Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 102492 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Saul Elias Arikalang
"Perencanaan kesehatan adalah salah satu dari fungsi manajemen yang terpenting, yang harus dikerjakan lebih dahulu sebelum mengerjakan fungsi manajemen yang lain. Output perencanaan kesehatan tahunan Dinas Kesehatan Daerah Tingkat II Kabupaten Bandung hingga saat ini kualitasnya masih rendah, padahal dilihat dari inputnya cukup memadai, diduga proses perencanaannya yang tidak benar. Untuk itu perlu dilakukan penelitian secara mendalam tentang proses perencanaan kesehatan tahunan itu sendiri.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan teknik wawancara secara mendalam dan diskusi kelompok terarah. Adapun hasil temuan penelitian bahwa proses perencanaan kesehatan tahunan di Dinas Kesehatan Daerah Tingkat II Kabupaten Bandung masih jauh dari sempuma, langkah-langkahnya masih banyak yang tidak sesuai dengan prosedur tetap perencanaan kesehatan. Penyebabnya adalah kemampuan dan pengetahuan perencana masih kurang, struktur organisasi perencana rendah tidak sesuai beban kerjanya, mekanisme kerjasama lintas program dan lintas sektor tidak jalan.
Agar perencanaan kesehatan tahunan yang dihasilkan berkualitas proses perencanaannya perlu diperhatikan, kualitas Sumber Daya Manusia perencana perlu ditingkatkan melalui pendidikan dan pelatihan yang intensif dan adekuat, pembinaan oleh atasan lebih diintensifkan. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah struktur organisasi perencanaan di Dinas Kesehatan Daerah Tingkat II Kabupaten Bandung, perlu dibenahi lagi agar sesuai beban tugas yang diembannya. Menggalang kerjasama lintas program dan lintas sektor dengan memanfaatkan otoritas pemerintah daerah.

The Analysis of the Annual Health Planning Process in Dinas Kesehatan Daerah Tingkat II Kabupaten Bandung 1995/1996Health planning is one of the most important management functions which have to be done first before doing the other management functions. The quality of the annual health planning output in Dinas Kesehatan Daerah Tingkat II Kabupaten Bandung is still low so far, whereas the input is adequate. It is hypothesized that the process of the annual health planning needs conducting.
The research method used is the qualitative method by using an In-depth Interview and Focus Group Discussion. The result is that the process of the annual health planning in Dinas Kesehatan Daerah Tingkat II Kabupaten Bandung needs more improving, its steps are not in accordance with the porcedur of health planning. The causes are the skill and knowledge of planner still low, the structure of planning organization not in accordance with the work load, the mechanism of cooperation between cross-program and cross-sectoral not functioning.
In order to produce a qualified annual health planning, the planning process requires considerable attention, the quality of human resource of planner needs improving by conducting education and training intensively and adequately, the supervision by the head needs improving intensively. The other matters require considerable attention are the structure of planning organization in Dinas Kesehatan Daerah Tingkat II Kabupaten Bandung needs straightening so that it is in accordance with the work load, performed and the cooperation between cross-program and cross-sectoral needs supporting by using the authority of the local government.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nina Manarosana Rachman
"Dalam pehksanaan otonomi daemh,Dinas Kesehatan Kabupaten Pandeglang
membumtuhkan suatu perencanaan Sumbor Days Manusia (SDM) keeehslan, yang dapat
Sejalan dmsanvi-1i, Misi,R=@na Simiesis (R°DSUH)d=nPf°SHm°Pf°sfH1I1YHns #kan
dijalaukan oleh Dinkes Kabupatea Pandeglang dalamkunm waktu 200]-2005. Itulah yang
menjadi alasan dan tujuandari penelitian ini. '
Unmk dapat menyusun pereacanaan strategis SDM Kesehatan di Dinkes
Kabupaten Pandeglnng, dilalcukan penelitian opemsirmal dengan analisis kualiiatif dem
kuantitatif, dibanin dengan peramalanmenggnmakan Hme Series Forecasting dari program
QSB+. Penyusunarn strategi ini melalui bebempa tahap. Talmp pertama (Inpzn
Smge)tm'diddminmBsislh1ghmgmdcstermldanintemalSDMKesehatanDinkes
Kabupaten Pandoglang, yang dilakukan oleh Cancensus Decision Making Group (CDMG).
Pads iahap kedua (matching Stage), CDMG melakukan analisis dengan Internal-Ekstemal
matrtrdan SWOTmarrb; Secam tersendiri dilalcukan analisis beban keja, dmgandasar
Rensh'adanpmgmm-pmgrmnymgakandi1aksanakano1ehDinkesKahupaton
Pandeglanggmmkmellghasilkanjenis danj\nnahkehfutuha.nSDMlnesehtan strategis.
Pads tahap III (Decision Stage) analisis dilakulmn dengan menggxmalmn QSPM unmk
me.nenh1kanstmiegitexbaik_
Darihasi]pmelH&an,padapanilihma1tema6fshategidmganberdasmkan1E
malrbc, diketahui bahwa posisi SDM Dinkes Kabupaten Pandeglang bemda pada sel 111,
yang artinya berada pada posisi Hold and Maintain atau Rerrenchment dimana strategi
yang dianjmican adalah stratogi intcnsif yang terdid daxi market penetration, market developmenn dan product development, atau mmarozmd strategies yang terdiri dari
Ccmtractian and Consolidation. I
Dalampeneiiiian ini diaimpulkanbahwalmtuk mencapai mjnnnjangkn panjang
SDM kesehatan, dalam menghadapi pelaksanaan otonomi daerah pada i8l1lII1 2001-2005,
diperlukan kemampuan advokasi Dinkes yang kuat
Sebagni san-an untuk menindak lanjuti hasil penelitian ini adalah perlunya disusun
mwgi lanjutan sDM rcesehmn ninkes Kabupaten Pandeglang yang mmpakau
operasional daii pemicanaan mfegi SDM ini.

