Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 91492 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Suharyuni Suharmadji Argadikusuma
"Dengan makin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, maka berkembang pula peralatan yang dipergunakan oleh dokter baik peralatan diagnostik maupun terapetik.
Demikian pula dalam bidang ilmu Rehabilitasi Medik. Salah satu jenis alat tersebut adalah alat terapetik yang menggunakan arus listrik dan dipakai untuk pemanasan jaringan ("diathermy") dengan mengubah arus listrik menjadi arus eletromagnetik gelombang ultra pendek ("ultra short wave diathermy") atau elektromagnetik gelombang mikro ("micro wave diathermy") (1) (2) (3).
Beberapa kepustakaan menyebutkan pemakaian diatermi gelombang pendek bermanfaat pada panatalaksanaan lesi yang terletak dalam dan sulit dicapai oleh alat modalitas yang lain (4) (5).
Akhir-akhir ini disebutkan pula alat ini berfaedah pada terapi keluhan-keluhan ginekologis (6) (7).
Pada adneksitis, seringkali infeksi oleh bakteri gonorrhoe disertai kuman lain, sehingga penyembuhan tidak sempurna, timbul penyumbatan dan perlekatan antara tuba dengan ovarium atau jaringan sekitarnya dan penyakit kronis (8) (9).
Selain penggunaan antibiotika yang dapat mencakup beberapa jenis kuman, diatermi ternyata bermanfaat untuk menunjang keberhasilan terapi stadium kronis ini (1) (2). Disini pemanasan menyebabkan peningkatan vaskularisasi yang akan membantu penyembuhan penyakit dan membantu terapi antibiotika menjadi lebih efektif.
Tehnik pemakaian yang sesuai adalah dengan metode kondensor secara "cross fire techniques". Cara pemberian yang terdiri dari 2 bagian dengan tehnik pemasangan elektroda saling tegak lurus, memungkinkan ke empat dinding rongga panggul dipanasi (2) (10).
Untuk keberhasilan terapi ini, penilaian rasa nyeri merupakan hal yang penting. Telah dikenal beberapa cara, salah satu diantaranya yang cukup dapat diandalkan adalah Visual Analogue Scale {VAS). VAS merupakan cara yang cukup popular karena caranya mudah, murah dan dapat diulang (11) (12).
Akhir-akhir ini kasus adneksitis lebih banyak ditemukan, hal ini mungkin berhubung dengan spektrum penyakit hubungan seksual yang semakin luas (6). Demikian pula dengan jumlah rujukan dari bagian kebidanan ke Unit Rehabilitasi Medik. Selain itu di Indonesia, penelitian khusus mengenai hal ini belum pernah dilakukan.
Oleh karena itu penulis merasa perlu melakukan penelitian dengan tujuan umum yaitu membantu upaya peningkatan kualitas pengobatan serta mempercepat proses penyembuhan penyakit adneksitis kronis serta tujuan khusus menilai adakah kecenderungan manfaat terapi diatermi sebagai terapi penunjang pada pengobatan penyakit tersebut.
Walaupun penulis telah melakukan berbagai upaya penelusuran bahan rujukan dari berbagai sumber antara lain: Perpustakaan Pusat FKUI, Pusat Inforrnasi Kedokteran dan Kesehatan (PIKK), perpustakan di Tokyo Jepang, perpustakaan beberapa pabrik obat dan lain-lain, tetapi penulis masih merasakan banyaknya kekurangan-kekurangan mengenai hal tersebut, tetapi walaupun begitu hasil penelitian ini diharapkan akan memberi manfaat terhadap penderita adneksitis kronis dan akan diperoleh pengertian lebih mendalam tentang potensi terapi, ini?"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heryati Harijanto
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Nurfitri
"Nutrisi merupakan salah satu faktor lingkungan hidup sebagai kebutuhan dasar yang sangat panting untuk anak. Nutrisi dibutuhkan setiap hari tanpa dapat ditangguhkan ke hari esok untuk kelangsungan hidup maupun tumbuh kembang anak.
Selama ini pengetahuan tentang nutrisi sebagian besar membicarakan komponen diet, penyakit yang berhubungan dengan kekurangan gizi dan jumlah yang diperlukan untuk mencegahnya. Pada dekade terakhir timbul pemikiran bahwa nutrisi dapat berlaku sebagai "pengobatan". Diet tertentu bukan hanya merupakan obat bagi beberapa kelainan inborn error of metabolism seperti fenilketonuria, homosistinuria, dan galaktosemia, tetapi juga sebagai terapi penyakit lain. Salah satunya adalah diet ketogenik sebagai terapi epilepsi intraktabel.
