Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 180395 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yunita R. M. Berliana S.
"Produksi semen telah diketahui menyebabkan pencemaran pada lingkungan termasuk tenaga kerja. Hasil sampingan saat diproduksinya semen adalah debu yang merugikan, secara pembangunan nasional meningkatnya produksi semen menguntungkan akan tetapi juga menimbulkan pengaruh negatif terhadap kesehatan para pekerja. Tujuan penelitian untuk mengetahui prevalensi gangguan fungsi paru pada karyawan dan faktor yang berhubungan. Penelitian bersifat deskriptif menggunakan disain cross sectional, data didapatkan melalui laporan observasi, kuesioner, pemeriksaan fisis, pengukuran kadar debu dan spirometri. Jumlah yang diperiksa sebanyak 138 karyawan, dilakukan analisa dan hasil yang didapatkan tidak adanya hubungan yang bermakna antar gangguan faal paru restriksi atau obstruksi dan umur, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, masa kerja, perokok dan penggunaan Alat Pelindung. Hubungan antara pajanan debu dengan gangguan fungsi paru tidak diidentifikasi, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan Personal Dust Sampler serta pemeriksaan foto toraks.

Cement production was known as the source of pollution in the environment as well as to the workers. Cement dust is very hazardous which is one of the main side products of the factory while at the other side; cement production was really needed for the physical development of the country. The study was aiming to improve cement "col." factory's workers through identifying the lung function disorders and the related factors. The design of study was cross sectional and data were collected through observations report, questionnaires, physical examination, dust measuring and spirometer. There were 138 samples analyzed and results of study reported no significant relationship existed between lung obstruction and age, level of education, work status, duration of work, smoking behavior, and using of mask. Relationship between dust exposure and lung function disorders were not yet identified As suggested, extension of study should be done using personal dust samplers as well as photo thorax measurement."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T16187
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Agnes
"Paparan debu keramik yang mengandung silika bebas di lingkungan kerja pabrik keramik Inerupakan faktor resiko untuk terjadinya penyakit pare akibat kerja. Untuk mencegah timbulnya penyakit pneumokoniosis perlu dilakukan upaya pemantauan secara khusus dan berkelanjutan terhadap para pekerja melalui pemeriksaan kesehatan secara berkala dan pemantauan terhadap lingkungan kerja. Penelitian terhadap tenaga kerja pabrik kerami; di Cikarang dilakukan pada 66 pekerja laki-laki, dengan metode krosseksional., terdiri dari 31 orang dare bagian pembuatan badan keramik dan 35 orang dad bagian pengepakan. Penelitian lingkungan kerja dilakukan dengan mengukur kadar debu total, kadar debu respirable dan kadar silika bebas di bagian pembuatan badan keramik dan di bagian pengepakan. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, pemeriksaan fisik, pemeriksaan fungsi paru dan pemeriksaan foto toraks.
Hasil dan kesimpulan: Didapatkan prevalensi batuk kronik 4,5%, bronkitis kronik 4,5%, dahak kronik 4,5%, kelainan radiologi paru 10,6% dan restriksi 47% di pabrik tsb. Dibagian pembuatan badan keramik, kadar debu total, kadar debu respirable dan kadar silika bebas melebihi NAB yang ditetapkan. Tidak ditemukan hubungan antara kelainan fungsi pare dengan faktor-faktor umur, pendidikan, status gizi, masa kerja, kebiasaan merokok, kebiasaan memakai alat pelindung diri. Tidak ditemukan perbedaan prevalensi batuk kronik, bronkitis kronik, restriksi dan kelainan radiologi dengan tingkat paparan.

Scope and Methodology
Exposure to ceramic dust which contains free silica in a ceramic factory is a risk factor for occupational lung diseases. To prevent pneumoconiosis, specific and continuous monitoring of the workers through periodic health examinations and work environment measuring is very important. A study on 66 by ceramic factory workers consisting of 31 men from ceramic-body preparation division and 35 men from packaging division in Cikarang using cross-sectional method has been conducted. The work environment study was done by measuring total dust contamination, respirable dust, and free silica in ceramic-body preparation division and packaging division. Data collection was done by interviews, physical examination, lung function test and X-ray examination.
