Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 188231 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Setio Utomo
"Paradigma pendekatan pembagunan saat ini telah mengalami pergeseran secara signifikan dari yang sifatnya sentralisasi, top down, kini bergeser kearah sistim desentralisasi dan bottom up. Bahkan saat ini trend pembangunan juga mulai memperlakukan masyarakat sebagi pelaku utama. Program-program pembangunan yang mengklaim berbasis masyarakat (community based) hampir dapat dijumpai dalam setiap departemen pemerintahan bahkan pemerintah daerah juga mulai mengadopsi sistem ini. Program-program seperti PPK (Depdagri), P2KP ( Departemen Kimpraswil). PPMK (Pemda DK]) adalah contoh dari model pembangunan yang menggunakan community based.
Disemua program pemberdayaan masyarakat tersebut hampir seluruh program yang dijalankan memiliki komponen pendamping di dalamya. Kebcradaan pendamping ini diharapkan menjadi facilitator dan mediator antara masyarakat dan program. Dengan demikian maka posisi pendamping dalam sebuah program sangat berpengaruh untuk mencapai keberhasilannya. Pendamping menjadi ujung tombak dari program yang akan dijalankan. Di sisi finansial komponen pendamping ini juga memiliki nilai yang signifikan dari seluruh pembiayaan program, sedangkan dari sisi penyerapan tenaga kerja dan sumebr daya manusia komponen ini juga dapat dijadikan sarana transformasi sosial.
Karena pentingnya posisi dan pecan pendamping dalam sebuah program maka penulis tertarik dan mencoba memperlajari proses pendampingan yang terjadi dan dan mengkaji faktor-faktor apa yang mempengaruhi pendamping dalam menjalankan tugasnya. Dengan mengambil sebuah contoh kasus di Desa Pantai Sederhana di Kecamatan Muara Gembong, Bekasi, penulis ingin mengkaji sejauhmana pengaruh faktor-faktor internal dan ekstemal yang ada pada pendamping mempengaruhi keberhasilan pendampingan.
Didasarkan pada persoalaan diatas penulis mencoba membagi faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi keberhasilan pendampingan kedalam beberapa aspek yaitu aspek internal, aspek ini berkaitan dengan diri pendamping dan melekat padanya. Untuk mengetahui aspek ini maka dapat dilihat dari beberapa faktor yaitu : (1) pemahaman pendamping terhadap program, (2) pemahaman pendamping terhadap karakter budaya setempat, (3) pemahaman pendamping terhadap wilayah geografis, (4) kemampuan komunikasi dan sosialisasi pendamping dan (5) kemampuan motivasi pendamping. Sedangkan aspek lainnya yaitu aspek eksternal, yaitu aspek yang berada diluar diri pendamping yang sangat mempengaruhi seluruh proses yang akan dilakukan pendamping di lapangan.
Aspek tersebut berhubungan dengan fasilitas dan pendukung yang diberikan kepada pendamping dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya di lapangan. Aspek eksternal ini merupakan aspek yang menjadi tanggung jawab pengelola program.
Dari hasil temuan penelitian yang mengambil kasus pendampingan sebuah program di Desa Pantai Sederhana, Bekasi, ditemukan fakta bahwa faktor-faktor diatas sangat berpengaruh dalam proses pendampingan. Aspek internal misalnya, temuan dilapangan membuktikan apabila pendamping memiliki kualitas yang memadai dari sisi aspek internal maka pendamping tidak menghadapi kesulitan di lapangan. Kondisi yang memadai dari sisi aspek internal pendamping ini juga akan sangat membantu masyarakat yang didampingi dalam melakukan proses belajar bersama pendamping. Sedangkan untuk aspek lainnya yaitu aspke eksternal memang sangat sulit untuk mengukur derajat pengaruhnya terhadap kinerja pendamping karena memang tidak ada standar yang sama bagi pendamping atas hak yang mesti didapat dalam menjalankan program pendampingan. Hampir setiap program mempunyai kebijakan tersendiri bagi pendamping untuk diberikan fasilitas pendukungnya.Faktor eksternaI lainnya seperti modal sosial masyarakat masih memerlukan penelitian lebih jauh untuk mengetahui pengaruhnya terhadap keberhasilan pendampingan. Untuk mengakaji dan meneliti tentang pengaruh kondisi sosial-ekonomi, politik dan hubungan-hubungan kekerabatan serta kebiasan-kebiasan masyarakat terhadap sebuah program pendampingan membutuhkan waktu dan biaya yang jauh lebih lama dan besar. Oleh karena itu bagi mereka yang tertarik dan berminat pada program pendampingan dalam sebuah program pembangunan penulis bisa menyarankan untuk mengkaji lebih jauh tentang aspek-aspek yang berkaitan dengan struktur sosial, ekonomi dan politik dan modal sosial masyarakat lainnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14380
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
M. Hendra Yunal
