Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 177604 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Djoko Haryono
"ABSTRAK
Komite Medik RS. Pertamina Jaya Jakarta Pusat yang telah berjalan selama satu tahun, merupakan wadah fungsional untuk melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai peningkatan multi pelayanan medik di rumah sakit. Melalui pemantauan dan evaluasi terhadap kinerja Komite Medik yang dilaksanakan selama 1 tahun dari periode 1 April 1997 s/d 31 Maret 1998 dibandingkan periode 1 April 1996 s/d 31 Maret 1997. Untuk mengetahui apakah masukan, proses, dan keluaran dari kegiatan Komite Medik berdasarkan SK Kepala RSPP/RSPJ dengan membandingkan pelayanan medik tindakan bedah RSPJ pada periode sebelum dan sesudah terbentuk Komite Medik.
Penelitian ini merupakan studi kualitatif, menggunakan pendekatan studi kasus pada Komite Medik RS. Pertamina Jaya dengan membandingkan sebelum dan sesudah terbentuk Komite Medik, menggunakan instrumen penelitian untuk pengumpulan data primer dari informasi, data sekunder dari dokumentasi serta penggunaan kuesioner untuk penilaian tingkat kepuasan pasien, dengan meneliti masukan, proses dan keluaran yang sudah memiliki bentuk, khususnya yang berhubungan dengan masukan, proses dan keluaran kegiatan Komite Medik pada tindakan bedah di RS. Pertamina Jaya.
Dari hasil penelitian, didapat suatu gambaran pengorganisasian Komite Medik berdampak positif terhadap masukan, proses, keluaran tindakan bedah sehingga hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar pengembangan Komite Medik di RS.Pertamina Jaya.
Selanjutnya pada peningkatan multi pelayanan medik di RS. Pertamina Jaya, perlunya Komite Medik membantu dan bekerja sama dengan Kepala Rumah Sakit dalam mengawasi dan evaluasi masukan, proses, keluaran secara berkesinambungan.

ABSTRACT
The Medical Committee of Pertamina Jaya Hospital at Central Jakarta was a functional organization that had an obligation to implement progress on the quality of the medical service at the hospital. Through observations and evaluations, the performance of the two periods of Medical Committee, 1 April 1996 to 31 March 1997 and 1 April 1997 to 31 March 1998, were compared. To find out whether the input, the process, and the output of the Medical Committee activities were based on the decree of the Head of Pertamina Hospital Centre or Pertamina Jaya Hospital, the medical service of surgical action of the hospital on the periods before and after the Medical Committee formed was compared.
This research is a quality study using a case study approach on the Medical Committee of Pertamina Jaya Hospital. The research instruments were used to collect primary data from information, secondary data from documentation and questioner in evaluating the degree of patients satisfaction, and then used to examine the input, the process and the output that had a shaped, especially related to the input, the process and the output of the Medical Committee's activities on the surgical actions at the hospital.
In the findings, a description of the organizing of the Medical Committee was discovered that it had a positive impact onto the input, the process and the output of the surgical action. Thus the findings of this research can be used as a foundation to improve the performance of the Medical Committee of Pertamina Jaya Hospital in the future.
To increase the quality of the medical service of Pertamina Jaya Hospital, Medical Committee need to assist and cooperate with the Head of the Pertamina Jaya Hospital in observing and evaluating the input, the process, and the output continually.
"
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suwardi Astradipura
"ABSTRAK
Sistim Rujukan adalah suatu sistim dalam pelayanan kesehatan dimana terjadi pelimpahan ilmu pengetahuan dan keterampilan ataupun pasien dari unit yang berkemampuan kurang kepada yang lebih mampu baik secara vertikal ataupun horizontal.
Rumah Sakit Umum Indramayu merupakan Rumah Sakit Rujukan untuk Puskesmas -puskesmas di wilayah Indramayu dan fasilitas kesehatan lainnya.
Pada kenyataannya jumlah pasien rujukan dari Puskesmas dalam tahun 1994. Sampai dengan tahun 1996 mengalami penurunan, juga tidak ada kunjungan dokter Spesialis ke Puskesmas-Puskesmas untuk rujukan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan sistim rujukan Depkes.
Penelitian ini bertujuan untuk membuat suatu Model Rujukan Medik yang sesuai dengan sarana dan prasaranayang ada di RSUD Indramayu.
Jenis Penelitian adalah kualitatif deskriptip.
Dengan membuat analisa SWOT terhadap Sistim Rujukan di RSUD Indramayu sekarang FGD dengan dokter spesialis, direktur RSUD Indramayu dan wawancara mendalam dengan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu serta kuesioner kepada 49 dokter Puskesmas maka dibuatlah Suatu model Rujukan Medik yang disepakati dan dianggap cocok dengan kendaraan sarana dan prasarana yang ada di RSUD Indramayu.
Dari penelitian ini menyimpulkan bahwa model Rujukan Medik yang dipakai adalah dengan kunjungan dokter spesialis ke Puskesmas Kawedanaan/Puskesmas Perawatan untuk alih pengetahuan dan keterampilan kepada dokter Puskesmas di Wilayah Kawedanaan dalam satu bulan sekali dan mengunjungi forum pertemuan dokter poliklinik pabrik dan forum organisasi masyarakat serta organisasi profesi, juga dokter spesialis siap dihubungi selama 24 jam oleh dokter Puskesmas dalam kasus gawat darurat dan pasien dari Puskesmas bisa dirawat di Puskesmas Perawatan sebagai Sub Sentra Rujukan, Rumah Sakit Indramayu menjadi "RUMAH SAKIT TANPA DINDING".
Disarankan agar dibuat SK bersama antara Direktur RSUD Indramayu dengan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu dan SK Bupati untuk memperkuat SK diatas, serta adanya anggaran daerah untuk mendukung model rujukan Medik dimaksud.

ABSTRACT
The Development of Medical Refferal Model by Indamayu District General HospitalA Referral System is a system in the health administration where to occur of transfer a know ledge and skill or patient as well from the unit the has less ability to the unit that has more ability as well as vertical or horizontal.
