Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 156375 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adharinalti
"Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengkaji substansi pemilu dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah. 2) mengkaji peran Mahkamah Agung dalam memeriksa dan memutuskan sengketa hasil penetapan pemilihan kepala daerah. 3) mengkaji kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memeriksa dan memutuskan sengketa hail penetapan pemilihan kepala daerah. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif dan empiris. Dalam penelitian normatif digunakan data sekunder berupa UUD 1945 dan Perubahannya, peraturan perundang-undangan, putusan Mahkamah Konstitusi, putusan Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya, rancangan peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan bacaan yang terkait dengan judul penelitian yang didapat melalui studi dokumen. Untuk menambah dan memperkuat data sekunder dilakukan wawancara dengan narasumber yaitu anggota DPR/MPR, hakim agung, LSM, dan beberapa hakim pengadilan tinggi karena kompetensi mereka yang berkaitan dengan judul penelitian. Wawancara merupakan salah satu cara untuk mendapatkan data primer melalui penelitian empiris. Metode pengolahan dan analisis data yang digunakan adalah kualitatif. Metode pembahasan masalah yang digunakan adalah metode analisis yuridis. Diperoleh hasil bahwa 1) pilkada secara demokratis sebagaimana amanat Pasal 18 ayat 4 UUD 1945 tidak dapat serta merta diartikan sebagai pemilu melainkan harus memperhatikan pasal-pasal lain dalam UUD 1945 yaitu Pasal 18 B dan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945. Pilkada secara demokratis diartikan sebagai pilkada secara langsung (pilkadal) dan secara tidak langsung (melalui pengangkatan). Pilkadal harus diartikan sebagai bagian dari pemilu dalam rangka mengejawantahkan asas kedaulatan rakyat. Melalui sarana pilkadal diharapkan terlaksananya konsep kekuasaan dari, oleh, untuk, dan bersama rakyat. 2) Lahirnya kewenangan MA untuk menyelesaikan sengketa penetapan hasil pilkadal didasarkan pada adanya penggolongan pilkadal sebagai bagian dari pemerintahan daerah. Mengingat banyaknya tugas MA sebagai benteng terakhir pencari keadilan dalam memutus perkara-perkara dan menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang serta ketidakcocokan penggunaan hukum acaranya, maka perlu kearifan dari semua pihak untuk tidak memberikan kewenangan penyelesaian sengketa pilkadal kepada MA. 3) Sebagai sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat, pilkadal merupakan bagian dari pemilu sehingga asas-asas dari pemilu berupa jurdil dan luber juga diberlakukan termasuk kewenangan KPU sebagai institusi penyelenggara pilkadal yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Jika ada perselisihan mengenai hasil pilkadal haruslah diartikan sebagai bagian dari perselisihan hasil pemilu sehingga menurut Pasal 24 C ayat (1) UUD 1945, MK berwenang dalam menyelesaian sengketa penetapan hasil pilkadal."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16478
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amilia Himawati
"Dengan disahkannya Undang-Undang Tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 32 Tahun 2004 sebagai pengganti UU No. 22 Tahun 2002 maka Bangsa Indonesia mempunyai sistem baru dalam pengisian jabatan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, baik di tingkat propinsi maupun di tingkat kabupaten atau kota. Berdasarkan Undang-undang tersebut Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih secara langsung oleh rakyat dalam sebuah Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Langsung (Pilkada Langsung) yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD). Pilkada Langsung ini menganut sistem one person, one vote, on value, sehingga selisih satu suara saja dapat mempengaruhi terpilihnya pasangan calon. Pemungutan suara dilaksanakan di tempat-tempat pemungutan suara (TPS) yang tersebar di seluruh wilayah daerah masing-masing. Penghitungan suara dari tiap-tiap TPS kemudian direkapitulasi secara bertingkat sampai tingkat KPUD Kabupaten/Kota untuk pemilihan Bupati dan Wakilnya/Walikota dan Wakilnya, dan sampai KPUD Provinsi untuk pemilihan Gubernur dan Wakilnya, dilakukan secara manual. Hal ini berpotensi menimbulkan kesalahan dalam melakukan penghitungan suara. Bagi pasangan calon yang tidak dapat menerima atau menyetujui hasil penghitungan suara pilkada yang dilakukan oleh KPUD dapat mengajukan permohonan keberatan ke Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung. Meskipun, perkara ini disebut sebagai permohonan, namun perkara ini seperti perkara perdata yang mengandung sengketa Hukum acara yang digunakan untuk menyelesaikan sengketa hasil pilkada ini adalah ketentuan-ketentuan yang termuat dalam Pasal 106 UU No. 32 Tahun 2005, Pasal 94 PP No. 6 Tahun 2005, Perma No. 2 Tahun 2005, dan peraturan-peraturan perundang-undangan lainnya yang saat ini berlaku bagi proses penyelesaian perkara perdata."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edwin Fathudin Ardyanto