Abstract
In decentralization em, Health Department in Pandeglang District needs a strategic
planning of health human resomces that conforms with the vision, mi sion, Strategic
Planing (Reristra) and programs implemented by Health Department in Pandeglang
Districtin2001 - 2005. Thisisthemaingoslofthisresearch.
To build that, operational research with qualitative and quantitative analysis has
been impl ented by using Time Series Forecasting fiom QSB+ program There are some
stngestodothe analysis. First Stsge(InputSta.ge)istoanalyzecJdemaland internal
environment of health human resources in Health Department in Pandeglang District by
Consensus Decision Making Group (CDMG). Next Stage (matching stage) will analyze
and discuss Internal-Extemal Matrix and SWOT matrix. Workload based onRen.stra and
otherpmgramsin1p1enrentedbyHea1thDepsrtnentinPmdcglangDisuict is analyzedto
gettypes and amouniofhealthhurnmresources. In Bnal stage (Decision Stage), QSPM is
operated to determine the best strategy.
'Ihisresearch showshealthhurnanresomces ofHealthDepartmentinPandeglang
District placed of third Cell, Hold and Maintain position or retrenchment as suggested
Strategy is intensive strategy such as mm-ket penetration, market development and product
development, or tumsrolmd strategies, including contraction and consolidation. 'lhismseamhoonchzdesthattoreachlongielmbeahhhlnnanmeomces goalfacing
implementation of decentralization in 2001-2005, would needed man who strong advocate
ability. .
As a suggestion to follow up this research that Dinkes Kabupeten Pandeglang have
tobnildadvaneestrategyasahealthhmnanresourew stmtegicplanningopemtion.
References : 36 (1984-2001)"
Universitas Indonesia, 2001
T6524
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henny Rahayu Ningtyas
"Sumber daya manusia (SDM) memegang peranan penting dalam melakukan aktivitas
untuk mencapai tujuan, dan merupakan sumber terpenting kedua setelah pembiayaan.
Dinas Keschatan Kota Bandung telah memiliki perencanaan strategik SDM, namun strategi
daiam Renstra tersebut belum secara sistematis di hubungkan dengan target-target terulcur
sehingga sulit untuk di!akukan penilaian apakah strategi tersebut sudah efektif dijalankan
atau belum. Balanced Scorecard merupakan suatu konsep manajemen yang membantu
menexjemahkan strategi kedalam tindakan yang komprehensii koheren, terukur dan
berimbang.
Tujuan penelitian ini adalah melakukan tahapan pengembangan Balanced Scorecard
dalam Perencanaan SDM di Dinas Kesehatan Kota Bandung. Penelitian ini adalah penelitian
operasional dengan tahapan- tahapan sebagai berikut ; Tahap I : Inpute Stage (Pengumpulan
Data), Tahap II : Matching stage (Tahap Pencocokan), Tahap III : The Decision Stage
(T ahap Pengambilan Keputusan) dan Tahap IV : Plan of Action ( Tahap Penyusunan
Implementasi). Data diperoleh dari data primer melaiui wawancara dan CDMG. Data
sekunder dari data intern Dinas Kesehatan serta data dari laporan kegiatan Puskesmas.
Hasil Penelitian memperlihatkan bahwa visi misi SDM Dinas Kesehatan
menunjukkan kondisi yang ingin dicapai dimasa yang akan datang. Strategi yang
dikembangkan menjadi tujuan strategi rnengacu pada renstra Dinas kesehatan kemudian di
terjemahkan ke dalam empat perspektif Baianced Scorecard . Pada Penyusunan Peta
Strategi, kedudukan perspektif keuangan dan perspektif pelanggan adalah sejajar karena Dinas kesehatan merupakan organisasi publik yang not protit. Berdasarkan CDMG dilakukan penetapan ukuran KPI, target serta pembobotan masing-masing perspektif yaitu perspektif keuangan 15%, perspektif pelanggan 15%, perspektif proses intemal 50% dan
perspektif pembelajaran dan pertumbuhan 20%. Dalam Perencanaan SDM, Dinas
Kesehatan masih memerlukan tambahan tenaga, sistem nekrutmen - pengembangan karier, dan sistem penilaian kelja mengikuti aturan yang berlaku.
Maka dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa visi misi sudah sesuai dengan
teori. Terdapat 11 strategi yang dijabarkan ke 18 tujuan strategi dimana perspektif
perspektif keuangan ada 3 tujuan strategi, perspektif pelanggan ada 2 tujuan strategi ,
perspektif proses intemal 8 tujuan strategi dan perspektif pembelajaran pertumbuhan ada 5 tujuan strategi. Pada penetapan ukuran KPI sebagian besar merupakan ukuran hasil (lagging
indicator). Untuk melihat pencapaian dibuat format implementasi dan format monitoring
dengan masing-masing penanggng jawab. Dengan menerapkan Balanced Scorecard
diharapkan pada masa yang akan datang Dinas kesehatan menjadi organisasi yang mampu menghadapi tantangan.

Abstract
Human resource (HR) has an important role in doing an activity to achieve certain
objectives and it is the second most important resource after financial resource.
The Health Office of Bandung City had HR, has had HR Strategic plan. However,
the strategies in the strategic plan has not been systematically connected to measured targets
so it is difficult to assess whether the strategies has been implemented effectively or not.
Balance scorecard is a management concept that helps to translate strategies into
comprehensive, coherent, measured and balanced actions.
The aim of this study is to perform Balance Scorecard development stages in I-IR
planning at the Health Office of Bandung City. This study is an operational research with the
following stages: Stage 1, Input Stage (Data Collection); Stage Il, Matching Stage; Stage III,
Decision Stage; and Stage IV, Plan of Action (Implementation Plan). The data is gained
through primary data, i.e. interview and CDMG results. The secondary data consists of
internal data from the Health Office as well as data ‘from Puskesmas activity report.
