Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 135628 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Josep Christian
"Hak untuk hidup merupakan salah satu hak asasi manusia yang paling mendasar dan melekat pada setiap diri manusia secara kodrati, berlaku universal dan bersifat abadi sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Namun pada kenyataannya, masih banyak manusia yang dengan sengaja melakukan berbagai cara untuk mengakhiri kehidupannya sendiri maupun orang lain secara tidak alamiah. Hal ini tentu saja sangat bertentangan dengan keyakinan setiap umat beragama yang percaya bahwa hanya Tuhan pemilik hidup ini dan berhak atas kehidupan manusia ciptaan-Nya, juga hanya Tuhan yang akan menentukan batas akhir kehidupan setiap manusia di dunia ini sesuai dengan kehendak-Nya. Euthanasia merupakan perbuatan yang terlarang karena dikategorikan sebagai suatu pembunuhan atas nyawa seseorang dan terhadap pelakunya diancam pidana, tetapi bukan mustahil jika selama ini euthanasia telah banyak terjadi di Indonesia, walaupun hal tersebut dilakukan secara diam-diam. Pada kenyataannya, semakin lama ternyata tindakan euthanasia menjadi suatu "kebutuhan" dalam beberapa kasus tertentu mengenai penderitaan pasien atas penyakit tak tersembuhkan yang dideritanya. Memberikan hak kepada individu untuk mendapatkan pertolongan dalam pengakhiran hidupnya masih menjadi perdebatan yang sengit bagi banyak negara. Bertitik tolak dari hal-hal tersebut yang berkaitan dengan masalah tindakan euthanasia, Apakah pasien yang sudah dalam keadaan in persistent vegetative state hidupnya masih layak dipertahankan? Apakah ada unsur pembenar bagi dokter yang melakukan tindakan euthanasia dan dapatkah dibebaskan dari tuntutan hukum? Bagaimana hubungan antara euthanasia dengan hak asasi manusia? Apakah faktor-faktor penyebab terjadinya tindakan euthanasia? Penulisan ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yaitu dalam mencari data yang digunakan berpegang pada segi-segi yuridis dan bersifat deskriptif-preskriptif"
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16410
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djoko Prakoso
Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984
344.041 97 DJO e
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Abdurachman Ramadhan
"ABSTRAK
Saat ini dengan majunya ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang medis memungkinkan pasien berada dalam keadaan terminal dan mengalami sakit yang sangat parah atau dalam keadaan tidak sadar yang berkepanjangan, sehingga mati dengan bantuan dokter adalah salah satu jalan yang terbaik euthanasia untuk mengakhirinya. Jika euthanasia ditinjau dari Hak Hidup sebagai Hak Asasi Manusia seharusnya terdapat konsekwensi logis dari adanya sebuah hak yaitu kebolehan untuk tidak memakai hak itu sendiri yang berarti tidak memakai hak untuk hidup adalah memilih untuk mati saja, dan dalam sebuah tindakan euthanasia terdapat pihak yang turut terlibat seperti dokter dan rumah sakit. Perdebatan mengenai pro dan kontra tindakan euthanasia apakah tindakan tersebut bisa dibenarkan berdasarkan hak hidup sebagai hak asasi manusia menjadi sesuatu yang masih menggantung saat ini. Meskipun tindakan euthanasia illegal dibanyak negara tetapi terdapat negara seperti Belanda, Negara Bagian Amerika Serikat Oregon, dan Australia Negara Bagian Nothern Territory yang melegalkan tindakan euthanasia.