Results : The prevalence of chronic cough were 4,5 %, chronic bronchitis 4,5 %, changes in lung radiologic 10,6 % and restriction 47 %. The total dust concentration, respirable dust and the free silica concentration was found to exceed the permissible limit in ceramic-body preparation division. No relation was found between lung function changes, age, education, nutrition condition, work period, smoking habits and mask users habits. No significant different in the prevalence of chronic cough, chronic-bronchitis, restriction and radiologic changes was found different level of dust exposure."
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T572
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frans Memah
"Obstruksi paru sangat mempengaruhi aktivitas fisik, kesehatan dan produktivitas kerja. Petugas pemadam kebakaran yang mengalami gangguan obstruksi paru menghadapi masalah pernapasan seperti sesak, produksi dahak berlebihan dan kesulitan mencukupi tubuh akan oksigen. Tujuan penelitian meningkatkan derajat kesehatan petugas pemadam kebakaran melalui identifikasi gangguan obstruksi paru dan risiko yang mempengaruhinya serta mengupayakan pencegahan, menumbuhkan kesadaran untuk memperbaiki perilaku kerja sehat dan selamat. Metode penelitian potong lintang bersifat deskriptif analitik, mengukur gangguan obstruksi paru dengan responden petugas pemadam kebakaran kota Jakarta lima wilayah Suku Dinas. Data penelitian berupa observasi laporan, pengisian kuesioner, pemeriksaan fisis, ronsen dan sprirometri.Jumlah sampel n-357 responden. Hasilnya dianalisis menggunakan perangkat lunak SPSS 11,5, terdapat hubungan bermakna antara obstruksi paru dengan umur, yakni (p = 0,020) dengan OR 4,789 (CI 95%) dimana petugas pemadam kebakaran umur di atas 40 tahun risiko gangguan obstruksi paru 4,78 kali. Sementara faktor lain temyata tidak ada hubungan yang bermakna dengan obstruksi paru. Dari penelitian ini perlu dilakukan upaya mengatasi gangguan obstruksi paru dengan mengalihtugaskan atau mengurangi shift kerja di atas umur 40 tahun.

Pulmonary obstructive disorder largely affects physical activities, health and work productivity. The fire fighter suffering from pulmonary obstructive disorder has respiratory problems such as hard breathing, extensive mucus production etc. The objective of this study is to increase the fire fighters' health through, pulmonary obstructive identification and its risk factors. The research method was cross sectional descriptive analytic by measuring pulmonary obstructive disorder of respondents who were fire fighter in Jakarta. Data was obtained from observation, reports, filled questionnaires, physical examination, chest roentgen and spirometer. The number of samples analyzed was 357 respondents. The analyses of statistics used SPSS 11.5 and study results reported that there was significant relationship between pulmonary obstructive disturbance and respondents age (p = 0.05) with OR 4,748 (CI 95%: 0.98-19.6). The other independent factors i.e., level of education, work status, length of exposure, uration of work, frequency of fire extinguishing, smoking habit and using masks for body protection had no significant relationships with pulmonary obstruction. Suggestions were made to put workers in specific department considering their age."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T16189
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Florentina Marwisitaningrum
"Latar Belakang: Banyaknya industri jamu menimbulkan masalah baik bagi lingkungan berupa pencemaran maupun bagi kesehatan para pekerja. Dari proses produksi jamu, banyak dihasilkan debu. Hal ini tentunya dapat menimbulkan gangguan bagi kesehatan pekerja di pabrik tersebut. Kualitas udara sangat berpengaruh terhadap kesehatan pekerja, terutama yang berhubungan dengan fungsi pernapasannya dikarenakan sistem pernapasan terus-menerus terpajan oleh partikel-partikel yang ada di udara.
Obyektif: Mengetahui prevalensi gangguan fungsi paru akibat pajanan debu jamu serta faktor-faktor yang berhubungan pada pekerja di pabrik jamu PT.X, Semarang.
Metode: Penelitian potong lintang dengan mengukur fungsi paru pekerja pabrik jamu PT.X Semarang pada bulan November dan Desember 2014 dengan menggunakan spirometri dan mengukur kadar debu lingkungan kerja. Sampel yang dikumpulka sebanyak 100 responden untuk pengukuran fungsi paru dan 4 lokasi untuk pengukuran kadar debu lingkungan kerja.
