Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 105966 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Witono Santoso
"ABSTRAK
Talasemia β merupakan penyakit herediter yang dapat mengakibatkan terjadinya kelainan fisik maupun mental. Penyebaran penyakit ini terutama bersifat etnis dan adanya perkawinan antar bangsa menyebabkan angka kejadian semakin tinggi dan merata.
Penemuan penderita talasemia β heterozigot berdasarkan pemeriksaan analisis Hb dinilai mahal dan cukup sulit.
Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan gambaran pola kadar HbA2 dan HbF penderita talasemia β heterozigot serta gambaran parameter hematologis penderita talasemia β heterozigot dan talasemia β-HbE; mendapatkan fungsi diskriminasi yang dapat digunakan sebagai pemeriksaan penyaring talasemia β heterozigot serta menilai perubahan kadar HbA2 pada talasemia β heterozigot yang disertai defisiensi besi setelah pengobatan besi selama 3 bulan.
Dari bulan Maret 1988 sampai akhir tahun 1990 di UPF Bagian Patologi Klinik FKUI-RSCM telah dilakukan pemeriksaan analisis Hb terhadap 740 contoh darah penderita. Sejumlah 31,1% (230/740) didiagnosis sebagai talasemia β heterozigot dan sejumlah 2,2% (16/740) sebagai talasemia β-HbE. Rasio penderita wanita terhadap pria adalah 1,1:1 untuk talasemia β heterozigot dan 1,67:1 untuk talasemia β-HbE. Pola HbA2
normal HbF tinggi merupakan bentuk talasemia β heterozigot yang paling sedikit ditemukan, namun mempunyai gambaran parameter hematologis yang lebih berat dibandingkan pola lainnya.
Kadar Hb pada talasemia β heterozigot berkisar antara 5,8-16,5 g/dl dengan rata-rata 11,63 g/dl dan pada talasemia β-HbE antara 3,2-8,2 g/dl dengan rata-rata 6,10 g/dl. Nilai Ht pada talasemia β heterozigot berkisar antara 20,9-57,1% dengan rata-rata 35,48% dan pada talasemia β-HbE antara 9,4-26,5% dengan rata-rata 19,57%. Terdapat kadar Hb dan nilai Ht yang lebih rendah secara bermakna pada penderita talasemia β heterozigot dibandingkan talasemia bentuk HbA2 tinggi. Demikian juga halnya pada penderita wanita dibandingkan pria.
Hitung eritrosit pada penderita talasemia β heterozigot berkisar antara 2,20-8,27 juta/μl dengan rata-rata 4,67 juta/μl dan pada talasemia p - HbE antara 1,54-4,08 juta/μl dengan rata-rata 3,01 juta/μl. Pada penderita wanita hitung eritrosit lebih rendah dibandingkan penderita pria.
Nilai VER pada penderita talasemia β heterozigot berkisar antara 55-111 fl dengan rata-rata 76,9 fl, sedangkan pada talasemia β-HbE antara 52-80 fl dengan rata-rata 64,7 fl. Nilai HER pada penderita talasemia β heterozigot antara 15,1-33,5 pg dengan rata-rata 25,19 pg dan pada talasemia β-HbE 17,0-23,9 pg dengan rata-rata 20,27 pg. Kedua parameter ini berbeda bermakna dibandingkan dengan kontrol.
Hitung trombosit yang meningkat pada talasemia β heterozigot, dan talasemia β-HbE, karena peningkatan eritrosit mikrositik dan poikilosit yang terukur sebagai trombosit. Hitung retikulosit absolut yang meningkat dengan RPI normal menunjukkan terjadinya eritropoisis yang tidak efektif.
Pada 3 penderita talasemia β heterozigot dengan defisiensi besi setelah diobati besi diperoleh peningkatan kadar HbA2 dari rata-rata 2,56% sebelum pengobatan menjadi 4,95% pada akhir pengobatan disertai peningkatan kadar feritin serum.