The results of this study show that the HR vision and mission at the Health Office
show a condition to be reached in the fixture. The strategies developed become a strategic
objective referring to the Health Office Strategic Plan which is then translated into four
Balanced Scorecard perspectives. In making a Strategic Map, the perspective positions of
finance and customers are parallel because the Health Office is a non profit public
organization. Based on CDMG, a KPI measure is determined, target and weighing for each
perspective are determined with the following composition: financial perspective, l5%;
customer perspective, 15%; internal process perspective, 50%, and learning and growth
perspective, 20%. In HR Planning, the Health Office still needs additional staiil recruitment
- carrier development system and work assessment system based on the applicable
regulations.
From the study results it can be concluded that the vision and mission have been in
line with the theories. There are 11 strategies that are divided into 18 strategic objectives
with 3 strategic objectives for the financial perspectives, 2 strategic objectives for customer
perspective, 8 internal objectives for internal process perspective, and 5 strategic objectives
for leading and growth perspective. In the KPI measure determination, most of them are
lagging indicators. To see the achievements achieved, an implementation format and
monitoring format were developed, each implemented by a person in charge. By
implementing Balanced Scorecard, it is expected that in the fixture the Health Office
becomes an organization that is capable in facing the challenges."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T31606
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hanibal Hamidi
"Perencanaan strategis dalam suam organisasi diyakini oleh bnrbagai teori sangat penting dalam menyuunbang pencapaian tujuan organisasi. Perencanaan strategis adalah proses perencanaan jangka panjang yang disusun dan digunakan sebagai alat utama untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dalam maupun linglcungan luar organisasi yang terus berubah dan mempengaruhi kelangsungan hidup organisasi.
Untuk menjawab, lingkungan dalam dan lingkungan luar organisasi apa saja yang mempengaruhi organisasi, serta perencanaan srtategi yang nagaimana yang akan menjadi pegangan organisasi dalarn mencapai tujuan organisasi, maka dilakukan penelitian terhadap Dinas Kesehatan Tanggamus - Kabupaten Tanggamus-Propinsi Lampung.
Informasi diperoleh melalui data sekunder dari sumber resmi yang berwenang untuk itu dan informan yang berasal dari pimpinan-pimpinan Dinas Kesehatan Tanggamus yang ditentukan oleh Kepala Dinas Kesehatan Tanggamus melalui pendekatan kelompok diskusi terarah ( focus group discussion ). Penelitian dilakukan melalui tahap pengumpulan data, analisis lingkungan eksternal dan analisis lingkungan internal, selanjutnya tahap matching dengan menggunakan analisis SWOT ( Strength Weakness Opportunities Threats ) dan analisis SPACE (Strategic Positioriand Action Evalution) , dan tahap pengambilan keputusan melalui analisis QSPM (Qantitative Strategic Planning Matrix).
Berdasarkan hasil penelitian saat ini melalui analisis SPACE , dan analisis SWOT menunjukkan bahwa dinas kesehatan Tanggamus dalam posisi yang balk untuk melakukan strategi agresif , dan dengan kekuatan yang ada diperglmakan untnk memanfaatkan peluang, serta mengatasi ancaman dan kelernahan yang ada. Dengan stratcgi terpilih melalui QSPM (Qantitarive Strategic Planning Matrix) yaitu pertama membuka kesempatan pihak swasta untuk ikut dalam kegiatan kesehatan melalui kemudahan-kemudahan perijinan dan dukungan pernbinaan serta perlindungan, kedua menjadikan dinas kesehatan Tanggamus sebagai akselemtor dan dinamisator di bidang kesehatan melalui peningkatan peran fasilitator terhadap keperluan kegiatan pelaksanaan program kesehatan oleh negara atau pihak swasta, dan ketiga adalah mengembangkan sistim komputenisasi pada semua kegiatan manajerial pada dinas kesehatan Tanggamus.

Strategic planning in an organization is believe by many teories which are very important to get the goal ofthe organization. Strategic planning is the process of long planning which are arrange and use as the best equipment to adaption for the environment whether inside or outside of the organization which are always change and influence to organization.
To answer what are the factors than can influence the organization and how is the strategic planning which will be principle of the organization to get the goal, so it is obseved in the health department Tanggamus - Tanggamus - Larnpung. The information can be collected throw secunder data from the accurate source, and the leaders of health depamnent Tanggamus which are appointed by the head of the health department Tanggamus throw focus group discussion. This observation is made by the stage of collecting data, analyzing the external and internal environment, and the stage of matching through SWOT and SPACE analysis, and the last stage of making decision through QSPM analysis.
Up to know, based on SPACE and SWOT analysis it shows us that health department Tanggamus in the good condition to use agresif strategy, and using their strength they can fullfil their opportunities and to prevent the threats and weakness. The priority of the QSPM result strategys, the first giving the chance for particular to follow and support the health activities through easly permission, supervision and protection. The second, making the the health department Tanggamus as acselarator and dinamisator in the health aspect by developing the function of fasilitator to the beneficial of the health program activities by the government or particular. The third developing computer system at all managerial activities in health department Tanggamus.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T2522
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anang Risgiyanto
"Pada sektor kesehatan, desentralisasi adalah terjadinya pelimpahan kewenangan dari Departemen Kesehatan kepada Dinas Kesehatan Propinsi dan Kabupaten/Kota, yang berakibat terjadinya perubahan terhadap struktur, fungsi dan tanggung jawab, dalam rangka pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Disadari, bahwa desentralisasi ini berdampak juga pada sistem perencanaan pembangunan kesehatan, yaitu daerah mempunyai kewenangan besar untuk melakukan perencanaan dan penganggaran sesuai dengan situasi dan kemampuan daerah, sehingga beberapa permasalahan perencanaan terjawab dengan adanya sistem desentralisasi dengan Bottom Up Planning.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang mekanisme Sistem Penyusunan Perencanaan Program Pembangunan Kesehatan Pada Era Desentralisasi Di Dinas Kesehatan Kabupaten Way Kanan Tahun 2003, dengan menggunakan metode kualitatif dan melakukan pengumpulan data primer terhadap kompunen input, komponen proses dan komponen out put dengan menggunakan teknik wawancara mendalam, melakukan observasi dan telaahan dokumen data skunder.
