Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 113965 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Viverdi Anggoro
"Program pembinaan merupakan suatu proses di mana petugas lembaga pemasyarakatan dan kepala lembaga pemasyarakatan bekerja sama merencanakan apa yang harus dikerjakan pada tahun akan datang, menentukan bagaimana wujud pembinaan harus diukur, mengenali dan merencanakan cara mengatasi kendala, serta mencapai pemahaman bersama tentang program pembinaan. Program pembinaan menghasilkan program yang merupakan suatu dokumen resmi. Program pembinaan akan menjadi pedoman bagi kegiatan yang perlu dilakukan. Oleh karena itu program pembinaan bagi narapidana merupakan titik awal yang dapat digunakan oleh petugas lembaga pemasyarakatan untuk memulai melaksanakan proses dari program pembinaan yang ada di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Petugas lembaga pemasyarakatan bekerja sama mengindentifikasikan apa yang seharusnya dikerjakan pada suatu periode yang sedang diprogramkan, seberapa baiknya pembinaan tersebut harus dilaksanakan, mengapa program pembinaan bagi narapidana di dalam Lembaga Pemasyarakatan itu harus dilakukan, dan hal-hal spesifik lainnya, seperti tingkat kewenangan dan pengambilan keputusan bagi petugas lembaga pemasyarakatan.
Implementasi kebijakan pelaksanaan pembinaan bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan membantu mengambil kebijakan dalam bidang program pembinaan pada tahap penelitian kebijakan terhadap proses pembuatan kebijakan. Implementasi kebijakan terhadap pelaksanaan pembinaan tidak hanya menghasilkan kesimpulan mengenai seberapa jauh kebijakan berupa perundang-undangan maupun peraturan yang berkaitan dengan program pembinaan telah diterapkan dan berjalan dengan baik, tetapi juga menyumbang pada klasifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari kebijakan tersebut, serta membantu dalam penyesuaian dan perumusan kembali terhadap pelaksanaan program pembinaan narapidana di dalam Lembaga Pemasyarakatan.
Implementasi dari kebijakan Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor: 02.PK.04.10 Tahun 1990 Tentang Pola Pembinaan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Cipinang masih kurang dilaksanakan dengan baik, hal ini dapat terlihat masih banyaknya kendala-kendala yang menghambat pelaksanaan dari kebijakan pembinaan tersebut."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15150
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yosafat Rizanto
"Edwin Hardin Sutherland (1883-1950) lewat penelitiannya tentang ?the white collar crime? membuktikan bahwa kejahatan tidak hanya dilakukan orang-orang kelas bawah, namun kejahatan dilakukan juga oleh orang-orang kelas atas. Sementara itu, setiap perbuatan yang melanggar hukum pidana harus diberikan hukuman. Adapun hukuman yang diberikan tersebut harus mempunyai tujuan tertentu yang harus dapat dicapai melalui berbagai program pembinaan pada suatu Lembaga Pemasyarakatan dalam kerangka Sistem Pemasyarakatan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995, tugas dan fungsi dari Lembaga Pemasyarakatan adalah melaksanakan pembinaan secara sama dan merata bagi seluruh narapidana lewat Sistem Pemasyarakatan sebagai metode pembinaannya. Akibatnya, pembinaan yang dimaksud tidak dapat diberikan kepada narapidana kasus tindak kejahatan kerah putih (white collar crime). Hal ini disebabkan karena mereka merupakan narapidana dengan identifikasi khusus, baik dari tingkat intelektual maupun status sosial ekonomi. Padahal, agar dapat mencapai hasil yang optimal dari pelaksanaan pembinaan, sangat tergantung sekali pada metode dan program pembinaan itu sendiri.
Pada akhirnya, Lembaga Pemasyarakatan tidak mampu mewujudkan tujuan pembinaan yang menghendaki agar narapidana tidak melakukan tindak pidana lagi dan mengalami perubahan tingkah laku serta menjadi ?orang baik?. Dengan demikian muncul pertanyaan, metode pembinaan yang bagaimana yang sesuai dengan narapidana kasus tindak kejahatan kerah putih (white collar crime) serta kendala apakah yang muncul bilamana pembinaan tersebut hendak dijalankan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Lembaga Pemasyarakatan belum memiliki program pembinaan khusus bagi narapidana kasus tindak kejahatan kerah putih (white collar crime) yang disebabkan oleh beberapa kendala seperti program pembinaan, sumber daya manusia, program kerja, anggaran serta sarana dan prasarana. Untuk mengatasinya, diperlukan upaya untuk mempersiapkan pembinaan dengan metode dan program kerja khusus bagi mereka serta meningkatkan kualitas petugas Lapas, memenuhi anggaran, sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam pembinaan itu sendiri.