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai pengaturan pembatasan selisih perolehan suara dalam pengajuan permohonan sengketa perselisihan hasil pemilihan umum gubernur, bupati, dan walikota di Indonesia. Skripsi ini menganalisis bagaimana dampak yang ditimbulkan dari berlakunya Undang-Undang Pemilihan Gubernur. Bupati, Dan Walikota, khususnya terhadap sengketa perselisihan hasil pemilihan gubernur, bupati, dan walikota. Terjadi permasalahan akibat lahirnya undang-undang tersebut, terutama pada Pasal 158 yang mengatur adanya pembatasan selisih perolehan suara apabila pasangan calon gubernur, bupati, dan walikota ingin mengajukan permohonan sengeketa perselisihan hasil pemilihan gubernur, bupati, dan walikota. Metode yang digunakan dalam penulisan adalah yuridis normatif, dengan menggunakan data sekunder. Penelitian ini menyimpulkan bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota, terdapat pengaturan pembatasan selisih hasil perolehan suara. Mahkamah Konstitusi dalam putusannya menyatakan tidak semua pembatasan serta-merta adalah bertentangan dengan hak konstitusional warga negara, sepanjang batasan tersebut untuk menjamin pengakuan, serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum. Kemudian kewenangan untuk menyelesaikan perselisihan hasil pemilihan umum yang dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi saat ini merupakan kewenangan yang sifatnya sementara dan terbatas. Kewenangan sesungguhnya dimiliki oleh badan peradilan khusus yang memiliki kewenangan khusus untuk menyelesaikan perselisihan hasil pemilihan gubernur, bupati, dan kepala daerah. Lahirnya pengaturan pembatasan selisih perolehan suara apabila ingin mengajukan permohonan sengketa perselisihan hasil pemilihan gubernur, bupati, dan walikota memiliki tujuan untuk membentuk rekayasa sosial guna membangun budaya hukum dan politik yang lebih dewasa di masyarakat

ABSTRACT
This thesis is about the regulation of the limitation in the difference of the votes in accordance to applying a request for disputes arising from the result of the Governer Eletion in Indonesia. This thesis analize the effect of the enforcement of the Governer Election Act, especially towards disputes arising from the election itself. There are problems occured as the result of the enforcement of the act, especially in paragraph 158 which states that there is a limitation involving the difference in the votes, meaning, when a party wants to apply a request for dispute regarding the result from the election, one must meet the requierment about the difference in the ballot. The method used in this thesis is a method called juridical normative, which uses secondary data for its resources. This research concludes that the enforcement of this Governer Election Act includes the regulation about limitation in the difference of the votes. However, The Constitutional Court of Indonesia in its award states that not all limitation is in opposition to the constitutional rights of the citizen as long as that restriction is established for the sake of ensuring a recognition, respecting the rights of the people, and the freedom for the people to comply to charges which are made righteously in accordance to moral consideration, religious value, security, and public order. Moreover, the Constitutional Court is authorized to solve disputes arising from the election, however, this right is temporary and limited. The actual right belongs to a special court which has exclusive authority to solve disputes arising from the outcome of Governer Election. The establishment of this regulation about the restriction of the difference in the votes if one is thinking of filing a request for dispute arising from the Governer Election has its own purpose, that is to create social engineering in order to establish a more mature and advance legal and political culture among the citizen."