Fungsi diskriminasi Hb+(4xHER)-(0,5xVER)-83, memberikan sensitifitas 73%, spesifisitas 95% dan efisiensi 76,3%. Fungsi diskriminasi 4,657.(0, lxHb)-SASARAN-MIKR, memberikan sensitifitas 92%, spesifisitas 100% dan efisiensi 95%. Dengan menggunakan gabungan kedua fungsi tersebut diperoleh peningkatan sensitifitas, spesifisitas dan efisiensi sampai 100%.
Kesimpulan penelitian ini adalah Talasemia β heterozigot pola HbA2 tinggi HbF normal merupakan pola paling banyak ditemukan. Talasemia β heterozigot dan talasemia β-HbE mengakibatkan terjadinya perubahan parameter hematologis. Perubahan ini meliputi kadar Hb, nilai Ht, nilai VER & HER, hitung trombosit dan hitung retikulosit absolut serta morfologi eritrosit pada sediaan hapus darah tepi. Pada penderita wanita perubahan parameter ini menjadi semakin nyata.
Kadar HbA2 dipengaruhi oleh anemia defisiensi besi. Dengan demikian pemeriksaan kadar HbA2 pada penderita dengan dugaan adanya anemia defisiensi besi, sebaiknya dilakukan setelah penderita diobati terlebih dahulu.
Fungsi diskriminasi yang terdiri dari parameter hematologis sebagai variabel dapat digunakan sebagai pemeriksaan penyaring talasemia β heterozigot. Karena fungsi diskriminasi berbeda antara satu alat dengan alat yang lain, maka dianjurkan mencari fungsi diskriminasi yang sesuai untuk masingmasing alat tersebut.
"
1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riadi Wirawan
"Talasemia B merupakan penyakit herediter yang dapat mengakibatkan terjadinya kelainan fisik maupun mental. Penyebaran penyakit ini terutama bersifat etnis dan adanya perkawinan antar bangsa menyebabkan angka kejadian semakin tinggi dan merata. Penemuan penderita talasemia B heterozigot berdasarkan pemeriksaan analisis Hb dinilai mahal dan cukup sulit. Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan gambaran pola kadar HbA2 dan HbF serta gambaran parameter hematologi penderita talasemia B heterozigot dan talasemia B - HbE.
Dari 1 Maret 1992 sampai 31 September 1992 di UPF Bagian Patologi Klinik FKUI-RSCM telah dilakukan pemeriksaan analisis Hb terhadap 740 contoh darah penderita. Sejumlah 31,1% (230/740) didiagnosis sebagai talasemia B heterozigot dan sejumlah 2,2% (16/740) sebagai talasemia R - HbE. Rasio penderita wanita terhadap pria adalah 1,005:1 untuk talasemia 0 heterozigot dan 1,67:1 untuk talasemia 0 - HbE. Pola HbA2 normal HbF tinggi merupakan bentuk talasemia B heterozigot yang paling sedikit ditemukan, namun mempunyai gambaran parameter hematologi yang lebih berat dibandingkan pola lainnya.
Kadar Hb pada talasemia B heterozigot berkisar antara 5,8-16,5 g/dl dengan rata-rata 11,63 g/dl dan pada talasemia B - HbE antara 3,2-8,2 g/dl dengan rata-rata 6,10 g/dl. Nilai Ht pada talasemia B heterozigat berkisar antara 20,9-57,1% dengan rata-rata 35,48% dan pada talasemia B - HbE antara 9,4-26,5% dengan rata-rata 19,57%.
Kedua parameter hematologi di atas berbeda bermakna dibandingkan kontrol. Terdapat kadar Hb dan nilai Ht yang lebih rendah seoara bermakna pada penderita talasemia B heterozigot dibandingkan talasemia bentuk HbA2 tinggi. Demikian juga halnya pada penderita wanita dibandingkan penderita pria.
