Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 173450 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zeti Harriyati
"Ruang lingkup dan Cara penelitian: Kasus infertilitas dijumpai pada 10-15% pasangan suami istri dan sebanyak 50% diantaranya disebabkan oleh faktor gangguan pada pria. Perkembangan dibidang biologi molekuler berhasil mendeterminasi bahwa mikrodelesi kromosom Y merupakan penyebab penting pada infertilitas pria dan merupakan penyebab genetik kedua terbanyak setelah sindrom Klinefelter. Region Azoospermia Faktor (AZF) diduga berperan penting dalam masalah gangguan spermatogenesis. Regio AZF ini dibedakan dalam 3 sub region lagi yaitu AZFa, AZFb, AZFc. Frekuensi delesi yang didapatkan pada pria infertil berkisar dari 1%-55% tergantung pada kriteria seleksi pasien. Penelitian mikrodelesi kromosom Y secara spesifik penting sejalan dengan perkembangan teknik reproduksi berbantuan karena mempunyai potensi transmisi abnormalitas genetik pada keturunannya. Pada penelitian ini digunakan metode PCR menggunakan 6 STS (sequence raged site) pada 50 pria penderita oligoastenoteratozoospermia (OAT), 10 pria normozoospermia (kontrol positif) dan 8 wanita memiliki anak (kontrol negatif). Hasil PCR kemudian di elektroforesis dengan gel agarose 2% dalam larutan dapar TAE IX untuk melihat ada/tidak adanya pita spesifik dengan ukuran tertentu. Beberapa hasil PCR disekuensing untuk konfirmasi ketepatan lokus yang diampiifikasi.
Hasil dan kesimpulan : Dalam penelitian ini ditemukan 1 dari 50 (2%) pria Indonesia penderita oligoastenoteratozoospermia dengan delesi pada dua STS yang digunakan sT254 dan sY255. Pada pria Indonesia oligoastenoteratozoospermia didapatkan mikrodelesi kromosom Y 2% diregion AZFc, dengan gen kandidat utamanya DAZ. Frekuensi delesi pads penelitian ini masih berada dalam kisaran umum (1-55%).

Scope and methods of study: Infertility is affecting 10% to 15% of couples, and a male factor can be identified in about 50% of the cases_ The rapid growth of molecular biology has determined that microdeletion of the Y chromosome represent an important cause of male infertility, and the second most frequent genetic cause of male infertility after Klinefelter syndrome. The AZF region has 3 non-overlapping subregion-AZFa, AZFb, and AZFc, which are required for normal spermatogenesis. The incidence of Y microdeletion has varied widely, from 1% to 55% depends on the selection criteria of the patient. The study of the Y chromosome microdeletion is particularly important because of the potential for transmission of genetic abnormalities to the off spring. The study includes DNA isolation from peripheral blood of 50 OAT men, 10 normozoospermic men, and 8 Indonesian women. We used PCR-based Y chromosome screening with 6 STS for microdeletion, and the continued with agarose electrophoresis. One sample from each STS was sequenced to confirm the exact loci.
Result and conclusion: This study found I from 50 oligoasthenoteratozoospermia (OAT) men containing Ygl1 microdeletion. The frequency of microdeletions was 1/50 (2%) and the location of these microdeletion was detected with sY254 and sY255. The Indonesia oligoasthenoteratozoospermia (OAT) men found Y chromosome microdeletion was 1150 (2%) in AZFc region, with DAZ gene candidate is mayor. Frequency Y microdeletions in this study was still global range (1-55%).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T16199
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Namira Kesuma Jelita
"Infertilitas pada pasangan yang diakibatkan oleh pria mencapai angka 40. Untuk diagnosis klinis pasti penyebab infertilitas dan pengecekan apakah dapat dilakukan ekstraksi spermazoa dilakukan prosedur invasif berupa biopsi testis. Pada penelitian potong lintang ini dianalisis hubungan antara FSH dan gambaran spermatogenik pada 72 pasien azoospermia di Jakarta Pusat yang melakukan biopsi testis pada tahun 2011 - 2015 untuk kemungkinan prediksi ada tidaknya spermatozoa. Kedua data didapatkan dari data sekunder baik rekam medis ataupun hasil laboratorium. Hasil analisis menggunakan Oneway ANOVA dan post-hoc test menunjukkan terdapat perbedaan rerata yang berarti pada minimal 2 kelompok antara kadar FSH dan gambaran spermatogenik.

