Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 145926 dokumen yang sesuai dengan query
cover
I Made Madia
"Konstruksi-dengan dapat berupa konstruksi frasal dan klausal. Dalam konstruksi frasal, dengan adalah preposisi, sedangkan dalam konstruksi klausal, dengan adalah konjungsi. Sebagai konjungsi, dengan selalu terdapat dalam konstruksi subordinatif (klausa subordinatif yang berkonjungsi dengan selanjutnya disebut "klausa-dengan"). Telah sejak lama perhatian para ahli tertuju pada konstruksi, berpreposisi dengan. Tidak demikian halnya dengan konstruksi berkonjungsi atau bersubordinator dengan.
Pemerian konstruksi berpreposisi dengan telah tersebar di dalam berbagai tulisan tata bahasa Indonesia (Melayu) baik yang ditulis oleh ahli yang sekaligus sebagai penutur bahasa Indonesia (Melayu) seperti Slametmuijana (1951), Hadidjaja (1985), Sastradiwirja (1960), Sudaryanto (1983), Harimurti Kridalaksana (1986), dan (sejumlah tulisan) Hamian (107Y, 1980, dan 198b); maupun yang ditulis oleh ahli asing seperti De Hollander (1819/1984), Van Wijk (1909/1985), Van Ophuijď·“sen (1910/1983), Alieva (1961/1991), dan Mees (1969).
Penyebutan adanya konstruksi bersubordinator dengan ditemukan dalam sejumlah tulisan yang terbatas, yaitu dalam Fokker (1979), Junus (1967), Hamlan (1981a), Moeliono {1988), dan Suwatno (1990/1991). Deskripsi terhadap konstruksi bersubordinator dengan dalam karyakarya ini hanyalah sepintas.
Pembahasan pelesapan subjek dalam bahasa Indonesia oleh Suguno (1991) sama sekali tidak menyinggung adanya pelesapan subjek dalam konstruksi berkonjungsi dengan. Pembahasan adverbial cara dan adverbial sarana dalam bahasa Indonesia oleh Sumadinata (1992) terbatas pada konstruksi yang berpreposisi dengan.
Berdasarkan fakta-takta yang disebutkan di atas, konstruksi bersubordinator dengan belum memikat perhatian para ahli untuk mendeskripsikan secara lebih mendalam."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Im, Young Ho
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Im, Young Ho
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutiman
"Negation as a modality has been interest scholars. At first, negation was described in the logical approach, but this description did not satisfie by linguists. As we know, Jespersen (1917) described it from a linguistic poini of view. I lis approach was developed by Klima (1964), Payne (1985), and Quirk el cri. (1985). In my thesis I try to describe the concept of negation in Javanese by referring to the concept which Payne has developed using a syntactic and semantic approach. The data collected for this thesis belong to the Ngoko variety of Javanese in magazines i.e. Jawa Anyar, Jaya Baya, Jaka Lot/hang, Alekar Seri, and l'wiyehar Semangal, further from the recording of a waywig kalif performance: Dewa Ruci. Being a Javanese native speaker. I have also included intuitive data. Negation in Javanese can De expressed syntactically by placing negative constituent in the sentence. The negative constituent can be a free or bounded form. The placement of the negative constiuent before the predicate, establishes standard negation. The negative constituent preceeding an adverbial forms a constituent- or special-negation. Negative constituents in Javanese can also form idiomatic expressions. Negation can be found in all types of sentence in the language. Syntactically, idiomatic expressions function as adverbials and semantically express modality. The negative marker ora 'not' underlies the derived affixed form, i.e. ngorakake 'say Not' which functions as a predicate and which semantically suggests the concept of denying ngiyakake 'say Yes'. Its derived form by reduplication, i.e. ora-ora functions as an adverbial and expresses the epistemic modality. Double negation causes the negative sentence to an affirmative one. Furthermore, double negative forms result in idiomatic expressions and syntactically function as adverbials. Semantically, it expresses the deontic modality."