Jumlah eritrosit pada penderita talasemia B heterozigot berkisar antara 2,20-8,27 juta/µl dengan rata-rata 4,67 juta/µl dan pada talasemia B - HbE antara 1,54-4,08 juta/µl dengan rata-rata 3,01 juta/µl. Perbedaan ini bermakna. Pada penderita wanita jumlah eritrosit lebih rendah dibandingkan penderita pria.
Nilai VER pada penderita talasemia. 0 heterozigot berkisar antara 55-111 fl dengan rata-rata 76,9 fl, sedangkan pada talasemia f3 - HbE antara 52-80 fl dengan rata-rata 64,7 fl. Nilai HER pada penderita talasemia 0 heterozigot antara 15,1-33,5 pg dengan rata-rata 25,19 pg dan pada talasemia 0 - HbE 17,0-23,9 pg dengan rata-rata 20,27 pg. Kedua parameter ini berbeda bermakna dibandingkan dengan kontrol.
Jumlah trombosit yang meningkat pada talasemia B heterozigot dan talasemia B - HbE, karena peningkatan eritrosit mikrositik yang terukur sebagai trombosit. Hitung retikulosit absolut yang meningkat dengan RPI normal inenunjukkan terjadinya eritropoisis yang tidak efektif.
Kesimpulan penelitian ini adalah talasemia B heterozigot dan talasemia B - HbE mengakibatkan terjadinya perubahan parameter hematologi. Perubahan ini meliputi kadar Hb, nilai Ht, nilai VER & HER, jumlah trombosit dan hitung retikulosit absolut serta morfologi eritrosit pada sediaan hapus darah tepi. Selain itu pada penderita wanita dan talasemia B heterozigot perubahan parameter ini menjadi semakin nyata.

Hematological Changes in Patients with Heterozygote Thalassemia and Thalassemia Hemoglobin E Disease in the Department of Clinical Pathology FKUI/RSCMBeta thalassemia is a hereditary disorder which can cause physical and mental abnormalities. This disease is ethnically distributed, and marriage between individuals of different nations cause a higher prevalence and a wider distribution. Detection of cases based on hemoglobin analysis is relatively expensive and difficult.
The aim of this study is to obtain pattern of HbA2 and HbF levels, and hematologic parameters in patients with heterozygote thalassemia and thalassemia - HbE.
From March to September 1992 in the Department of Clinical Pathology FKUI/RSCM has been performed hemoglobin analysis of 740 patients. The diagnosis of heterozygote thalasemia was made on 31,1 % (230/740) of samples and B thalassemia hemoglobin on 2,2 % (16/740) of samples. Female to male ratio was 1,005 to 1 for heterozygote B thalassemia and 1,67 to 1 for l thalassemia - HbE. Pattern of normal HbA2 and high HbF was the most infrequently round among heterozygote 8 thalassemia, but gave the most severe hematologic abnormalities.
Hemoglobin levels of patients with heterozygote thalassemia were between 5,8 - 16,5 g/dL with mean value 11,6 g/dL, whereas the level of patients with p thalassemia - HbE were between 3,2 - 8,2 g/dL with mean value 6,1 g/dL. Hematocrit values were between 20,9 - 57,1 with mean value 35,5 % in patients with heterozygote thalassemia, and were between 9,4 - 28,5% with mean value 19,6% in patients with thalassemia - HbE. Both parameters were significantly lower than control. Hemoglobin and hematocrit of patients- with heterozygote E thalassemia were higher than patients with high HbA2 thalassemia. Female patients had lower values compare to male.
Erythrocyte count in patients with heterozygote thalassemia were between 2,2 -- 8,3 millions/uL with mean value 4,7 millions/ uL, significantly higher than the value in patients with p thalassemia - HbE which were between 1 , 5 - 4,1 millions./ut., with mean value 3,01 millions/uL. Female patients also had lower values compare to male.
