Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 126317 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Haryati
"Kajian tentang pengaruh intrusi sebuah teknologi terhadap masyarakat merupakan topik menarik bagi penulis. Intemet, meskipun masih merupakan hal yang refatif baru, kehadiran dan pertumbuhannya telah menjadi salah satu fenomena sosial yang paling menarik sejak akhir abad ke-20.
Secara teoretis, ketika suatu teknologi berinteraksi dengan masyarakat, ia akan mengalami, apa yang disebut oleh Bijker dalam konsep Social Construction of Technology/ScoT-nya, appropriation (penyesuaian). Intrusi sebuah teknologi pada perkembangannya tidak dapat berkembang begitu saja tanpa melibatkan sistem sosial yang ada.
Internet yang pada awalnya merupakan produk yang dihasilkan untuk dan dari dunia pendidikan, penelitian, dan militer, ketika disebarluaskan di berbagai negara, antara lain tentu saja Indonesia, karena perbedaan sistem sosial dan budaya tersebut, dapat saja dimaknai berbeda.
Karena sifatnya yang sangat terbuka dan bisa diakses oleh siapa saja, banyak yang optimis bahwa Internet akan meratakan jalan menuju demokratisasi pengetahuan. Tetapi faktanya tidak demikian. Pada bangsa ini, Internet justru telah menciptakan jurang pemisah baru, yakni apa yang disebut sebagai digital divide (kesenjangan digital).
Masih kuatnya tradisi lisan (Yasraf Amir Piliang berspekulasi bahwa itu merupakan habitus bangsa kita), budaya masyarakat yang masih tebih suka menjadikan teknologi sebagai gaya hidup; simbol status, menjadi tesis awal ini, disamping seringnya penulis menjumpai orang ber-chatting di warnet warnet. Hal itu menjadi Masan mengapa chatting menjadi fokus dalam diskusi tentang kesenjangan digital ini.
Ketika kesenjangan digital tidak sekedar merupakan persoalan infrastruktur, artinya hanya melulu berbicara tentang angka-angka atau seberapa banyak orang yang dapat terakses ke internet, tetapi juga problem sejauh mana optimalisasi pemanfaatannya, bagaimana dimensi kognitif dan emosional mendorong orang memilih media itu untuk meningkatkan kualitas hidupnya, memposisikan aktivitas chatting dengan tujuan have fun, sebagai persoalan kesenjangan digital pada level budaya.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Pengambilan data banyak dilakukan melalui teknik studi kepustakaan (balk melalui perpustakaan di kehidupan sehari-hari, dan tidak sedikit yang melalui browshing di Internet) yang cukup panjang. Juga dilakukan wawancara mendalam (in-depth interview) dengan para chatter dan praktisi Internet: pemerhati chatting dan digital divide, disamping terlibat langsung melakukan aktivitas chatting, walaupun tebih sering menjadi observer.
Penulis melakukan pengamatan tentang bagaimana Internet secara sosial dan budaya mengubah kehidupan masyarakat kita. Sejauh mana kesenjangan digital terjadi. Mengenal chatting, dicoba diteliti mengenai tawaran 'kehidupan' seperti apa yang difasilitasi oleh fitur itu.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kesenjangan digital di Indonesia terjadi pada tiga level sekaligus. Pertama, infrastruktur (terkait dengan masalah ekonomi, tentang banyak sedikitnya orang yang dapat terakses ke internet), sosial (berhubungan dengan nilai tambah internet: e-education, e-govemment, e-commerce, dsb.), dan budaya (terkait dengan dimensi kognitif dan emosional pengguna internet untuk meningkatkan kualitas hidup mereka).