2017
S67335
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erna Hasanah
"Perselisihan hasil Pemilihan umum kepala daerah dapat diperiksa dan diputus secara hukum oleh Mahkamah Konstitusi. Permasalahan pertama, proses pelayanan perkara sengketa pemilu pemilu kepala daerah di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Kedua, faktor-faktor apa saja yang menghambat dalam proses penerimaan perkara Pemilu Kepala Daerah. Penelitian ini menjawab permasalahan mengenai mekanisme penyelesaian perselisihan hasil pemilu yang diselesaikan telah secara jelas diatur melalui peraturan perundang-undangan dan aturan teknis yang berlaku di Mahkamah Konstitusi sehingga kepastian dan keadilan secara hukum dapat diterima oleh para pihak yang bersengketa. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, dengan melakukan wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam proses berperkara di Mahkamah Konstitusi yaitu transparansi, akuntabilitas, kondisional, partisipasi, kesamaan hak, keseimbangan hak dan kewajiban.

Dispute the results of the general election of regional heads can be checked and legally terminated by Constitutional Court. The First Problem, mechanism accepted regional head election dispute resolution in Constitutional Court Republic of Indonesia. This research answer the problems of the mechanism accepted of dispute settlement that resolved the election results have clearly regulated relatedlaw and technical rules that apply to the Constitutional Court so that the legal certainty and jutice can be accepted by the parties disput. This Research use qualitative descriptive method, by conducting in depth interviews and literatur study, Factors that influence in the process of mechanism accepted in the constitutional Court,namely transparency, accountability, conditional, participation, equal rights, balence of rights and obligations."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
T44958
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Muhammad Safi`i
"Skripsi ini membahas tentang kewenangan memutus sengketa perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah, awalnya kewenangan tersebut diputus oleh MA yang diatur dalam UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Putusan MK No.072-073/PUU-II/2004 merupakan cikal bakal lahirnya UU No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum. Kemudian melalui UU No.12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah terjadi pengalihan kewenangan memutus perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah dari MA ke MK. Pada saat menjadi kewenangan MK, MK telah memutus berbagai putusan terkait pelanggaran pemilihan umum kepala daerah yang membatalkan hasil pemilihan umum kepala daerah jika terpenuhi unsur sistematis, terstruktur, dan masif. pemilihan umum kepala daerah Kabupaten Mandailing Natal melalui Putusan MK No. 41/PHPU.D-VIII/2010 terjadi pelanggaran money politic yang dilakukan secara sistematis, terstruktur, dan masif. Putusan No. 97/PUU-XI/2013 MK tidak lagi mempunyai kewenangan dalam memutus perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah.

A thesis this talk about the authority to decide a dispute dispute the results of the elections regional heads, originally authority was terminated by ma which is regulated in the law No.32/2004 about local governments. The award MK No.072-073/PUU-II/2004 will the establishment of law was the forerunner of no. 22/2007 about implementer elections. Then through the act of No.12/2008 about both the changes of the law on local government No.32/2004 about occurring transferee the authority to decide a dispute the results of the elections of regional head of the MA to MK. Is the authority MK, at the time of MK had terminated various the award related offenses elections regional heads who annul the results of the elections of regional head if fulfilled element of the systematic, structured, and masif. Elections of regional head district mandailing christmas through the award MK No. 41/PHPU.D.-VIII/2010 is proven money politic done sistimatically, structured, and masif. The award No. 97/PUU-XI/2013 MK no longer has the authority in cutting off the dispute the results of the elections the head of the region.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S57396
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Radian Syam
"Masa transisi demokrasi sejak pengunduran diri Presiden Soeharto tahun 1998 membawa perubahan terhadap struktur ketatanegaraan Republik Indonesia melalui empat kali perubahan (amandemen) terhadap Undang-Undang Dasar 1945. Salah satu perubahan yang signifikan adalah perubahan dalam sistem pemerintahan daerah. Berbeda dengan masa pemerintahan Orde Baru yang cenderung sentralistik, sistem pemerintahan daerah pada masa reformasi cenderung diarahkan pada makin menguatnya otonomi pemerintahan daerah.
