Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 130296 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Avip Suchron Nur Hakim
"Arbitrase Islam telah ada sejak zaman Rasulullah SAW sampai kepemimpinan para sahabat yang disebut dengan hakam, fungsi hakam saat itu adalah sebagai penengah dalam penyelesaian suatu perkara, saat itu penamaan yang diberikan bukan arbitrase tetapi hakam.
Di Indonesia sesuai dengan aktifitas bisnis syariah yang mengalami pertumbuhan sangat pesat membutuhkan suatu lembaga penyelesaian sengketa yang dapat membantu para pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan sengketa tersebut dengan cepat dan final, karena dibandingkan dengan penyelesaian sengketa melalui jalur peradilan sangat memakan waktu yang lama, mahal, dan tidak pasti. Maka pada tahun 1993 didirikan Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) atas prakarsa Majelis Ulama Indonesia (MUI), yang mempunyai tujuan untuk menyelesaikan sengketa yang berdasarkan prinsip syariah. Dalam pelaksanaannya terlihat bahwa BAMUI hanya akan menyelesaikan sengketa-sengketa yang dalam perjanjian yang telah ditandatangani oleh para pihak menunjuk BAMUI sebagai badan yang akan menyelesaikan sengketa diantara mereka.
BAMUI sebagai lembaga arbitrase Islam dalam memeriksa dan memutus suatu sengketa yang diajukan oleh para pihak menggunakan suatu prosedur beracara tersendiri yang telah ditetapkan yakni Peraturan Prosedur BAMUI, dimana para pihak harus menjalani prosedur tersebut dengan baik dan benar agar penyelesaian sengketa dapat diselesaikan dengan baik dan menguntungkan kedua belah pihak, serta dapat dipatuhi dan dijalankan.
Analisis yuridis terhadap kedua belas putusan BAMUI tersebut memperlihatkan bahwa sengketa yang terjadi adalah sengketa muamalah yang dilakukan oleh Badan Hukum Islam (BMI dan BPRS) dengan nasabahnya (kreditur), dan dalam pertimbangan hukum yang dicantumlan dalam Putusan tersebut mencantumkan beberapa ayat suci Al Quran yang berkenaan dengan Muamalah yakni Q.S. Albaqarah, Annisa, dan Al Maidah serta menggunakan kaidah hukum perdata, dan sesuai dengan Peraturan Prosedur BAMUI dan UU No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Dari keduabelas Putusan BAMUI tersebut yang menarik adalah ternyata ada dua putusan yang dikeluarkan para pihak yang bersengketa bukanlah badan hukum Islam tetapi mereka memperoleh penetapan dari PN untuk menyelesaikan perkara tersebut melalui BAMUI dan dalam dokumen kontrak mereka telah sepakat untuk menyelesaikan di BAMUI."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T14524
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Badan Arbitrase Muamalat Indonesia, 1994
297.65 IND a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
A. Rahmat Rosyadi
Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002
341.522 RAH a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sudargo Gautama
Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991
341.52 SUD h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Fungsi lembaga perbankan sebagai perantara pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana membawa konsekuensi pada timbulnya interaksi yang intensif antara bank sebagai pelaku usaha dengan nasabah sebagai konsumen pengguna jasa perbankan. Dalam interaksi yang demikian intensif, mungkin saja terjadi friksi yang apabila tidak segera diselesaikan dapat berubah menjadi sengketa antara nasabah dengan bank. Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas pengawas industri perbankan berkepentingan untuk meningkatkan perlindungan terhadap kepentingan nasabah. BI telah menetapkan upaya perlindungan nasabah sebagai salah satu pilar dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API). Mengingat sebagian besar nasabah bank adalah nasabah kecil, maka media penyelesaian sengketa nasabah dengan bank harus memenuhi unsur sederhana, murah, dan cepat. Metode penelitian dalam penulisan ini adalah yuridis normatif, yaitu penelitian yang lebih mengutamakan data sekunder, dengan tipe penelitian deskriptif. Penelitian ini akan menguraikan prosedur mediasi menurut Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan, membahas serta menganalisa sengketa yang pernah dimediasikan di BI, peranan BI saat ini, dan rumusan ideal lembaga mediasi yang hendak dibentuk. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa BI sebagai pelaksana sementara fungsi mediasi perbankan telah melaksanakan fungsinya sesuai PBI Nomor 8/5/PBI/2006 dilihat dari prosedur mediasi yang dijalankan dan sengketa antara bank dengan nasabah yang dimediasikan di BI, serta perlu diadakan segmentasi lembaga mediasi perbankan, di mana yang satu dijalankan oleh BI yang lebih berfokus pada nasabah kecil dan yang lain dijalankan oleh lembaga mediasi perbankan independen yang dibentuk oleh asosiasi perbankan. Saran dari penelitian ini adalah merevisi Pasal 3 ayat (1) PBI Nomor 8/5/PBI/2006, bank dapat mengajukan penyelesaian sengketa lewat mediasi, BI dan asosiasi perbankan bekerja sama untuk mendirikan lembaga mediasi perbankan independen, menggalakkan program sertifikasi mediator, dan edukasi serta sosialisasi kepada masyarakat."
Universitas Indonesia, 2007
S23934
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Depri Liber Sonata
"Penerapan sistem ekonomi syariah di Indenesia ditandai dengan lahirnya Bank Muamalat Indonesia (BMI) tahun 1991, kemudian terus mengalami perkembangan yang sangat pesat. Pada tahun 1993, MUI mendirikan Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI), dan kemudian pada tahun 2003 sebagai Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) khusus untuk menyelesaikan sengeta ekonomi syariah di Indonesia, kemudian mengalami perubahan nama dan status menjadi Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYA.RNAS) dan kedudukannya menjadi bagian dari MU.