ABSTRACT
Nowadays with advanced science especially in the medical field may leave the patient to be in terminal state and experience very severe illness or in a long time unconscious state, because of that die with the help of a doctor is one of the best ways to end it euthanasia . If euthanasia is viewed from the right to life as a human right perspective, there should be a logical consequence of the existence of a right, that is, the permissibility of not using the right itself which means not to use the right to life it self and choose to die , and in an act of euthanasia there are parties involved such as doctors and hospitals. The debate over the pros and cons of euthanasia actions whether the acts can be justified based on the right to life as a human right becomes something that still obscure today. Despite the act of illegal euthanasia in many countries but there are countries such as the Netherlands, Oregon United States and Nothern Territory Australia that legalize the act of euthanasia. "
2017
S70040
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pensra
"Penelitian ini akan mengkaji pemberlakuan pidana mati ditinjau dari sudut pandang Hak Asasi Manusia, dimana di Indoensia pidana mati masih diberlakuakan berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Undang - Undang lain serta RUU KUHP yang memuat pidana mati. Pada sisi lain Indoensia pun telah merativikasi peraturan internasional yang menerapkan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia dan telah memberlakuakan UU No 39 tahun I999 juga termuat dalam Pasal 28 A sampai dengan 283 Amandemen UUD 45 dan Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia, Hal ini pun terjadi perbagai pendapat balk yang pro maupun yang kontra terhadap pemberlakuan pidana mati itu sendiri.
Dengan demikian Masalah yang akan dibahas adalah :
- Apakah double sanction yang dialami terpidana coati melanggar Hak Asasi Manusia dan - Apakah telah terjadi pergeseran dari sistem hukum pidana di Indonesia mengenai pidana mati menurut RUU KUHPidana Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif dengan menekankan pada data primer yang diperoleh melalui wawancara mendalam dan menggunakan data sekunder melalui studi kepustakaan.
Berdasarkan studi pustaka, akan digambarkan perkembangan Konsep HAM dalam perlindungan terhadap terpidana mati dalam hukum positif nasional dan hukum positif internasional. Penelitian ini menggunakan teori tentang Hak asasi Manusia, teori Tujuan Hukum ( teori Keadilan dan teori Utilistis atau teori Kemanfaatan ) dan Teori Pembebasan. Teori Ham digunakan untuk melihat lebih mendalam dari sisi HAM terpidana sementara Teori tujuan Hukum digunakan peneliti untuk melihat tujuan dari pemedinaan terhadap pidana mati sementara teori pemidanaan bertujuan "pembebasan". Pembebasan yang dimaksud adalah bukan dalam pengertian fisik. Tapi dalam keterbatasan ruang gerak terpidana, terpidana dibebaskan secara mental dan spiritual. Dengan tujuan bukan saja untuk melepaskan cara dan gaya hidup yang lama, tetapi juga menjadi tanggung jawab pemerintah dan masyarakat untuk membebaskan kesalahan terpidana dan keluarga dari kesalahan yang telah dilakukan dengan mengacu pada Pancasila.
Penelitian yang telah dilakukan ini memaparkan bahwa telah terjadi pelanggaran HAM terpidana dalam menjalani hukuman mati dimana terpidana dalam menunggu pelaksanaan eksekusi mati dipenjara maka telah terjadi dua kali hukuman yaitu hukuman penjara dan hukuman mati. Dengan adanya perubahan dalam RUU KUHP yang memuat pidana mati dengan ancaman hukuman secara alternatif maka telah terjadi pergeseran hukum sebagai wacana dalam pemberlakuan pidana mati di Indonesia

The research means to find out the implementation of Death Penalty from Human Rights Perspective while in Indonesia still uses Law Crimes and the designing of Law Crimes which concern with Death Penalty. On the other hand Indonesia has ratified International laws which implemented the protection of Human Rights to the implementation of Laws Number 39 1999, in the Principles 28 until 28 J. Constitution 1945 and Pancasila as the basic principles of Indonesian. Therefore, there is pro and contra for the implementation of death penalty. The problems of the research is to find out whether double sanction can be categorized as human rights violations for the prisoner and to find out whether there is changing in law crimes system.
The research uses qualitative method which emphasizes primary data by in depth interview and secondary data by library research. The theories that implemented in the research are human rights theories, the aims of Law theories, and freedom theories. Human rights theories are used to see prisoners from human rights perspectives in depth.
The Purpose Law theories is used to see the penal of death penalty while the penal theories means to give freedom, The freedom doesn't mean for only physically but also spiritually and mentally.