Hasil dan Kesimpulan: Ditemukan gangguan obstruksi paru ringan sebanyak 1%. Tidak ditemukan gangguan restriksi paru ataupun gangguan fungsi paru kombinasi. Faktor risiko yang bermakna terhadap rasio VEP1/KVP adalah Umur (p < 0,01; selisih rerata 6,48% (-8,91 sampai -4,06)), Jenis kelamin (p = 0,016; selisih rerata -3,72 (-6,73 sampai -0,71)), Pendidikan (p = 0,01; selisih rerata 5,02 (2,21 sampai 7,83)), dan Masa Kerja (p = 0,01; selisih rerata -4,77 (-8,4 sampai -1,13)).

Background: Indonesian traditional herbal medicine industries cause many problems to environment and workers? health. Traditional herbal medicine production process produces many organic dusts. The organic dusts could lead to health disorder among factory workers. Air quality very influential to workers health, especially those that associated to respiratory function since it?s been exposed to air particles.
Objectives: The aim of this study is to determine the prevalence of lung function disorder and its related factors due to dust exposure in one of Indonesian traditional herbal medicine factory.
Method: This was a cross sectional study performed by examining 100 workers? lung function using spirometry and examining environment dust level from one of Indonesia traditional herbal medicine factory in November to December 2014.
Result: There was 1% prevalence of mild obstructive lung disease but there were no restrictive or combined lung diseases. Bivariate analysis showed that Age {p < 0,01; mean difference 6,48% (-8,91 to -4,06)}, Sex {p = 0,016; mean difference -3,72 (-6,73 to -0,71)}, Education {p = 0,01; mean difference 5,02 (2,21 to 7,83)}, and Years of service {p = 0,01; mean difference -4,77 (-8,4 to -1,13)} were the risk factors to ratio of VEP1/KVP.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T58607
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Mandu Chairani
"Ruang Lingkup dan Metodologi Penelitian:
PT. X adalah cabang dari perusahaan multinasional yang memproduksi sepatu basket, sepatu bola, sepatu multifungsi dan sepatu anak-anak. Pemakaian mesin alat kerja dan mekanisme dalam industri dapat menimbulkan kebisingan di tempat kerja. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui intensitas bising lingkungan tempat kerja, prevalensi dan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan gangguan pendengaran akibat bising.
Metoda penelitian berupa studi cross sectional. Jumlah sampel sebanyak 180 tenaga kerja yang terpajan bising lebih dari 85 dB. Mereka telah bekerja kurang lebih 5 tahun dan berumur antara 21 - 40 tahun. Data penelitian didapat dari medical check up, kuesioner, wawancara dan observasi ke tempat kerja.
Hasil Penelitian dan Kesimpulan:
Intensitas bising lingkungan tempat kerja di atas 85 dB ditemukan di bagian sewing, assembling, outsole, power house, rubber, phylon, EVA, mesin penghancur, PU, 1P dan CPED. Kasus gangguan pendengaran akibat bising pada tenaga keija yang terpajan bising di atas 85 dB sebesar 11,7%. Faktor-faktor seperti umur, masa keija, pengetahuan, sikap, perilaku dan jenis ruangan tidak berhubungan dengan gangguan pendengaran akibat bising (p > 0,05). Sedangkan faktor-faktor seperti intensitas bising (p = 0,016) dan tempat tinggal (p = 0,039) berhubungan dengan gangguan pendengaran akibat bising.
Secara statistik terbukti odd ratio intensitas bising sebesar 4,654, artinya risiko terjadinya gangguan pendengaran akibat bising pada intensitas bising yang tinggi (94 - 108 dB) adalah 4,654 kali lebih besar dibanding dengan intensitas bising yang lebih rendah (85 - 93 dB) dan odd ratio tempat tinggal sebesar 3,454, artinya risiko terjadinya gangguan pendengaran akibat bising di mess karyawan adalah 3,454 kali lebih besar dibanding dengan di luar mess.