Edwin Hardin Sutherland (1883-1950) through his research on ?the white collar crime? proves that crime is not only committed by those from lower class people, but crime is also committed by upper-class people. On the other hand, each and every act violating common law must be punished. But the punishment given must serve certain purposes which should be achieved through various development programs at a Correctional Institution.
According to Law No 12 Year 1995, the duties and functions of Correctional Institutions are to carry-out development equally and evently for all the prisoners through Correctional Systems as the development method. As a result, the intended development is not applicable to those convicted for white collar crime because they are prisoners with special identification, both from intelectual level as well as socialeconomic status.
Whereas, in order to achieve optimum result from the development, it is very much depended on the method and the development program itself. At the end, Correctional Institutions cannot achieve the development goals which meant to ensure no repeated crime by the prisoners and a change in their behaviour and become a ?good? man. Then comes the question on which development method that is suitable for those prisoners convicted for white collar crime and what are the obstacles arise from the implementation of this development method.
The research shows that Correctional Institutions do not have development programs dedicated for those prisoners convicted for white collar crime yet which caused by a few obstacles such as development programs, human resources, work programs, budget and infrastructure. To solve this issue, we need efforts to prepare a development program with special method and work programs dedicated for them and to improve the humn resource quality of Correctional Institutions, sufficient budget and infrastructure required by the development program.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
T26651
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Edi Yunarto
"Dalam undang-unadng Republik Indonesia nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, bahwa sistem pemasyarakatan menghendaki pembinaan narapidana dapat memberikan keterampilan kepada narapidana, sehingga dapat aktif dan produktif dalam pembangunan. Namun perkembangannya sangat lambat.
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah adakah hubungan antara keterikatan narapidana terhadap pembinaan dengan keterampilan kerja, adakah hubungan antara kemampuan narapidana dengan keterampilan kerja, adakah hubungan antara motivasi narapidana mengikuti pembinaan dengan keterampilan kerja dan adakah hubungan antara keterikatan narapidana terhadap pembinaan, kemampuan narapidana dan motivasi narapidana mengikuti pembinaan secara bersama-sama dengan keterampilan kerja narapidana. Sedangkan tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan menjelaskan adanya hubungan antara keterikatan, kemampuan dan motivasi secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama dengan keterampilan kerja.
Motode yang digunakan adalah survei dengan tehnik sampling adalah simple random sampling. Sampel diambil 21 % dari jumlah narapidana yang mendapat pembinaan kemandirian (202 orang) yaitu 21 % x 202 orang = 42 orang, responden diambil dari pegawai bidang kegiatan kerja sebanyak 20 orang. Data yang digunakan dalam peneliitian ini adalah data primer yaitu data yang diambil dari sampel dan responden dengan menggunakan daftar pertanyaan, data sekunder yaitu data dari dokumen,buku-buku dan catatan-catatan pada lapas klas I Cipinang. Pemberian skor kuesioner digunakan skala Liked. Untuk mengetahui tingkat valid dan realiable instrumen dilakukan pengujian validitas dengan menggunakan tehnik content validity dengan rumus Product Moment Pearson dan pengujian reliabilitas digunakan interval consistency dengan tehnik Split Half Spearman Brawn.
Berdasarkan perhitungan statistik tingkat hubungan antara variabel independent dengan dependent dengan menggunakan rumus Spearman Rank di dapat hasil sebagai berikut adanya hubungan positif antara keterikatan narapidana terhadap pembinaan dengan keterampilan kerja dengan nilai koefisien korelasi p = 0,502, termasuk tingkat hubungan sedang.
Ada hubungan positif antara kemampuan narapidana dengan keterampilan kerja dengan nilai koefisien korelasi p = 0,324 termasuk dalam tingkat hubungan rendah. Ada hubungan positif antara motivasi narapidana mengikuti pembinaan dengan keterampilan kerja, dengan nilai koefisien korelasi p = 0,498 termasuk ke dalam tingkat hubungan sedang, secara bersama-sama antara keterikatan narapidana terhadap pembinaan kemampuan narapidana dan motivasi narapidana mengikuti pembinaan dengan keterampilan kerja narapidana, dengan nilai koefisien korelasi p = 0,498 termasuk tingkat hubungan sedang.