Angka kejadian epilepsi pada anak dan remaja berkisar antara 50 - 100 per 100.000 penduduk pertahun. Di Inggris, 20 - 70 kasus per 100.000 populasi pertahun dengan prevalensi 4 - 10 kasus per 1000 populasi. Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI - RSCM. terjadi peningkatan cukup berarti, darn 65 kasus barn dan 343 kasus epilepsi lama pada tahun 2000 menjadi 116 kasus epilepsi baru dan 356 kasus epilepsi lama pada tahun 2001.
Obat anti epilepsi (OAF) merupakan pilihan terapi pertama dan berhasil bank pada sebagian besar penderita anak, tempi lebih darn 25% diantaranya menderita epilepsi intraktabel atau kejang tidak terkontrol. Di Indonesia angka kejadian epilepsi intraktabel belum tercatat, diperkirakan tidak berbeda jauh dengan penelitian di luar negeri. Diet ketogenik dapat menjadi alternatif terapi epilepsi intraktabel. Variabel lama diet ketogenik adalah rasio ketogen dan non ketogen, yaitu rasio lemak dengan protein ditambah karbohidrat."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Metronidazole gel 25% as an adjunct to scaling and root planing showed clinical effect better than scaling and root-planing alone. In Indonesia metronidazole gel is not popular, since probably it is expensive and not easy to obtain, so there is an idea to make metronidazole gel 25% mixture with relatively cheaper. The purpose of the study was to evaluate clinical effect of metronidazole gel 25%. Thirty Chronic Adult Periodontitis patients possessing at least 3 teeth >6mm pocket dept, >4 mm attachment loss, and bleeding on probing were selected and grouped into metronidazole 25%, PVP-I 10%, and as controle respective. After SRP of all quadrant, 3 teeth were randomly selected as respectively metronidazole gel 25% and PVP-I 10% were applied on day 0 and day 7, BOP, PPD, and clinical attachment gain were recorded at baseline and 1 month post therapy. Bleeding on probing was analyzed using Kruskal-Wallis test, pocket depth and attachment gain were analyzed using Anova test. The result showed a significant difference in each group before and after the application. However, metronidazol group was the best compared to the other two groups."
Journal of Dentistry Indonesia, 2003
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Lina Erliana Muksin
"ABSTRAK
Multisystem Developmental Disorder (MSDD) atau Disorder o f Relating and
Communicating merupakan suatu klasifikasi diagnosis dalam Zero to Three
Classification, dengan tujuan sebagai suatu alternatif diagnosa pada anak usia 0 -
3 tahun yang mengalami kesulitan dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan
dunia di sekelilingnya. Aspek-aspek perkembangan yang paling sering terganggu
pada kondisi ini adalah perkembangan komunikasi dan hubungan dengan orang
lain, sehingga sering disebut sebagai Gangguan Relasi dan Komunikasi
(Greenspan,1997). Anak-anak dengan gangguan relasi dan komunikasi memiliki
ciri-ciri antara lain, gangguan secara bermakna dalam kesanggupan untuk
melakukan dan mempertahankan hubungan sosial dan emosional secara timbal
balik. Kesulitannya dalam berkomunikasi, ditandai oleh keterlambatan berbicara
atau berbicara hanya satu arah dan sulit mempertahankan pembicaraan. Mereka
juga sulit untuk melakukan interaksi yang timbal balik, cenderung sulit diarahkan
karena tampak semaunya dan menganggap kehadiran orang lain sebagai ‘benda’.
Mereka biasanya sulit untuk berinteraksi sosial dengan teman seusianya, kesulitan
mempergunakan isyarat non verbal sebagai pengganti komunikasi verbal untuk
mengatur interaksi sosial dan tidak tidak tanggap pada situasi sosial dan emosi
orang disekitamya serta mengalami kesulitan untuk bermain pura-pura seperti
yang biasanya dilakukan anak seumurnya.
Anak dengan gangguan relasi dan komunikasi juga mengalami disfungsi
sensoris dalam pemaknaan pada rangsang dengar maupun gangguan dalam
pemprosesan sensasi lainnya, seperti gangguan perencanaan gerak motorik,
kesulitan dalam melakukan keurutan gerakan atau tindakan.
