Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 59162 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Denny J.A.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2006
321.8 DEN d
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Denny J.A.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2006
321.8 Den d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Saiful Mujani
"Indonesia is the world's third largest democracy (after India and the USA) and the only fully democratic Muslim democracy, yet it remains little known in the comparative politics literature. This book aspires to do for Indonesian political studies what The American Voter did for American political science. It contributes a major new case, the world's largest Muslim democracy, to the latest research in cross-national voting behavior, making the unique argument that Indonesian voters, like voters in many developing and developed democracies, are 'critical citizens' or critical democrats. The analysis is based on original opinion surveys conducted after every national-level democratic election in Indonesia from 1999 to the present by the respected Indonesian Survey Institute and Saiful Mujani Research and Consulting."
Port Melbourne: Cambridge University Press, 2018
e20528404
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
"The dynamics of local politics has entered a new phase in Indonesia since 2004,people at localities and provinces has exercised their rights in electing their leaders,i.e.governor/vice governor,mayor/vice mayor ,or regent/vice regent....."
JUILPEM
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Konkrad-Adenauer-Stiftung, 2005
321.8 DEM
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Erna Ermawati Chotim
"Salah satu wujud dorongan untuk membangun kekuatan masyarakat sipil dan mempraktekkan proses demokratisasi di tingkat lokal adalah terbentuknya wadah yang kemudian disebut dengan forum warga. Kelahiran Forum warga mengundang perdebatan wacana tersendiri. Pada satu sisi, kelahiran forum warga dimaknai sebagai terbangunnya dan proses penguatan masyarakat sipil di tingkat lokal. Kalangan yang setuju dengan pendapat ini percaya bahwa demokrasi merupakan sesuatu yang dibutuhkan dan bermanfaat bagi masyarakat lokal. Keterlibatan masyarakat dalam forum warga dapat membuka peluang terjadinya perubahan-perubahan kebijakan di tingkat lokal lebih partisipatif; dan memenuhi prinsip-prinsip demokrasi yang lain sehingga berbagai perubahan kebijakan akan berpihak pada kepentingan masyarakat lokal. Pandangan ini lebih menekankan pada keuntungan yang diperoleh dari proses partisipasi sebagai salah satu prinsip demokrasi yang dijalankan forum warga.
Pandangan ini dikritik karena melupakan sentralitas `aturan main politik' yang mendefinisikan demokrasi independen dan gerakan-gerakan rakyat atau pasar-pasar kapitalis. Pandangan ini menekankan tidak hanya pada arti pentingnya proses maupun dampak dari satu program demokratisasi yang berjalan. Namun juga harus melihat secara lebih kritis tentang demokrasi dari proses masuk dan diterimanya issu ini, pihak-pihak yang terlibat, dan melihat lebih dalam arti panting demokrasi dari perspektifmasyarakat lokal sendiri.
Pandangan ini juga mencoba mengkritisi konteks makro isu demokrasi masuk ke Indonesia dan juga negara-negara dunia ketiga lainnya. Dengan kata lain, bahwa keberadaan forum warga dalam pandangan ini, tidak dapat dibaca secara sederhana hanya sebagai sebuah proses yang independen. Pandangan ini menekankan bahwa perubahan (ekonomi, politik) yang terjadi di Indonesia -sebagai konteks yang mendorong kemunculan forum warga- merupakan dampak dari situasi dunia yang sedang berjalan. Proses itu tidak lain adalah proses hegemonisasi, dimana demokrasi menjadi piranti ideologi yang disosialisasikan di dalamnya. Demokratisasi lokal adalah produk dari gerakan-gerakan cakyat dan bagian dari bentuk perjuangan kelas, dan merupakan elemen integral dari ekspansi hubungan-hubungan pasar. Pandangan ini memperkuat argumentasi bahwa proses demokrasi berkaitan dengan kapitalisme sebagai bagian dari neoliberal. Liberalisasi ekonomi yang membebaskan kekuatan¬kekuatan perkembangan ekonomi untuk menciptakan kondisi-kondisi bagi demokrasi atau sebaliknya. Liberalisasi politik dan demokrasi yang menciptakan kondisi-kondisi bagi pembangunan ekonomi. Menurut alur pemikiran ini, pasar-pasar babas memperbanyak pilihan, menumbuhkembangkan individualisme dan memajukan pluralisme sosial, semua hal yang dianggap panting bagi demokrasi.
