Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 126944 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rahmi Rizal
"Penelitian ini melihat bagatmana kaum waria digambarkan dalam isi media sekaligus menjelaskan kondisi sosial masyarakat dalam memandang waria. Kasus yang diambil adalah film televisi (FTV) Panggil Aku Puspa yang ditayangkan SCTV. Film televisi ini dipilih karena ia dapat mewakili keseluruhan tayangan sinetron televisi yang melibatkan kehadiran waria. Penelitian ini memakai pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode analisis wacana Teun A. van I Dijk yang menggabungkan tiga dimensi wacana ke dalam satu kesatuan analisis, yaitu teks, kognisi sosial. dan konteks sosial. Untuk teks digunakan analisis pembingkaian meriuruf Pan dan Kosicki dan Teun A. van Dijk. Dalam analisis kognisi sosial, hal yang diteliti adalah latar belakang penulis cerita sebagai komunikator pembuat teks. Analisis konteks sosial dilakukan dengan melihat perkembangan keberadaan waria di dunia dan di Indonesia. Penelitian rnenemukan bahwa FTV Panggil Aku Puspa membuat penggambaran tentang waria lebih positif dan menyentuh nilai-nilai kemanusiaan. la dapat dikatakan sebagai tandingan terhadap penggambaran tentang waria sebelumnya yang mengandung stereotip. Dafam cerita ini waria ditampilkan sebagai sosok tabah dan selalu berusaha menghadapi pelbagai masalah."
2004
TJPI-III-2-MeiAugust2004-26
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmi Rizal
"Skripsi ini menggambarkan bagaimana mengangkat kaum waria dan mengemasnya menjadi suatu isi media. Media yang dipilih adalah media elektronik, yaitu televisi. Tulisan ini. akan menggambarkan sebuah judul cerita di televisi dan sekaligus menjelaskan kondisi sosial masyarakat dalam memandang waria. Keberadaan waria, yang merupakan fenomena transeksual, dalam kehidupan masyarakat dilihat melalui perkembangan kondisi sosial masyarakat di dunia dan di Indonesia. Pembuatan suatu acara beserta isinya dalam program televisi tidak terlepas dari individu yang membuatnya. Melalui cerita yang mengangkat kehidupan seorang waria yang merupakan tokoh utama, dapat dilihat hal-hal yang melatarbelakangi terciptanya cerita tersebut. Hal ini diduga berpotensi untuk membentuk dan mengubah pandangan masyarakat tentang waria. Penulis memilih program FTV "Panggil Aku Puspa" di SCTV sebagai objek penelitian. Skripsi ini "merupakan penelitian kualitatif. Metode yang digunakan adalah analisis wacana dengan model analisis wacana milik Teun A. van Dijk. van Dijk menggabungkan tiga dimensi wacana ke dalam satu kesatuan analisis, yaitu teks, kognisi sosial dan konteks sosial. Analisis teks yang digunakan adalah analisis framing menurut Pan dan Kosicki dan Teun A. van Dijk. Dalam analisis kognisi sosial, hal yang diteliti adalah latar belakang penulis cerita sebagai komunikator pembuat teks. Analisis konteks sosial dilakukan dengan melihat perkembangan keberadaan waria di dunia dan di Indonesia. Data diperoleh melalui kaset rekaman cerita yang dimiliki SCTV sebagai stasiun televisi yang menayangkan program film televisi (FTV). Selain itu, penulis juga memperoleh data-data sekunder berupa artikel koran/majalah, situs internet Prima Entertainment, dan skripsi terdahulu dengan objek penelitian film televisi. Dari penelitian yang dilakukan, ditemukan bahwa FTV "Panggil Aku Puspa" mengangkat kisah kehidupan seorang waria sebagai tema utamanya, dengan penggambaran yang lebih positif terhadap waria dan menyentuh nilai-nilai kemanusiaan. Ini dapat dikatakan sebagai tandingan dari penggambaran-penggambaran sebelumnya tentang waria yang mengandung stereotip. Dalam cerita ini, waria ditampilkan sebagai sosok yang tabah dan selalu berusaha. menghadapi btrbagai masalah yang ada. Kehidupan waria dihadirkan lebih lengkap dengan permasalahan atau konflik yang dihadapi oleh kebanyakan waria pada umumnya, namun merupakan suatu hal yang jarang diangkat oleh media. Waria di sini juga digambarkan taat beragama dan diterima oleh anak kandungnya. Penulis cerita membuat cerita ini dilatarbelakangi oleh pengetahuan dan pengalainan, terutama yang berhubungan dengan waria, serta karakteristik pribadi yang dimilikinya. Penggambaran waria dalam cerita ini terkait dengan kondisi sosial masyarakat dalam memandang waria sebagai bagian dari kehidupan bermasyarakat. Keberadaan waria dalam masyarakat disebut sebagai suatu hal yang ambivalen. Di satu sisi ia diterima, setidaknya oleh laki-laki yang memanfaatkan jasa waria pekerja seks komersial, namun di sisi lain, waria ditolak oleh masyarakat karena dianggap telah mengacak tatanan seks dan gender yang selama ini berlaku. Dan waktu ke waktu, kondisi sosial kaum minoritas mengalami perubahan, termasuk pula kaum waria."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S4335
