Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 133941 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Endo Anugrah
"Rokok adalah salah satu produk komoditi perdagangan yang terdapat hampir di seluruh negara-negara di dunia termasuk Indonesia. Rokok juga diproduksi dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut Pasal 1 butir 1 peraturan Pemerintah nomor 81 Tahun 1999 juncto pasal 1 butir 1 peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan menjelaskan definisi dari rokok adalah: "Rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana Tobacum, Nicotiana Rustica, dan species lainnya atau sintesisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan" Tingkat konsumsi rokok di Indonesia dewasa ini sudah pada tahap mengkhawatirkan. Mengkhawatirkan di sini adalah pada faktor kesehatan, baik kesehatan bagi si konsumen itu sendiri maupun bagi orang-orang disekitarnya yang tidak mengkonsumsi rokok. Karena dari asap yang dihasilkan satu batang rokok mengandung sekitar 4.000 bahan kimia seperti nikotin, CO, NO, HCN, NH4, acrolein, acetilen, benzaldehyde, urethane, benzene, methanol, coumarin, etilkatehol-4, ortokresol, perilen dan lain-lain yang dapat mencemarkan udara dan menganggu sistem pernapasan si perokok. Hal inilah yang coba diatur oleh Pemerintah, baik Pemerintah pusat maupun Pemerintah daerah untuk menanggulangi dampak negatif yang diakibatkan dari rokok dengan cara melakukan kampanye anti rokok maupun dengan cara mengeluarkan produk-produk hukum pengaturan konsumsi rokok yang bertujuan untuk menjaga kesehatan kita bersama."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T16309
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Erlangga
Jakarta: Universitas Indonesia, 2003
T36215
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risely Augustina
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T37786
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sembiring, J. J. Amstrong
"Terlibatnya Indonesia dalam perdagangan bebas, telah membawa konsekuensi, antara lain produk barang dan jasa semakin beraneka ragam (diversjfikasi produk), baik produk ekspor maupun impor, seyogyanya menjadi perhatian instrumen hukum ekonomi di Indonesia. Dalam hubungannya dengan perdagangan bebas, bila kita tidak mampu menangkap atau menjabarkan pesan-pesan "tersembunyi' dari era perdagangan bebas, maka cepat atau lambat konsumen Indonesia akan mengalami/menghadapi persoalan yang makin kompleks dalam mengkonsumsi produk barang dan jasa yang semakin beraneka ragam. Dalam teori ekonomi mengenai hubungan antara konsumen dan produsen berimplikasi pada teori hukum yang berkembang pada era dominasinya kebebasan individu dan liberalisme. Kekuatan konsumen kemudian melahirkan teori dalam kontrak, yaitu kebebasan berkontrak (freedom of contract) dan hubungan kontrak (privity of contract). Dalam mengantisipasi produk-produk barang atau jasa yang merugikan atau mencelakakan konsumen, sebagian negara disertai perdagangan bebas telah mengintroduksi doktrin product liability dalam tata hukumnya, seperti Jepang, Australia, Amerika Serikat setelah kasus Henningsen, 18 (delapan belas) negara bagian menerapkan prinsip strict liability, tanpa negligence dan "privity of contract" terhadap produsen dari beberapa produk seperti : Automobile, Combination Power Tool, Alumunium Rocking Chair, dan produk asbes kemudian menarik kesimpulan penerapan doktrin strict product liability. De-regulasi doktrin perbuatan melawan hukum ( Pasal 1365 KUHPerdata ) yang menyatakan bahwa "Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian bagi orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian, mengganti kerugian tersebut " Untuk dapat dikatakan sebagai Perbuatan Melawan Hukum berdasar Pasal 1365 KUHPerdata, suatu perbuatan harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut, adanya perbuatan melawan hukum, unsur kesalahan, kerugian, hubungan sebab akibat yang menunjukkan bahwa adanya kerugian disebabkan oleh kesalahan seseorang. Adanya unsur melawan hukum di mana suatu perbuatan melawan hukum memenuhi unsur-unsur berikut, bertentangan dengan hak orang lain, kewajiban hukumnya sendiri, kesusilaan, keharusan yang harus diindahkan dalam pergaulan masyarakat mengenai orang lain atau benda. Unsur-unsur ini pada dasarnya bersifat alternatif, artinya untuk memenuhi bahwa suatu perbuatan melawan hukum, tidak harus dipenuhi semua unsur tersebut. Jika suatu perbuatan sudah memenuhi salah satu unsur saja maka perbuatan tersebut dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum. Dalam perkara ini, perbuatan melawan hukum yang dilakukan para tergugat adalah yang bertentangan dengan hak orang lain dan kewajiban hukumnya sendiri. Dengan demikian sehingga semakin menyeimbangkan kedudukan dan peran konsumen terhadap pengusaha, sekalipun salah satu atas negara hukum telah menegaskan bahwa setiap orang memiliki kedudukan yang sama/seimbang di mata hukum. Terminologi "product liability" sebagai "Tanggung gugat produk" dan ada pula yang menterjemahkannya sebagai "Tanggung jawab produk". Beberapa pengertian atau rumusannya : "Product liability : Refers to the legal liability of manufactures and sellers to compensate buyers, user, and even bystanders, for damages or injuries suffered because of defects in goods purchased ". Produktenaansprakelikeheid: tanggung jawab pemilik pabrik untuk barang-barang yang dihasilkannya, misal yang berhubungan dengan kesehatan pembeli, pemakai (konsumen) atau keamanan produk. Ius Constituendum