenis dan makna kata tabu yang terdapat dalam lirik lagu-lagu di acara televisi Unpretty Rapstar dan Show Me The Money. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan jenis dan makna kata tabu yang ditemukan dalam lirik lagu di kedua acara tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan teknik studi pustaka. Berdasarkan data, dalam penelitian ini ditemukan 3 (tiga) jenis kata tabu yang muncul dalam kedua acara, yaitu julukan (epithets), vulgaritas (vulgarity), dan kecabulan (obscenity). Berdasarkan temuan tersebut, dapat diketahui bahwa lirik lagu pada acara Unpretty Rapstar didominasi kata tabu yang berkaitan dengan seks dan fungsi tubuh, sedangkan pada acara Show Me The Money didominasi oleh kata tabu yang berkaitan dengan binatang. Kategori kata tabu yang muncul paling dominan pada kedua acara tersebut berbeda karena berkaitan dengan gender.

This research discusses the types and meanings of taboo words of song lyrics in the TV shows Unpretty Rapstar and Show Me The Money. The purpose of this study is to compare the types and meaning of the taboo words found in song lyrics in both TV shows. The method used in this research is qualitative descriptive method with literature study technique. Based on the data, this study found 3 (three) types of taboo words that appeared in both shows, namely epithets, vulgarity, and obscenity. Song lyrics on Unpretty Rapstar are dominated by taboo words related to sex and bodily functions. Whilst on Show Me The Money, the song lyrics are dominated by taboo words related to animals. The categories of taboo words that appear the most in song lyrics at those shows are different because they are related to gender."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Florentius Heru Stoffer
"Latar Belakang
Hubungan antara karya sastra dan kenyataan sering dipertanyakan oleh para kritikus sastra. Kenyataan di sini adalah segala sesuatu yang berada di luar karya sastra dan yang diacu oleh karya sastra.
Salah seorang kritikus yang mencoba melihat hubungan tersebut adalah Aristoteles (384-322 SM) melalui sebuah konsep mimesis yang dikemukakannya. Dalam karyanya yang berjudul Poetica, ia mengatakan bahwa mimesis bukan semata-mata tiruan kenyataan, melainkan sebuah proses kreatif. Bertolak dari sebuah kenyataan, seorang penyair mencoba menciptakan suatu kenyataan lain. Dengan bermimesis seorang penyair sebenarnya menciptakan kembali kenyataan, berdasarkan hal-hal yang pernah ada, atau hal-hal yang dibayangkan seharusnya ada, baik berupa fakta, keyakinan, maupun cita-cita (Luxemburg, et.al, 1992:17).
Dalam ilmu sastra modern, teori Aristoteles mengenai mimesis masih diperhatikan, terutama teorinya mengenai recreatio, yang berasumsi bahwa karya sastra merupakan suatu dunia tersendiri. Di satu pihak karya sastra dapat dianggap sebagai sebuah cermin atau gambaran mengenai kenyataan, akan tetapi di pihak lain karya sastra juga dianggap mampu menciptakan dunianya sendiri, yakni dunia kata-kata, sebuah dunia baru yang kurang lebih terlepas dari kenyataan. Unsur-unsur khayalan yang terlepas dari kenyataan tersebut dikenal sebagai fiksionalitas. Dengan demikian sebuah teks fiksi adalah teks yang mengandung unsur-unsur tersebut (ibid: 19).
Dalam pengertian sintaks naratif, fiksi menunjuk pada sekumpulan teks dengan ciri--ciri yang khas. Dalam hal ini karya sastra, misalnya roman dan novel -dengan berbagai aturan dan pengelompokannya- dapat dianggap sebagai fiksi. Sedangkan fiksi dalam pengertian semantik menunjuk pada status denotatum, yakni rekaan.
Kebenaran fiksi di sini sebenarnya berkaitan dengan sebuah kenyataan yang didenotasikan. Akan tetapi kedua pengertian tersebut saling berkaitan, artinya di dalam fiksi menurut pengertian sintakis terdapat fiksi dalam pengertian semantik (Van Zoest, 1990: 5).
Fiksi merupakan gabungan dari realitas dan imajinasi. Seringkali realitas dalam fiksi seolah-olah dekat dengan kehidupan kita sehari-hari, akan tetapi tidak jarang realitas tersebut nampak jauh dari jangkauan realitas, sehingga sukar dibedakan dengan imajinasi. Realitas yang kelihatan jauh dari realitas kita seharihari inilah yang disebut sebagai "realitas intern", yakni kebenaran yang terikat oleh kesepakatan dan sama sekali lepas dari kenyataan yang mentah (ibid: 44).
Fiksi memberi kebebasan kepada pengarang untuk menyimpang dari realitas sehari-hari. Seorang penulis secara leluasa dapat mengolah tanda/denotatum ke dalam karyanya sehingga membentuk kebenaran baru, kebenaran tekstual, yakni sebuah "dunia mungkin"."
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tifany Ramadhini
"Sastra remaja termasuk ke dalam sastra populer. Salah satu karya sastra remaja populer adalah novel trilogi Jingga dan Senja (2010), Jingga dalam Elegi (2011), dan Jingga untuk Matahari (2017). Permasalahan yang terdapat dalam novel trilogi ini adalah tentang tema kenakalan remaja. Kenakalan remaja biasanya berasal dari lingkungan keluarga yang kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan kenakalan remaja dari perspektif kajian sastra dan menjelaskan bagaimana remaja diposisikan oleh ketiga karya tersebut. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang kenakalan remaja yang digambarkan tokoh Matahari Senja (Ari). Metode yang penulis pakai adalah metode deskriptif kualitatif. Persoalan dalam ketiga novel ini yang didominasi oleh kisah cinta segitiga dan kenakalan remaja yang dilakukan tokoh utama. Terdapat konflik-konflik, diantaranya konflik dengan keluarga, konflik dengan teman sebaya, dan konflik dengan sekolah.