Berbagai pendekatan terapi untuk mengatasi gangguan ini dengan upayaupaya
untuk meningkatkan kemampuan bahasa dan komunikasinya, telah banyak
dilakukan. Dewasa ini berkembang model penanganan yang memandang sudut
penggunaannya dalam situasi sosial, yang menekankan peningkatan komunikasi
sosial dengan struktur yang lebih fleksibel, serta aktifitas yang lebih bervariasi,
ditandai dengan interaksi yang timbal balik serta belajar melakukan aktifitas yang
bermakna, berdasarkan minat dan motivasi anak.
Pendekatan integratif dan interaktif yang berdasarkan perkembangan
individual anak disebut juga tehnik Floor Time, yaitu suatu cara atau tehnik
interaksi melalui bermain sebagai upaya untuk membantu anak dalam mencapai
tahapan perkembangan, terutama anak dengan gangguan relasi dan komunkasi.
Tehnik interaksi ini menekankan kekuatan relasi yang bersifat interaktif antara
orang tua atau pembimbing dengan anak. Prinsip utama tehnik Floor Time adalah
mencoba memanfaatkan setiap kesempatan yang muncul untuk berinteraksi,
dengan cara yang disesuaikan dengan tahap perkembangan emosi. Asumsinya,
bahwa perubahan cara anak ‘merasakan dan mengalami’ relasi akan
meningkatkan peran sertanya dalam interaksi itu sendiri secara lebih
komprehensif.
Peneliti ingin mengetahui bagaimana penerapan tehnik ‘Floor Time' dapat
memberikan dukungan untuk mengembangkan kemampuan interaksi pada anak,
khususnya anak dengan gangguan relasi dan komunikasi (Multisystem
Developmental Disorder).
Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan
studi kasus tunggal. Pengambilan sampel tidak dipilih secara acak, melainkan
mengikuti kriteria tertentu. Tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah
observasi, wawancara, serta alat bantu rekam suara dan gambar. Proses analisis
data dimulai dengan memberikan koding pada data sesuai dengan kategori
perilaku yang muncul. Setelah tahap kategorisasi peneliti melakukan proses
analisis yang dibuat dalam bentuk naratif berdasarkan konsep teori pada penelitian
ini.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara kualitatif terdapat peningkatan
kualitas interaksi antara subjek dengan pembimbing. Peningkatan ini terutama
lebih terlihat pada aspek ketrampilan Menjalin Ikatan Komunikasi Timbal Balik
(MIKT) serta Ketrampilan Meniru (KM). Sedangkan pada kemampuan bahasa
tidak terlihat kemajuan secara mencolok. Minat subjek serta ketertarikan untuk
melakukan sesuatu bersama pembimbing, tampak semakin intens dan bervariasi.
Subjek mulai menunjukkan kedekatan dan keintiman dengan ibu. Selama
pelaksanaan Floor Time terlihat perilaku seperti memeluk, mencium, menyentuh
wajah ibu, menarik/mengulurkan tangan (meminta pertolongan) atau duduk
dipangkuan ibu lebih sering muncul dibanding sebelumnya. Ibu pun merasakan
bahwa subjek mulai ‘menempel’ dan mencari ibu disaat ibu tidak berada ditempat.
Perilaku menirukan suara pembimbing tampak semakin sering muncul.
Atas dasar hasil penelitian ini, disarankan kepada peneliti lain di bidang
psikologi, khususnya psikologi klinis anak untuk dilakukan penelitian dalam
jangka waktu yang lebih lama, agar dapat memperoleh gambaran yang lebih baik
mengenai kemajuan maupun informasi tambahan dari pelaksanaan Floor Time
pada anak dengan gangguan relasi dan komunikasi."
2005
T38022
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lina Erliana Muksin
"ABSTRAK
Multisystem Developmental Disorder (MSDD) atau Disorder of Relating and
Communicating merupakan suatu klasifikasi diagnosis dalam Zero to Three
Classification, dengan tujuan sebagai suatu alternatif diagnosa pada anak usia 0 -
3 tahun yang mengalami kesulitan dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan
dunia di sekelilingnya. Aspek-aspek perkembangan yang paling sering terganggu
pada kondisi ini adalah perkembangan komunikasi dan hubungan dengan orang
lain, sehingga sering disebut sebagai Gangguan Relasi dan Komunikasi
(Greenspan,1997). Anak-anak dengan gangguan relasi dan komunikasi memiliki
ciri-ciri antara lain, gangguan secara bermakna dalam kesanggupan untuk
melakukan dan mempertahankan hubungan sosial dan emosional secara timbal
balik. Kesulitannya dalam berkomunikasi, ditandai oleh keterlambatan berbicara
atau berbicara hanya satu arah dan sulit mempertahankan pembicaraan. Mereka
juga sulit untuk melakukan interaksi yang timbal balik, cenderung sulit diarahkan
karena tampak semaunya dan menganggap kehadiran orang lain sebagai ‘benda’.