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Chaidir
Yogayakarta: Adicita Karya Nusa, 2002
327.598 CHA p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Veven S.P. Wardhana
Jakarta: Kepuasaan Populer Gramedia, 2002
808.83 War p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ediruslan Ps. Amanriza
Jakarta: Balai Pustaka, 1995
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Robert Adhi Ksp
Jakarta : Kompas , 2009
927 ROB p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Juni Alfiah Chusjairi
"Etnis Cina di Indonesia sudah beberapa generasi tinggal di Indonesia. Namun kehadirannya hingga hari ini masih belum sepenuhnya dianggap sebagai bagian dari bangsa Indonesia. Era reformasi tampaknya membawa angin baru bagi etnis Cina di Indonesia. Berbeda dengan jaman Orde Baru yang cenderung membatasi gerak mereka kecuali di bidang ekonomi. Di era reformasi berbagai peraturan yang diskriminatif mulai dicabut. Termasuk juga bahasa dan budaya Cina tidak dilarang lagi. Sikap pemerintah yang melunak terhadap etnis Cina membawa perubahan juga pada media. Selain ada stasiun televisi yang menyiarkan siaran berita dalam bahasa Mandarin, televisi juga menayangkan film/sinetron tentang kehidupan etnis Cina. Film-film ini ditayangkan dalam menyambut Imlek, Tahun Baru etnis Cina.. Penelitian ini hendak meneliti tentang konstruksi identitas etnis Cina di Indonesia melalui film-film Wo Ai Ni Indonesia, Jangan Panggil Aku Cina dan Ca Bau Kan.
Penelitian ini melibatkan empat orang informan yang pernah menonton ketiga film tersebut diatas. Mereka adalah orang etnis Cina yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia, namun saat ini tinggal di Jabotabek. Informan tersebut juga mencakup generasi 20130-an, 40-an, 50-an .Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan perspektif fenomenologi dan menggunakan paradigma kritis. Data dalam penelitian diperoleh dari wawancara dengan informan tersebut diatas. Analisis data kemudian dilakukan dengan methods of agreement dan methods of difference.
Teori utama yang digunakan untuk menganalisis dalam penelitian ini adalah encoding/decoding dari Stuart M. Ada tiga konsep yang dinyatakan oleh Hall yaitu preffered/dominant hegemonic position. Posisi ini terjadi bila pembuat dan pembaca teks mempunyai ideologi yang sama dalam memaknai teks. Kedua negotiated code/position. Posisi ini merupakan sebuah kompromi terhadap teks. Ideologi pembaca yang lebih menonjol berperan dalam memakai teks yang kemudian dinegosiasikan oleh ideologi yang dibawa oleh teks. Ketiga oppositional code/position. Pesan yang dibaca oleh khalayak akan dimaknai secara berseberangan atau berbeda dengan pembuat teks. Selain itu penelitian ini juga mengacu pada konsep identitas yang mencakup self sameness dan solidarity dari Paul Gilroy dalam konsep cultural studiesnya.
Adapun hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa lingkungan pergaulan yang kemudian ditunjang oleh nilai-nilai budaya yang kuat mempunyai pengaruh yang besar dalam membentuk identitas ke Cinaan seseorang Orang yang bergaul serta berada di lingkungan Cina terus dari kecil hingga dewasa akan menimbulkan sikap eksklusif dan identitas ke Cinaannya cenderung kuat. Hal ini juga berpengaruh terhadap pemaknaan seseorang terhadap ketiga film tersebut yang cenderung negotiated dan oppositional. Berbeda dengan mereka yang lingkungannya pribumi saja atau yang lingkungannya campur antara pribumi dengan etnis Cina. Mereka yang berada di lingkungan pribumi saja atau campur antara pribumi dengan etnis Cina akan cenderung lebih permisif dan adaptif. Pemaknaan terhadap film-film tersebut cenderung dominant/preffered reading."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T21660
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ambar Susatyo Murti
"Media televisi biasanya mencari keuntungan dari tayangan-tayangan yang dipertontonkan kepada khalayak melalui iklan atau sponsor. Dari situlah media televisi dapat menghidupi karyawan yang berjurnlah ribuan, tentunya juga guna kelangsungan perusahaan media televisi tersebut.
Motif mencari keuntungan yang dilakukan media televisi seperti tersebut diatas bertolak belakang dengan realitas tayangan pagelaran wayang kulit purwa Indosiar. Indosiar belum mendapatkan keuntungan profit dari tayangan pagelaran wayang kulit purwa. Jangankan uang dari iklan atau sponsor, kenyataannya setiap episode tayangan pagelaran wayang kulit purwa yang biasa di tayangkan setiap Sabtu malam Minggu, Indosiar diperkirakan rugi ratusan juta rupiah.