Infertility in couples caused by men reached the number of 40 . For the clinical diagnosis and to check for the possibility of testicular sperm retrieval an invasive procedure of testicular biopsy was performed. In this cross sectional study the association of FSH and the spermatogenic histology was analysed on 72 azoospermic patient in Central Jakarta. This patients had undergone testicular biopsy between 2011 ndash 2015 to predict the existence of spermatozoa. Both data were acquired from medical record and lab results. The data were analyzed using Oneway ANOVA and post hoc test was performed the result show significant difference in minimal 2 categories between FSH and spermatogenic histology.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dandy Tanuwidjaja
"LATAR BELAKANG Torsio testis unilateral dapat menurunkan fertilitas Penelitian terbaru menemukan kerusakan sel sertoli mendasari perubahan pada spermatogenesis pada torsio testis unilateral Timbulnya Antibodi Antisperma AbAs diduga mendasari terjadinya kerusakan tersebut Prednison sebagai imunospressan mungkin dapat menghambat kerja AbAs sehingga memperbaiki fertilitas
TUJUAN Mengevaluasi pengaruh pemberian Prednison dan lama iskemik pada torsio testis unilateral terhadap kualitas sel sertoli testis kontralateral
METODE Tiga puluh tikus Wistar dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu kelompok A prosedur Sham Kelompok B torsio unilateral orkiopeksi orkiektomi setelah 6 jam dan kelompok C torsio unilateral orkiopeksi orkiektomi setelah 24 jam Grup B dan C dikelompokkan lagi menjadi kelompok dengan dan tanpa Prednison Prednison diberikan per oral sekali sehari satu jam setelah torsio sampai 30 hari selanjutnya Orkiektomi kontralateral dilakukan 30 hari kemudian Testis tersebut diperiksa oleh satu orang patolog berpengalaman
HASIL Pada kelompok A tidak ditemukan kelainan kualitas sel sertoli Terdapat perbedaan yang signifikan antar kelompok dalam hal kualitas sel sertoli p 0 01 Lama iskemik berhubungan dengan kualitas sel sertoli 3 tikus dengan kerusakan berat pada kelompok C vs tidak ada di kelompok B Pada kelompok B dan C Pemberian Prednison terlihat menghambat kerusakan sel sertoli Pemberian Prednison pada kelompok 6 jam memberikan hasil yang lebih baik daripada kelompok 24 jam 3 tikus vs 1 tikus dengan kualitas sel sertoli yang baik
SIMPULAN Kualitas sel sertoli kontralateral terpengaruh secara signifikan oleh torsio testis unilateral Lama iskemik mempengaruhi kualitas sel sertoli kontralateral Kata kunci torsio testis unilateral Prednison kualitas sel sertoli "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Eliza
"Dalam masyarakat, sebagian pria beranggapan kontrasepsi urusan kaum wanita. Anggapan ini sebenarnya tidak tepat, karena pembuahan adalah pertemuan antara sel telur yang berasal dari wanita dan sel sperma berasal dari pria. Jadi kalau kita berikhtiar hanya menghambat pematangan sel telur, ini berarti kita mengabaikan peranan sel sperma yang juga mempunyai andil setara dalam hal terjadinya pembuahan.
Berbagai usaha telah dan terus dilakukan oleh para ahli di bidang Andrologi, untuk memperoleh bahan kontrasepsi pria yang benar-benar aman, efektif dan bersifat reversibel. Usaha tersebut didorong oleh kesadaran penuh akan pertambahan jumlah populasi manusia di dunia (Tadjudin, 1986).
Secara garis besar pelaksanaan Keluarga Berencana pada pria dilakukan dengan cara mekanis atau dengan cara penggunaan obat. Cara mekanis diharapkan akan mengganggu penyaluran sperma, misalnya dengan melakukan vasektomi sehingga akan menyumbat saluran sperma, sedangkan penggunaan obat Keluarga Berencana diharapkan dapat menghambat pembentukan sperma atau pematangan sperma. Cara yang dipergunakan dalam Keluarga Berencana yang menggunakan obat yang mengandung hormon merupakan cara yang terakhir (Afandi, 1987).