Hasil penelitian ini dalam pelaksanaan Penyusunan Perencanaan Program Pembangunan Kesehatan Pada Era Desentralisasi Di Dinas Kesehatan Kabupaten Way Kanan Tahun 2003, telah dapat dilakukan dengan mekanisme bottom up planning. Hambatan yang timbul berkaitan dengan penyusunan perencanaan program pembangunan kesehatan pada era desentralisasi di Dinas Kesehatan Kabupaten Way Kanan, antara lain kualitas dan kuantitas sumberdaya tenaga belum memadai; kedudukan unit perencanaan pada sub bagian perencanaan di bawah bagian tata usaha, sehingga dalam pelaksanaan penyusunan perencanaan program pembangunan kesehatan tidak optimal; tidak tersedianya dana khusus untuk penyusunan perencanaan; sarana komputasi, transportasi dan komunikasi belum memadai; rendahnya ketersediaan dan kevalidan data; rendahnya pemahaman terhadap metode perencanaan; pelaksanaan bimbingan teknis penyusunan perencanaan belum maksimal; pelaksanaan konsultasi mengenai penyusunan perencanaan belum optimal; pelaksanaan langkah-langkah perencanaan belum maksimal; koordinasi lintas program sudah dilaksanakan akan tetapi terdapat hambatan mengenai sumberdaya manusiannya; perlu ditingkatkan untuk melakukan advocacy kepada pihak Pemerintah Daerah, DPRD dan Bapeda dan belum masuknya wawasan terhadap program pembangunan kepada sektor lain;' penggunaan pedoman penyusunan perencanaan dengan menggunakan konsep P2KT, serta melakukan rencana anggarannya dengan mengacu Kepmendagri Nomor 29 tahun 2002; pedoman satuan biaya yang digunakan adalah pedoman satuan biaya dari Pemerintah Kabupaten dalam bentuk Keputusan Bupati; jadwal penyusunan perencanaan sudah dibuat secara sistematis akan tetapi penggunaannya belum maksimal serta realisasinya sering tidak tepat; dilakukannya pendokumentasian perencanaan program pembangunan kesehatan dalam bentuk DIPDA(DASK, Proposal, Master plan 2001-2005; adanya peningkatan anggaran pada tahun 2003. Kemudian adanya kegiatan district grant PIP I, guna mendorong pelaksanaan desentralisasi bidang kesehatan yang didanai oleh pinjaman luar negeri (World Bank).
Saran utama untuk mendorong kemampuan Pemerintah Kabupaten khususnya Dinas Kesehatan Kabupaten Way Kanan dalam rangka pelaksanaan desentralisasi bidang kesehatan yaitu dengan meningkntan kualitas dan kuantitas sumberdaya tenaga guna melakukan advokasi secara sitematis sehingga dapat memperoleh komitmen pengambil keputusan di daerah agar sektor kesehatan dapat dijadikan sebagai pilar pembangunan daerah melalui pelaksanaan bimbingan teknis; melakukan konsultasi; melaksanakan penyusunan perencanaan sesuai dengan langkah-langkah perencanaan; adanya koordinasi lintas program dan lintas sektor; adannya petunjuk perencanaan; menyusun anggaran biaya sesuai dengan pedoman satuan biaya; melakukan penjadwalan perencanaan sampai pelaksanaan kegiatan program pembangunan kesehatan.

In the health sector, the decentralization means the submission of authority from the Department of Health to the Health Office of Province and Regency/ Municipality, which cause the change towards the structure, function and responsibility, in order to provide health services to the people. It is realized that the decentralization also effect the health development planning system, namely the region have greater authority to perform the planning and budgeting according to the situation and the regional ability, that some planning problems are responded with the decentralization system with Bottom Up Planning.
This research is intended to obtain the description regarding the mechanism of Health Development Program Planning Preparation During The Decentralization Era In The Health Office Of Way Kanan Regency In The Year 2003, by using qualitative method and performing the primary data collection by using the in-depth interview technique, observation and study of documents of secondary data.
This results of this research in implementation of the Health Development Program Planning Preparation in the Decentralization Era in the Health office of Way Kanan in the year 2003, has been done with bottom up planning mechanism. The constraints faced related to the preparation of the health development program planning in the decentralization era in the health office of Way Kanan Regency, among others are the quantity and quality of the human resources that are not sufficient; the position of the planning unit in the sub division of planning under the administration unit, that in the implementation of the health development program planning preparation is not optimum; the lack of fund available especially for the planning preparation; insufficient computation and communication facilities, the low availability and validity of data; the low understanding towards the planning method; the technical guidance implementation is not optimum; consultation implementation regarding the planning preparation has not optimum; planning steps implementation has not maximum; the inter programs coordination has been dome but there is human resource constraint; the advocacy to the regional Government, DPRD and Bapeda needs to be increased due to lack of understanding toward the development program of the other sector; the use of planning preparation guide by using the concept of P2KT, and the prepare the budget by referring to the Kepmendagri No. 29 year 2002; the standard unit cost used is standard the unit cost from the regency government in the form of Decree of the Head of Regency; schedule of the planning preparation has been systematically, however, the usage is not maximum yet and the realization is often inaccurate; the documentation of health development planning in the form of DTPDAIDASK, Proposal, Master plan 2001-2005; the increase of budget in the year 2003. Then with the district grant PHP 1, in order to encourage the decentralization in the health sector which is financed by the foreign loan (World Bank).