Prevalence And Analysis The Factors That Related With Noise Induced Hearing Loss Among The Workers That Noise Exposured Louder Than 85 Db In X Shoes Factory, Banten, 2003Scope and Methodology
PT. X is a branch of multinational that produce basketball shoes, soccer shoes, multifunction shoes and baby shoes. Using work equipment and mechanism in industry cause noise exposure in workplace. This case study done with goal to know what areas and number of worker who exposed to the noise level louder than 85 dB in workplace, also the prevalence and the factors that related with noise induced hearing loss.
The research method is a cross sectional study. Sample consist 180 workers who exposed to noise louder than 85 dB. They had been worked about 5 years and their ages varied from 21 to 40 years old. Data were collected from medical check up results, questioners, interview and observation of the working condition.
Result and Conclusions:
The noise level louder than 85 dB in workplace found at sewing, assembling, outsole, power house, rubber, phylon, EVA, smashed machine, PU, IP and CPED. Noise induced hearing loss case among worker with noise exposured louder than 85 dB is 11,7%. The factors such as age, time work, knowledge, attitude, manner and the kind of room were not related with noise induced hearing loss (p > 0,05). But some factors such as noise level (p = 0,016) and type of residence (p = 0,039) were related with noise induced hearing loss.
Statistically proven that odd ratio of noise level is 4,654, it means the likelyhood of risk noise induced hearing loss for exposure to higher noise level (94 - 108 dB) is 4,654 compared to low noise level (85 - 93 dB) and odd ratio of type of residence is 3,454, it means the likelyhood of risk noise induced hearing loss in boarding house is 3,454 compared to beside boarding house."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T13664
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Ratna Sari H.
"Latar Belakang : Dari data poliklinik PT.X didapatkan bahwa pekerja dipabrik tissu yang menderita bronkitis cukup tinggi (5,4%) dan ISPA 86,7%. Dari penelitian sebelumnya tentang pajanan debu uang kertas didapatkan prevalensi obstruksi paru 19,4%.
Metode Penelitian: Desain penelitian dilakukan secara kros seksional dengan jumlah sampel 108 orang melalui wawancara, pemeriksaan fisik, pemeriksaan spirometri dan pengukuran debu lingkungan kerja.
Hasil: Prevalensi bronkitis kronis didapatkan 9,26 %. Dan hasil analisis maka faktor umur, masa kerja, pendidikan, debu tissu, ventilasi, pemakaian APD dan kebiasaan merokok tidak ada hubungan bermakna dengan timbulnya bronkitis kronis. Hasil pengukuran debu lingkungan di bawah Nilai Ambang Batas. Dari analisa didapatkan kebiasaan merokok mempunyai risiko 2,81 kali lebih besar daripada yang perokok ringan dan bukan perokok.
Kesimpulan: Faktor risiko karakteristik pekerja dan faktor lingkungan tidak ada hubungan dengan timbulnya bronkitis kronis. Merokok merupakan faktor resiko pada pekerja.

Background : According to data from policlinic in tissue paper industry PT. X, much workers with chronic bronchitis (5,4%) and Upper Respiratory Diseases 86,7%. From the previous research about paper money dust exposure has found chronic obstruction disturbance 19,4 % prevalence.
Methodology : The relationship of environment dust and bronchitis chronic will found with cross sectional method, with 108 samples by interview, physic examination, and environment dust measurement.
Results and conclusion : Chronic bronchitis prevalence is 9,26 %. The analysis found that age, period of working, education, environment dust, ventilation, smoking and masker are not significant to prove bronchitis chronic. Total dust exposure has found lower from international standard. Smoking habits group have 2,81 more high risk than group without smoking.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T16223
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Ghozali Thohir
"Latar Belakang. Gangguan fungsi kognitif dapat terjadi pada pekerja yang terpajan toluen. Gangguan fungsi kognitif tersebut terutama adalah penurunan memori, atensi dan konsentrasi, yang dapat menurunkan produktifitas kerja. Penelitian ini bertujuan mengetahui prevalensi gangguan fungsi kognitif dan faktor-faktor yang mempengaruhi.