Indramayu District general hospital is the referral hospital for the Puskesmas in the Indramayu area and the other health facility.
In the fact a large number of referral patient from the Puskesmas in 1995 until 1996, get down, Then is not visited specials doctor to Puskesmas for Referral a know ledge and skill agree with Referral system Health Department.
This research has purpose for make medical referral model agree with facility and infrastructure in the General Hospital District Indramayu.
Research classification is descriptive qualitative with to create FGD, The in depth interview and questioner.
With make analysis SWOT About Referral System PIN General Hospital District Indramayu Now, FGD With specialist doctor, director and the in depth interview with the head minister of health Department District Indramayu, with questioner to 49 doctor Puskesmas then to make as medical referral model that has agreed and consider with facility and infrastructure in the general hospital district Indramayu.
Form Research that has conclude about medical referral model as use is with visited specialist doctor to Puskesmas Kawedanaan/Puskesmas Perawatan form to occur of transfer a knowledge and skill to doctor Puskesmas in the Kawedanaan Area for in once month between specialist doctor according to rotation and to visitor from doctor forum factory, people organization forum and Professional Organization also is specialist doctor ready to contact for 24 Hours by doctor Puskesmas in emergency critical case and Patient
from Puskesmas can be care in Puskesmas Perawatan as Sub center referral, and Indramayu General Hospital can be , Hospital without wall.
To Propose that make together between director General Hospital District Indramayu with the headmaster of health Department district Indramayu and SK Bupati for to strength the SK Above, then to make regional budget to support medical referral model as meant.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azrul Azwar
"Selama 29 bulan, terhitung sejak bulan Januari 1993 telah dilakukan penelitian dengan judul UPAYA MENINGKATKAN MUTU PELAYANAN METODA KONTRASEPSI JANGKA PANJANG DI RUMAH SAKIT di Jakarta. Tujuan yang ingin dicapai oleh penelitian ini dibedakan atas empat macam. Pertama, untuk mengetahui sampai seberapa jauh prinsip-prinsip Program Menjaga Mutu telah dilaksanakan pada pelayanan metoda kontrasepsi jangka panjang (MKJP) yang diselenggarakan di Rumah Sakit (RS). Kedua, untuk mengetahui upaya apa yang harus dilakukan agar RS dapat menyelenggarakan Program Menjaga Mutu pada pelayanan MKJP. Ketiga, untuk mengetahui faktor-faktor apa yang hares diperhatikan jika ingin melaksanakan Program Menjaga Mutu pada pelayanan MKJP. Keempat, untuk mengetahui apa dampak dari penyelenggaraan Program Menjaga Mutu terhadap mutu pelayanan MKJP.
Diharapkan dengan dilaksanakannya penelitian ini, bukan saja mutu pelayanan MKJP akan dapat ditingkatkan, tetapi juga pengalaman serta hasil yang diperoleh akan dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan Program Menjaga Mutu pada pelbagai pelayanan RS danlataupun di RS lain, yang pada saat ini dirasakan makin mendesak untuk segera dilakukan.
Karena penelitian bermaksud memperkenalkan sesuatu yang bare, yakni Program Menjaga Mutu, pada suatu kegiatan yang tidak mungkin dihentikan, yakni pelayanan MKIP, maka desain penelitian yang dipergunakan adalah penelitian operasional (operational re-search), yang pada pelaksanaannya dibedakan atas tiga tahap, yakni tahap analisis masalah (problem analysis), tahap penyusunan cara penyelesaian masalah (solution development) serta tahap validasi cara penyelesaian masalah (solution validation).
Tahap analisis masalah (problem analysis) dilaksanakan dalam bentuk survai diskriptif (descriptive study) di 23 RS yang menyelenggarakan pelayanan MKIP di Jakarta. Hasil yang diperoleh mencatat bahwa prinsip-prinsip Program Menjaga Mutu pada pelayanan MKJP belum banyak dilaksanakan oleh 23 RS yang diteliti. Hal ini dapat dilihat dari tidak ditemukannya RS yang telah memiliki satuan organisasi yang bertanggungjawab untuk peningkatan mutu pelayanan MKJP, tidak ditemukannya RS yang telah memiliki standar unsur-unsur pelayanan MKJP secara lengkap, tidak ditemukannya RS yang telah menyelenggarakan semua kegiatan Program Menjaga Mutu secara terns menerus dan berkesinambungan, serta masih banyak ditemukannya RS yang belum menerapkan sistem insentif danlatau disinsentif yang terkait dengan mutu pelayanan_ Sedangkan untuk keadaan dari masing-masing unsur pelayanan MKJP, sekalipun standar tertulis belum dimiliki, jika ditanyakan pendapat pimpinan RS, pada umumnya dinilai telah memenuhi persyaratan.
Kecuali itu, hasil interview terhadap 172 orang penyelenggara pelayanan MKJP di 23 RS yang diteliti menemukan pula bahwa pengetahuan dan perilaku penyelenggara pelayanan MKJP terhadap konsep, teknik dan kegiatan Program Menjaga Mutu pada umumnya belum memuaskan. Sedangkan untuk sikap, relatif telah cukup baik, kecuali untuk sikap terhadap penerapan sistem insentif danlatau disinsentif yang terkait dengan mute pelayanan.
Tahap penyusunan cara penyelesaian masalah (solution development) dilaksanakan dalam bentuk studi kepustakaan (literature review) dan kesepakatan pakar (expert meeting). Menyadari bahwa membentuk satuan organisasi khusus dan/ataupun menyusun standar tertulis unsur-unsur pelayanan, meskipun hanya untuk pelayanan MKJP, adalah tidak mudah, maka ditetapkan bahwa cara penyelesaian masalah yang disusun tidak diarahkan pada model Program Menjaga Mutu yang menuntut keberadaan kedua unsur pokok Program Menjaga Mutu tersebut.
Disesuaikan dengan hasil studi kepustakaan dan juga dengan kemampuan yang dimiliki, cara penyelesaian masalah yang disusun lebih diarahkan pada model Program Menjaga Mutu yang menerapkan tiga prinsip pokok manajemen secara terpadu yakni prinsip kerja kelompok (team work), prinsip pengambilan keputusan dengan kesepakatan kelompok (group decision making) serta prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cycle).