Adolescent literature is included in popular literature. One popular teenage literary work is the trilogy novel Jingga dan Senja (2010), Jingga dalam Elegi (2011), and Jingga untuk Matahari (2017). The problems contained in this trilogy novel are about the theme of juvenile delinquency. Juvenile delinquency usually comes from a family environment that lacks the attention and affection of parents. The purpose of this study is to explain juvenile delinquency from the perspective of literary studies and explain how adolescents are positioned by the three works. This research is expected to be able to provide understanding to the public about juvenile delinquency as depicted by the figure of Matahari Senja (Ari). The method that I use is a qualitative descriptive method. The problems in these three novels are dominated by triangular love stories and juvenile delinquency by the main characters. There are conflicts, including conflicts with families, conflicts with peers, and conflicts with schools."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Fathmayayuta Fauzanandyaningrum
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang alur yang terdapat dalam novel Ikhtilas karya Hani
Naqshabandi. Novel Arab ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul
Wanita Terpasung: Gejolak Cinta di Balik Cadar. Novel ini menceritakan kehidupan
seorang perempuan Saudi yang tidak meraskan kebebasan atas nama tradisi dan
agama. Penulis menggunakan metode deskriptif-analisis untuk mendeskripsikan lalu
menganalisis data secara mendalam. Hasil penelitian alur dan tema yang terdapat di
dalam novel Ikhtilas beragam, penulis menemukan karakteristik, interaksi tokoh
mempengaruhi jalannya cerita dalam novel Ikhtilas. Selain itu, terdapat pula tematema
cerita yang sangat beragam.

ABSTRACT
This paper discusses about plot in Ikhtilas novel by Hani Naqshabandi. This
novel, translated into Bahasa Indonesia as Wanita Terpasung: Gejolak Cinta di
Balik Cadar. This novel is a novel that tells life of Saudi woman who never feel
freedom in the name of tradition and religion. The writer used descriptive-analytic
method to describe then analyze the data profoundly. The study found that many
kind of plot and themes, the writer found that characteristics, character’s
interactions affect the course of the story in the novel Ikhtilas. Furthermore,
there’re many variety of theme."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S54287
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahsanul Husna
"Skripsi ini membahas tentang tema dan amanat dalam novel Mendhung karya Yes Ismie Suryaatmadja. Untuk mengungkap tema dan amanat, terlebih dulu dilakukan analisis struktur dalam novel, yaitu alur; tokoh; dan latar, berdasarkan buku Memahami Cerita Rekaan oleh Panuti Sudjiman. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat satu tema utama dalam novel Mendhung yaitu perselingkuhan, serta dua tema sampingan yaitu kesenjangan sosial dan ketidakadilan jender. Amanat yang terdapat dalam novel Mendhung adalah ketidaksetiaan dapat membuat seseorang kehilangan segala yang dimilikinya, serta seorang laki-laki harus bersikap tegas.

This paper discusses about theme and mandate in novel Mendhung, Yes Ismie Suryaatmadja work. To reveal the theme and mandate, first do structure analysis of the novel, namely groove; character; and background, based on the book Memahami Cerita Rekaan by Panuti Sudjiman. Results from this research, there is a main theme in the novel Mendhung, that is affair, as well as two side themes, namely social inequalities and gender inequities. The mandate in novel Mendhung is infidelity can make someone lose everything, and a man had to be firm."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
S61487
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>