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang peran pendamping dalam program pemberdayaan desa (PPD) serta mengidentifikasi faktor-faktor pendukung dan penghambat yang dihadapi oleh pendamping dalam PPD tersebut. Penelitian ini dipandang penting mengingat persentase masyarakat miskin makin bertambah dan salah satu upaya yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Riau untuk mengatasinya ialah melalui PPD ini. Kenyataan di lapangan mengindikasikan bahwa Kelurahan Muara Fajar, salah satu kelurahan yang menerapkan program ini dinilai berhasil berdasarkan indikator yang telah dirumuskan. Tentunya keberhasilan ini tidak terlepas dari peran pendamping yang memperkenalkan dan menjalankan program ini di tengah-tengah masyarakat. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, dilaksanakan dengan pendekatan kualitatif. Data dikumpulkan melalui studi kepustakaan dan wawancara mendalam (indepth interview) terhadap informan yang dipilih secara purposive sampling, dengan lingkup informan mencakup Koordinator Daerah (Korda) PPD, Lurah, Ketua LPM, Pendamping Desa (PD), Kader Pembangunan Masyarakat (KPM), Kasir UEK-SP Fajar Kehidupan dan masyarakat selaku kelompok sasaran. Adapun keseluruhan penelitian ini membutuhkan waktu selama 7 bulan.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa dalam menjalankan perannya, pendamping berpedoman pada alur atau tahapan kegiatan yang telah dirumuskan oleh pembuat program, dalam hal ini adalah Tim Koordinasi Pembinaan dan Pengendalian PPD Provinsi Riau. Tahapan-tahapan tersebut meliputi : (1) Musyawarah Kelurahan (MK) I, (2) Identifikasi Potensi Kelurahan & Penggalian Gagasan, (3) Pembukaan Rekening Dana Usaha Kelurahan (DUK), Rekening Usaha Ekonomi Kelurahan-Simpan Pinjam (UEK-SP) dan Rekening Simpan-Pinjam (SP), (4) Pembentukan Tim Verifikasi & Verifikasi Usulan, (5) Musyawarah Kelurahan (MK) II, (6) Pencairan & Penyaluran DUK, (7) Musyawarah Kelurahan III (Pertanggungjawaban) serta (8) Pelaksanaan Kegiatan DUK & Angsuran Pinjaman. Dalam delapan tahapan tersebut, pendamping lebih berperan sebagai fasilitator, enabler, educator dan broker. Peran sebagai fasilitator dapat terlihat pada MK I dan II, karena sesuai dengan fakta di lapangan bahwa pendamping dalam memutuskan sesuatu dilalui dengan jalan konsensus atau kesepakatan bersama yang merupakan salah satu peran khusus dari fasilitator. Selanjutnya peran sebagai enabler (pemercepat perubahan) bisa diamati sewaktu penggalian gagasan. Dalam penggalian gagasan tersebut pendamping membantu masyarakat menyadari dan melihat kondisi mereka dan permasalahan yang mereka alami, karena memang memahami aspirasi kelompok masyarakat merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh seorang pendamping dalam menjalankan suatu program. Adapun peran sebagai educator (pendidik) dapat dijumpai pada waktu verifikasi usulan yang dilakukan oleh pendamping bersama tim verifikasi, dimana pendamping menyampaikan informasi secara baik, jelas dan mudah ditangkap oleh masyarakat terkait dengan kekurangan dalam hal kelengkapan administrasi proposal yang diajukan. Sedangkan peran selaku broker (perantara) bisa dilihat sewaktu pencairan dan penyaluran dana usaha kelurahan (DUK), dengan cara membantu masyarakat berurusan ke Bank, jelasnya pendamping berupaya menghubungkan masyarakat yang membutuhkan bantuan tata cara membuka rekening tabungan/pinjaman dengan pihak Bank Rakyat Indonesia (BRI). Secara umum, keseluruhan peran yang dijalankan oleh pendamping pada program pemberdayaan desa ini telah berjalan dengan baik dan ini tidak terlepas dari berbagai faktor pendukung. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa dalam menjalankan program ini ada beberapa faktor yang mendukung pendamping berperan secara optimal seperti faktor keterbukaan masyarakat, kerjasama tim, ketokohan ketua pengelola UEK-SP, dan skill pendamping. Namun walaupun demikian, terdapat pula faktor-faktor penghambat yang dihadapi oleh pendamping di lapangan seperti ketidaklengkapan administrasi kependudukan-pertanahan dan karakter pemanfaat. Berdasarkan temuan lapangan maka direkomendasikan kepada pendamping untuk memperhatikan aspek peningkatan kapasitas kelembagaan. Kelembagaan yang dimaksud di sini lebih mengarah pada lembaga informal, seperti organisasi pemuda, ikatan remaja masjid, perkumpulan pengajian bapak-bapak dan ibu-ibu dan lain-lain. Karena memang program ini tidak hanya mencakup aspek pemberdayaan masyarakat dan pengembangan ekonomi semata, tetapi juga meliputi aspek peningkatan kapasitas kelembagaan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhardi
"Garin-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) mengamanatkan bahwa perhatian sebesar-besarnya perlu diberikan kepada peningkatan pembangunan pedesaan terutama melalui prakarsa dan swadaya masyarakat desa serta memanfaatkan secara maksimal dana-dana yang langsung maupun yang tidak langsung diperuntukan bagi pembangunan pedesaan. Dan pembangunan pedesaan perlu terus ditingkatkan terutama melalui pengembangan kemampuan sumber daya manusia termasuk penciptaan iklim yang mendorong tumbuhnya prakarsa dan swadaya masyarakat pedesaan. Sejalan dengan itu perlu ditingkatkan kemampuan masyarakat pedesaan untuk berproduksi serta menciptakan lapangan kerja. Dengan demikian masyarakat pedesaan makin mampu mengarahkan dan memanfaatkan dengan sebaik-baiknya segala dana dan daya bagi peningkatan pendapatan dan taraf hidup (1988: 70).