Spermatogenesis pada dasarnya merupakan proses yang dikendalikan susunan syaraf melalui poros hipotalamus-hipofisis-testis (HHT). Hormon atau anti hormon yang dapat menggangu poros HHT pada dasarnya akan mengganggu pula spermatogenesis, sehingga memungkinkan untuk dipakai dalam melaksanakan Keluarga Berencana pada pria (Tadjudin,1986). Obat-obat tersebut dapat bekerja di berbagai tingkat pada poros HHT.
Pada dasarnya suatu obat atau suntikan Keluarga Berencana untuk pria yang bersifat hormon harus dapat menghambat proses spermatogenesis secara reversibel tanpa mengganggu libido dan tingkah laku kejantanan (Moeloek,1987). Hambatan spermatogenesis dapat dilakukan dalam poros HHT, dalam tingkat hipotalamus, hipofisis atau testis. Pada tingkat hipotalamus diperlukan suatu senyawa yang dapat menghambat sekresi "Gonadotropin Releasing Hormone" (GnRH), pada tingkat hipofisis diperlukan senyawa yang secara langsung dapat menghambat spermatogenesis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Uswatun Hasanah
"Terdapatnya kasus infertilitas pria menimbulkan dugaan bahwa salah satu penyebabnya adalah tingkat integritas DNA sperma, sehingga pemeriksaan tingkat kerusakan DNA sperma dipandang perlu untuk dimasukan dalam analisa semen standar untuk menilai kesuburan pria. Namun demikian sampai saat ini masih terdapat ketidakseragaman laporan mengenai hubungan tingkat integritas DNA sperma dengan parameter standar kualitas spermatozoa seperti motilitas dan morfologi. Disamping itu terdapat berbagai metode pemeriksaan integritas DNA sperma dengan prinsip deteksi yang berbeda yang menyebabkan kesulitan dalam menginterpretasi hasil. Di antara metode tersebut adalah uji Sperm Chromatin Dispersion (SCD) assay dengan melihat pola penyebaran kromatin sperma dan Terminal Deoxynucleotidyl Transferase dUTP Nick-end Labelling (TUNEL) yang mampu mendeteksi patahan DNA. Berdasarkan masalah tersebut maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tingkat integritas DNA sperma dengan parameter standar kualitas spermatozoa dan juga untuk mengetahui korelasi antara uji SCD dan TUNEL.
Jenis penelitian ini menggunakan metode observasional analitik. Sampel yang diteliti berjumlah 36 sampel dengan rincian 23 sampel dari kelompok pria dengan parameter semen abnormal dibandingkan dengan 13 sampel kelompok pria dengan parameter semen normal. Masing-masing sampel dilakukan pemeriksaan integritas DNA dengan metode SCD dan TUNEL. Hasil pemeriksaan dari kedua metode ini kemudian dilakukan analisa korelasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan metode SCD spermatozoa dengan parameter abnormal (n = 23) mempunyai kisaran indeks fragmentasi DNA (IFD) kriteria baik sebesar 34%, IFD sedang 26% dan IFD kurang 40%, sedangkan pada sperma dengan parameter normal (n = 13) dengan urutan kriteria yang sama menunjukkan kisaran IFD sebesar 46%, 46%, dan 8%. Pada pemeriksaan dengan menggunakan metode TUNEL, sperma dengan parameter abnormal diperoleh IFD baik, sedang dan kurang sebesar 35%, 35%, dan 30%, sedangkan sperma dengan parameter normal diperoleh IFD berkisar antara 31%, 61% dan 8%. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum, baik pada uji SCD maupun TUNEL, terdapat kecenderungan tingginya IFD pada sampel abnormal walaupun hasil analisa statistik pada kedua metode tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Dari analisa korelasi antara SCD dan TUNEL diperoleh hasil bahwa pemeriksaan dengan kedua metode menunjukkan korelasi yang kuat dan signifikan dengan nilai (r = 0.791). sehingga dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan integritas DNA sperma dengan uji SCD maupun TUNEL memberikan hasil yang serupa.