Jakarta: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1998
T37253
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lestari Adiyanti
"Dubbelop adalah istilah dalam bahasa Belanda yang dapat diterjemahkan sebagai: pendobelan/pengulangan. Yang dimaksud di sini adalah pengulangan pemakaian kata dalam suatu kalimat, baik pengulangan yang eksplisit maupun yang implifsit. dapat berjalan dengan lancar.
Pengulangan ini sering terjadi, tapi bila pengulangan terjadi pada teks tertulis, hampir dapat dipastikan bahwa pengulangan tersebut dimaksudkan untuk tujuan tertentu, yaitu untuk memberikan penekanan anti dapat berjalan dengan lancar.
Dalam skripsi ini, penelitian dilakukan terhadap teks-teks tertulis yang mengandung pengulangan, dan yang akan diteliti adalah apa unsur pembentuk pengulangan serta bentuk pemuncu_lannya, pada jenis bacaan apa pengulangan lebih banyak terjadi serta fungsi dari pengulangan itu sendiri dalam suatu kalimat."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1995
S15749
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dien Rovita
"ABSTRAK
Penelitian mengenai verba resiprokal dalam bahasa Indonesia yang dikaji secara sintaktis dan semantis. Tujuannya adalah untuk menentukan tipe-tipe verba resiprokal dan kaidah-kaidah pembentukan tipe-tipe verba resiprokal berpenanda gramatikal dan leksikal. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk menentukan hubungan antara verba resiprokal dengan fungsi-fungsi lain dalam kalimat berdasarkan analisis fungsi sintaktis dan menentukan hubungan antara verba resiprokal, sebagai predikator, dengan argumen-argumen yang terdapat dalam proposisi berdasarkan analisis fungsi semantis, serta menentukan tipe-tipe semantis verba resiprokal. Penelitian ini menggunakan tulisan berbentuk narasi yang diambil empat buah novel yaitu Burung-burung Manyar, Raumanen, Hati yang Damai, dan Balada si Roy: Blue Ransel, dan tulisan berbentuk eksposisi yang diambil dari majalah Tiras edisi bulan Februari sampai dengan September 1995. Setelah data terkumpul diadakan pengelompokan terhadap verba resiprokal berdasakan tipe-tipe verba resiprokal berpenanda gramatikal dan leksikal. Terakhir diadakan analisis berdasarkan fungsi sintaktis dan fungsi semantis. Hasil yang diperoleh terdapat dua puluh delapan tipe verba resiprokal, yang dibedakan menjadi delapan tipe verba resiprokal berpenanda gramatikal dan dua puluh tipe verba resiprokal berpenanda leksikal. Selain itu diperoleh fungsi-fungsi sintaktis, peran-peran semantis, dan tipe-tipe semantis verba resiprokal.

"
1996
S11263
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna
"Penelitian ini membahas masalah konjungsi korelatif tidak hanya.,. tetapi juga... ; bukan hanya.., melainkan juga... ; apakah... atau... ; bukan hanya... tetapi juga... demikian,., sehingga... ; balk... maupun... ; entah... entah... ; maknn... maknn... ; bukan... melainkan... , Tujuan Penelitian adalah mendeskripsikan perilaku konjungsi korelatif Bahasa Indonesia berdasarkan sudut sintaktis dan semantis."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
S11048
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yohana Citra Permatasari
"Ajektiva yang dalam penggunaannya seringkali berfungsi sebagai atributif, memberikan keterangan yang lebih khusus pada nomina contohnya het mooie meisje `gadis cantik'. Dalam sebuah frasa nominal, ajektiva berfungsi sebagai pemeri. Ajektiva tersebut dapat muncul bersama ajektiva lainnya membentuk suatu deret ajektiva yang memerikan nominanya, contohnya: rond, wit, fluwelen kussens `bantalan berbahan beludru putih nan bulat'. Dalam skripsi ini deret ajektiva dikelompokkan menjadi Deret Dua Ajektiva, Deret Tiga Ajektiva, Deret Empat Ajektiva, dan Deret Lima Ajektiva. Deret ajektiva tersebut akan dianalisis dari segi sintaksis dan semantis.