diberikan pengertian sebagai kaidah hukum yang dicita-citakan berlaku di suatu negara. Dalam konteks tulisan sederhana ini, doktrin "product liability" diharapkan dapat diintroduksi dalam doktrin perbuatan melawan hukum (tort) sebagaimana diatur dalam pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dalam konteks hukum positif yang berlaku di Indonesia, seorang konsumen apabila dirugikan di dalam mengkonsumsi barang atau jasa, dapat menggugat pihak yang menimbulkan kerugian. Pihak di sini bisa berarti produsen/pabrik, supplier, pedagang besar, pedagang eceran/penjual ataupun pihak yang memasarkan produk; tergantung dari siapa yang melakukan atau tidak melakukan perbuatan yang menimbulkan kerugian bagi konsumen, bahkan kematian. Kualifikasi gugatan yang lazim digunakan di berbagai negara, termasuk Indonesia, adalah wanprestasi (default) atau perbuatan melawan hukum (tort). Apabila ada hubungan konstraktual antara konsumen dengan pengusaha maka kualifikasi gugatannya adalah wanprestasi. Kerugian yang dialami konsumen, tidak lain karena tidak dilaksanakannya prestasi oleh pengusaha. Dengan demikian, jika tidak ada hubungan konstraktual antara konsumen dengan pengusaha maka tidak ada tanggung jawab (hukum) pengusaha kepada konsumen. Dalam ilmu hukum inilah yang disebut sebagai doktrin privity of contract. Di dalam doktrin ini terkandung prinsip "tidak ada hubungan kontraktual, tidak ada tanggung jawab" (No privity - no liability principle). Jika gugatan konsumen menggunakan kualifikasi perbuatan melawan hukum (tort), hubungan kontraktual tidaklah disyaratkan. Dengan kualifikasi gugatan ini, konsumen sebagai penggugat harus membuktikan unsur-unsur adanya perbuatan melawan hukum, adanya kesalahan/kelalaian pengusaha, adanya kerugian yang dialami konsumen, adanya hubungan kausal antara perbuatan melawan hukum dengan kerugian yang dialami konsumen. Selanjutnya pada beban pembuktian (burden of proof), konsumen harus membuktikan keempat unsur tersebut maka hal ini dirasakan tidak adil bagi konsumen dengan dasar beberapa pertimbangan. Pertama, secara sosial ekonomi kedudukan konsumen lemah dibandingkan dengan pengusaha, walaupun di mata hukum semua memiliki kedudukan yang sama. Dalam menghadapi gugatan konsumen, pengusaha lebih mudah mendapatkan pengacara dalam membela kepentingan-kepentingannya, termasuk dalam membuktikan ahli-ahli teknis sesuai dengan produk yang dihasilkannya. Bagi konsumen sulit membuktikan "unsur ada tidaknya kesalahan/kelalaian" pengusaha dalam proses produksi, pendistribusian, dan penjualan barang atau jasa yang telah dikonsumsi konsumen."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T18224
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Permelia Fabyanne
"Di antara berbagai Hak atas Kekayaan Intelektual, merek dagang merupakan salah satu hak yang sangat terkait dengan perlindungan konsumen, pelanggaran hak merek akan berdampak secara luas terhadap konsumen, karena merek meliputi segala kebutuhan konsumen. Hal tersebut disebabkan karena konsumen merupakan penggunan suatu produk, dimana suatu produk sangat erat kaitannya dengan merek. Sehingga konsumen yang biasanya sudah terikat menggunakan produk dengan merek tertentu, di mana dalam prakteknya sering terjadi pemalsuan dan menimpa konsumen maka sudah pasti konsumen mengalami kerugian karena mengkonsumsi secara keliru produk tertentu yang kualitasnya berbeda dengan produk yang biasa ia konsumsi. Sehinga di dalam penulisan tesis ini permasalahan yang akan diangkat adalah bagaimana Undang-Undang Merek memberikan perlindungan terhadap konsumen, upaya dan langkah hukum apa yang dapat dilakukan oleh konsumen apabila kepentingannya dirugikan serta bagaimana putusan pengadilan niaga dalam hal perlindungan terhadap konsumen.
Sebagai upaya untuk memberikan perlindungan hukum terhadap konsumen maka di dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen, dirumuskan mengenai tanggung jawab produk yang menyatakan bahwa "Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan".
Sedangkan apabila dilihat berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, sanksi bagi pelanggar tindak pidana di bidang merek yang tentunya pasti akan merugikan pihak konsumen sebagai pengguna ataupun pemakai suatu produk atau barang, dapat dikenakan ketentuan pidana sebagaimana tercatat dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, yang tercantum dalam Pasal 90, 91, 92 ayat (1), 92 ayat (2), 92 ayat (3), 93, 94 ayat (I), 94 ayat (2), dan Pasal 95.
Sebagai akibat penegakan hukum yang lemah maka hasil dari kebijakan hukum merek untuk menanggulangi pelanggaran merek yang merugikan konsumen juga tidak akan mencapai hasil yang memadai. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan penegakan hukum yang kuat atas merek untuk mencegah terjadinya pelanggaran di bidang merek yang akan merugikan konsumen dan juga dibutuhkan tanggung jawab yang kuat dari kalangan pelaku usaha dalam memproduksi suatu barang."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T15543
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1996
S21998
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hilda Tjahjadi
Depok: Universitas Indonesia, 2001
S23685
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lea Marivona Hestiningtyas Broto
Universitas Indonesia, 2008
T25069
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lea Marivona Hestiningtyas Broto
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T37474
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>