MCV were between 5S - 111 fL with mean value 76,9 fL in patients with heterozygote thalassemia and between 52 - 80 fL with mean value 64,7 fL, in patients with (3 thalassemia - HbE. MCH were between 15,1 -.33,5 pg with mean value 25,2 pg in patients with Heterozygote thalassemia and between 17,0 - 23,9 pg with mean value 20,3 pg in patients with thalassemia HbE. Both parameters were significantly lower than control.
Thrombocyte count was Increase in patients with heterozygote thalassemia and (El thalassemia - HbE, due to microcytic erythrocytes which were counted as thrombocyte. High absolute number of reticulocyte with normal RPI suggested an ineffective erythropoiesis.
In conclusion, heterozygote thalassemia and r thalassemia - HbE caused hematologic changes such as a decrease of hemoglobin, hematocrit, MCV and MCH values; an increase of thrombocyte and absolute reticulocyte count; and an abnormal erythrocyte morphology on peripheral blood smear. In female and heterozygote E thalassemia patients these changes were more prominent.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1992
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Faisal Yatim
Jakarta : Pustaka Populer Obor , 2003
616. 152 FAI t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Yulhasri
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian :
Talasemia adalah penyakit kelainan darah herediter yang disebabkan oleh gangguan sintesis rantai globin-β. Penyakit ini diturunkan secara otosom resesif dan dicirikan antara lain oleh adanya anemia hemolitik akibat destruksi dini sel darah merah pada sumsum tulang dan pada peredaran darah perifer. Penyakit talasemia-βsampai saat ini masih menjadi masalah medik dan sosial. Hal ini disebabkan belum ditemukannya pengobatan yang efektif dan masih diperlukannya transfusi darah yang berkelanjutan.
Dari penelitian terdahulu telah diketahui bahwa pada talasemia-β terjadi gangguan susunan dan fungsi membran yang disebabkan oleh adanya radikal bebas dalam jumlah yang lebih besar dari pada biasanya. Asetilkolinesterase (AchE) diketahui merupakan petanda untuk integritas membran. Mengingat bahwa pada membran SDM Talasemia-β terjadi perubahan susunan dan fungsi membran maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui sejauhmana perubahan tersebut mempengaruhi aktivitas AchE.
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan aktivitas AchE pada SDM Talasemia-β dan SDM Normal serta untuk melihat kemampuan vitamin E dalam menahan beban oksidatif yang disebabkan oleh penambahan t-BHP pada SDM Normal dan Talasemia-β. Penentuan aktivitas dilakukan pada suspensi SDM 10 % dari 20 sampel SDM Normal dan 20 sampel SDM Talasemia-β yang diberi beban oksidatif dengan atau tanpa pemberian antioksidan. Khusus pada SDM Talasemia-β dilakukan pengukuran aktivitas AchE setelah pemberian antioksidan. Aktivitas enzim ditentukan dengan metode Beutler, yaitu dengan mengukur warna yang terbentuk antara substrat asetiltiokolin dengan asam 5-5 ditiobisnitrobenzoat (DTNB) secara spektrofotometri. Sebelum pengukuran aktivitas AchE dilakukan pengukuran kadar Hb, kadar protein dan jumlah eritrosit.