Penelitian ini membahas mengenai perkembangan lembaga arbitrase Islam di Indonesia dilihat dari sejarah dan dasar hukum Islam dan hukum positif yang mendasarinya, dan beberapa penyebab mengapa lembaga arbitrase Islam (BASYARNAS) lebih rasional dan efisien; ditinjau dari perspektif pendekatan analisis ekonomi terhadap hukum (economic analysis of law).
Sedangkan metode penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif, bersifat desktiptif dan eksplantoris, dan bentuknya perspektif dan evaluatif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan fakta. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder, dan proses analisis dilakukan secara kualitatif, dan menarik kesimpulan dengan cara berfikir deduktif.
Setalah melakukan pembahasan dan analisis maka dapat disimpulkan bahwa lembaga arbitrase sebagai lembaga alternatif penyelesaian sengketa telah dikenal di dalam sistem hukum Islam jauh sebelum kedatangan agama Islam di Arabia sedangkan penerapannya di Indonesia adalah ditandai dengan didirikannya Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) kemudian berubah nama menjadi Badab Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) yang berperan sebagai lembaga penyelesaian sengketa ekonomi syariah. Kedua, ditinjau dari perspektif analisis ekonomi terhadap hukum (economic analysis of law) maka meskipun secara yuridis Peradilan Umum dan Peradilan Agama memiliki kewenangan (kompetensi absolut) dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah (khususnya perbankan) namun BASYARNAS tetap lebih efisien dan rasional dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah di Indonesia jika dibandingkan dengan Peradilan Umum dan Peradilan Agama. Dalam membantu penerapan pendekatan analisis ekonomi terhadap hukum di dalam penelitian ini maka digunakan beberapa asumsi dan konsepsi, hal ini dimaksudkan agar dalam melakukan proses analisis terhadap objek penelitian dengan menggunakan pendekatan analisis ekonomi terhadap hukum, dapat dibatasi variabel-variabel yang dianggap kurang relevan dan rasional."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T17330
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, 2010
347.09 IND m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Huala Adolf
Bandung: Keni Media, 2022
341.522 HUA i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Serafina Indrani Suminto
"Tesis ini membahas alasan pembatalan putusan arbitrase berdasarkan Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa ("UU No. 30/1999") berdasarkan sifat final dan mengikat putusan arbitrase. Kelebihan arbitrase berupa sifat putusan yang final dan mengikat, pada praktiknya tidak sepenuhnya benar karena baik dalam UU No. 30/1999, New York Convention dan UNCITRAL Model Law terdapat alasan-alasan pembatalan putusan arbitrase, terlebih lagi dalam Penjelasan Umum Bab VII UU No. 30/1999 terdapat frase "antara lain" yang membuka celah adanya alasan lain bagi Pengadilan untuk membatalkan putusan arbitrase di luar ketentuan Pasal 70 UU No. 30/1999.
Metode penelitian yang digunakan dalam menganalisa permasalahan-permasalahan yang dirumuskan pada Bab 1 adalah metode yuridis normatif dan data yang digunakan adalah data primer, sekunder dan tersier.
Hasil penelitian tesis ini adalah UU No. 30/1999 mengatur alasan pembatalan putusan arbitrase yang bersifat limitatif, keberadaan frase "antara lain" pada Penjelasan Umum Bab VII UU No. 30/1999 menyebabkan ketidakpastian hukum dan alasan pembatalan putusan arbitrase yang diatur dalam New York Convention dan UNCITRAL Model Law berbeda dengan alasan pembatalan putusan arbitrase dalam UU No. 30/1999.
Adapun penelitian ini menyarankan agar Penjelasan Umum Bab VII UU No. 30/1999 dimohonkan pembatalannya ke Mahkamah Konstitusi karena frase "antara lain" dalam Penjelasan Umum Bab VII UU No. 30/1999 tersebut bertentangan dengan Pasal 70 UU No. 30/1999 dan mereduksi sifat final dan mengikat putusan arbitrase.

This thesis discusses the reasons for the revocation of arbitral award under the Act No. 30 of 1999 on Arbitration and Alternative Dispute Resolution ("Law No. 30/1999") based on the character of the final and binding arbitration award. The advantage of arbitration is the character of its final and binding award, while in practice it is not entirely true because either in the Law 30/1999, the New York Convention or in the UNCITRAL Model Law, the reasons for the revocation of the arbitration award can be found, moreover, in General Explanation Chapter VII of Law No. 30/1999 contained the phrase "among others" which opened the rift for other reasons for the Court to revoke the arbitral award beyond the provision of Article 70 of Law No. 30/1999.
The method used in analyzing problems formulated in Chapter 1 is normative juridical method and the data which used are primary, secondary and tertiary data.
The results of this thesis are the Law 30/1999 regulate the limited revocation of arbitral award, where the phrase "among others" on the General Explanation of Chapter VII of the Act No. 30/1999 cause legal uncertainty and the reasons for the revocation of an arbitral award which is set in the New York Convention and the UNCITRAL Model Law are different from the reasons for the revocation of arbitral award in Law 30/1999.
This thesis suggests that General Explanation Chapter VII of Law No. 30/1999 should be applied for its revocation to the Constitutional Court because the phrase "among others" in the General Explanation Chapter VII of Law No. 30/1999 contrary to Article 70 of Law No. 30/1999 and reducing the final and binding character of arbitral award.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42982
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>