Dalam penelitian ini, saya menemukan bahwa keberadaan forum warga muncul sebagai wujud perpaduan faktor internal dan eksternal di atas. Faktor internal sebagai respon terhadap situasi untuk melakukan praktek-praktek demokrasi dan membentuk institusi demokrasi yang barn di luar institusi maupun organisasi yang dibentuk pada masa orde barn. Dorongan internal ini diperkuat dengan dorongan eksternal yang distimulasi oleh berbagai program yang difasilitasi oleh pihak-pihak diantaranya LSM, intemasional donor dan aktivis jaringan. LSM, internasional donor dan aktivis jaringan dalam konteks ini memfungsikan diri sebagai intelektual organik hegemon yang mereproduksi dan mensosialisasikan gagasan tersebut kepada masyarakat lokal. Melalui fasilitasi yang dilakukannya dalam berbagai bentuk, masyarakat menerima gagasan demokrasi secara sukarela dan rnenganggap bahwa gagasan tersebut benar-benar sebagai kebutuhan dan milik masyarakat lokal. Dalam konteks ini terbangun kesepakatan konsensual dari masyarakat terhadap demokrasi sebagai ideologi. Dengan demikian legitimasi kelompok dominan tidak ditentang karena ideologi, kultur,nilai-nilai dan norma politiknya sudah diintemalisasi sebagai milik sendiri. Begitu konsensus diperoleh, ideologi, kultur, nilai-nilai, norma dan politik semakin terlihat wajar dan legitimate. Dalam kondisi ini masyarakat cenderung tidak lagi kritis terhadap makna demokrasi bagi kepentingan dan kebutuhan di tingkat mereka.
Praktek demokrasi yang dijalankan di tingkat forum warga yang berorientasi untuk melibatkan seluruh komponen masyarakat mengalami perubhan ke arah dominasi elite lokal. Komponen-komponen masyarakat miskin dan marjinal yang pada awal teriibat melalui prosedur demokrasi pada akhirnya `terlempar' dari forum. Keberadaan forum warga pada akhirnya cenderung menjadi media dan legitimasi kelompok elite lokal. Meskipun memang harus diakui bahwa keberadaan forum secara positif di tingkat lokal telah membuka peluang bertemunya komponen¬komponen masyarakat untuk duduk dan menyepakati prioritas persoalan di tingkat mereka. Dimana kesempatan tersebut sulit terjadi sebelumnya. Situasi tidak akomodatifnya forum terhadap kepentingan kelompok marjinal telah mendorong dibentuknya forum warga 'tandingan'.
Reaksi ini merupakan wujud kesadaran dan kelompok masyarakat terhadap demokratisasi yang distimulasi oleh munculnya intelektual organik kelompok ini dalam proses menumbuhkan dan menyebarkan kesadaran pada anggota kelompok lain. Bentuk forum warga tandingan masih awal, belum memiliki kekuatan yang secara dengan FM2S. Masih sulit untuk mengkategorikan reaksi yang muncul sebagai counter hegemony karena kelompok tandingan belum mampu mengabstraksikan pengalaman-pengalaman praktisnya menjadi dasar dari terbangunnya kesadaran, ideologi altematif. Perjuangan rakyat dalam konteks ini harus mempunyai karakter revolusi anti pasif yang dibangun dengan memperiuas perjuangan kelas dan perjuangan demokrasi kerakyatan dengan tujuan memobilisasi lapisan masyarakat yang lebih luas dalam memperjuangkan reformasi demokrasi ke arah perjuangan yang menguntungkan masyarakat lokal secara keseluruhan."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T22587
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M.D. La Ode
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2012
324 LAO e
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Vel, Jacqueline A. C.