Hasil dan kesimpulan :
Kadar Hb SDM Talasemia- β(2,23 ±0,38 g/dL) lebih rendah dibandingkan SDM Normal (2,84 ± 0,31 g/dL). Kadar protein SDM Talasemia-β (5,41 ± 1,12 g/dL) lebih rendah (p <0,05) dibandingkan SDM Normal (6,92 ± 0,71 g 1 dL). Jumlah eritrosit Talasemia-β (1,003 ±0,045/mLx106) tidak terlalu berbeda (P> 0,05) daripada SDM Normal (1,004±0,1261mLx106). SDM Normal yang diberi beban oksidatif (SDMN2) mempunyai nilai aktivitas AchE/g Hb, aktivitas spesifik AchE dan aktivitas AchE/jumlah eritrosit yang lebih rendah dibandingkan SDM Normal yang hanya diberi KRP (SDMN1). Pemberian t-BHP pada SDM Normal menurunkan aktivitas AchE, baik yang dinyatakan per g Hb, per g protein maupun per jumlah eritrosit. Pemberian vitamin E pada SDM Talasemia-β dapat memperbaiki aktivitas AchE yang dinyatakan per g Hb, per g protein maupun per jumlah eritrosit. Pemberian vitamin E pada SDM Talasemia-β yang diberi beban oksidatif dapat mengurangi penurunan aktivitas AchE per g Hb, per g protein maupun per jumlah eritrosit."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002
T10344
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmawati Ridwan
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian : Talasemia merupakan penyakit kelainan darah herediter yang disebabkan oleh terjadinya kerusakan pada sintesis salah satu rantai globin sehingga terjadi ketidak seimbangan pembentukan rantai globin α dan β yang menyebabkan berbagai kelainan pada membran. Pada talasemia-β, yang penderitanya terbanyak di Indonesia, terlihat fenomena pendeknya usia sel darah merah dibandingkan dengan normal (120 hari). Berdasarkan penelitian yang melaporkan terjadinya perubahan-perubahan pada lipid dan protein akibat ketidakseimbangan rantai globin pada Talasemia-β yang menyebabkan terganggunya keseimbangan homeostasis, maka ingin dilakukan penelitian terhadap aktivitas enzim Na+,K+-ATPase pada darah normal dan Talasemia-β, untuk melihat hubungan aktivitas enzim membran dengan pendeknya usia sel darah merah. Penelitian ini merupakan eksplorasi awal dari segi membran molekuler terhadap kemungkinan diperpanjangnya usia sel darah merah pada talasemia-β agar transfusi dapat lebih jarang diberikan. Aktivitas enzim ditentukan berdasarkan Pi inorganik yang dilepaskan dari reaksi enzim dan substrat, tanpa dan dengan penambahan ouabain, dan secara kwantitatif diperiksa dengan metode Fiske Subbarow pada panjang gelombang 660 nm. Pengukuran protein "ghost" dilakukan dengan metode Lowry. Dilakukan juga pengamatan terhadap sel "ghost" dengan teknik perbedaan fase sebagai langkah awal kearah mempelajari bentuk dan perubahan eritrosit yang diinduksi oleh berbagai keadaan. Sebelum metoda yang memberi hasil maksimal dipilih, dilakukan terlebih dahulu pengembangan metoda untuk memilih yang terbaik yang disesuaikan dengan kondisi yang ada.