The main suggestion to encourage the ability of the Regency Government, especially the Health Office of Way Kanan in order to implement the decentralization of the health sector, namely by increasing the quality and quantity of human resources in order to perform the advocacy systematically that the commitment of decision maker in the region can be obtained in the health sector to be used as the regional development pillar through technical guidance implementation; perform the consultation; perform the planning preparation according the planning steps; the inter programs and inter sector coordination; the planning guidance; prepare the budget according the standard unit cost perform the planning schedule up to the implementation of the health development program activities.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T13024
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pujianingsih
"Bencana selalu memberikan arti merugikan. Bencana adalah suaru pcristiwa yang terjadi sccam mendadak atau tidak terencana atau secara pcrlahan tetapi bcrlanjut yang menimbulkan dampak terhadap pola kehidupan normal atau kerusakan ekosistem. Bencana seringkali menimbulkan korban masal dalam jmnlah yang relatif banyak dan perlu mendapatkan pertolongan keschatan segera dengan menggunakan sarana, fasilitas dan tenaga yang lebih dari yang tersedia sehari-hari.
Secara geografis wilayah Kabupaten Bandung terletak pada wilayah yang rawan terhadap bcncana banjir. Banjir yang tejadi setiap tahunnya berpotensi memicu te1jadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit menular karena terganggunya layanan kesehatan masyarakat dasar dan memburuknya semua kondisi kehidupan. Frekucnsi banjir pada tahun 2004 8 kali dengan jumlah korban scbanyak 1.542 orang, tahun 2005 I0 kali dengan jumlah korban sebanyak 1.231 orang dan 2 orang diantaranya meninggal dunia.
Tahun 2006 telah terjadi 3 kali bencana banjir dengan jumlah korban scbanyak 5.429 orang. Dan disertai dengan peningkatan kasus Penyakit Diarc, ISPA dan Dermatitis. Penanggulangan banjir dilakukan dengan pembcrian bantuan untuk mencegah teljadinya krisis kesehatan dengan dasar hasil pendataan yang dilakukan segera setelah informasi awal diterima mcnggunakan metode Rapid Health Assessment (RH/1), operasional mctode ini belum berjaian optimum dan output yang dihasilkan sebatas laporan kejadian banjir dan KLB penyakit.
Pengembangan sistem yang dilakukan berdasarkan metode Decision Support Syszems (DSS), yaitu perencanaan, analisis sistem, perancangan sistem, uji coba protozype dan implementasi sistem, dengan memadukan konsep Data Base Management Sysrem dan aplikasi program Visual Basic menjadi kekuatan dalam Sistem Informasi Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Banjir (SI BANJIR).
Hasil analisis sistem dapat mengidentifikasi bcsamya masaiah kesehatan yang ditimbulkan, kebutuhan untuk mengatasi masalah krisis kesehatan dan kemampuan merespon untuk penangulangan kxisis kesehatan akibat banjir. SI BANJIR didesain untuk kemudahan input data dan otomasi proses pengolahannya menj adi informasi. Output yang dihasilkan berupa peta ranggap bencana, laporan sumary kejadian bencana, tabulasi kebutuhan dan kemampuan mercspon, gmfik perkembangan korban, kerusakan sarana kesehatan lingkungan, pengungsi dan kasus penyakit.
Aplikasi Sl BANJIR ini dapat menjadi alat manajcmen dalam program penanggulangan banjir, menguatkan kemampuan pada kegiatan perencanaan dan surveilans. Output yang dihasilkan dapat diiadikan informasi untuk masukan pada pengambil keputusan dalam program penamggulangan krisis kcschatan akibat banjir. SI BANJIR ini diharapkan dapat dijadikan alat bagi pengelola program dan dimungkinkan dapat dikembangkan di tempat rawan bencana lainnya."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T34555
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Tut Wuri Handayani
"Perencanaan kesehatan merupakan hal penting yang merupakan awal dari berbagai fungsi manajemen. Keluaran mutu perencanaan kesehatan di Dinas Kesehatan Kabupaten Pontianak masih belum baik. Kemampuan para perencana juga masih belum cukup mendukung. Studi ini meneliti proses perencanaan dalam kerangka pendekatan sistem untuk mengantisipasi pelaksanaan desentralisasi.
Metode penelitian adalah kualitatif, dilakukan dengan wawancara mendalam dan didukung dengan telaah dokumen.
Hasil penelitian menunjukkan proses perencanaan membutuhkan perbaikan, karena tahapannya belum sesuai dengan teori. Belum ada petugas yang mendapat pelatihan perencanaan dan penganggaran secara khusus. Struktur Urusan Perencanaan tidak sesuai dengan beban kerjanya. Koordinasi lintas program dan lintas sektoral belum berjalan seperti yang diharapkan. Telaah dokumen menunjukkan terdapat inefisiensi antara program. Ditambah dengan kekakuan administrasi memperberat inefisiensi. Pemerataan (equity) telah tampak dalam telaah dokumen seperti pelayanan bagi keluarga miskin dan barang barang-barang publik. Kelangsungan JPKM sulit bertahan.
Pembiayaan kesehatan di Kabupaten Pontianak didominasi oleh Pusat. Pada tahun 1999/2000 pembiayaan Pusat berkisar 88%, sedangkan Daerah hanya 11,89% terdiri dari 2,21% APBD tingkat II dan 9,68% dari APBD tingkat I. Pendapatan Asli Daerah (PAD) sekitar 2,76 milyar rupiah. Dana jaring pengaman sosial (JPS) membiayai sektor kesehatan sebesar 1,547 milyar rupiah. Bila diberlakukan konsensus Bupati mengenai pembiayaan kesehatan adalah 15% dari PAD, berarti pembiayaan kesehatan saat desentralisasi akan sangat menurun. Bandingkanlah dengan nilai pembiayaan saat ini. Bagaimana dapat mencapai dana seperti saat ini bila hanya megharapkan dari PAD saja. Mekanisme pembiayaan pra upaya dan rasionalisasi tarif pelayanan kesehatan selayaknya dijadikan sebagai sumber pendanaan. Pembiayaan pra upaya merupakan pilihan terbaik untuk mendanai sektor kesehatan.