Leiden: KITLV Press, 2008
959.86 VEL u
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
M. Minanurrochman
"Ambang batas parlemen (parliamentary threshold) yang dimaknai di Indonesia sebagai salah satu solusi untuk menyederhanakan jumlah partai politik di parlemen, dalam praktiknya justru dapat menjadi penyebab atas hilangnya representasi suara masyarakat, dengan terlalu banyak terbuangnya suara hasil pemilu. Hal ini disebabkan terutama karena penetapan angka ambang batas yang terlalu tinggi, sehingga menghasilkan penghitungan suara dan kursi yang tidak proporsional. Berangkat dari persoalan tersebut, penulis berpendapat, bahwa tidaklah perlu ada upaya untuk menyederhanakan jumlah partai politik yang berhasil memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), karena sesungguhnya, secara institusional, partai politik bukanlah bagian langsung dari organisasi DPR. Sebenarnya, yang perlu disederhanakan adalah jumlah fraksi di DPR, karena yang menjadi bagian dari organisasi DPR adalah fraksi, sebagai cara untuk menyederhanakan proses pengambilan keputusan dalam organsisasi DPR. Arah penelitian ini ditujukan dalam rangka menciptakan lembaga perwakilan rakyat yang lebih proporsional dan representatif dalam mengartikulasikan kepentingan masyarakat di Indonesia yang sangat majemuk. Dengan metode penelitian doktrinal, penelitian ini bertujuan untuk menggagas pengaturan dengan model yang baru dalam pembentukan fraksi di DPR, agar tercipta inklusivitas yang optimal dalam pembentukan fraksi di DPR dalam rangka mewujudkan demokrasi di Indonesia dengan representasi yang lebih adil. Berdasarkan perbandingan terhadap parlemen di 8 negara, ditemukan bahwa DPR adalah institusi parlemen yang tidak mengatur syarat minimal atau ambang batas pembentukan fraksi. Namun demikian, dalam berbagai teori lembaga perwakilan rakyat, tidaklah ada metode pengaturan secara umum tentang bagaimana menetapkan syarat minimal ataupun ambang batas bagi membentuk fraksi dalam suatu institusi parlemen. Sehingga, bisa berbeda-beda penerapannya antara organisasi parlemen di berbagai belahan dunia, khususnya di negara yang menjadi objek perbandingan dalam tesis ini.

The parliamentary threshold, which is interpreted in Indonesia as one of the solutions to simplify the number of political parties in parliament, in practice can actually be the cause of the loss of representation of people's voices, with too many wasted votes. This is mainly due to the setting of a threshold number that is too high, resulting in a disproportionate vote and seat count. The author argues that there is no need to simplify the number of political parties that can gain seats in the House of Representatives (DPR), because institutionally, political parties are not a direct part of the DPR organization. In fact, what needs to be simplified is the number of factions in the DPR, because what is part of the DPR organization are the factions, as a way to simplify the decision-making process within the DPR organization. This research is aimed at creating a more proportional and representative institution that articulates the interests of the people in Indonesia, which is very pluralistic. Using a doctrinal research method, this study aims to propose a new model for the formation of factions in the DPR, in order to create optimal inclusiveness in the formation of factions in the DPR in order to realize democracy in Indonesia with fairer representation. Based on a comparison of parliaments in 8 countries, it was found that the DPR is the only parliamentary institution that does not set minimum requirements or thresholds for the formation of factions. However, in various theories of representative institutions, there is no general method of setting minimum requirements or thresholds for forming factions in a parliamentary institution. Thus, its application can vary between parliamentary organizations in various parts of the world, especially in the country that is the object of comparison in this thesis."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Singapore: Insitute of southeast asian studies, 2010
324.598 PRO
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>