Dapat dikatakan bahwa pembangunan pedesaaan tidak terlepas dari usaha empowerment (pemberdayaan) masyarakat desa (pembangunan sosial budaya), khususnya usaha peningkatan kemampunan sumber daya manusia untuk berproduksi dan menciptakan lapangan kerja, yang pada akhirnya berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan ekonomi keluarga.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Muhtar
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang Program Raksa Desa di Desa Jayamukti Kecamatan Cikarang Pusat Kabupaten Bekasi, yang bertujuan memahami upaya pemberdayaan masyarakat melalui program, manfaat program, dan kendala dalam implementasi program. Penelitian ini mempunyai arti penting, karena program dimaksud merupakan program baru yang digagas dan diluncurkan oleh pemerintah Propinsi Jawa Barat di era Otonomi Daerah secara luas berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tabun 1999, yang mulai dilaksanakan tahun 2003 dan direncanakan diberlakukan bagi seluruh desa dan kota di Propinsi Jawa Barat hingga tahun 2007. Sebagai program baru, dimungkinkan terjadi kekeliruan khususnya dalam implementasi yang merupakan tahap esensial dalam upaya pemberdayaan.
Untuk itu, hasil penelitan ini dapat berfungsi sebagai input bagi policy maker guna melakukan perbaikan implementasi program berikutnya. Pendekatan dan Janis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif, yaitu informasi tentang pemahaman, pandangan, dan tanggapan para informan dilapangan yang menghasilkan data deskriptif, yakni gambaran nyata pelaksanaan program secara sistematis dan faktuaI. Data tersebut diperoleh melalui teknik wawancara mendalam dengan para informan, disamping studi dokumentasi, dan observasi. Penentuan informan di lakukan secara purposive sampling (non probability), yakni atas dasar penilaian bahwa para informan mengetahui secara balk pemasalahan yang sedang diteliti. Untuk itu, informan dalam penelitian ini adalah Ketua dan Anggota Pokmas; Ketua Satuan Pelaksana (Satlak) Desa, Sarjana Pendamping, unsur Pemuka Masyarakat, dari unsur 13adu.i Perwakilan Desa (BPD).
Sebagai alat analisis hasil penelitian lapangan, digunakan kerangka teori pemberdayaan untuk memahami program dalam meningkatkan kemampuan dan kemandirian komunitas sasaran, baik secara individu maupun kelompok dalam upaya memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalah yang dihadapi. Konsep pemberdayaan juga digunakan untuk melihat bagaimana kelompok mampu memfasilitasi para anggota untuk bekerjasama dalam mencapai tujuan, dan bagaimana masyarakat mengorganisir diri melalui kelembagaan Satlak Desa yang dikembangkan. Perhatian juga diarahkan pada keterlibatan masyarakat dalam pembentukan dan kegiatan kelompok serta dalam kelembagaan Satlak Desa untuk mengetahui proses pemberdayaan melalui implementasi program.
Hasil penelitian lapangan menunjukkan tidak terjadinya upaya pemberdayaan melalui Program Raksa Desa, karena tidak ada partisipasi dan kemandirian dari masyarakat khususnya komunitas sasaran yang rnerupakan prasyarat bagi upaya pemberdayaan. Hal itu terlihat dari sejak awal kegiatan (persiapan dan perencanaan), yang antara lain adalah kegiatan sosialisasi program melalui forum musyawarah desa, dimana komunitas sasaran tidak dilibatkan. Forum dimaksud hanya dihadiri oleh alit desa, yaitu unsur pemuka masyarakat, perangkat desa, dan unsur BPD, disamping tentunya pengurus lembaga Satlak Desa. Demikian halnya pada implementasi program, yaitu pelaksanaan pembangunan prasarana desa dan penyaluran modal bergulir kepada komunitas sasaran, serta pemantauan, pengawasan, dan evaluasi, masyarakat khususnya komunitas sasaran tidak terlibat secara aktif, dimana dalam konteks pemberdayaan, keterlibatan masyarakatlkomunitas sasaran merupakan elemen penting.