Selanjutnya, disesuaikan pula dengan hasil penelitian tahap analisis masalah yang mencatat masih rendahnya tingkat pengetahuan serta belum memuaskannya perilaku penyelenggara pelayanan MKJP terhadap konsep, kegiatan serta teknik Program Menjaga Mutu, maka untuk dapat meningkatkan pengetahuan, perilaku dan sekaligus juga komitmen para penyelenggara pelayanan MKJP serta pimpinan RS, ditetapkan pula perlunya menyusun suatu program intervensi. Adapun program intervensi yang akan disusun tersebut berupa model program pelatihan yang terdiri dari tiga paket, yakni paket orientasi Program Menjaga Mutu untuk pimpinan RS/penanggungjawab pelayanan MKJP, paket pelatihan Program Menjaga Mutu untuk penyelenggara pelayanan MKJP yang akan diikusertakan sebagai anggota Tim Penjaga Mutu, serta paket orientasi Program Menjaga Mutu untuk penyelenggara pelayanan MKJP yang tidak diikutsertakan sebagai anggota Tim Penjaga Mutu.
Karena ditemukan kesulitan mengawasi pengaruh pelbagai faktor eksternal, maka desain penelitian yang dipergunakan pada tahap validasi cara penyelesaian masalah (solution validation) adalah penelitian eksperimen kuasi ((gasy experiment). Selanjutnya karena Program Menjaga Mutu yang akan diperkenalkan pada dasarnya mengikuti prinsip siklus pemecahan masalah yang keberhasilannya dihitung dari perbandingan besarnya masalah sebelum dan sesudah pelaksanaan program, maka desain penelitian kuasi yang dipergunakan adalah desain pretes dan postes sate kelompok (one group pretest-postest design only).
Pelaksanaan tahap validasi cara penyelesaian masalah ini dimulai dengan melaksanakan program intervensi berupa orientasi model Program Menjaga Mutu kepada pimpinan RSlpenanggungjawab pelayanan MKJP, pelatihan model dan teknik Program Menjaga Mutu kepada anggota Tim Penjaga Mutu, serta seminar sehari tentang model Program Menjaga Mutu kepada penyelenggara pelayanan MKTP yang tidak ikut sebagai anggota Tim Penjaga Mutu. Karena keterbasan yang dimiliki, pelaksanaan program intervensi ini tidak dilakukan di 23 RS yang diteliti pada tahap analisis masalah, melainkan hanya di 12 RS terpilih saja.
Pengalaman menyelenggarakan Program Menjaga Mutu di 12 RS yang diteliti terse-but menemukan 9 dari 12 RS dapat menyelesaikan Program Menjaga Mutu. Dari 9 RS yang dapat menyelesaikan masalah mutu, 6 RS mendapat nilai tinggi, sedangkan 3 RS mendapat nilai rendah. Waktu rata-rata yang diperlukan oleh Tim Penjaga Mutu di 9 RS yang dapat menyelesaikan Program Menjaga Mutu untuk menyelenggarakan semua kegiatan Program Menjaga Mutu adalah 31,8 hari. Sedangkan biaya rata-rata yang diperlukan oleh tiap RS adalah Rp 2330.000, dengan perincian Rp 1.730.000 untuk biaya persiapan, serta Rp 600.000 untuk biaya pelaksanaan. Pada penelitian ini biaya penyelenggaraan cara penyelesaian masalah mutu tidak diperlukan, karena cara penyelesaian masalah mutu tersebut dilakukan secara terintegrasi dengan kegiatan rutin RS.
Hasil interview terhadap 117 orang anggota Tim Penjaga Mutu pelayanan MKJP yang dilengkapi dengan catatan pengamatan selama menyelenggarakan Program Menjaga Mutu di 12 RS yang diteliti mencatat dari 12 faktor yang diduga mempengaruhi selesaitidaknya Program Menjaga Mutu, 7 diantaranya terbukti memiliki pengaruh tersebut. Ketujuh faktor yang dimaksud adalah peranan ketua Tim (p < 0,05; OR =4,92:1,87-13,8)), tanggungjawab anggota Tim (p <0,05), kerjasama anggota Tim (p < 0,05); OR=94,24; OR=22,16-456,78), minat anggota Tim (p < 0,05; OR=155,13: 27,80-1156,06), perhatian pimpinan (p < 0,05), frekuensi supervisi pimpinan (p < 0,05), serta kerjasama fasilitator (p < 0,05; OR=12,90: 1,37-304,01).
Apabila Program Menjaga Mutu dapat dilaksanakan akan besar peranannya dalam meningkatkan mutu pelayanan. Hasil uji t untuk besarnya masalah sebelum dan sesudah pelaksanaan Program Menjaga Mutu mencatat perbedaan yang bermakna (p < 0,05).
Dengan hasil penelitian yang seperti ini, ada 7 saran yang dapat diajukan. Lima saran yang pertama terkait dengan teori yang dipergunakan, sedangkan dua saran yang kedua terkait dengan objek penelitian yang dilakukan, yang dalam hal ini adalah upaya meningkatkan mutu pelayanan MKJP di RS.

A study entitled "EFFORTS TO IMPROVE THE QUALITY OF HOSPITAL BASED LONG TERM CONTRACEPTIVE SERVICES" was conducted in Jakarta, starting in January, 1993 and running for 29 months.
The objectives of the study were (1) to investigate the basic principles of a quality assurance program that has already been implemented for long term contraceptive services in hospitals, (2) to determine the efforts that are necessary for the implementation of a quality assurance program in hospitals, (3) to identify the factors that must be considered in the implementation of quality assurance programs, and (4) to document the impact of a quality assurance program on the quality of long term contraceptive services in hospitals.
It is hope that the results of this study can contribure not only to the improvement of the quality of long term contraceptive services in hospitals but also can be used as a model for the development of a quality assurance program for other services within the hospitals studied or for other hospitals.