Mereka biasanya sulit untuk berinteraksi sosial dengan teman seusianya, kesulitan
mempergunakan isyarat non verbal sebagai pengganti komunikasi verbal untuk
mengatur interaksi sosial dan tidak tidak tanggap pada situasi sosial dan emosi
orang disekitamya serta mengalami kesulitan untuk bermain pura-pura seperti
yang biasanya dilakukan anak seumurnya.
Anak dengan gangguan relasi dan komunikasi juga mengalami disfungsi
sensoris dalam pemaknaan pada rangsang dengar maupun gangguan dalam
pemprosesan sensasi lainnya, seperti gangguan perencanaan gerak motorik,
kesulitan dalam melakukan keurutan gerakan atau tindakan.
Berbagai pendekatan terapi untuk mengatasi gangguan ini dengan upayaupaya
untuk meningkatkan kemampuan bahasa dan komunikasinya, telah banyak
dilakukan. Dewasa ini berkembang model penanganan yang memandang sudut
penggunaannya dalam situasi sosial, yang menekankan peningkatan komunikasi
sosial dengan struktur yang lebih fleksibel, serta aktifitas yang lebih bervariasi,
ditandai dengan interaksi yang timbal balik serta belajar melakukan aktifitas yang
bermakna, berdasarkan minat dan motivasi anak. Pendekatan integratif dan interaktif yang berdasarkan perkembangan
individual anak disebut juga tehnik Floor Time, yaitu suatu cara atau tehnik
interaksi melalui bermain sebagai upaya untuk membantu anak dalam mencapai
tahapan perkembangan, terutama anak dengan gangguan relasi dan komunkasi.
Tehnik interaksi ini menekankan kekuatan relasi yang bersifat interaktif antara
orang tua atau pembimbing dengan anak. Prinsip utama tehnik Floor Time adalah
mencoba memanfaatkan setiap kesempatan yang muncul untuk berinteraksi,
dengan cara yang disesuaikan dengan tahap perkembangan emosi. Asumsinya,
bahwa perubahan cara anak ‘merasakan dan mengalami’ relasi akan
meningkatkan peran sertanya dalam interaksi itu sendiri secara lebih
komprehensif.
Peneliti ingin mengetahui bagaimana penerapan tehnik ‘Floor Time’ dapat
memberikan dukungan untuk mengembangkan kemampuan interaksi pada anak,
khususnya anak dengan gangguan relasi dan komunikasi (Multisystem
Developmental Disorder).
Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan
studi kasus tunggal. Pengambilan sampel tidak dipilih secara acak, melainkan
mengikuti kriteria tertentu. Tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah
observasi, wawancara, serta alat bantu rekam suara dan gambar. Proses analisis
data dimulai dengan memberikan koding pada data sesuai dengan kategori
perilaku yang muncul. Setelah tahap kategorisasi peneliti melakukan proses
analisis yang dibuat dalam bentuk naratif berdasarkan konsep teori pada penelitian
ini.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara kualitatif terdapat peningkatan
kualitas interaksi antara subjek dengan pembimbing. Peningkatan ini terutama
lebih terlihat pada aspek ketrampilan Menjalin Ikatan Komunikasi Timbal Balik
(MIKT) serta Ketrampilan Meniru (KM). Sedangkan pada kemampuan bahasa
tidak terlihat kemajuan secara mencolok. Minat subjek serta ketertarikan untuk
melakukan sesuatu bersama pembimbing, tampak semakin intens dan bervariasi.
Subjek mulai menunjukkan kedekatan dan keintiman dengan ibu. Selama
pelaksanaan Floor Time terlihat perilaku seperti memeluk, mencium, menyentuh
wajah ibu, menarik/mengulurkan tangan (meminta pertolongan) atau duduk
dipangkuan ibu lebih sering muncul dibanding sebelumnya. Ibu pun merasakan
bahwa subjek mulai ‘menempel’ dan mencari ibu disaat ibu tidak berada ditempat.