The research describes that there is human rights violation for the prisoners during death penalty process. Dual sanctions become the problem for the prisoners. The improvement in the designing of Criminal Code with alternative punishment seems bring the changing in the implementation of death penalty in Indonesia."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20704
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
C.F.G. Sunaryati Hartono, 1931-
Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, 2004
323.4 SUN a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta : Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, 2005
331.137 IND m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Diani Indramaya
"Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang masih menerapkan pidana mati dalam aturan pidananya. Padahal, hingga Juni 2008, lebih dari setengah negara-negara di dunia telah menghapuskan praktek pidana mati baik secara de jure atau de facto. Di tengah kecenderungan global akan moratorium pidana mati, praktek ini justru makin lazim di terapkan di Indonesia. Paling tidak selama empat tahun berturut-turut telah dilaksanakan eksekusi mati terhadap 9 orang narapidana. Pro-kontra penerapan pidana mati ini semakin menguat, karena tampak tak sejalan dengan komitmen Indonesia untuk tunduk kepada kesepakatan internasional yang tertuang dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik serta Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Permasalahan yang muncul adalah mengapa ada pihak yang menjadi pro atau kontra terhadap pidana mati. Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain: memberikan penjelasan yang bersifat teoritis mengenai pro dan kontra peranan sanksi yang dalam hal ini adalah pidana mati, sehingga dapat memberikan pandangan dan informasi yang akurat dalam bidang pemberantasan, pencegahan dan penyalahgunaan peredaran gelap narkoba dalam mewujudkan ASEAN bebas narkoba pada tahun 2015.
Penelitian ini menggunakan metode Kualitatif dengan pendekatan sosioyuridis, dimana peneliti mengadakan penelaahan dokumen dan wawancara mendalam yang dilakukan terhadap informan (keterangan ahli pemerintah, ahli hukum, tokoh masyarakat, dan terpidana mati) untuk mengetahui tanggapantanggapan mereka terhadap implementasi hukuman mati terhadap terpidana kasus narkoba dan apa kendala yang dihadapi sehubungan dengan wacana adanya pelanggaran Hak Asasi Manusia. Penelitian ini mengambil lokasi di Jakarta pada bulan November 2008. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa munculnya pro dan kontra terhadap pelaksanaan eksekusi mati dalam masyarakat luas, dikarenakan adanya isu pelanggaran hak asasi manusia, munculnya Undang-Undang bernuansa HAM, antara lain UU No.39 tahun 1999 tentang HAM yang semakin menegaskan kesenjangan yang terjadi dengan produk-produk perundang-undangan Indonesia yang mengatur hukuman mati dan pidana mati untuk kasus narkoba masih dapat dipertahankan khusus untuk para produsen dan pengedar narkoba. Untuk meminimalisir perdebatan pro & kontra dalam masyarakat, saran yang diajukan adalah baik tim perumus RUU KUHP maupun tim perumus Undang-Undang bernuansa HAM, perlu duduk bersama untuk memutuskan dari 3 pilihan, yaitu: (i) Indonesia tetap memasukkan pidana mati dalam KUHP dan non-KUHP dan konsisten dalam pelaksanaannya; (ii) Indonesia melaksanakan moratorium (de facto tidak menerapkan) praktek hukuman mati; atau (iii) Indonesia melakukan abolisi (penghapusan) hukuman mati dalam semua produk hukumnya baik dalam KUHP maupun di luar KUHP, perlu adanya peninjauan kembali terhadap pelaksanaan eksekusi mati di Indonesia oleh para pembuat hukum dan pengambil kebijakan di negeri ini dan untuk para tim perumus RUU Narkotika dan Psikotropika (dimana Badan Narkotika Nasional adalah salah satu anggotanya), perlu mengkaji prosedur pelaksanaan pidana mati agar tidak terlalu lama jeda yang terjadi antara jatuhnya vonis dengan eksekusi.

Indonesia is one of the countries that still applies the death penalty. Whereas, until June 2008, more than half of the nations in the world have revoked capital punishment de jure as well as de facto. Amidst the global tendency of a moratorium, this practice is precisely becoming customary in Indonesia. At least in four subsequent years 9 convicted prisoners have been executed. The pro?s and con?s are increasingly becoming stronger, since it seems not in line with Indonesia?s commitment to follow the international agreement in the International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) and the International Covenant on Economic Social and Cultural Rights (ICESCR). The problems that arise are the reasons why there are some parties become pro or contra of the death penalty. This study is aimed to provide theoretical clarification on the pro?s and con?s of sanctions, in particular capital punishment, for accurate views and information in the field of prevention and eradication on drug abuse and illicit drug trafficking toward ASEAN Drug Free on 2015.