Since the intention of the study is to introduce a new program element, a quality assurance activity, to the on going long term contraceptive service program, it was decided to use the operational research study design. The implementation of this study design is divided into three phases, namely problem analysis, solution development, and solution validation.
The implementation of the problem analysis phase was carried out in the form of a descriptive study, undertaken in 23 hospitals located in Jakarta. It was determined that the implementation of the basic principle of quality asurance was still rare in the study hospitals. None of these hospitals had established a special organizational unit responsible for the quality of long term contraceptive services. Also, none of the hospitals had completed written standards of input, environment, process and output factors for long term contraceptive services. Furthermore, none of the hospitals had carried out any continous quality assurance activities and there are still many hospitals that do not implement an incentive andlor disincentive system that relates to the quality of services provided. This is the case with the study hospitals although the input, environment, process and output conditions for long term contraceptive servives are acceptable, according to the manager of the hospitals.
Furthermore, finding from interviews of 172 services providers at the 23 study hospitals indicated that the knowledge and the practice of the services providers concerning the basic concept and activities of a quality assurance program needed to he improved. The data indicated that the attitude of the services providers toward the basic concept and activities of the quality assurance program was positive, except towards the concept of an incentive and/or disincentive system for the provision of quality services.
The solution development phase was carried out in the form of a literature review and expert meeting. It is known that the establishment of a new organizational unit in a hospital and the formulation of complete long term contraceptive services standards are not easy. Therefore, it was decided that the solution was to develop a model quality assurance program that do not need a quality assurance organizational unit and standards. Based on the literature and also the existing experience and expertise, the plan was to develop a quality assurance program that has the involvement of services providers as a group as the implementors of the quality assurance program. This model would use a group decision making process, including special decision making techniques, and would follow the steps of a prescribed problem solving cycle to guide the implementation of the quality assurance activities.
Based on the findings of the problem analysis that the knowledge and practice of the services providers concerning the basic concept and activities of quality assurance program were still poor and in order to enhance the committment of the hospital directors and the health providers towards the quality assurance program, it was necessary to carry out intervention activities in the form of a training program. Three training packets were developed: 1) orientation on the quality assurance program for the hospital directors, 2) training on the quality assurance program for the hospital quality assurance team, and 3) a one day seminar on the quality assurance program for the entire staff of hospital.
Because of the difficulties to control the external factors, the solution validation design was quasi experiment. Furthermore, because the concept of the quality assurance program utilized a problem solving cycle, it was decided that the specific solution validation design should be a one group pretest-post test design only.
The solution validation phase was initiated with intervention activities, namely an orientation program for hospital manager on the quality assurance program, training for member of the hospital quality assurance team, and a one day seminar on the quality assurance program for the entire staff of the hospital. Because of limited resources, the solution validation phase activities could not be implemented in all 23 hospitals but in only 12 selected hospitals.
The lessons learned from the implementation of a quality assurance program in these 12 selected hospitals has demonstrated that nine out of the 12 hospitals were able to complete the quality assurance activities. Six out of the nine hospitals that completed the quality assurance activities were characterized as belonging to a high score group while the remainig three hospitals belong to a low score group. The average time needed to complete all quality assurance activities was 31.8 days, while the average direct cost of the quality assurance program was Rp 2.330.000, consist of Rp 1,730,000 for the preparation activities and Rp 600,000 for implementation activities of the quality assurance program. There are no cost for the implementation solution activities since this has already been integrated into the routine activities of the hospital.
Based on the results of the interviews with 117 members of the Quality Assurance Teams and the data collected through periodic observation, it was found that out of the 12 factors choosen as possible influences on the success of the quality assurance program, seven factors were shown to have actual influence on the success of the quality assurance effort. Those seven factors are: role of team leader (p < 0,05; OR=4.93: 1.87-13.8), responsibility of the team members (p < 0,05), team work of team members (p < 0,05; OR=94,24: 22.16-456.78), interest of the team members (p < 0,05; OR=155.13: 27,80 1156.06), the attention of the hospital manager (p < 0,05), amount of supervision by the manager (p < 0,05), and good cooperation with an outside facilitator (p < 0,05; OR=1290: 137-304.01).
Therefore, it can be concluded that when a quality assurance program is implemented properly, it can make a significant contribution to the improvement of the quality of services (p < 0,05).
Based on the finding above, seven suggestions have been formulated. The first five sugestions are related to the theoritical aspect of quality assurance program whereas the second two sugestions are related to the efforts to improve the quality of hospital family planning program.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1996
D41
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, Desriana Elisabeth
"Penelitian ini menguji hubungan antara variabel indikator kinerja mutu pelayanan, kepedulian kepada masyarakat, dan kepedulian terhadap lingkungan dengan kepuasan pelanggan terhadap 14 rumah sakit vertikal di Indonesia. Untuk melihat kinerja dan hubungan di antara indikator-indikator tersebut, digunakan analisis deskriptif dan uji korelasi regresi dengan bootstrapping. Selain itu, dilakukan pula pendekatan kualitatif melalui wawancara mendalam. Dari hasil penilaian kinerja, didapatkan sebagian dari sasaran strategik belum mencapai nilai optimum. Sementara dari hasil analisis bivariat, didapatkan tidak ada hubungan antara variabel indikator kinerja mutu pelayanan, kepedulian kepada masyarakat, kepedulian terhadap lingkungan yang berkorelasi dengan kepuasan pelanggan. Dengan demikian, diperlukan adanya perbaikan manajemen dan sistem di internal rumah sakit, maupun Kementerian Kesehatansebagai regulatorterkait indikator kinerja yang digunakan dalam penilaian BLU, termasuk indikator sasaran strategik di dalamnya.

This study examines relationship between the variables of service quality performance indicators, public awareness and concern for the environment and customer satisfaction among 14 vertical hospitals in Indonesia. To see the performance and the relationship between these indicators, used descriptive analysis and correlation regression with bootstrapping. In addition, a qualitative approach through in-depth interviews was also applied. Performance evaluation results obtained from a portion of the strategic objectives have not yet reached the optimum value. The results of the bivariate analysis, found no association between the variables of service quality performance indicators, public awareness, environmental awareness is correlated with customer satisfaction. Thus, it is necessary improve management and internal systems in hospitals, and the Ministry of Health as a regulator on the performance indicators used in the hospital autonomy (BLU) assessment, including its strategic targets.