Dalam rangka rnenghadapi desentralisasi, Kepala Dinas telah melakukan advokasi kepada Pemerintah Daerah. Bupati pun telah menunjukkan perhatiannya kepada sektor kesehatan. Untuk merebut Dana Alokasi Umum (DAU) petugas Dinas Kesehatan harus memiliki kemampuan advokasi kepada Pemerintah Daerah dan instansi terkait serta DPRD, antara lain dengan memaparkan pentingnya pembiayaan bagi sektor kesehatan. Analisis situasi kesehatan berdasar data, haruslah disertai dalam advokasi tersebut. Perencanaan kesehatan berbasis data (evidence based health planning) akan dapat menggambarkan berapa besar dana yang diperlukan. Dengan anggaran yang terbatas, Dinas Kesehatan dan Pemerintah Daerah haruslah memprioritaskan pada pelayanan bagi keluarga miskin dan hal yang berdimensi keadilan sosial (social justice) seperti barang-barang publik. Untuk itu sebaiknya dibikin suatu piagam saling pengertian untuk rnemilih kegiatan yang diprioritaskan serta jaminan atas pembiayaannya. Pelayanan kesehatan dasar dan pelayanan bagi keluarga miskin merupakan prioritas tinggi agar tercapai pemerataan (equity) pelayanan kesehatan.
Untuk memperbaiki perencanaan, peneliti menyarankan sebagai berikut : pelatihan perencanaan dan penganggaran kesehatan terpadu (P2KT) bagi para perencana, meningkatkan eselon Urusan Perencanaan, meningkatkan kerjasama lintas program dan lintas sektor, melibatkan pemerintah daerah dan Bappeda dalam proses P2KT agar mempunyai persepsi yang sama dalam perencanaan kesehatan, serta melibatkan peneliti, ahli survei, ahli ekonomi kesehatan terutama dalam analisis situasi, penentuan prioritas, penilaian pilihan dan penyusunan program dan anggaran.
Daftar bacaan : 54 (1984-2001)

Analysis of The Annual Health Planning in The District Health Office of Pontianak, Kalimantan Barat Province, During The Fiscal Year 1999/2000.Health planning is one of the most important functions, which have to be done first before doing the other management functions. The quality health planning output in the District Health Office (DHO) of Pontianak is still low. The capability's health planner in DHO of Pontianak is not good enough. This study was conducted to research process of health planning in a view of systemic approach frame for anticipating decentralization era.
The qualitative method by using in-depth interview is used in this study. It is complemented by document observation.
The result is that the process of the health planning in DHO of Pontianak needs more improving. Their steps are not in accordance with the theory of health planning. The causes are no officials have trained health planning and budgeting specifically. The structure of planning subdivision not in accordance with the workload. The mechanism of cooperation between cross program and cross sectoral do not function. The document observation result is inefficiency between programs. Budget absorption failure caused by restraint or inflexibility finance mechanism more weight inefficiency. Equity has been contained in document, just like poor family health services and public goods. Sustainability of managed care is difficult to be implemented.
The composition of public finance is dominated by the central government. District figure for fiscal year 1999/2000 that approximately 88% of total government expenditure for health at district level, cone from the central government, and just about 2,21 % from the district income and expenditure budget and 9,68% from the province income and expenditure budget. District government revenue is 2,76 billion Rupiahs. Social Safety Net contributes 1,547 billon Rupiahs. According to District Head's consensus, local government health spending will be approximately 15% district government revenue. If this consensus is realized, public health spending will be reduced drastically. Compare with health expenditure this time; come from central and province budget 20,399 billion Rupiahs plus SSN 1,547 billion. How to afford the budget for health spending, if we just rely on district government revenue. It means we must strive for the public financing through pre payment mechanism, and rationalization user charge.
For anticipating decentralization era, the head of DHO of Pontianak has advocated to Local Government. District Head has showed full attention in health sector.
In order to get General Allocation Fund (GAF) so District Health Officials (DHOs) must have avocation capability to local government, other institution and local legislative body for introducing the importance of financing health services.
Evidence based in analysis of the health situation must accompany avocation. Evidence based health planning is the way of finding out how much money will be needed.
With restrictive budget, DHO and local government must priority the activity of program that has paradigm social justice and distributive justice (include public goods). So the local government must take the memorandum of understanding to choose the priority activities programs and convince that its financing is secure. Providing basic package and services for the poor are occupied on the high list of priorities to ensure equity.
In order to produce a qualified health planning, the planning process requires considerable attention to the quality of human resources (planner) that need improving by training about integrated health planning and budgeting (IHPB). The other matters require considerable attention are the structure of planning organization in DHO of Pontianak needs straightening in accordance with the workload and output of health planning; the cooperation between cross program and cross sectoral needs supporting by using the authority of local government. The other important things are better for local government and its planning (Bappeda) to involve them in IHPB process (cross sectoral institute), in order to have a same perception in the health planning, DHOs collaborative with other institution must arrange the strategic planning for directing the future activities; recruitment patterns and developing decision making guidelines (the strategy) that based on situational analysis. Meanwhile it is better for DHO of Pontianak to involve surveyor, surveillance epidemiology expert and health economic expert especially in analysis of the health situation, the priority setting, option appraisal and programming-budgeting.
References : 54 (1980-2001)
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T2505
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitti Ganefa
"Rabies merupakan suatu penyakit zoonosa terpenting di Indonesia, yang dapat menyebabkan kematian dengan Case Fatality Rate (CFR) 100% dan diperkirakan kematian karena rabies pada manusia diseluruh dunia mencapai 35.000 - 40.000 kasus setiap tahunnya.
Di Kotip Cimahi, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, rabies masih menjadi masalah bagi kesehatan masyarakat karena cakupan vaksinasi rabies pada anjing peliharaan dan eliminasi anjing liar belum mencapai target 100% dari total populasi anjing setiap tahunnya.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan ketidakpatuhan pemilik anjing memberikan vaksinasi rabies pada anjingnya di Kotip Cimahi, Kabupaten Bandung, Jawa Barat tahun 2000.