Perilaku menirukan suara pembimbing tampak semakin sering muncul.
Atas dasar hasil penelitian ini, disarankan kepada peneliti lain di bidang
psikologi, khususnya psikologi klinis anak untuk dilakukan penelitian dalam
jangka waktu yang lebih lama, agar dapat memperoleh gambaran yang lebih baik
mengenai kemajuan maupun informasi tambahan dari pelaksanaan Floor Time
pada anak dengan gangguan relasi dan komunikasi."
2005
T37817
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahid Ibrahim Darmawan P.S.
"ABSTRAK
Untuk memperbaiki survival dan angka rekurens dari karsinoma rekti, saat ini di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo sedang dilakukan penelitian prospektip penatalaksanaan karsinoma rekti dengan tehnik sandwich. Kasus dibagi dalam 2 golongan yaitu yang dapat direseksi dan tidak dapat direseksi.
Kasus yang dapat direseksi diberikan radiasi pra bedah 1,000 cGy. dalam 1 minggu dan 5 FU lalu dibedah. Pasca bedah diberikan radiasi 4500 cGy. dalam 4,5 minggu dan 5 FU.
Kasus yang tidak dapat direseksi pra bedah diberikan radiasi 4500 cGy./4,5 minggu dan 5 FU, pasca operasi diberikan radiasi 1.500 cGy. dan 5 FU.
Sebagai laporan pendahuluan, sejak Januari 1988 sampai dengan Maret 1990 di RSCM/FKUI telah dilakukan penelitian terhadap 35 penderita yang datang ke UPF Radioterapi RSCM. Dari 5 orang yang tidak dapat dilakukan reseksi, 2 dapat dilakukan reseksi, 2 dapat direseksi tapi inoperable karena sudah ada metastase jauh.
Didapatkan harapan yang menggembirakan dari kelompok tumor yang tidak dapat direseksi menjadi dapat direseksi setelah diberikan radiasi pra bedah yaitu sebesar 40%.
"
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pinontoan, Rosnah
"ABSTRAK
Latar belakang: Penyakit ginjal kronis PGK merupakan penyakit yang perlu menjalani Hemodialisis HD . HD merupakan suatu prosedur yang bersifat katabolik, sehingga memerlukan asupan energi dan protein yang adekuat untuk menghindari risiko malnutrisi.Kasus: Total pasien PGK dalam serial kasus ini berjumlah empat orang, berusia 36 ndash;54 tahun, telah menjalani HD dalam rentang waktu yang berbeda. Seluruh pasien mempunyai riwayat asupan protein
ABSTRACT Introduction As one of primary treatment for end stage renal disease patients, hemodialysis HD is a catabolic procedure. Unless having adequate energy and protein intake, dialysis patients will be at risk for malnutrition. Cases Four dialysis patients in this case series, aged 36 54, have undergone HD at different timescales. All patients had high risk of malnutrition, due to protein intake "
2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rudi Hadi Suwarno
"Penderita penyakit ginjal kronis stadium lanjut akan mengalami beberapa gejala yang mengganggu dan mempengaruhi kualitas hidup mereka. Mual dan muntah merupakan gejala yang paling umum dan ditemukan pada penyakit gagal ginjal. Penyebab mual sangat beragam seperti gangguan metabolisme, masalah gastrointestinal, dan efek dari obat-obatan tertentu. Tujuan penulisan ini adalah untuk menganalisis intervensi dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien penyakit ginjal kronis yang mengalami mual. Akupresur merupakan salah satu bagian dari terapi non farmakologi yang berbasis bukti dan telah digunakan untuk mengurangi mual. Area penekanan pada terapi akupresur ini adalah titik P6 (Pericardium 6). Terapi ini diberikan selama 7 hari perawatan dan dievaluasi secara subyektif dengan menggunakan Numerik Rating Scale (NRS) setelah pemberian intervensi. Dari hasil intervensi akupresur pada pasien didapatkan adanya penurunan rasa mual dari skala 5 menjadi skala 3. Kesimpulannya, penerapan akupresur direkomendasikan untuk mengurangi mual pada pasien CKD.