Hasil dan Kesimpulan : Dari penetapan aktivitas spesifik enzim Na+, K+ -ATPase, diperoleh hasil yang lebih rendah secara bermakna (p>0,05) pada penderita talasemia-β, yaitu 0,096 ± 0,06 p.mol/mg protein/jam dibandingkan dengan eritrosit normal yaitu 0,324 ± 0,20 p.mol/mg protein/jam. Bentuk "ghost" terlihat "resealed" tapi teknik mikroskopik yang dipakai kurang memberikan hasil yang baik pada pengembangan teknik pemeriksaan aktivitas, hasil yang terbaik diperoleh apabila enzim terlebih dahulu diinkubasi pada 37° C selama 20 menit dengan ouabain (inhibitor) pada tabung-tabung tertentu, sebelum direaksikan dengan substrat."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T58872
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Handayani
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian :
Talasemia merupakan suatu penyakit kelainan gen tunggal yang mengakibatkan berkurangnya sintesis rantai globin, sehingga menyebabkan kerusakan sel darah merah. Salah satu ciri kelainan pada talasemia adalah destruksi sel darah merah yang lebih cepat daripada sel darah merah normal, akibatnya penderita talasemia akan mengalami anemia. Untuk mempertahankan hidupnya, banyak penderita talasemia memerlukan transfusi yang teratur. Sampai sekarang transfusi darah masih merupakan Cara penanganan pasien talasemia yang umumnya diterapkan, terutama di Indonesia. Akan tetapi transfusi dapat menimbulkan efek samping berupa penumpukan besi dalam jaringan-jaringan yang mengakibatkan gangguan fungsi organ dan dapat berakibat fatal bila tidak disertai dengan pemberian kelator besi yang adekuat. Logam transisi, seperti besi, dalam lingkungan intraeritrosit yang kaya akan oksigen dapat mengakibatkan toksisitas oksigen melalui pembentukan radikal bebas yang dapat merusak berbagai komponen sel antara lain membran. Salah satu produk oksidasi lipid membran adalah malondialdehid (MDA) yang dapat menggambarkan adanya beban oksidatif. Untuk mencegah kerusakan oksidatif, diperlukan kapasitas antioksidan yang tinggi. Oleh karena itu diusahakan pendekatan biokimia, dalam upaya memperpanjang usia dan memperbaiki homeostasis sel darah merah penderta talasemia, antara lain dengan mengetahui keadaan beban aksidatif serta status antioksidan pada penderita talasemia. Karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui status antioksidan dan derajat kerusakan peroksidatif pada penderita talasemia di Indonesia mengingat data yang sudah ada masih sangat terbatas. Analisis dilakukan terhadap plasma darah pasien talasemia yang sudah mendapat transfusi berulang (kelompok T), pasien talasemia belum transfusi (kelompok BT), dan plasma darah orang normal (kelompok N). Parameter yang ditentukan adalah kadar albumin, tiol, bilirubin toal, bilirubin direk, asam askorbat, asam urat, a-tokoferol, p-karoten, retinol, dan malondialdehid.
Hasil dan kesimpulan :
Secara umum kadar antioksidan pada kelompok T dan BT lebih rendah jika dibandingkan dengan kelompok N dan pada umumnya kadar antioksidan pada kelompok T lebih rendah dibandingkan kelompok BT. Antioksidan yang mengalami penurunan pada kelompok T tersebut adalah tiol, asam askorbat, a.-tokoferol, f3-karoten, dan retinol. Kadar MDA kelompok T lebih tinggi dibandingkan kelompok N maupun kelompok BT. Dui data antioksidan dan MDA tersebut dapat disimpulkan bahwa pada kelompok T terjadi beban oksidatif yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok BT."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T12494
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Savero Vasya Jendriza
"Latar Belakang: Talasemia merupakan penyakit kelainan hemoglobin (Hb) dengan prevalensi tinggi di Indonesia maupun dunia. Komplikasi pada talasemia dapat terjadi akibat kadar Hb pre-transfusi yang rendah dan penumpukan feritin serum. Pengetahuan, sikap, dan perilaku yang baik terhadap suatu penyakit dibutuhkan untuk mencapai kesehatan yang diinginkan dan mencegah komplikasi. Studi ini bertujuan untuk mencari hubungan antara pengetahuan, sikap, dan perilaku terhadap talasemia, Hb pre-transfusi dan kadar feritin serum pada pasien remaja talasemia karena mereka memiliki prevalensi tertinggi. Metode: Kuesioner pengetahuan, sikap, dan perilaku (PSP) melalui google form disebarkan untuk mendapatkan data dari pasien talasemia remaja yang memenuhi kriteria studi. Pengetahuan akan dibagi menjadi adekuat atau tidak adekuat, sikap dibagi menjadi positif atau negatif, perilaku dibagi menjadi baik atau buruk berdasarkan hasil skor kuesioner. Kadar Hb pre-transfusi dan feritin serum diambil dari rekam medik pasien, dan dikelompokkan menjadi Hb dan serum ferritin yang tinggi atau rendah. Hasil Penelitian: Dari 85 subjek, terdapat 49.4% pasien dengan pengetahuan adekuat, 91.8% pasien dengan sikap positif, dan 72.9% pasien dengan perilaku baik. Pasien masih kurang memahami fasilitas skrining dan pentingnya suplementasi vitamin. Pasien perlu meningkatkan sikap positif terhadap skrining thalassemia dan perilaku baik terhadap kepatuhan obat. Terdapat hubungan yang tidak bermakna secara statisik antara pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap kadar Hb pre-transfusi dan kadar ferritin (p >0.05) pada remaja dengan talasemia. Kesimpulan: Remaja talasemia di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo memiliki pengetahuan yang tidak adekuat, namun dengan sikap dan perilaku yang baik. Perlu adanya edukasi berkala untuk meningkatkan pengetahuan.