Melalui analisis mikroskopik chatting, karena faktor struktural dan individual , melalui tawaran budaya baru yang dihasilkannya, ia berpotensi untuk menjadikan penggunanya, pada level budaya, termasuk ke-dalam kelompok yang mengalami kesenjangan digital."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14397
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Fauzan Kamil
"Penelitian ini membahas kesenjangan digital kedua, yakni perbedaan penggunaaan internet. Studi-studi sebelumnya menjelaskan sosio-ekonomi, modal budaya, dan gender merupakan faktor-faktor yang memengaruhi kesenjangan digital kedua. Untuk memperkaya penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian ini menambahkan dimensi pekerjaan orang tua dalam variabel SSE dan modal budaya untuk melihat perbedaan tujuan penggunaan internet sedangkan gender menjadi variabel kontrol untuk melihat variasi perbedaan diantara laki-laki dan perempuan dalam menggunakan internet untuk tujuan akademis. Penelitian ini menggunakan teknik survei pada 193 siswa di SMA M serta tambahan data melalui wawancara mendalam dan observasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh signifikan antara perbedaan SSE dalam menjelaskan tingkat penggunaan internet siswa untuk tujuan akademis, sedangkan pada variabel modal budaya terdapat pengaruh yang signifikan dalam menjelaskan tingkat penggunaan internet siswa untuk tujuan akademis. Lalu ditemukan, bahwa gender tidak memengaruhi hubungan tingkat SSE dan tingkat penggunaan internet untuk tujuan akademis. Sedangkan gender memengaruhi hubungan tingkat modal budaya dan tingkat penggunaan internet untuk tujuan akademis.

This study discuss the second digital divide on differences internet use. Previous studies explain that socio-economic, cultural capital, and gender as factors that influence the second digital. This study tries to enrich previous study by add the dimensions of parental occupation as SSE to see differences in internet use as a control variable to see variations in differences between male and femase in using the internet. This study uses a survey technique on 193 students in SMA M and additional data through in-depth interviews and observations. The results of this study indicate that there is no significant effect between SES differences in explaining the level of students' internet use for academic purposes, while the cultural capital variable has a significant effect in explaining the level of students' internet use for academic purposes. Then it was found that gender did not affect the relationship between the level of SES and the level of internet use for academic purposes. Meanwhile, gender affects the relationship between the level of cultural capital and the level of internet use for academic purposes.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Hadirnya internet di Indonesia sebenarnya ironis secara ekonomis dan kultural . Internet masih merupakan barang mahal, apalagi budaya baca masyarakat Indonesia juga masih rendah .Namun kehadiran internet di Indonesia merupakan keniscayaan yang tak terelakkan sehingga internet perlu dimanfaatkan secara maksimal sebagai sarana dan sumber belajar, sebagaimana buku. Internet telah melahirkan budaya maya (Cybercultures).Sebagai sarana dan sumber belajar internet pun melahirkan budaya baca baru dengan empat "modus" yalni: (1).membaca di layar komputer(screen -reading)(2) mampu memahami gejala multisemiotis(banyak tanda) (3) memiliki kemampuan berbahasa asing terutama bahasa inggris dan (4) memiliki keberaksaran digital(digital literacy). Seturut dengan "modus" budaya baca baru itu,muncul tantangan -tantangan bagi pengelolaan perpustakaan, yaitu (1) penyediaan fasilitas terutama yang berorientasi cyber(2) pengembangan layanan serta (3) penciptaan kultur belajar."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dzikri Muhammad Isthafa
"Sebagai ibukota negara, Jakarta merupakan kota dengan penduduk yang memiliki beragam latar belakang. Sebagai kota modern, kota Jakarta memiliki sebuah tempat yang merupakan cerminan dari masyarakatnya, terbentuk melalui internet menjadi dunia digital kota Jakarta. Sebagai digital natives, generasi Z kota Jakarta merupakan kelompok masyarakat yang paling familier dengan ruang virtual kota Jakarta. Generasi Z kota Jakarta memiliki peran penting dalam proses terbentuknya fenomena budaya populer. Makalah ini akan membahas mengenai peran generasi Z dalam ruang virtual kota Jakarta sebagai kunci dari terbentuknya budaya populer, dengan menggunakan konsep antropologi digital dari Horst dan Miller mengenai materialitas. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data makalah adalah studi literatur dengan mengkaji data-data berupa buku dan artikel. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa beberapa fenomena budaya populer kota Jakarta merupakan sebuah fenomena yang mendapatkan atensi masyarakat luas berkat bantuan generasi Z kota Jakarta.