Patients with advanced stage chronic kidney disease will experience some disturbing symptoms and affect their quality of life. Nausea and vomiting are the most common symptoms and are found in chronic kidney disease. The causes of nausea are as varied as metabolic disorders, gastrointestinal problems, and the effects of certain medications. The purpose of this paper is to analyze interventions in providing nursing care to chronic kidney disease patients who experience nausea. Acupressure is a part of evidence-based non-pharmacological therapy and has been used to reduce nausea. The area of emphasis in this acupressure therapy is point P6 (Pericardium 6). This therapy was given for 7 days of treatment and evaluated subjectively using the Numeric Rating Scale (NRS) after the intervention. The results of the acupressure intervention in patients showed a decrease in nausea from a scale of 5 to a scale of 3. In conclusion, the application of acupressure is recommended to reduce nausea in CKD patients."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lestaria Aryanti
"ABSTRAK
Frozen shoulder merupakan suatu keadaan dimana terjadi kekakuan pada sendi bahu yang diawali dengan rasa nyeri dan berakibat berkurangnya lingkup gerak sendi kesegala arah. Seringkali keadaaan ini timbul tanpa alasan yang jelas, tetapi dapat pula dihubungkan dengan berbagai keadaan seperti angina/insufisiensi coroner, hemiplegia, parkinson, tumor pada daerah apex paru-paru, tumor pada payu dara, akibat pemakaian obatobatan, diabetes melitus dan lain sebagainya.(1, 3, 4, 5, 6,11,13,18,26). Keadaan ini merupakan 'self limiting disease' (2,8,22,23,24). Reeves (23) meneliti penderita Frozen Shoulder selama 5 sampai 10 tahun (dengan rata-rata 30 bulan } pada 41 penderita, semua kembali pulih dengan baik secara spontan. Dengan waktu penyembuhan antara 1 sampai 4 tahun setelah timbulnya gejala. Simmand meneliti bahwa setelah 3 tahun dari 21 penderita hanya 5 penderita yang berfungsi normal, 9 penderita masih terdapat kelemahan dan nyeri serta 6 penderita terdapat kelemahan dan keterbatasan gerak. Karena gangguan fungsi yang dialami serta rasa nyeri me nyebabkan penderita mencari berbagai pertolongan kepada tenaga kesehatan seperti dokter spesialis syaraf, spesialis rheumatologi, spesialis bedah tulang, maupun pada dokter rehabilitasi medik. Pengobatan yang diberikan dalam bidang rehabilitasi medik bertujuan untuk menghilangkan rasa sakit dan mengembalikan lingkup gerak sendi pada keadaan yang normal. (6.1618,20)
Penanganan dalam bidang rehabilitasi medik dapat berupa terapi panas/dingin, terapi latihan fisik, manipulasi dengan atau tanpa anestesi, ultra sound, medikamentosa seperti analgesik dan steroid. Dari semua jenis terapi ini, latihan gerak merupakan bagian yang terpenting. Tanpa latihan gerak, maka sulit diharapkan hasil yang baik. Pengobatan ini bukan merupakan pengobatan standard, tetapi disesuaikan dengan keadaan penderita. (18, 10) Lamanya pengobatan dan jenis terapi yang diberikan menyebabkan biaya yang dikeluarkan oleh penderita menjadi cukup besar.
Terapi latihan fisik yang merupakan salah satu terapi dibidang rehabilitasi medik merupakan terapi yang mudah dilaksanakan baik dirumah maupun di rumah sakit. Melakukan latihan terapi fisik di rumah sakit sampai sembuh sempurna tentunya tidak ekonomis, untuk itu latihan dirumah secara teratur dapat mengatasi masalah tersebut. Sebagian besar keberhasilan-keberhasilan terapi ditunjang oleh latihan fisik tersebut. Sepanjang pengetahuan penulis belum ada penelitian dibidang rehabilitasi medik di Indonesia untuk membandingkan hasil terapi latihan fisik pada penderita Frozen Shoulder yang dilakukan dirumah dengan latihan fisik yang dilakukan dirumah sakit. Oleh karena itu perlu di lakukan penelitian dengan tujuan agar dapat menilai efek terapi latihan fisik tersebut pada pemulihan rasa sakit dan fungsi dari bahu serta efisiensi dalam jumlah biaya yang diperlukan selama pengobatan penderita Frozen Shoulder.
Meskipun penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan, diharapkan akan diperoleh pengertian yang lebih mendalam tentang manfaat latihan fisik yang dilakukan dirumah?"
1990
T58521
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>