"
Depok: Fakultas Kesahatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hery Bertus
"Komite medik berdasarkan PERMENKES Nomor 755/MENKES/PER/IV/2011 merupakan perangkat rumah sakit untuk menerapkan tata kelola klinik (clinical governance) agar staf medis dirumah sakit terjaga profesionalismenya melalui mekanisme kredensial, penjagaan mutu profesi medis, dan pemeliharaan etika dan disiplin profesi medis. RSU Harapan Bersama Singkawang menetapkan kebijakan tentang komite medik berdasarkan SK direktur RSUHB Nomor:440/RSUHB/186/II/2012. Berdasarkan wawancara awal dengan direktur RSU Harapan Bersama, didapatkan bahwa komite medik belum melaksanakan tugas dan fungsinya sejak awal pembentukannya pada tahun 2012. Terdapat beberapa kasus sepanjang tahun 2012-2013 yang menggambarkan adanya masalah dalam penerapan tata kelola klinik terutama menyangkut profesionalisme staf medis di rumah sakit. Dalam rangka mengetahui permasalahan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi komite medik di RSU Harapan Bersama maka dilakukan penelitian selama 4 (empat) minggu. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menganalisa komite medik sebagai suatu sistem. Analisa dilakukan terhadap komponen input, proses, dan output. Pengambilan data dengan melakukan wawancara mendalam terhadap 4 (empat) komponen informan dan penelitian dokumen rumah sakit. Hasil penelitian menunjukkan terdapat permasalahan dalam kewenangan pengambilan keputusan, sosialisasi kebijakan, perbedaan persepsi, budaya organisasi, lemahnya kepemimpinan, dan keterbatasan tenaga medis.

Medical committee based on PERMENKES No. 755/MENKES/PER/IV/2011 was a hospital devices to implement clinical governance to the medical staff at the hospital. Medical staff maintained their professionalism through mechanisms credentials, secure quality medical profession, and the maintenance of discipline and the ethics of the medical profession. Harapan Bersama Hospital Singkawang establish policies about medical committee based on director SK RSUHB No:440/RSUHB/186/II/2012. Based on the initial interview with the director of Harapan Bersama Hospital, it was found that the medical committee is not performing its duties and functions since its inception in 2012. There are several cases during the year 2012-2013 which describes the problem in the application of clinical governance, especially regarding the professionalism of medical staff at the hospital. In order to find out the problems in the implementation of the duties and functions of the medical committee at Harapan Bersama Hospital research was conducted for 4 (four) weeks. This study is a qualitative study and analyzing the medical committee as a system. Analysis performed on the components of input, processes, and outputs. Data collection was conducted extensive interviews with the four (4) components of informants and research hospital documents. The results showed there were problems in the decision-making authority, policy dissemination, differences in perceptions, organizational culture, lack of leadership, and the limitations of medical personnel.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Nowo Retno
"Persaingan yang semakin ketat pada industri perumahsakitan menuntut rumah sakit untuk mampu memberikan pelayanan unggulan yang mempunyai daya saing tinggi dalam memanfaatkan peluang. Rumah Sakit Bhakti Yudha sejak tahun 1998 telah menetapkan rencana strategi pengembangan rumah sakit dengan pelayanan unggulan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Penetapan ini didasarkan karena faktor historis yang berawal dari Rumah Bersalin dan menjadi market leader di Kota Depok. Pelayanan unggulan diharapkan menjadi pelayanan yang lebih unggul dibanding yang lain dan dapat memberikan kontribusi pendapatan yang menguntungkan bagi rumah sakit.
Dengan terjadinya perubahan lingkungan eksternal dan internal. Rumah Sakit Bhakti Yudha dituntut untuk selalu menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungannya. Namun sejak ditetapkan pelayanan unggulan tahun 1998 sampai tahun 2002 belum pernah dilakukan evaluasi terhadap pelayanan unggulan tersebut.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dan bertujuan untuk menganalisis pelayanan Kesehatan lbu dan Anak sebagai pelayanan unggulan. Data sekunder yang digunakan adalah dari data kegiatan rumah sakit dan Dinas Kesehatan Kota Depok. Analisis situasi lingkungan dilakukan baik terhadap lingkungan eksternal dan internal pelayanan KIA dengan menggunakan matriks IE dan matriks BCG. Implementasi pelayanan KIA dianalisis dari tahun 1998 sampai 2002 dengan wawancara mendalam dengan jajaran direksi Rumah Sakit Bhakti Yudha. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pemetaan pelayanan unggulan KIA saat ini dengan menggunakan matriks IE berada pada sel VI, sedang dalam matriks portofolio BCG yang diperluas berada pada kuadran Faithful Dog. Strategi yang direkomendasikan adalah penciutan. Hasil penelitian ini juga menyimpulkan bahwa pelayanan unggulan KIA tahun 1998-2002 belum dimplementasikan secara konsisten terhadap strategi yang telah ditetapkan.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh Rumah Sakit Bhakti Yudha adalah melakukan penghematan dan efisiensi produksi, pengendalian biaya yang ketat, memfokuskan pada segmen yang lebih sempit, dan meningkatkan kualitas pelayanan. Disarankan agar rumah sakit melakukan analisis terhadap unit-unit lain secara menyeluruh untuk mendapatkan unit unggulan utama sebagai antisipasi apabila unggulan MA prospeknya makin memburuk dan harus dilikuidasi.
Daftar Pustaka: 31 (1989-2002)

High competitions in the hospital industry pursuit hospitals to provide the superior services, which have competitive advantage in seize the opportunities. Since it was established in 1998, Bhakti Yudha Hospital has developed Strategic Planning of Hospital Development to come up with the decision that the Maternity and Child Service is considered as the hospital's superior service. This decision was based on the fact that Maternity and Child clinic was initially dominate as market leader is the background of this decision. The superior service is prior to other services in gaining the benefit of hospital business.