Hasil program memang telah dirasakan oleh masyarakat khususnya komunitas sasaran, baik pembangunan prasarana yang antara lain menambah kelancaran transportasi dan komunikasi antar warga, serta penyediaan air bersih bagi warga, maupun bantuan pinjaman modal bergulir yang antara lain untuk menambah modal usaha dan juga sebagai Modal awal usaha. Akan tetapi, unsur penting dalam upaya pemberdayaan, yaitu proses belajar sosial dalam rangka memenuhi kebutuhan baik kebutuhan diri, keluarga, kelompok, dan masyarakat, maupun proses belajar memecahkan masalah tidak berlangsung. Kendala dalam implementasi program antara lain adalah kctidaktahuan di kalangan masyarakat sendiri dan kecenderungan prilaku aparat pemerintah yang masih bersifat paternalistik feodalistik (birokrasi tradisional).
Rekomendasi yang diajukan adalah: (a) perlu dilakukan kegiatan pelatihan dan pemantapan secara intensif bagi para pelaksana program mulai tingkat propinsi hingga tingkat lapangan (desa), dalam upaya peningkatan pemanaman mereka balk mengenai teknis operasional dan manajemen penyelenggaraan program maupun perspektif pembangunan berpusat pada manusia; (b) perlu dilakukan kegiatan pengawasan, pemantauan, dan evaluasi oleh para pelaksana program mulai tingkat propinsi sampai tingkat lapangan secara profesional, dan yang tidak kalah penting adalah perlunya melibatkan komunitas sasaran dalam rangkaian kegiatan dimaksud sejak assesment hingga evaluasi; (c) perlu kecermatan penanggungjawab program dalam merancang program pemberdayaan secara profesional, dengan mempertimbangkan berbagai aspeknya, antara lain adalah ketersediaan dana dan kesiapan sumber daya manusia yang cakap, terampil, dan berdedikasi."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T14102
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Sjamsul B.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"From the several alternative sites in East Java and based on proximity to supporting industries and infrastructures that already exist, the distance to economic centers and airports, the available land, as well as the affordable prices, Lamongan has been selected as the location of development of dock and shipyard industries in East Java. Development of shipyard industries in Lamongan is reviewed from is prospect, selected and began with repair and mintenance services for ships with classof facilities between 1000-3000 DWT. The class has not been a lot of competitors because of a new shipyard, easy technology and no experience. Based on the learning and experience process, for the future, 5 to 10 years, this shipyard can be expanded to accept new building similiar in size to barge technology which is not so so difficult and in order to master the modern technology . In addition, the permanent repair work has been done by increasing the capacity. Plan for 15 to 20 years, the shipyard can be expanded to accept new building for inter - islan ferries and tugboats, as well as repairs."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Permono
"Pulomas area has a strategic position. If the development of this area is put into action, this area can lessen current human density in center business and shopping centre in central, south, and west region of Jakarta. The development of Pulomas area that is currently managed by PT Pulomas Jaya is similar to the management of service through special district. However, the concept of Kawasan Khusus is still being disputed by many experts until now. There are three research questions that submitted in this research. First, what is the real meaning of 'Kawasan Khusus' Second, which aspects to consider in determining 'Kawasan Khusus' Third, can Kawasan Terpadu Pacuan Kuda Pulomas be categorized as a 'Kawasan Khusus' This research applies positivist approach with qualitative data collection technique to answer these research questions.
The term 'special district' accomodates what is described as 'Kawasan Khusus' in Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 as well as district under internal authority of the local government. However, what is mentioned as 'Kawasan Khusus' in that code doesn't accomodate special districts of local importance. It requires some criterions, such as the district has national strategic value, national importance, and concerning the needs of many people. However, the specification of 'Kawasan Khusus' intrinsically lays in certain functions owned by Kawasan Khusus. Various different ideas about the concept of special district send into two outlines of development aspects of Kawasan Khusus, namely physical and institutional aspect. Physically, this area has a strategic position that stimulate PT Pulo Mas Jaya to develop the concept of integrated development area. Institutionally, the management of Pulomas area now is managed by BUMD, which is in the form of limited liability (PT). In this case, Pulo Mas has specific function in the form of region development. With this region development function, we can conclude that Kawasan Terpadu Pacuan Kuda Pulomas can be categorized as either special district or Kawasan Khusus."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan,
050 BRAFO
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>