Metode Penelitian. Desain potong lintang dilakukan pada 102 orang pekerja perempuan usia 19-40 tahun dan pendidikan minimal SMA. Data dikumpulkan dengan kuesioner, pemeriksaan fisik dan laboratorium serta MMSE. Kriteria inklusi adalah masa kerja ≥ 1 tahun dan bersedia menjadi responden dengan menandatangani informed consent. Kriteria eksklusi adalah hamil, menstruasi,merokok, minum alkohol, riwayat cedera kepala, hipertensi, gula darah dan dislipidemia. Faktor risiko yang diteliti antara lain umur, status perkawinan, masa kerja, lama kerja, kepatuhan pakai masker, stres kerja dan status gizi. Umur, status perkawinan,masa kerja dan lama kerja diambil dari data HRD. Status gizi didapatkan dari perhitungan Indeks Massa Tubuh. Kepatuhan pakai masker berdasarkan pengawasan kepatuhan APD. Stres kerja dinilai menggunakan kuesioner Survey Diagnostik Stress.
Hasil. Walaupun kadar toluen didapat lebih kecil dari nilai ambang batas toluen , didapatkan prevalensi gangguan fungsi kognitif sebesar 52 %. Area kognitif yang menurun adalah atensi kalkulasi dan visuospasial. Faktor risiko yang secara bermakna mempengaruhi gangguan fungsi kognitif adalah masa kerja, lama kerja, kepatuhan pemakaian masker, stres kerja yang meliputi konflik peran, ketaksaan peran, beban kerja kualitatif, beban kerja kuantitatif, pengembangan karir dan tanggung jawab rekan kerja. Hasil analisis multivariat menunjukkan konflik peran merupakan faktor risiko yang paling mempengaruhi gangguan fungsi kognitif ( OR 7,546 Interval kepercayaan 95% 1,5 - 41,88 ).
Kesimpulan. Prevalensi penurunan fungsi kognitif studi ini lebih besar dari penelitian sebelumnya dan teori. Aspek kognitif yang menurun didominasi oleh atensi kalkulasi dan visuospasial. Konflik peran merupakan faktor risiko yang paling mempengaruhi gangguan fungsi kognitif.

Background. Cognitive Function Impairment can happen among workers expose by Toluene. This impairment mainly effect in attention, concentration and memory function, and can decrease working productivity. This study aims to calculate the prevalence of Cognitive Function impairment and related risk factors.
Method. Cross sectional design study was conducted on 102 female workers, age 19-40 years old and graduated from senior high school. Age and education were obtained from secondary data, and followed by interviews, physical and laboratory examination and Mini Mental States Examination. The inclusion criteria were age ≥ 1 year of work and willing to be the subject of research. Exclusion criteria were pregnancy, menstruation, smoker, Alcohol consumption, history of head injury, hypertension, diabetes mellitus and Dyslipidemia. Risk factor included in this study were age, marital status, duration of work,time of work, PPE obedience ,work stress and nutritional status. Age, Marital status, Duration and Time of work were from secondary data of HRD department. Nutritional status was obtained from body mass index calculation. face mask obedience was obtained from data of wearing mask compliance. Work stress was assessed using Survey Diagnostic Stress Questionnaire.
Results. The prevalence of Cognitive Function Impairment was 52 % , mainly at Attention - Calculation and Visuospasial Aspect respectively. Significant risk factors ( p value < 0,05 ) in this study were duration of work and time of work, PPE obedience and all of work stress domain. The Result of multivariate analysis show that conflict of role was the most influence factor ( OR 7,546 C.I 95% 1,5 - 41,88 ).
Conclusion. This study found that the prevalence of cognitive function impairment was higher than theory and other similar studies . Cognitive aspects mainly affected were attention - calculation and visuospatial. Conflict of role was the most inluence risk factor relating with cognitive function impairment.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Johannes Hudyono
"Ruang lingkup dan cara penelitian :
Telah dilakukan penelitian prevalensi bronkitis kronik (BK) dan asma kerja (AK) serta faktor-faktor yang berhubungan pada tenaga kerja pabrik cat di Tangerang. Penelitian lingkungan kerja dilakukan dengan mengukur kadar debu total dan respirabel, serta beberapa macam polutan. Juga dilakukan analisis komposisi debu. Pengukuran dilakukan di beberapa area yang telah ditetapkan sebagai area terpajan dan area tidak terpajan. Penelitian terhadap tenaga kerja dilakukan pada 89 responden yang diambil secara acak-alokasi proporsional berdasarkan sifat pajanan di tempat kerja. Penelitian dilakukan dengan wawancara responden, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan faal paru dengan spirometri. Bagi responden dengan kelainan obstruksi dan restriksi dilakukan pemeriksaan foto toraks.