Sehubungan temuan tersebut untuk meningkatkan keterampilan kerja narapidana di Lapas K1as 1 Cipinang perlu dilaksanakan antara lain adanya hak istirahat dalam setiap minggunya, penganekaragaman jenis latihan kerja, lebih banyak dan sering diadakan pelatihan kursus-kursus keterampilan kerja, adanya penghargaan bagi narapidana yang dapat menghasilkan produk dan mempunyai nilai ekonomis atau dapat dijual. Selain itu jugs perlu ditambah tenaga instruktur dari berbagai keterampilan, sarana dan prasarana yang memadai sesuai kebutuhan dan tersedianya dana yang memadai baik untuk pengadaan peralatan, perawatan, biaya operasional dan untuk pembelian bahan baku."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12182
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hadi Gunawan
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S22037
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oki Lestari
"Lembaga Pemasyarakatan merupakan tempat pelaksanaan pembinaan bagi narapidana. Pembinaan yang dilakukan terhadap narapidana lanjut usia harus berbeda perlakuannya dari narapidana lainnya, karena kebutuhan dan kemampuan seorang lanjut usia berbeda dengan yang belum lanjut usia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi pembinaan yang tepat bagi narapidana lanjut usia pada lembaga pemasyarakatan.Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dan menggunakan pedoman wawancara sebagai pedomannya. Hasil penelitian dipaparkan secara deskriptif analisis dengan objek penelitian pada Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang dan Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA  Salemba.Hasil analisis menunjukkan bahwa Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang dan Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Salemba belum memiliki program pembinaan yang terencana yang diperuntukkan bagi narapidana lanjut usia, kurangnya sarana dan prasarana yang menunjang, serta alokasi anggaran yang belum memadai untuk meningkatkan kesejahteraan narapidana lanjut usia. Untuk mengatasi hal tersebut kemudian diajukan beberapa strategi yaitu: 1) Membuat pola pembinaan khusus narapidana lanjut usia, 2) Membuat alokasi anggaran kesehatan khusus narapidana lanjut usia, 3) Menyediakan sarana prasarana yang mendukung dan membangun kemitraan dengan pihak luar,4) Meningkatkan kualitas SDM tenaga kesehatan di lapas.

Correctional Institution is a place for implementing guidance for inmates. Guidance made for elderly inmates must be different from the other inmates. This is because the needs and capabilities of an elderly inmates are different from a much youngerinmate. The purpose of this study is to determine the appropriate guidance strategies for elderly inmates in correctional institutions. This study used a qualitative approach, and also used interview guide as its guideline. The results of this study are described in descriptive analysis with case studysubjectsfrom Class I Cipinang Correctional Institution and Class IIA Salemba Correctional Institution. The results of the analysis showed that the Class I Cipinang Correctional Institution and Class IIA Salemba Correctional Institution do not have a planned guidance program for elderly inmates, lack of facilities and infrastructure support, as well as do not have an adequate budget allocation for improving the welfare of their elderly inmates. To overcome these problems, the present study proposed several strategies, as follows: 1) Create a guidance model specific for elderly inmates, 2) Create a health budget allocation specific for elderly inmates, 3) Provide and improved infrastructure and facilities as well as build partnership with external parties, 4) Improve the quality of human resources of the health workers in prisons."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Heryati Eka Putri
1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aritonang, Sahat F.
"Narapidana bagaimanapun merupakan bagian dari masyarakat Indonesia yang memiliki kontribusi besar bagi ketahanan sosial yang pada gilirannya akan memiliki kontribusi bagi ketahanan nasional. Perubahan pendangan tentang penjara dan pemidanaan dari konsep hukuman menjadi konsep pemasyarakatan menjadikan kelompok masyarakat ini merupakan aset masyarakat yang tidak boleh diabaikan begitu saja. Mereka bagaimanapun merupakan bagian dari masyarakat kita.
Dengan perubahan konsep tersebut diatas pola pembinaan narapidana di lembaga-lembaga pemasyarakatan menjadi tema yang sangat penting. Pola pembinaan dengan program-program yang menyangkut aspek mentalitas, kecerdasan, ketrampilan kerja dan religiusitas menjadi sebuah tuntutan yang penting. Departemen Kehakiman sejak lama memiliki program rehabilitasi bagi lembaga-lembaga pemasyarakatan dengan tujuan para peserta anak didiknya yang tidak lain adalah para terhukum pelaku tindak pidana bisa kembali ke masyarakat dan diterima masyarakat sekaligus bisa memenuhi kebutuhan dirinya sendiri dan keluarganya tanpa harus melakukan tindak kejahatan lagi. Program-program pembinaan narapidana juga diharapkan agar para peserta didik yang sudah bebas bisa kembali ke jalan yang benar dan tidak mengulangi perbuatan pidana lagi.
Indikator keberhasilan pembinaan di lembaga-lembaga pemasyarakatan, termasuk Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang Jakarta, yang menjadi lokasi penelitian ini, memang belum ada, kendati bisa dilihat dari jumlah pemberian asimilasi, remisi, cuti menjelang bebas dan bebas bersyarat, serta angka residivis yang cukup signifikan. Departemen Kehakiman belum memiliki mekanisme penilaian keberhasilan dan monitoring untuk para alumni anak didiknya yang sudah kembali ke masyarakat.