The incidence of man infertility leads to a notion that one of the possible cause is sperm DNA damage, therefore sperm DNA integrity test is thought to be necessary for a standard sperm analysis to assess male fertility. However, there is still lack of common reports regarding the relationship between sperm DNA integrity and its quality parameters such as motility and morphology. Besides, there are different methods of sperm DNA integrity test with different detection principles that lead to difficulties in interpreting the results. Among these methods are the Sperm Chromatin Dispersion test (SCD) that is based on detection of sperm chromatin spread pattern and Terminal Deoxynucleotidyl Transferase dUTP Nickend Labeling (TUNEL) capable of detecting sperm DNA strand break. Based on these problems, the purpose of this study was to determine the relationship between the levels of sperm DNA integrity and its quality parameters and also to determine the correlation between SCD and TUNEL test.
The observational analytic method was used in this study to analyze the relationship between sperm DNA integrity and its quality parameters. Thirty six samples consist of 23 samples from groups of men with abnormal semen parameters were compared with 13 samples from group with normal semen parameters. SCD and TUNEL test were performed on each sample from both groups. The relatioship between SCD and TUNEL was further analyzed using a correlation analysis.
The results on SCD method showed that spermatozoa with abnormal parameter (n = 23) had DNA fragmentation Index (DFI) ranged from good criteria 34%, average 26% and poor 40%, whereas sperm with normal parameters (n = 13) showed good, average and poor criteria of 46%, 46% and 8% respectively. The results on TUNEL method also showed DFI of abnormal sperm ranged from good 35%, average 35% and poor criteria of 30%, whereas sperm with normal parameters showed 31%, 61% and 8%, respectively. In general, this study showed that, in both methods, sperm with abnormal parameters showed a higher DFI compared to the normal samples, although the difference was not statistically significant. In addition, correlation analysis between SCD and TUNEL showed that both methods had a strong linear correlation (r = 0.791). Thus it can be concluded that sperm DNA integrity test using SCD and TUNEL gave similar results.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohan Kinsky
"Gen-gen yang penting dalam spermatogenesis telah dipetakan pada beberapa regio kromosom Y dan dinamakan AZF. Mikrodelesi AZF menghilangkan kandidat gen yang berperan pada spermatogenesis, menyebabkan kondisi oligozoospermia. Penelitian pada beberapa negara menunjukkan kecenderungan mikrodelesi AZF dipengaruhi faktor ras dan lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui frekuensi serta kandidat gen yang paling sering mengalami mikrodelesi pada pria oligozoospermia di Jakarta. Desain penelitian ini deskriptif potong lintang molekuler, memeriksa beberapa regio AZF dengan PCR menggunakan STS spesifik. Dari penelitian ini, frekuensi mikrodelesi AZF pria oligozoospermia sebesar 4,3%. Sementara kandidat gen yang paling sering mengalami mikrodelesi dideteksi oleh STS sY239 dan sY1196.

Genes important to spermatogenesis on Y chromosome have been mapped and named AZF. Microdeletion in these regions remove genes candidate, causing oligozoospermic state. Studies in many countries showing tendencies that AZF microdeletions affected by race and environmental factors. The objective of this study is to know AZF regions microdeletions frequentation and genes candidate experiencing most microdeletion in oligozoospermic male in Jakarta. This study uses molecular descriptive cross sectional design, examining AZF using PCR with some specific STS. The result of this study reveals AZF microdeletions frequentation in oligozoospermic male is 4,3%. Genes candidates most often experiencing microdeletion are sY239 and sY1196 in oligozoospermic men and sY1196 in azoospermic men."
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S09133fk
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Luluk Hermawati
"DAZ-like DAZL pada kromosom 3 dan BOULE pada kromosom 2merupakan gen-gen yang termasuk dalam DAZ family gen. Gen-gen tersebut merupakan regulator siklus sel spesifik pada sel germinal. Mutasi pada DAZ family gen mengakibatkan terjadinya meiotic arrest dan infertilitas. DAZL dan BOULE diketahui berinteraksi dengan CDC25 dalam meregulasi meiosis pada siklus sel. Selama ini pemeriksaan infertilitas pada kasus azoospermia akibatkegagalan spermatogenesis terbatas pada pemeriksaan histologi dari sampel biopsi testis, oleh sebab itu diperlukan penelitian dibidang molekular untuk mengetahuikandidat gen yang dapat digunakan sebagai marker dalam meningkatkan kualitas pemeriksaan biopsi testis.