The environmental changing, both external and internal, forces the hospitals to adapt and adjust to survive. Nevertheless Bakti Yudha Depok Hospital hasn't made any evaluation to their superior services yet.
This research is designed as a descriptive study and the purpose is to analyze the maternity and child health service as a superior service of Bhakti Yudha Hospital. The data used is secondary data from hospital activities and district health officer document. Environment situation analyze is made to both external and internal environment, using IE and BCG matrix. Implementation analyze of this service during 1998-2002 is conducted by in depth interview toward the director and management related.
The summarize of this research is that from mapping, by IE matrix, the maternity and child health service of Bhakti Yudha Hospital is located in cell VI, and by advanced BCG portfolio this service is in Faithful Dog Quadrant. The strategy recommended is retrenchment. In addition, this study shows that this service hasn't been implemented consistently against the strategies decided.
Therefore, recommended efforts may be: efficient in production and operational budget, specifies market segmentation, and improved the quality of services. Hospital management needs to execute the comprehensive study about the other services unit to establish the alternative superior service when the prospect of current superior service is bad and being liquidated.
References : 31 (1989-2002)
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12646
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isi Mularsih Sumarno
"Pelayanan rumah sakit mempunyai peran yang sangat strategis baik dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat maupun sebagai cermin keberhasilan pelaksanaan tugas Departemen Kesehatan. Menjelang tahun 2000 permintaan pelayanan kesehatan akan semakin meningkat seiring meningkatnya kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pelayanan kesehatan. Kenyataannya saat ini masih banyak sarana pelayanan kesehatan termasuk rumah sakit yang belum dimanfaatkan secara baik oleh masyarakat. Hal ini terlihat dari rendahnya BOR sebagian Rumah Sakit Umum Daerah Kelas C. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji seberapa besar pengaruh beberapa variabel input dan proses pelayanan rumah sakit terhadap BOR dan menentukan faktor utama yang paling berpengaruh terhadap BOR.
Penelitian dilakukan pada enam Rumah Sakit Umum Daerah Kelas C di Jawa Tengah yang mempunyai sebaran BOR dari rendah sampai tinggi (purposive sample), yaitu: RSUD Demak, RSUD Kendal, RSUD Salatiga, RSUD Jepara, RSUD Purwodadi, RSUD Boyolali. Variabel pada penelitian ini terdiri dari: (1) input meliputi 2 unsur yaitu unsur rumah sakit (sarana umum, sarana medis, sarana penunjang medis, tarif, ketersediaan pelayanan) dan unsur provider (tenaga); (2) proses yang terdiri dari: waktu pelayanan, dan kesinambungan proses pelayanan. Penelitian juga dilengkapi dengan profil pasien yang meliputi sosial ekonomi, jarak transportasi dan perilaku pasien. Pengumpulan data primer dilakukan dengan metoda survai pada semua bangsal yang ada di rumah sakit dan wawancara terhadap individu sampel yang terdiri dari: kepala bang-sal dan pasien. Data sekunder diperoleh dari bagian rekam medis. Data pelengkap diperoleh dari wawancara mendalam terhadap direktur rumah sakit atau yang mewakili. Analisis data secara statistik menggunakan analisis univarian, korelasi, dan regresi. Khusus untuk data mengenai pasien hanya dilakukan analisis deskriptif.
Pada penelitian ditemukan: (1) faktor input yang berkorelasi. paling kuat dengan BOR adalah sarana umum (r=0,784), sarana penunjang medis (r=0,917), tenaga (r=0,789), dan tarif (r.0,900); (2) faktor proses pelayanan yang berkorelasi paling kuat dengan BOR adalah kesinambungan proses pelayanan (r=0,768) (3) uji regresi BOR dengan lima variabel yang mempunyai korelasi >0,75 dengan koefisien regresi yang bermakna adalah sebagai berikut: sarana umum (b=27,52), sarana penunjang medis (b=23,20), tarif (b=12,84), tenaga (b=23,35), kesinambungan proses pelayanan (b=9,21) semuanya pada alfa= 0,10. Hipotesis penelitian setelah melalui uji statistik adalah benar, bahwa BOR berkaitan secara bermakna dengan faktor input dan proses pelayanan; sedangkan faktor utama yang paling berperan adalah faktor input pelayanan.
Agar dapat meningkatkan BOR disarankan kepada rumah sakit untuk memperbaiki faktor input dan proses pelayanan, mengadakan rekayasa sosial terhadap masyarakat serta mulai melakukan upaya pemasaran rumah sakit.

Hospital health care plays strategic role in improving health status of Indonesian people. Many studies found that due to increased awareness on the importance of health, health care demand will also increased in the coming years. Nevertheless, at present this trend is not always true. Many hospitals especially the type C district hospital are still underutilized which is shown by the low percentage of BOR.
This study aims to seek the affect of input and process on the utilization of type C district hospital. Purposive sample technique is used to select six hospitals (Demak, Kendal, Salatiga, Jepara, Purwodadi, Boyolali). Main variables in this study are: 1) input factors (hospital facilities, medical equipment, medical support services, tariff, availability of services, professional man power) ; 2) services process factors (time of delivery and continuity of services) which is sought through primary source (interview and investigation) and secondary source using medical records. Data was analyzed using univariate, bivariate used correlation and regression statistical technique. Patients characteristics is sought through interview with selected sample and analyzed descriptively.
This study found: (1) variables of input factor which have strong correlation with bed occupancy ratio are hospital facilities (r=0,784), medical support services (r=0,917), professional manpower (r=0,789) and tariff (r=0,900); (2) variable of process services which have strong correlation with bed occupancy ratio are continuity of services (r=0,768); (3) bivariant regression analysis showed that hospital facilities (b = 27,52), medical support services (b = 23,20), tariff (b = 12,84), professional man power (b = 23,35), and continuity of services (b = 9,21 ) have significant effect on bed occupancy ratio. Statistical examination has proved that the research hypothesis was right, i.e.: that bed occupancy ratio had significant correlation with services input and services process factors; and that the most influential factor was services input factors.