Penguatan otonomi pemerintahan daerah ditandai pula dengan pemilihan kepala daerah, baik gubernur, bupati, dan walikota secara langsung berdasarkan ketentuan Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi:
"Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis."
Pemilihan kepala daerah secara demokratis ini diwujudkan dalam bentuk pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat di daerahnya berdasarkan ketentuan Pasal 24 ayat (5) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah yang berbunyi:
"Kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat di daerah yang bersangkutan."
Pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung ini mulai dilaksanakan pada bulan Juni 2005, diawali dengan pemilihan bupati Kabupaten Kutai Kartanegara yang telah dilangsungkan pada tanggal 2 Juni 2005. Untuk tahun 2005 terdapat 226 kepala daerah yang harus segera diganti, terdiri dari 11 Gubernur, 180 Bupati dan 35 walikota, pada tahun 2006 hingga 2008 terdapat 21 provinsi dan 202 kabupaten/kota yang harus melaksanakan pemilihan kepala daerah, dan pada tahun 2009 segera diikuti oleh 1 provinsi dan 39 kabupaten/kota. Dengan demikian, sampai dengan akhir tahun 2009 nanti seluruh rakyat di pelosok negeri secara politik akan sangat disibukkan oleh 33 pemilihan Gubernur dan 434 pemilihan Bupati/Walikota yang dilakukan secara langsung."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T14508
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Soedarsono
Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan, Mahkamah Konstitusi RI, 2005
342.02 SOE m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ilham Kurniawan Ardi
"Pembentukan Mahkamah Konstitusi sebagai Lembaga Peradilan pasca reformasi nyatanya memberikan angin segar bagi para pihak yang ingin berperkara. Salah satu kewenangan yang dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi yang diberikan pada Pasal 24C ayat (1) yaitu memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Melalui kewenangan tersebut banyak gugatan perselisihan hasil pemilu diajukan ke Mahkamah Konstitusi. Dalil-dalil yang disampaikan beragam yaitu gugatan secara kualitatif atau gugatan kuantitatif namun, timbul perdebatan bahwa sejauh mana Mahkamah Konstitusi dapat mengadili perkara PHPU berdasarkan 2 (dua) pendekatan tersebut. Tesis ini hendak menjawab permasalahan yaitu mengenai macam-macam putusan MK dalam menangani perkara PHPU dan desain yang ideal agar tercapai nilai keadilan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa melihat beberapa putusan PHPU, Mahkamah Konstitusi memutus suatu perkara berbeda-beda dengan amar putusan yang melampaui dari ketentuan jenis putusan di UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Mahkamah Konstitusi. Formulasi desain yang ditawarkan adalah alat kelengkapan penyelesaian PHP Kada hendaknya juga terdapat di PHPU Presiden dan Wakil Presiden. Pertimbangan estimasi waktu penyelesaian agar dapat diselaraskan mengingat kesamaan urgensi kekosongan Pemerintahan.

The establishment of the Constitutional Court as a judicial institution after the reformation has in fact provided fresh air for parties who wish to litigate. One of the powers that the Constitutional Court has granted in Article 24C paragraph (1) is to decide on disputes over the results of general elections. Through this authority, many disputes over election results are submitted to the Constitutional Court. The arguments presented are various, namely qualitative or quantitative claims, however, there is a debate as to the extent to which the Constitutional Court can judge PHPU cases based on these 2 (two) approaches. This thesis intends to answer the problem, namely regarding the kinds of Constitutional Court decisions in handling PHPU cases and the ideal design to achieve the value of justice. The method used in this research is normative juridical method. The results showed that looking at several PHPU decisions, the Constitutional Court decided a case that was different from the verdict that exceeded the provisions of the type of decision in Law Number 24 of 2009 concerning the Constitutional Court. The design formulation offered is that the completion tool for PHPUD should also be available at the PHPU President and Vice President. Consideration of the estimated completion time so that it can be harmonized given the similarity of urgency for the absence of Government."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>