Penelitian ini merupakan studi cross-sectional dengan menggunakan 40 sampel biopsi testis berdasarkan kategori penilaian Johnsen dengan nilai 2 sampai 8. Analisis ekspresi mRNA DAZL dan BOULEmenggunakan qRT-PCR. Analisis statistik yang dilakukan dengan uji Spearmanrho. Ekspresi antara gen DAZL dengan kategori penilaian Johnsen menunjukkankorelasi positif r=0,42 dengan nilai kemaknaan p=0.004. Ekspresi mRNA BOULE dengan kategori penilaian Johnsen menunjukkan tidak adanya korelasimenunjukkan korelasi r=0,21 dengan nilai kemaknaan p=0.092. Ekspresi mRNA DAZL dan BOULE dengan Spearman Rho menunjukkan korelasi positif r = 0,415 dengan nilai kemaknaan p=0.008. Hal ini mengindikasikan bahwa DAZLdan BOULE berperan terhadap terjadinya kegagalan spermatogenesis.

DAZ like DAZL on chromosome 3 and Boule on chromosome 2 are genes which includes in DAZ gene family. These genes have a role as regulator in cell cycle on germ cells. Mutations on DAZ gene family caused meiotic arrest andinfertility. DAZL and BOULE are known have interaction with CDC25 it regulate meiosis in the cell cycle. Examination of infertility on azoospermia cases, whichcause of spermatogenesis arrest is limited by histological examination frombiopsy testes. Therefore molecular research is needed to determine the candidate genes that could be used as a marker in improving the quality of testicular biopsy examination.
This research is a cross sectional study using 40 biopsy testessamples based on category Johnsen assessment with value 2 to 8. Analysis mRNA expression of DAZL and BOULE using qRT PCR. Correlation between theexpression of mRNA DAZL with category Johnsen using Spearman Rho showed a positive correlation r 0. 42 with a significance value p 0.004. Correlationbetween the expression of mRNA BOULE with category Johnsen using Spearman Rho showed a positive correlation r 0. 21 with a significance value p 0.092.Correlation between mRNA expression DAZL and BOULE with Spearman Rhoshowed a positive correlation r 0. 415 with a significance value p 0.008 p
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novitasari
"CREMτ dan protamin adalah protein yang berperan penting dalam proses spermatogenesis, CREMτ spesifik testis bekerja sebagai faktor transkripsi untuk gen protamin. Protamin merupakan protein yang berperan dalam remodelling chomatin pada spermatozoa. Beberapa penelitian sebelumnya telah melaporkan bahwa gen protamin (P1 dan P2) memiliki tingkat regulasi yang berbeda terkait dengan perbedaan waktu antara proses transkripsi dan translasi. Hal ini terjadi karena pada saat protamin telah diekspresikan maka gen-gen pada proses spermatogenesis akan mengalami peredaman (silencing gene). Pada penelitian ini dianalisis perubahan ekspresi gen CREMτ, P1 dan P2 yang diduga mengalami disregulasi sehingga menyebabkan terjadinya spermatogenic arrest pada laki-laki azoospermia. Sampel penelitian berasal dari jaringan testis tersimpan pada Departemen Biologi Kedokteran,FKUI berjumlah 42 sampel yang terdiri dari 5 sampel dengan penilaian Johnsen dua, 7 sampel dengan penilaian Johnsen tiga dan empat, 15 sampel dengan penilaian Johnsen lima dan enam, 10 sampel dengan penilaian Johnsen tujuh, serta 5 sampel dengan penilaian delapan. Analisis perubahan ekspresi dilakukan dengan teknik qRT-PCR. Dari penelitian ditemukan perbedaan bermakna (p < 0,05) antara perubahan ekspresi CREMτ pada kelompok penilaian Johnsen dua dengan kelompok penilaian Johnsen tujuh walaupun tidak menyebabkan spermatogenic arrest secara langsung. Hasil penelitian juga mengindikasikan terjadinya spermatogenic arrest berkaitan dengan nilai ekspresi protamin dari hasil uji statistik yang tidak berbeda bermakna pada setiap penilaian Johnsen. Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman diketahui bahwa gen CREMτ, P1 dan P2 memiliki tingkat korelasi pada setiap penilaian Johnsen.