To improve bed occupancy ratio it is recommended that the hospitals improve the services input and services process factors, provide social engineering to the community and initiate hospital marketing effort.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R.M. Sakti Rahardjo Soedipo
"Kelangsungan pelayanan kesehatan sangat tergantung dari para pengelolanya, tak terkecuali dalam pelayanan rumah sakit, yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan. Agar Rumah sakit dapat tetap survive maka perlu didukung oleh sistem keuangan yang baik, dapat memuaskan pelanggannya baik pelanggan eksternal maupun pelanggan internal, dijalankannya bisnis inti secara professional. Untuk itu , maka salah satu pendekatan yang dapat dipakai adalah dengan memakai balanced scorecard. Di sini tidak saja dibahas kinerja keuangan rumah sakit tetapi juga kinerja non keuangan, antara fogging indicator dengan leading indicator. Empat aspek kinerja tersebut adalah kinerja keuangan, kinerja pelanggan, kinerja bisnis internal dan kinerja pertumbuhan dan pembelajaran. Rumah Sakit Umum Cianjur yang merupakan salah satu rumah sakit pemerintah yang berada di Jawa Barat ingin memberikan akuntabilitas kinerjanya dengan memakai pendekatan ini.
Penelitian ini memakai pendekatan deskriptif, dimana data yang diperoleh baik data primer dari responder maupun data sekunder yang sudah ada akan dianalisis dengan cara deskriptif, kemudian dicoba mengaitkan hasil penelitian ini secara analitik.
Hasil penelitian: 1) Kinerja keuangan: dari rencana pendapatan tahun 1999 tercapai 100,16 %, tahun 2000 tercapai 101,76 %, tahun 2001 tercapai 101,87 %, tahun2002 tercapai 100,27 % dan tahun 2003 tercapai 100,74 %. Peningkatan pendapatan dari tahun ke tahun terus terjadi yang disebut trend positif. Tahun 2001 dibandngkan tahun 1999 terjadi peningkatan lebih dari 200 % dan tahun 2003 hampir 300 % jika dibandingkan dengan tahun yang sama.J dibandingkan dengan pengeluaran ditahun yang sama, selalu terjadi sisa anggaran. Dengan kata lain pendapatan melebihi kewajibannya sehingga berada diatas break event paint. 2) Kinerja pelanggan : Tingkat kepuasan pelanggan rata-rafa berada lebih dari 75% dengan derajat kepuasan 100 %, sehingga dikatakan bail. Pada Diagram kartesius, di kuadran A ditemukan faktor kepuasan pelanggan berdasarkan dimensi keandalan petugas, di kuadran B ditemukan dimensi kepuasan yang bersifat tangible dan keyakinan pelanggan akan kemampuan 1 keterampilan petugas, di kuadran C ditemukan dimensi kepuasan empati dan responsivitas petugas dalam setiap keluhan pelangggan, di kuadran D tidak ditemukan adanya dimensi kepuasan. 3) kinerja bisnis internal: Pada rawat jalan ditemukan trend yang terus meningkat disetiap tahun. Kunjungan tahun 2001 adalah lebih dari 115 000 prang, tahun 2002 berjumlah lebih dari 119 000 orang dan tahun 2003 adalah lebih dari 122 000 orang. BOR tahun 2001 adalah 74,24 %, tahun 2002 adalah73 % dan tahun 2003 adalah 79,58 %, BTO pada 3 tahun tersebut secara berurutan adalah 88 kali, 83 kali dan 95 kali pertahunnya. NDR dan GDR masih berada dibawah garis yang ditolerasikan oleh depkes yakni kurang dari 25 orang untuk NDR dan kurang dari 45 orang untuk GDR. 4) Kinerja pertumbuhan dan pembelajaran : kepuasan pekerja berada pada level 3,25 dari skala 5 dan Likert yang berarti berada diantara puas dan sangat puas. Tingkat drop out petugas yang rendah, tingkat produktivitas karyawan yang tinggi. Produktivitas tahun 2001 adalah Rp 26000, tahun 2002 Rp 31 000 dan tahun 2003 Rp 39 000 perhari.
Berdasarkan penelitian ini dapat dikatakan bahwa keempat kinerja pelayanan di Rumah Sakit Umum Cianjur dengan memakai pendekatan balanced scorecard sudah cukup memadai. Tinggal dikembangkan dengan memakai ukuran rasio di lingkungan keuangan dan penaksiran harta tetap yang dimiliki rnmah sakit ini.

The Survival of health service depends greatly upon the management, including those of a hospital as an integral part of health services in general in order for hospital to survive it has to have the support of a sound financial system, able to satisfy the patients/customers, both external and internal, and its core business professionally. In order to find our all that, one of the approaches that can best be used is the balance scorecard. Not only must the financial aspect of the hospital be addressed, the non-financial aspects must also be considered, the logging indicators as well as the leading indicators. Performance comprises four aspects- the financial aspect, the customers aspect, the internal business aspect and the growth and instruction aspect. The Cianjur General Hospital, one of the Government hospitals in West of Java, wishes to present the accountability of its performance by using the approach already cited.
This is a descriptive research, who primary data are obtained from respondents plus the already existing secondary data which are then analysed descriptively.
The findings of the research include: 1) financial performance the projected income for 1999 was realized 100.16%, for the year 2000, 101.76 % for 2001, 101.87 % for 2002, 100.27 % and for the year 2003 100.74 %. The yearly increase of more than 200 % in the 2001 income, and almost 300 % in 2003. Compared with the expresses spent in the same year, there was a positive balance. In other words the income of the hospital exceeds its obligation hence it is above the break even point. 2) For the customers aspect it can be said that the average customers satisfaction reached 75 % of the 100 scales, which can be considered good. On the Kartesius diagram, quadrant A show s the customers satisfaction based on the reliability of staff members; quadrant B shows the tangible dimension of the customer satisfaction and their trust in the ability of the medical staff, quadrant C shows the dimension of empathy with and responsiveness of the staff members to every gripe or complaint that the patient' may show, quadrant D does not show any satisfaction dimension. 3) Internal business performance the number of patients under therapy keeps increasing every year. There were more than 115.000 visits made by patients in 2001 more than 119.000 visits in 2002, and more than 122.000 in 2003. The BOR for 2001 is 74.24%, 73% in2002 and 79.58% in 2003, making annual BTO for the three consecutive years 88 times, 83 times, and 95 times. The NDR and the GDR be still below the level tolerance under line by the Department of Health which is lower than 45 person for GDR and 25 person for NDR. 4) Instruction and growth performance: employee satisfaction is at the level on 3,25 the Likert Scale of 5 which means a point between satisfactory an very satisfactory. The level of dropouts among the worker is low, where as productivity among the employees is high. Productivity in 2001 was Rp 26.000,00; Rp 31.000,00 in 2002; and 2003 was Rp 39.000,00.