Indosiar tidak pernah merasa rugi dengan ditayangkannya pagelaran wayang kulit purwa. Bagaimana mungkin stasiun televisi mau merugi dalam produksi tayangannya? Bukankah keuntungan profit menjadi tujuan stasiun televisi didirikan? Jawabnya adalah, tentu ada sesuatu yang menguntungkan yang disembunyikan Indosiar dalam tayangan pagelaran wayang kulit purwa ini.
Untuk itulah maka penulis menetapkan tujuan penelitian tesis ini untuk menjelaskan komodifikasi isi tayangan pagelaran wayang kulit purwa Indosiar dan mengungkap motif komodifikasi isi tayangan pagelaran wayang kulit purwa di televisi Indosiar. Selain itu juga mengungkap ideologi atau kekuatan tersembunyi yang berrnain dalam komodifikasi isi tayangan pagelaran wayang kulit purwa Indosiar.
Dalam penelitian ini penulis mengunakan paradigma kritis yang pada dasarnya adalah sebagai suatu proses yang secara kritis berusaha mengungkap "the real structures" dibalik kenyataan yang nampak. Pendekatan yang penulis gunakan adalah kualitatif. Metode penelitian yang penulis gunakan adalah analisis wacana Fairclough, yang menyatakan bahwa lahirnya sebuah teks adalah melalui sebuah rangkain, mulai rencana hingga teks terwujud dengan tiga dimensi analisis yaitu; teks, discourse practice, dan sociocultural practice.
Sifat dalam penelitian ini ialah bersifat deskriptif, metode pegumpulan data dilakukan dengan dengan record, relics dan wawancara. Sumber data penulis dapatkan dan data primer berupa teks dan wawancara, sedangkan data sekunder berupa situs internet, buku kepustakaan yang mendukung data primer. Dalam analisis data penulis menggunakan tiga tahap analisis yang digunakan Norman Fairclough, yaitu dekripsi, interpretasi dan eksplanasi.
Dari seluruh proses penelitian yang dilakukan didapatkan hasil, bahwa dalam tataran teks yang diteliti menunjukkan terjadinya perubahan-perubahan yang signifikan terhadap tayangan pagelaran wayang kulit purwa Indosiar. Perubahan-¬perubahan tersebut mengarah kepada perubahan karakter pagelaran wayang panggung menjadi "karakter wayang tayangan televisi". Karakter wayang televisi memiliki kecenderungan bersifat padat, ringkas dan menghibur. Dalam tataran discorse practice ditemukan bahwa, meskipun Indosiar tidak mendapatkan keuntungan profit dalam tayangan pagelaran wayang kulit purwa, Indosiar mendapatkan keuntungan lain dalam bentuk kedekatan dengan pemirsanya. Indosiar menjadi diminati kalangan menengah kebawah yang sebelumnya sulit dijangkau, disukai karena tayangan wayangnya menghibur dan ditonton khalayak Jawa maupun luar Jawa. Dan memang itulah yang menjadi tujuan Indosiar dalam tayangan pagelaran wayang kulit purwa. Tayangan wayang yang padat, ringkas dan menghibur menjadi jalan bagi kepentingan Indosiar, Indosiar diminati semua orang "Indosiar Memang Untuk Anda".
Dalam tataran sociocultural terkait dengan perkembangan dunia pewayangan, Indosiar telah memberikan warna tersendiri. Wayang televisi menjadi fenomena baru dalam dunia pewayangan. Indikasi munculnya "pakem wayang gaya televisi" yang dimotori Indosiar semakin memperkaya "polemik" nilai guna wayang bagi masyarakat.
Implikasi terhadap hasil penelitian yang didapat, bahwa tayangan kebudayaan tradisional dalam hal ini tayangan pagelaran wayang kulit purwa tetap menjadi ancaman bagi para pemirsanya. Penonton disuguhi dengan tayangan wayang yang padat, ringkas dan menghibur sesuai dengan karakter televisi. Semua itu tentu memberikan makna tersendiri bagi isi kepada penonton. Bukankah dalam pagelaran wayang kulit purwa menurut Woro Aryandini salah satu tujuannya adalah penonton mendapatkan pelajaran kehidupan setelah selesai menontonnya, artinya penonton harus mencari dan mendapatkan makna/nilai sebagai pegangan kehidupan dalam tayangan wayang tersebut.
Karakter wayang televisi masih sangat terbuka untuk didiskusikan, namun sebaik-baiknya hasil diskusi yang dilakukan harus tetap mengedepankan kepentingan khalayak penonton. Salah satu tugas media menurut Mc Quail adalah sebagai jendela (a window on event and experience), "membuka cakrawala pemirsa tentang berbagai hal diluar dirinya". Dengan tayangan wayang, kita berharap televisi mampu memfasilitasi kepentingan penonton dan pemirsa untuk membuka cakrawala positif kehidupannya.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T19924
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>