Dalam analisis sintaktis, digunakan tiga aturan urutan ajektiva untuk mengamati urutan letak ajektiva dalam frasa nominal (Haeseryn et al, 1997:837). Ketiga aturan tersebut adalah (1) urutan ajektiva yang tidak menunjukkan pembedaan, (2) urutan ajektiva dengan adanya pemerincian induk, dan (3) urutan ajektiva deret bebas. Selain itu, juga dideskripsikan urutan istimewa pada deret ajektiva yang urutannya tidak memenuhi ketiga aturan di atas. Dalam analisis semantis, untuk mengamati urutan letak ajektiva dalam frasa nominal, digunakan tiga cara pembedaan ajektiva (Haeseryn et al, 1997: 385) seperti, (1) ajektiva absolut dan relatif, (2) ajektiva subyektif dan obyektif, dan (3) kwalificerende adjectief dan relationeie adjectief."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2005
S15886
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Betty R.
"Penelitian mengenai Konjungsi Antarkalimat Bahasa Indonesia yang ditujukan untuk mempelajari perilaku sintaktis konjungsi ini. Penelitian dilakukan dengan cara menganalisis sejumlah data yang diperoleh melalui pencatatan kalimat-kalimat yang mengandung konjungsi yang menghubungkan dua atau lebih kalimat. Sumber data-data dalam penelitian ini adalah media cetak berupa maja1ah dan Surat kabar yang nenggunakan bahasa Indonesia. Melalui penelitian ini diperoleh identitas Konjungsi Antarkalimat ini, yaitu keterikatannya, posisi dan pola pemakaiannya dan urutan unsur yang dihubungkan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1994
S11194
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frans Asisi Datang
"Preposisi bahasa Indonesia selalu terdapat dalam konstruksi preposisional. Perilakunya dapat ditinjau secara morfologis, sintaktis dan semantis. Secara morfologis, ada sejumlah preposisi dasar, juga ada preposisi turunan pindahan kelas dan preposisi turunan gabungan, serta preposisi berkorelasi. Secara sintaktis, preposisi bahasa Indonesia berfungsi sebagai penanda Obyek tak Langsung, Pelengkap dan Keterangan, serta sebagai Pengungkap Predikat. Sedangkan secara semantis, preposisi berfungsi sebagai penanda peran tertentu dan sebagai Pengungkap Predikator. Berdasarkan perilaku semantis-sintaktis preposisi seperti itu, maka konstruksi preposisional bahasa Indonesia dibagi atas konstruksi preposisional praP+P+pascaP dan konstruksi preposisional P+pascaP. Konstruksi preposisional pertama dibagi lagi atas dua, berdasarkan sifat satuan semantis praP dan pascaP-nya, yaitu konstruksi preposisional praP+P+ pascaP Tipe A dan konstruksi preposisional praP+P+pascaP Tipe B. satuan semantis DWIPIHAK, TEMPATAN, PENERIMAAN, dan PENGGENAPAN dalam konstruksi preposisional praP+P+pascaP menentukan penggunaan preposisi tertentu dalam konstruksi preposisional praP+P+pascaP Tipe A; sedangkan dalam konstruksi preposisional praP+P+pascaP Tipe B tak ada satuan semantis seperti itu yang menentukan penggunaan preposisi, maka kedua satuan semantis (praP dan pascaP) sama-sama berpengaruh menentukan penggunaan preposisi dalam konstruksi preposisional. Oleh karena itu, yang menentukan penggunaan preposisi bahasa Indonesia sebenarnya bukan hanya tergantung pada jenis kata satuan semantis pascaP tetapi terutama terlebih dahulu ditentukan oleh sifat satuan semantis praP. Itulah perilaku unik preposisi bahasa Indonesia"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>