Studi ini menggunakan desain kasus kontrol dengan jumlah sampel 153 kasus yaitu pemilik anjing yang tidak memberikan vaksinasi rabies pada anjingnya, dan 153 kontrol yaitu pemilik anjing yang memberikan vaksinasi rabies pada anjingnya. Data diperoleh dari hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner pada responden pemilik anjing dan kemudian dianalisa dengan analisa univariat, bivariat (Chi Square) dan multivariat (Logistic Regression).
Hasil akhir uji multivariat menunjukkan adanya beberapa variabel yang mempunyai hubungan yang bermakna dengan ketidakpatuhan pemilik anjing memberikan vaksinasi rabies pada anjingnya, yaitu variabel pendidikan (OR=2,73; p=0,001), pengetahuan (OR=3,19; p=0,x02), sikap (OR=2,84; p=0,005), keterpaparan terhadap media penyuluhan rabies (OR=2,77; p=0,016) dan anjuran petugas (OR=15,76; p=0,000).
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disarankan kepada pemerintah baik di daerah maupun di pusat untuk meningkatkan pengetahuan pemilik anjing tentang pentingnya pemberian vaksinasi rabies pada anjing peliharaannya yang dapat dilakukan secara interpersonal melalui petugas vaksinasi dan secara massal melalui kegiatan penyuluhan terutama menggunakan media televisi dengan peningkatan kwantitas penayangan informasi tentang rabies. Selain itu perlu pula meningkatkan kwalitas petugas vaksinasi dengan memberikan pelatihan kepada petugas vaksinasi dalam hal pemberian informasi kepada pemilik anjing dan kwantitas petugas dengan menambah jumlah petugas. Selain itu juga memberikan imbalan/ penghargaan kepada petugas atas keberhasilan pekerjaan mereka untuk menambah semangat kerja petugas.

Factors Related with Incompliance Dog Owner to Give Rabies Vaccination for Their Dog in Cimahi Sub District, Bandung District, West Java in Year 2000. Rabies is the most important zoonotic disease in Indonesia, which can cause of death with Case Fatality Rate (CFR) 100% and mortality of human rabies in the world around 35.000 - 40.000 cases every year.
In Cimahi Sub District, Bandung District, West Java, rabies is still a public health problem, because coverage of rabies vaccination in own dog and elimination in stray dog haven't reach yet 100% target from total dog population every year.
This study was done to know the factors related with incompliance dog owner to give rabies vaccination for their dog in Cimahi Sub District, Bandung District, West Java in year 2000. It was carried out by Case Control design with 153 samples of case i.e. dog owner who didn't give rabies vaccination to their dog, and 153 control i.e. dog owner who gave rabies vaccination to their dog.
The data has been gotten by interviewed the respondents using questioner, and then analyzed by univariate, bivariate (Chi Square) and multivariate (Logistic regression) analysis.
Result of multivariate analysis indicated that there were some variables that have statistical significance relation with incompliance dog owner to give rabies vaccination for their dog, Le: education (OR=2,73; p=0,001), knowledge (OR=3,19; p=0,002), attitude (OR=2,84; p=0,005), exposed of information media (OR=2,77; p=0,01fi) and vaccinator suggestion (OR=15,76; p=0,000).
Based on this study result can be suggestion to local and central government to improve the knowledge of dog owners about rabies vaccination to their dog by interpersonal through vaccinator and by mass information using television media. Also to improve quality of vaccinator by training especially about information given to dog owner, and to improve quantity of vaccinator. Beside that the vaccinators must be given award for their work to increase their spirit.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2000
T2107
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isma Priatiningsih
"Dinas Kesehatan Kota Cirebon merupakan salah satu institusi pemerintah di bidang kesehatan mempunyai tugas pokok melaksanakan kewenangan otonomi daerah kota dalam rangka pelaksanaan tugas desentralisasi bidang kesehatan di lingkungan Pemerintah Kota Cirebon. Keberhasilan tersebut akan tercapai salah satunya dengan upaya mengelola sumber daya manusia ( SDM ) secara efektif dan eiisien, bukan saja dari segi kuantitasnya tetapi yang penting kualitasnya.
Penelitian ini untuk melihat gambaran perencanaan strategis SDM kesehatan Dinas Kesehatan Kota - Cirebon, menganalisa upaya perencanaan strategis dcngan pendekatan Balanced Scorecard menezjemahkan misi dan strategi kedalam berbagai tujuan dan ukuran kedalam empat Perspektif Balanced Scorecard yaitu Perspcktif Finansial, Perspektif Pelanggan, Perspektif Proses Intemal dan Perspektif Pembelajaran dan Pertumbungan Organisasi sehingga mampu mengkomunikasikan stratgi kepada pegawai.
Penelitian ini menggunakan metoda kualitatif yang bersifat deskriptif analitik mengunakan data primer dengan mclakukan wawancara mendalam, CDMG serta data sekunder. Daxi hasil penelitian ini didapat langkah-langkah kelja yang dibagi dalam empat tahapan yaitu Tahap I, Tahap pengumpulan data (The Input Stage) akan menghasilkan visi dan misi SDM serta Nilai (score) Variabei Ekstcmal dan Internal (EFB dan IFE Score), Tahap II, tahapnpencocokan (The Adaching Stage) sehingga menghasilkan strategi alternatif, stralegi terpilih dan tujuan strategis yang dimangkan dalam Peta Strategi (Strategy Map), Tahap III, adalah tahap pengambilan keputusan (The Decision Stage) menghasilkan Indikator Kinerja Kunci (Key Perfomance Indicators/KP1), ukuran-ukuran KPI, Target-target KP1 dan Program Prioritas serta kegiatan dalam periode 2008 - 2012, Tahap IV adalah Tahap Implementasi (Plan of Aclibn) menghasilkan Format Implementami, Form Monitoring dan Evaluasi. Pada tahap ini ditetapkan kategori nilai kinerja.