Penelitian ini ingin mengetahui sejauh mana pola pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang Jakarta memberikan implikasi yang signifikan terhadap perubahan perilaku narapidana baik yang masih di dalam lembaga pemasyarakatan maupun yang sudah bebas. Penelitian ini juga ingin mengetahui bagaimana dampak pembinaan narapidana terhadap ketahanan sosial masyarakat dan yang pada gilirannnya memiliki dampak kepada kondisi ketahanan nasional.
Dari penelitian lapangan ditemukan bahwa pola pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang sudah baik kendati ditemukan pula sejumlah hal yang menjadi kelemahan yang bisa mendorong ketidakberhasilan pembinaan. Demikian juga tidak ditemukan mekanisme evaluasi terhadap keberhasilan pembinaan, sebagaimana evaluasi yang dilakukan sekolah-sekolah terhadap anak didiknya."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11060
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S6404
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bratadinata
"Lembaga Pemasyarakatan berfungsi sebagai tempat pelaksanaan pembinaan narapidana. Pembinaan yang dilakukan harus didasarkan pada minat, bakat dan kebutuhan narapidana. Kebutuhan pembinaan bagi narapidana residivis dengan narapidana non residivis tentunya berbeda. Namun, dalam pelaksanaannya, pembinaan secara khusus kepada narapidana residivis di Lembaga pemasyarakatan belum dilaksanakan. Hal tersebut dikarenakan di lembaga pemasyarakatan tidak terdapat blok khusus bagi narapidana residivis dan tidak adanya peraturan yang secara khusus mengatur tentang pembinaan narapidana residivis.
Pendekatan penelitian yang dipergunakan adalah pendekatan kualitatif dan menggunakan pedoman wawancara sebagai panduan dalam melakukan wawancara dengan informan. Hasil penelitian dipaparkan secara deskriptif analisis dengan Iokasi penelitian Lapas Klas. I Sukamiskin maupun Lapas Klas. II A Banceuy Bandung. Data yang dipergunakan dalam penelitian adalah data primer dari wawancara dan pengamatan lapangan, dan data sekunder dari studi pustaka dan studi dokumentasi yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Lapas Klas. I Sukamiskin maupun Lapas Klas. II A Banceuy Bandung belum melakukan klasifikasi tersendiri terhadap narapidana residivis, belum adanya program pembinaan yang terencana yang diperuntukkan bagi, narapidana residivis, kurangnya sarana dan prasarana yang menunjang bagi kegiatan pembinaan narapidana residivis maupun non residivis.
Program pembinaan narapidana residivis yang penulis ajukan berupa kegiatan pembinaan kemandirian, khususnya pembinaan keterampilan kerja. Program pembinaan yang diberikan kepada narapidana residivis masuk ke dalam kategori pekerjaan industri yang bersifat produktif dan latihan keterampilan, yaitu :
1. Pekerjaan industri yang murni merupakan pekerjaan produktif yang menghasilkan barang dan atau jasa;
2. Pekerjaan industri yang merupakan bagian dari latihan keterampilan yang lebih rnenekankan pada kegiatan latihan keterampilan sebelurn narapidana bekerja produktif;
3. Latihan keterampilan, yang dimaksudkan untuk memberikan keterampilan keahlian bagi narapidana tanpa diberikan beban untuk menghasilkan barang dan atau jasa;
4. Pekerjaan yang dilakukan berdasarkan hobi dan narapidana yang bersangkutan.

Institution of correctional serve as a place the treatment for prisoner. The requirement based on the talent, interest, and the need of prisoner. Requirement of recidivist an non recidivist is different. Especially, however, it is do not implemented yet. It caused by there is no special block in institution of correctional for recidivist and no regulation used for the treatment.
The research method used is qualitative and interview guidance a direction of conference with the informants. The result described in analysis descriptive in both of facilities location. Data used in the research is primary data of interview and field study and the secondary arise from literature and documentation studies related to the problems.
The result shows that both of facilities do not implement classification toward the prisoner, there is no design treatment for them, leakages in facility and infrastructure for support of the activity in treatment of recidivist or non-recidivist.
The treatment of recidivist program presented by author consist of vocational treatment, especially in work skill. The program given to them includes the productive industrial working and skill practice, as follows:
1. The pure industrial working is a resulting good and service.
2. Industrial working is a part of skill practice which it focused on skill practice before they work productively.
3. Skill practice aimed to gives the skill practice of prisoner without loading production.
4. The job implemented according to the hobby of related prisoner."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T 20799
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>