Hasil dan kesimpulan :
Hasil yang didapatkan adalah prevalensi BK sebesar 12,36% dan AK sebesar 2,25%.Tidak ada hubungan antara BK dan AK dengan faktor-faktor demografi, PSP terhadap bahan berbahaya, penyakit serta penggunaan APD, lama kerja, peraturan perusahaan serta status/ jenis pekerjaan. Kadar debu respirabel yang diukur pada saat puncak pajanan melebihi NAB yang ditetapkan baik pada area terpajan maupun tidak terpajan. Kadar gas formaldehid melebihi NAB ruangan untuk ruang Production Planning Control (PPC) , tetapi masih di bawah NAB untuk lingkungan kerja (area terpajan). Polutan lain kadarnya masih berada di bawah NAB yang ditentukan.
Ruang PPC yang semula dianggap area (relatif) tidak terpajan, setelah dilakukan pengukuran .ternyata juga merupakan area yang terpajan. Bahan penyuluhan untuk intervensi terhadap faktor yang berhubungan dengan BK dan AK dapat dikembangkan dengan khususnya pada peningkatan PSP terhadap bahan berbahaya, penyakit dan penggunaan APD, bahaya merokok, khususnya tenaga kerja yang bekerja di pabrik cat.

Factory And It's Related Factors, Tangerang 1998 Scope and Methodology :
A study on the prevalence of chronic bronchitis (CB) and occupational asthma (OA) and analysis of it's related factors was conducted among workers of a paint factory in Tangerang. Working environment survey was done by measuring the dust and other pollutant levels, and by analysis of dust composition. Human study was performed on 89 respondents selected randomly, proportionally according to the exposure in their work place. Interviews, physical examination and lung function test using spirometry were performed on all subjects, while X-ray examination was only done on subjects with lung obstruction or restriction.
Results :
The results showed that the prevalence of C13 & OA were 12,36% and 2.25% respectively. No relation could be established between CB & OA and demographic factors, knowledge, attitude and behavior (KAB) on the occupational hazards, diseases and the use of self protection device (SPD), duration of work, company regulation and job status. Respirable dust at the peak of exposure time was found to exceed the permissible limit in both the exposed or non-exposed area.
In the Production Planning Control (PPC) room, formaldehyde gas was found to exceed the permissible limit for indoor rooms but not for work environment . Other pollutant levels were still below the permissible limits. The study showed that PPC which was formerly regarded as a non exposed area, is in fact an exposed area too. Education material on the above subject should be developed to improve prevention program for CB & OA.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Dharmawan Saldjani
"Latar belakang: Pterygium adalah penyakit pada mata yang sering dijumpai di daerah khatulistiwa terutama oleh pajanan ultraviolet, penyebab pterygium antara lain macam-macam zat iritan, faktor genetik, alergi, kekeringan pada mata, faktor angiogenik, dan infeksi papilomavirus. Pada perusahaan X banyak ditemukan kasus pterygium 5.3% pada observasi awal oleh Dinas Kesehatan.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode potong lintang. Sampel diambil secara purposive berdasarkan ruangan dengan pajanan debu tertinggi. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara langsung pada pekerja dan pemeriksaan pada mata.
Hasil: Prevalensi pterygium akibat pajanan zat iritan debu kertas 68.2% dari 85 pekerja di rewinder enam dan sekitarnya. Riwayat merokok merupakan faktor yang bermakna (p-0.01).
Kesimpulan: Debu kertas belum dapat dibuktikan signifikansinya secara statistik dengan kejadian pterygium, sementara perbandingan dengan studi-studi yang relevan menunjukkan bahwa prevalensi pterygium dengan pajanan debu kertas lebih tinggi dibandingkan dengan pajanan UV.