Protamine and CREMτ and is a protein that have a crucial function on spermatogenesis. CREMτ is known a specific testes as transcription factor of protamine gene. During spermiogenesis, protamine have a role to the remodeling chromatin causes the compaction of the spermatid chromatin. Preelementary studies indicate that protamine (P1 and P2) have a different regulate for mechanism of expression gene, related with translational-repressed phase. It occurs because protamine silenced gene. Expression of P1, P2 and CREMτ was analyzed as cause of spermatogenic arrest from infertile men with azoospermia. The sample from the testicular testes are stored in Departement of Medical Biology, FM UI. The study included 42 testicular testes and stage of spermatogenic arrest have addressed with scoring Johnsen method, of which 5 sample classified with scoring two, 7 sample with scoring three and four, 15 sample with scoring five and six, 10 sample with scoring seven and 5 sample with scoring eight. Analysis of expression was performed by qRT-PCR. There were a significant differences (p < 0,05) of CREMτ mRNA expression inter-group differences. But, there were no significant inter-group differences in P1 and P2 mRNA expression that classified with scoring Johnsen. Statistical analysis for correlation between P1, P2 and CREMτ have a significant correlation dependent of a different stage on spermatogenesis. This study indicate that P1 and P2 lead silenced gene in spermatogenesis because mRNA P1 and P2 was detect in every stage of spermatogenesis, and consistent with the suggestion that CREMτ are involved in the spermatogenesis as a transcription factors.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pontoh, Fredrik Laihad
"ABSTRAK
Biopsi testis yang dilaksanakan secara sistematik untuk menilai morfologi/struktur testis pada infertilitas, pertama kali diperkenalkan oleh Charny pada tahun 1940. Dengan pemeriksaan biopsi testis ini ditemukan berbagai macam gambaran histopatologik, antara lain : fibrosis lengkap, aplasia sel benih, hambatan sel benih, hipoplasia sel benih, pelepasan sel muda dan disorganisasi, dan lain-lain. Berbagai gambaran histopatologik tersebut di atas bisa disebabkan oleh kelainan testikular, pasca-testikular atau pratestikular. Dengan penyebab testikular dimaksudkan kelainan dengan defek primer pada testis. Penyebab pasca testikular ialah kelainan yang timbal akibat terdapatnya obstruksi. pada saluran/duktus yang keluar dari testis. Sedangkan penyebab pratestikular didefinisikan sebagai kelainan hormonal ekstragonad, yang menyebabkan gangguan pada spermatogenesis.
Pemeriksaan histopatologik biopsi testis mempunyai nilai khusus dalam pengelolaan kasus infertilitas pria, yaitu pemeriksaan ini dilaksanakan disamping pemeriksaan klinik, analisis sperma dan keadaan hormonal penderita. Pemeriksaan histopatologik biopsi testis dengan hasil analisis sperma digunakan untuk menentukan jenis dan lokasi kelainan. Selain itu dengan melihat data klinik dan keadaan hormonal penderita diharapkan dapat menentukan kausa, nilai prognosis dan evaluasi keberhasilan terapi pada biopsi ulangan.
Dalam menilai gambaran histopatologik biopsi testis terdapat bermacam-macam cara penilaian, yaitu penilaian kualitatif, semikuantitatif, dan kuantitatif. Penilaian ini terutama ditujukan terhadap tubulus seminiferus, baik bentuk dan ukurannya, maupun terhadap jenis dan jumlah sel di dalamnya (sel benih dan sel Sertoli). Selain itu dilakukan pula penilaian terhadap jaringan interstisial dan sel Leydig. Dengan menggunakan Cara penilaian tersebut didapatkan berbagai diagnosis yang menggambarkan perubahan atau kelainan yang terjadi pada testis.
Insidens pasangan infertil di Indonesia berkisar antara 12,1% pada tahun 1970 dan 15,07% pada tahun 1980. Di beberapa negara lain 10-15% perkawinan adalah infertile, dan pada 30-50% pasangan tersebut terdapat kelainan pada pihak pria. Kelainan histopatologik pada azoospermia menunjukkan fibrosis peritubuler lengkap pada 18%, aplasia sel benih 35%, hambatan sel benih lengkap 22%, spermatogenesis normal 25%. Sedangkan pada oligosperma ditesreikan pelepasan sel muda dan disorganisasi 46%, hambatan sel benih inkarplit 21%, fibrosis inkarglit / regional 15%, hipoplasia sel benih 13% dan normal 5% (2). Dalam penilaian semikuantitatif ditemukan derajat I 26%, derajat II 36%, derajat III 16% dan derajat IV 22%.