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai instrument rencana szrarcgis SDM kesehatan, khususnya pada Dinas Kesehatan Kota Cirebon.
City of Cirebon Health office is one of government institution of health department which has a fundamental job to perform a district autonomy responsibility for implementing a decentralization duty of health jobs at Government of Cirebon. This success will be reached, one of them is trying to manage a Human Resource Development (HRD) effectively and efficiently, not only fiom their quantity but more important that is their quality.
This study showed a describing on strategic plan of Human Resource Development (HRD) City of Cirebon Health office, analyzing a strategic plan effort with a Balanced Scorecard method, implementing a mission and strategy into various objectives and measurement to become four Balanced Scorecard perspectives, that are Financial Perspective, Customer Perspective, Intemal Process Perspective, Study and Organization Growth Perspective, so they cart communicate a strategy to officer.
This study used a qualitative method which has an analytic descriptive, primary data with a deep interview, CDMG and secondary data. From this study result known that job steps divided into four steps. The first step is data collecting (The Input Stage) which conducted a vision and mission of Human Resource Development and External and Intemal variable score (EPB and IFE Score). The second step is adaptation (The Matching Stage) which conducted an objective and alternative strategy that implemented on Map Strategy (Strategy Map). The third step is a decision making (The Decision Stage) which conducted a Key Performance Indicator (KPI), criteiia of Key Perfomance Indicator, the objectives of KPI, priority program and activity in period of 2008 - 2012, The fourth step is implementation (Plan of Action) which conducted an Implementation Format, Monitoring Form and Evaluation. In this step is specified a performance score category.
From this study result is suggested can be used as a strategic plan instnunent of Human Resource Development on health, especially for City of Cirebon Health office.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T34581
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wiwin Hernita
"Salah satu upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit Demam Berdarah Dengue, antara lain adalah membuat surveilans penyakit tersebut. Manfaat surveilans diantaranya adalah untuk membentuk sistem Kewaspadaan Dini terhadap letusan kasus maupun KLB (Kejadian Luar Biasa), disamping itu jugs mangatahui pola penyebaran. Penelitian terdahulu oleh peneliti lain (tahun 1998 dan 1995) di wilayah Kotamadya Bandung dan l:ndramayu, disebutkan bahwa data surveilans masih belum menghasilkan informasi secara geografis strata wilayah rawan DBD. Oleh karena itu dalam studi ini peneliti mengembangkan model untuk mendapatkan informasi wilayah rawan terhadap penyebaran DBD berdasarkan pengolahan data surveilans ke dalam bentuk Sistem Informasi Geografis.
Penelitian ini menggunakan metode operational research untuk mengembangkan model prediksi penyebaran kasus Dengue berdasarkan data surveilans kasus Demam Berdarah Dengue yang sudah dikonfirmasi. Surveilans kasus pasti tersebut dihubungkan dengan variabel : ketinggian, Jalan utama, jentik dan penduduk, dibuat model menggunakan perangkat lunak ArcView setelah diperoleh formulasi hubungan antar variabel. Model dapat menghasi Ikan informasi tingkat kerawanan suatu wilayah terhadap penyebaran DBD.
Pembuatan model atau disain model meliputi beberapa tahap mulai dari penelitian awal, menentukan pola hubungan kemudian memperoleh hubungan numerik model. Uji cobs model dilakukan dengan 2 cara membandingkan basil keluaran model dengan kasus yang terjadi pada bulan berikutnya dan Membandingkan basil model dengan data wilayah rawan menurut DinKes. Berdasarkan hasil ini dapat dianalisa tingkat kebenaran model yang dibuat.
Hasil penelitian mendapatkan output model yaitu wilayahlKecamatan rawan di Kabupaten Bandung yang meliputi : 22 (duapulub dua) Wilayah Kecamatan sangat rawan, 17 (tujuh betas) Wilayah Kecamatan rawan dan 4 (empat) Wilayah Kecamatan tidak rawan. Analisis pengamatan urutan kronologi kasus memperlihatkan pola penyebaran kasus menuju ke arah Utara dan ke Timur dari kecamatan terjangkit sebelumnya.
Hasil prediksi Kecamatan terjangkit pada bulan ke-5, semua terjadi pada wilayah rawan dan sangat rawan. Uji dengan cara ke-2 memberikan perbedaan 11% dari 43 Kecamatan yang ada. Diharapkan model ini dapat membantu Dims Kesehatan Kabupaten Bandung dalam mengendalikan penyebaran penyakit DBD.

Build Dengue Hemorrhagic surveillance is one of the efforts to prevent and control the disease. The benefit of surveillance is to build early warning system of case outbreak. Another benefit is to find out the spreading pattern. The recent research (year 1995 - 1998) in Indramayu and Bandung municipality found that there obstacle to take advantage stratification risk area information from analysis surveillance. Due to this reason, in this research, we try to develop application of Geographic Information System (GIS) model to present surveillance information.
This research designed is operational research, develops model to predict the Dengue spreading by using the data of Dengue surveillance. Model was built by using AreView software. 4 (four) variables, i.e.: Main road, height, population density and larva, have been examined to determine the spatial relationship between case occurrence and those variables. From the model we find out the information about the risk level of Dengue spreading.
Model building consists of 3 (three) main steps, i.e. preliminary research, determining the relationship pattern, and figure out the numeric relationship of model. Model validation was done by two way, first making the comparison between the model output and the Dengue data from the next period, second comparison between the model output and risk area according to Dinkes data. From these validation could conclude the truth of the model.
From the result we conclude that there are 22 (twenty two) districts are high-risk area, 17 (seventeen) districts are medium-risk area, and 4 (four) districts are not-risk area. From the examination of subsequence cases, we have the conclusion that the Dengue spreading is northward and eastward.
All of cases in period 5 occur in the risk and high risk area predicted. And from second validation found 11% differentiation with DinKes data Hope this model will help Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung to control the spreading of Dengue.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12674
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>