Introduction: Thalassemia is a hemoglobin (Hb) disorder that has a high prevalence in Indonesia and the world. Complications in thalassemia can occur due to low pre-transfusion Hb and accumulation of serum ferritin. A good knowledge, attitude, and practice towards a disease are needed to achieve desired health outcomes and prevent complications. This study aims to find the relationship between knowledge, attitude, and practice towards thalassemia, pre-transfusion Hb, and serum ferritin levels in thalassemic adolescents as they have the highest prevalence. Methods: Knowledge, attitude, and practice (KAP) questionnaire through google form were distributed to adolescent thalassemic patients who met the criteria. Knowledge will be divided into adequate or inadequate; attitudes are divided into positive or negative; practice is divided into good or bad based on the questionnaire results. Level of Pre-transfusion Hb and serum ferritin were taken from the patient's medical record and grouped into high or low Hb and ferritin. Result: Out of 85 subjects, there were 49.4% patients with adequate knowledge, 91.8% patients with positive attitude, and 72.9% patients with good practice. Patients still lack understanding of screening facilities and the importance of vitamin supplementation. Patients need to increase positive attitude towards thalassemia screening and good behavior towards treatment adherence. There was a statistically insignificant relationship between knowledge, attitude, and practice on thalassemia with pre-transfusion Hb and serum ferritin (p > 0.05) in thalassemic adolescents. Conclusion: Thalassemic adolescents at Cipto Mangunkusumo Hospital have inadequate knowledge, but with good attitudes and behavior. Periodic education is needed to increase knowledge."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chris Adhiyanto
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian : Talasemia adalah penyakit kelainan darah yang banyak diderita penduduk sckitar Laut Tengah, Timur Tengali dan Asia. Penyakit ini diakibatkan oleh adanya gangguan pada sintesis salah satu rantai globin. Salah satu penelitian yang telah dilakukan bertujuan untuk menyelidiki ketahanan sel darah merah talasemia terhadap beban oksidatif. Hasil pongamatan yang telah dilaporkan memperlihatkan bahwa pada sel darah merah talasemia terjadi peningkatan pembentukan oksigen reaktif, seperti radikal hidroksil dan superoksida. Oksigen reaktif ini meningkatkan proses otooksidasi dalam sel darah merah talasemia dan merupakan salah satu faktor yang mempercepat kematian sel darah merah talasemia. Penelitian ini tujuan untuk mempelajari kerusakan sel darah merah penderita talasemia bila diberi beban oksidatif dan apakah pemberian reduktor tokoferol dan glutation dapat memberi perlindungan terhadap pembebanan oksidatif. Pemeriksaan kadar malondialdehid dan glutation dilakukan pada 21 sampel sel darah merah normal dan 21 sel darah merah talasemia baik dengan pemberian beban oksidatif maupun tidak.