Di Bagian Patologi Anatomik FKUI/ RSCM, pemeriksaan histopatologik biopsi testis dilakukan sebagai salah satu prosedur yang sewaktu-waktu dibutuhkan ahli klinik. Dalam pengelolaan kasus infertilitas di R5Ql pemeriksaan histopatologik biopsi testis merupakan 18,26% dari semua kasus . Dengan demikian tampak adanya kebutuhan yang bersifat insidental terhadap pemeriksaan ini. Apa peran dan berapa besar nilai suatu pemeriksaan histopatologik biopsi testis dalam pengelolaan infartilitas adalah hal yang perlu diteliti.
Untuk itu sebagai langkah awal dilakukan suatu penelitian deskriptif retrospektif terhadap kasus infertilitas yang membutuhkan pemeriksaan histopatologik, untuk mengetahui peranan pameriksaan tersebut dalam pengelolaan kasus infertilitas. Maka dengan demikian tujuan penelitian ini ialah mendiagnosis berbagai gambaran histopatologik kasus infertilitas dan mengadakan analisis hubungan antara gambaran histopatologik dengan data klinik dan pameriksaan lain untuk menentukan kausa, prognosis den evaluasi keberhasilan terapi.
"
1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rani Paramita
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian:
Infertilitas terjadi pada 15% pasangan suami istri di seluruh dunia. Penyebab iniertilitas bermacam-macam, salah satunya adalah astenozoospermia. Motilitas spermatozoa merupakan proses yang memerlukan ATP. Molekul ini dihasilkan oleh mitokondria dan keluarnya ATP dari mitokondria ke sitoplasma diatur oleh kanal Voltage-Dependent Anion Channel (VDAC). VDAC adalah kanal ion yang terdapat pada membran luar mitokondria, ditemukan pada berbagai spesies dan tersebar di berbagai jaringan tubuh. Saat ini diketahui terdapat tiga isoform VDAC pada manusia, yaitu hVDAC1, hVDAC2 dan hVDAC3. Melalui penelitian knock-out mouse oleh Sampson et al. (2001), mencit mutan VDAC3 (-1-) mengalami penurunan motilitas spermatozoa apabila dibandingkan dengan mencit wild type. Tujuan penelitian tesis ini adalah untuk menganalisis exon 8 gen hVDAC3 pada spermatozoa yang mempunyai motilitas rendah dari pasien infertil astenozoospermia. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah DNA spermatozoa yang diperoleh dari 32 pria astenozoospermia dan dari tiga pria fertil normozoospermia. Sampel semen tersebut mula-mula di-swim up untuk memisahkan antara sperma bermotilitas baik dan sperma bermotilitas rendah. Setelah itu DNA sperma diisolasi dan diamplifikasi dengan metode Polymerise Chain Reaction (PCR), dengan menggunakan primer yang spesifik untuk exon 8 gen hVDAC3, Setelah itu dielektroforesis dan disekuensing untuk dianalisis adanya mutasi.
Hasil dan Kesimpulan Penelitian:
Hasi1 amplifikasi DNA spermatozoa dengan primer spesifik exon 8 genVDAC3 dideterminasi dengan terlihatnya pita DNA berukuran 513 bp. Satu pasien (A32) tidak menampakkan pita, sedangkan hasil elektroforesis 13-aktin sampel A32 menunjukkan adanya pita. Setelah disekuensing, ditemukan satu pasien (A3) yang mengalami rnutasi substitusi berupa substitusi satu nukleotida dari A men]adi C, namun tidak menyebabkan perubahan asam amino. Satu pasien (A4) ditemukan mengalami rnutasi insersi satu nukleotida T. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adaiah tiga pasien dari 32 pasien astenozoospermia yang diteliti mengalami mutasi pada gen hVDAC3 ekson 8, yaitu mutasi substitusi sebanyak sate sampel, mutasi insersi sebanyak satu pasien dan mutasi delesi sebanyak satu pasien. Pada penelitian ini ditemukan adanya mutasi pada gen hVDAC3 exon 8 pada sperma bermotilitas rendah pasien infertil astenozoospermia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T 17674
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>