This reasearch applies the qualitative method with socio-yuridis approach, through document research and in depth interviews on informants from government and legal experts, community leader as well the convicts in order to understand their perceptions on the implementation of the death penalty on convicts of drug cases, and the constraints encountered viewed from the Human Rights perspective. The research is took place in Jakarta area on November 2008. The outcomes of this research conclude that: the existence of the pro?s and con?s to the death penalty in Indonesia is caused of the human rights issue, the existence of Human Rights Legislation, that is Law Number 39 of 1999 is clearly define the gap with the legislation that consist of the death penalty and the persistence to keep the death penalty in Narcotics and Psychotropics Laws in particular aimed to the producers and the traffickers.To minimize the controversy of the death penalty, this reasearch suggests that the formulator team of Criminal Law Legislation Draft and the formulator team of Human Rights Legislation Draft have to discuss and choose one of the three options, that is: (i) Indonesia still put the death penalty on its Criminal Law Legislation and Civil Law Legislation and being consistent on its xecution; (ii) Indonesia implement moratorium (de facto not apply) on the death penalty; or (iii) Indonesia implement abolition (eliminate) on the death penalty in all Laws and regulations both in Criminal Law and Civil Law, need to be reviewed the death penalty execution in Indonesia by the law maker, the policy maker and the formulator team of Narcotics and Psychotropics Legislation Draft (where Badan Narkotika Nasional is one of its members) in this country."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2008
T 25470
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fredy Hartanto
Depok: Universitas Indonesia, 2003
S25933
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nita Ariyulinda
"ABSTRAK
Deklarasi Universal Hak Asasi manusia (DUHAM) merupakan akar
dari instrument hak asasi manusia internasional. Dalam DUHAM dapat dibagi
dalam tiga kelompok besar pengaturan yaitu: hak sipil dan politik, hak ekonomi,
social dan budaya, dan ketentuan penutup. Dalam tingkat nasional banyak
negara telah mengadopsi elemen-elemen dari deklarasi tersebut ke dalam
Undang-Undang Dasar mereka. Dalam hal ini Indonesia telah mengadopsi
nilai-nilai hak asasi manusia dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Salah satu hak asasi manusia yang dijamin dalam Undang-Undang
Dasar 1945 adalah mengenai perkawinan. Dalam hal perkawinan, masyarakat
menyoroti pengaturan mengenai hal tersebut. Dalam Pasal 16 ayat (1)
DUHAM, perkawinan karena perbedaan agama bukan merupakan suatu
penghalang. Tetapi dalam pengaturan mengenai perkawinan di Indonesia,
yang tercantum dalam Pasal 2 ayat (1) UU No. 1 Tahuh 1974 tentang
Perkawinan bahwa Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum
masing-masing agama dan kepercayaannya itu, Pasal 2 ayat (2) bahwa Tiaptiap
perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sehingga terdapat perbedaan antara DUHAM dengan UU No. 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan.
Berdasarkan kenyataan bahwa di Indonesia banyak yang melakukan
perkawinan beda agama, hal ini disebakan karena interaksi sosial yang luas,
pada hal dalam pengaturannya, perkawinan tersebut dilarang.
Dalam hal penegakan hak asasi manusia, setiap negara yang
berdaulat mempunyai hak untuk menafsirkan pelaksanaan dari nilai-nilai hak
asasi manusia yang tercantum dalam DUHAM. Penerapan hak asasi tersebut
disesuai dengan kondisi latar belakang masyarakat dalam suatu negara
tersebut, budaya, adat istiadat, moral, dan nilai-nilai agama yang diyakini
dalam suatu negara tersebut. Sehingga tidak dapat dilaksanakan secara
mutlak nilai-nilai hak asasi manusia yang terdapat dalam DUHAM. Sehingga
pengaturan mengenai perkawinan beda agama yang dilarang dalam UU No. 1
Tahun 1974 jik a dilihat dari perspektif HAM tidak melanggar hak asasi
manusia."
2011
T38071
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A. Widiada Gunakarya
Yogyakarta: Andi, 2017
341.48 WID h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>