Hasil dan Kesimpulan : Konsentrasi malondialdehid sel darah merah talasemia lebih tinggi dibandingkan sel darah merah normal dan konsentrasi glutation sel darah merah talasemia lebih rendah dibandingkan sel darah merah normal dengan pemberian beban oksidatif maupun tidak. Tokoferol dan glutation dapat menurunkan konsentrasi malondialdehid sel darah normal dan sel darah merah talasemia. Tokoferol juga dapat mengurangi penurunan konsentrasi glutation sel darah normal dan sel darah merah talasemia yang diberi beban oksidatif."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jenny Hidayat
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian:
Talasemia adalah suatu penyakit kelainan darah yang diturunkan secara resesif dari orang tua kepada anaknya Pada talasemia terjadi ketidakseimbangan rasio antara rantai globin α dan rantai globin β, akibatnya pembentukan hemoglobin terganggu dan berkurang jumlahnya sehingga dapat menimbulkan suatu keadaan anemia. Taansfusi darah merupakan terapi yang efektif dalam menghilangkan komplikasi anemia tetapi menimbulkan akumulasi besi dalam tubuh. Ion besi bebas mempermudah terjadinya oksidasi pada lipoprotein, perubahan ini menyebabkan lipoprotein "ditangkap" oleh makrofag dan terbentuklah sel busa yang merupakan langkah awal terjadinya aterosklerosis. Banyak penelitian yang dilakukan untuk memperpanjang usia hidup penderita talasemia namun kita harus memikirkan pula meningkatnya usia dengan risiko terjadinya aterosklerosis pada penderita talasemia. Penurunan kadar kolesterol-HDL dan peningkatan kolesterol total merupakan faktor pendukung terjadinya aterosklerosis. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis fraksi-fraksi lipid dalam serum pada penderita talasemia baik yang belum pernah menerima transfusi berulang maupun yang sudah berulang kali di transfusi. Dengan pemikiran kolesterol diperlukan dalam pembentukan membran sel darah merah maka dilakukan analisis mengenai korelasi antara hemoglobin dengan kolesterol dalam serum.
Hasil dan Kesimpulan:
Terdapat perbedaan bermakna pada fraksi-fraksi lipid dalam serum pada kelompok bukan talasemia dengan kelompok talasemia transfusi berulang dan kelompok talasemia belum transfusi, sedangkan pada kelompok talasemia dan kelompok talasemia belum transfusi hanya kolesterol-HDL yang berbeda bemakna. Analisis korelasi tidak menemukan hubungan yang bermakna antara hemoglobin dengan kolesterol pada ketiga kelompok."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T11297
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gultom, Ferry P.
"ABSTRAK
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian :
Talasemia adalah kelainan genetik yang diturunkan secara resesif dari orang tua kepada anaknya. Penyakit ini ditandai antara lain oleh kelainan darah berupa anemia, yang disebabkan oleh umur sel darah merah yang lebih singkat dari normal. Ini terkait dengan penurunan kelenturan membran sel darah merah sehingga mengurangi kemampuan deformabilitas yang diperlukan agar dapat melalui pembuluh darah kapiler. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelainan sel darah merah talasemia ditinjau dari aktivitas enzim Ca2+-ATPase yang terdapat pada membran. Aktivitas enzim ini diukur dengan metode Fiske Subarrow, yaitu berdasarkan konsentrasi fosfat yang terbentuk sebagai hasil hidrolisis ATP. Pengukuran dilakukan dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 660 nm. Penetapan aktivitas enzim Ca2+-ATPase dilakukan pada 21 sampel sel darah merah talasemia dan 21 sampel sel darah merah normal.
Hasil dan Kesimpulan :
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, aktivitas enzim Ca2+-ATPase pada membran sel darah merah talasemia lebih tinggi dari pada membran sel darah normal yaitu 0,195 + 0,052 μmol Pi / mg prat / jam dibandingkan dengan 0,169 + 0,045 imol Pi / mg prot 1 jam Secara statistik menunjukkan perbedaan bermakna (p<0,05).
"
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>