As the national capital, Jakarta is a city with people from various backgrounds. As a modern city, the city of Jakarta has a place that is a reflection of its people, formed through the internet to become the digital world of the city of Jakarta. As digital natives, Generation Z of Jakarta is a group of people who are most familier with the virtual space of Jakarta. Generation Z of Jakarta has an important role in the formation of popular culture phenomena. This paper will discuss the role of generation Z in the virtual space of the city of Jakarta as the key to the formation of popular culture, using Horst and Miller's digital anthropological concept of materiality. The method used in collecting paper data is a literature study by examining data in the form of books and articles. Based on the results of the research, it can be concluded that several popular cultural phenomena in the city of Jakarta are phenomena that have received the attention of the wider community thanks to the help of generation Z in the city of Jakarta."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Puguh Hariyanto
"ABSTRAK
Convenience store atau ?toko nyaman? telah mewarnai wajah Jakarta. Convenience store menjadi ruang baru bagi pengunjung. Penelitian dilakukan di wilayah Kemanggisan Jakarta Barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku dan persepsi kaum urban dalam memanfaatkan convenience store. Apa saja yang menarik bagi mereka sehingga betah berlama-lama di sana.
Melalui metode survei dan wawancara, convenience store menjadi ruang interaksi dengan orang lain, mengerjakan tugas, atau meluangkan waktu semata. Berbagai fasilitas yang ditawarkan seperti makanan dan minuman yang terjangkau, wifi, toilet, tempat bersih, terang, dan lapang memang memungkinkan kaum urban betah berlama-lama di sana. Bahkan convenience store menjadi tempat untuk mengisi waktu kosong di tengah kepenatan kehidupan Jakarta

ABSTRACT
Convenience store have been coloring Jakarta city faces. Now, convenience store become a new space for visitors. This research done in Kemanggisan area, West Jakarta. This research aims to know the behavior and perception of urban house in utilizing the convenience store. Any appeal to them so that linger there.
Through some survey and interviews, convenience store become a space of interaction with other people, do some chores, or just spend some time alone. A variety facility offered such affordable food and drinks, wifi, toilets, clean and bright place make house of urban taste linger in there. Even, convenience store become a place to fill empty time in the midst of fatigue life in Jakarta."
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sidi Gazalba
Jakarta : Bulan Bintang, 1974
301.2 SID a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sidi Gazalba
Jakarta: Bulan Bintang, 1974
303.4 SID a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Eriyanto
Bandung: Remaja Rosdakarya, 2021
004.678 ERI m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Yayasan Paramadina, 1994
321.8 DEM ;321.8 DEM (2)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Michael H.B. Raditya
"In globalization era, regional culture that related to the tradition through a difficult phase. The reason that made this thing happen is the explosion of internet media. Internet--either social media or social networking--would be central position to internalizing an influence on society. Not only the society was silenced, various agencies or group from local culture was using internet as their preservation ways. Starting with internet and blogs, to use social networks, such as facebook, instagram, etc, to promote the preservation that they did. According from displacement of preservation medium, i saw that this thing isnt about change, but there is a negotiation that was created by the group--which they are from tradition culture--with signs on globalization. So, in this article, i would like to discuss about negotiations. Because the internet nearly with media studies, so i try to understand about that negotiation with mediatization theory. I used two methods to answer the question, literate study and explore media in internet. The results were interesting, negotiations are conducted in shaping patterns of us is different from before. As a result that i got, i hope this article can help the reader to understand the changes and can be maintained the of tradition essence preservation."
Yogyakarta: BALAI PELESTARIAN NILAI BUDAYA D.I. YOGYAKARTA, 2017
400 JANTRA 12:1 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>