It can be concluded that on the basic of this research using balanced scorecard approach, the tour service performances at the Cianjur General Hospital are quite satisfactory. What is left to be done now is for further development and improvement of facilities, using as standard the ratio between the financial aspect of the operation and the estimation of the value of the fixed of the hospital.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T12885
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febrian Mulya Santausa
"Prevalensi enterobiasis tinggi pada murid SD. Melalui penyuluhan terhadap guru SD, informasi mengenai enterobiasis diharapkan lebih mudah disampaikan kepada murid. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan tingkat pengetahuan guru SD sebelum dan sesudah penyuluhan. Penelitian dilakukan di Jakarta dengan mengundang perwakilan guru SD Jakarta ke acara penyuluhan. Desain penelitian adalah eksperimental dengan intervensi penyuluhan kesehatan mengenai enterobiasis. Semua guru yang hadir saat penyuluhan dijadikan subyek penelitian. Pengambilan data menggunakan kuesioner berisi pertanyaan mengenai siklus hidup, patogenesis, gejala, penularan, dan pencegahan enterobiasis yang dibagikan sebelum dan sesudah penyuluhan. Jumlah responden 67 orang, 31,3% laki-laki dan 68,7% perempuan. Sebelum penyuluhan responden dengan tingkat pengetahuan kurang sebanyak 47,8%, cukup 35,8%, dan baik 16,4%. Sesudah penyuluhan, responden dengan tingkat pengetahuan baik menjadi 83,6%, cukup 13,4%, dan kurang 3%. Dari uji marginal homogeneity didapatkan nilai p<0,01 yang berarti terdapat perbedaan bermakna antara tingkat pengetahuan guru SD sebelum dan sesudah penyuluhan. Jika ditinjau per nomor, uji Wilcoxon menunjukkan perbedaan bermakna pada semua skor jawaban kecuali pertanyaan mengenai gejala enterobiasis (p=0,083). Hal tersebut disebabkan sebelum penyuluhan 95,5% responden telah menjawab pertanyaan tersebut dengan benar dan menjadi 100% setelah penyuluhan. Disimpulkan penyuluhan efektif meningkatkan pengetahuan guru SD mengenai enterobiasis

The prevalence of enterobiasis is high among elementary school students. Through providing health education to the teachers, information can be more easily delivered to the students. Our study was aimed to assess the difference between knowledge level of enterobiasis among elementary school teachers before and after health education. This experimental study was held in Jakarta by inviting representatives of elementary school teachers in Jakarta to follow health education about enterobiasis. The teachers (n=67), 31,3% male and 68,7% female, completed pre-test and post-test questionnaire consisting of questions about life cycle, pathogenesis, symptoms, transmission, and prevention of enterobiasis. Prior to health education, there were 47,8% respondents with poor knowledge level, 35,8% average, and 16,4% good. After health education, there were 83,6% respondents with good knowledge level, 13,4% average, and 3% poor. Based on marginal homogeneity test, the difference is significant (p<0,01). If we assess the score of each number before and after health education, Wilcoxon test shows significant difference in all numbers, except question about enterobiasis symptoms (p=0,083). It is because 95,5% respondents had already answered the question correctly before health education, and became 100% after health education. In conclusion, health education effectively improves knowledge level of enterobiasis among elementary school teachers."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suliantini
"Dengan makin berkembangnya rumah sakit, baik dari segi kualitas maupun kuantitas pelayanan, maka kesiapan pengadaan obat dan alat kesehatan habis pakai merupakan faktor penting dalam menunjang keberhasilan pengobatan. Perencanaan pengelolaan sediaan farmasi perlu dibentuk dengan baik. Oleh karena penggunaan sediaan barang farmasi oleh pasien rawat inap memerlukan biaya yang tinggi, dianggap perlu adanya sistem yang tepat dan berorientasi pada kepentingan pasien.
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan sistem pengelolaan obat dan alat kesehatan habis pakai untuk pasien rawat inap di PKS RSCM.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan barang farmasi di PKS RSCM sudah dapat dilaksanakan secara tertib dan lancar, meskipun ditemukan adanya keterbatasan tenaga pelaksana dan sarana kerja, belum adanya standar prosedur secara tertulis, serta belum dibentuknya sistem informasi yang baik.
Disimpulkan bahwa dalam pengelolaan obat dan alat kesehatan habis pakai pasien rawat inap di PKS RSCM, peningkatan proses fungsi logistik dan administrasi tergantung pada pengembangan komponen input.
Upaya peningkatan yang disarankan meliputi : penambahan satu orang tenaga pelaksana kegiatan administrasi, penyediaan dua buah ruang khusus untuk depo farmasi, penyediaan perangkat komputer untuk pengolah data, pembentukan prosedur kerja tertulis untuk tiap bentuk kegiatan dalam pengelolaan barang farmasi, serta pembentukan sistem informasi yang lebih baik.
Diharapkan dengan perbaikan bentuk struktur organisasi PKS RSCM, akan jelas menunjukkan wewenang-tanggungjawab tiap bagian yang ada di PKS; dan pembentukan sistem kerja yang baik, penambahan satu tenaga pelaksana bagian keuangan serta penggunaan sarana komputer, dapat meminimalkan terjadinya 'bad debt'."
Depok: Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>