Background: Pterygium is an abnormal process in which the conjunctiva (a membrane that covers the white of the eye) grows into the cornea and most commonly found at the equator, due to prolong exposure to ultraviolet and infrared radiation from sunlight. Other environmental irritants identified were genetic factor, allergy, dry eyes, angiogenic factor, and papilloma virus infection. In the factory "X" Karawang, 5.3% pterygium cases were found as reported by the government reevaluation visit.
Method: The study was a cross-sectional. Sample collected using purposive method and had been exposed to high paper dust. Conducting interview, filling out questionnaires and eye examination, collected data.
Results: The Prevalence of identified pterygium was 68.2% from 85 workers at rewinder 6. Meanwhile smoking habit was the significant factor (r 0.O1).
Conclusion: Paper dust has not yet proven to be significant related to pterygium while descriptive comparison among several studies reported that the prevalence of pterygium was much higher related to paper dust (68.2%) compared to UV.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T16190
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maryko Awang Herdian
"Pendahuluan : Pekerja industri gula memiliki risiko terkena gangguan fungsi paru akibat pajanan debu, khususnya debu bagasse ( tebu ). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi kejadian gangguan fungsi paru pada pekerja pabrik gula di Kabupaten Lampung Tengah, serta hubungannya dengan faktor - faktor karakteristik pekerja dan pekerjaan.
Metode : Desain penelitian adalah comparative cross sectional melibatkan 144 pekerja pabrik gula : 72 pekerja bagian factory dan 72 pekerja bagian plantation. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, pengamatan dan pemeriksaan meliputi pengukuran kadar debu lingkungan dan pemeriksaan spirometri pada pekerja. Variabel yang diteliti meliputi usia, kebiasaan merokok, status gizi, penggunaan alat pelindung diri (APD) masker, masa kerja, jam kerja per minggu dan lokasi pekerjaan. Analisis data menggunakan uji chi square.
Hasil dan Kesimpulan : Kadar debu total di lingkungan bagian factory 0,0586 mg/m3 lebih rendah dibandingkan bagian plantation 0,0843 mg/m3. Kedua nilai tersebut jauh dibawah nilai ambang batas. Prevalensi gangguan fungsi paru 8,33 %. Di bagian factory 5,56 % dan di bagian plantation 11,1 %. Gangguan fungsi paru terbanyak ditemukan adalah gangguan fungsi paru obstruktif. Variabel yang berhubungan dengan gangguan fungsi paru adalah penggunaan APD (masker) (ORadj = 12,15; 95% CI: 1,14 - 102,62) dan status perokok (ORadj = 9,73; 95% CI: 1,14 - 82,75).
Saran : Perlu dilakukan evaluasi fungsi paru berkala, konseling bagi pekerja agar berhenti merokok dan selalu menggunakan alat pelindung diri. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menilai kadar debu respirabel, komposisi debu, dan pengaruhnya terhadap fungsi paru pekerja.

Introduction : Workers in sugar factory are at risk to suffer from lung functon disorder due to exposure to dust, especially bagasse dust. The objective of this study is to identify the prevalence of lung function disorder among workers in a sugar factory in Central Lampung district and associated individual- and work- related factors.
Method : The study design used a comparative cross sectional method, involving 144 sugar factory workers 72 among them were from factory department and 72 other workers from plantation. Data collection used interview, observation, measuring of dust in work environment and lung function measurement using spirometry. The variables which studied were age, smoking habbit, nutritional status, use of personal protective equipment (PPE) mask, time of work, working hours in week, and job location. Data was analyzed with chi square test.
Result and Conclusion : Total dust level in the factory department was 0.0586 mg/m3, lower compared to the level in plantation department which was 0.0843 mg/m3. Both level were below the TLV. The prevalence of lung function disorders was 8.33 %. in the factory department 5.56 % and in the plantation 11.1 %. the most lung function disorder cases found among workers was obstructive lung function disorder. Variables associated to lung function disorders found were use of PPE (mask) (ORadj = 12.15; 95% CI: 1.44 - 102.62) and smoking status (ORadj = 9.73; 95% CI: 1.14 - 82.75).
Recommendation : Periodic lung function evaluation, workers counseling to stop smoking and use of PPE. Another study should be conducted to on respirable dust, dust composition and it's effect on workers lung function.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>